Disusun oleh :
Lusi Andriani 205020069
Widhy Karisma 205020071
Anisa 205020078
Kami berterima kasih kepada Dra. Hj. Dini Riani, S.E., M.M. dan Veri Aryanto
Sopiansah S.Pd., M.M. selaku Dosen mata Kuliah Perekonomian Indonesia. Tak lupa juga kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami yang tidak bisa kami
sebutkan satu persatu. sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Kami
berharap makalah ini, pembaca bisa mendapatkan sudut pandang dan pengetahuan baru.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perbandingan Realisasi Pendapatan Pajak Negara .................................................................... 8
Gambar 2. Skema Kebijakan Perlindungan Sosial ....................................................................................... 9
Gambar 3. Progress Penyaluran Program Perlinsos.................................................................................... 10
Gambar 4. Program Penanganan Kesehatan Covid-19 ............................................................................... 11
Gambar 5. Jumlah Penduduk Miskin dan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan ................................... 15
Gambar 6. Presentase Jumlah Penduduk Miskin ........................................................................................ 17
Gambar 7. Anggaran Pendidikan dan Presentase Terhadap Terhadap Total Belanja Negara .................... 17
Gambar 8. Program BANSOS .................................................................................................................... 21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan
dengan pendapatan dan pengeluaran Negara. Kebijakan fiskal yang diambil Pemerintah
pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan dan pertumbuhan
perekonomian negara. Namun kebijakan fiskal yang diambil pemerintah juga dapat
menimbulkan risiko fiskal, sehingga pada akhirnya mengganggu ketahanan APBN dalam
menyediakan dana pembangunan (terjadi defisit anggaran). Oleh karena itu, untuk
menghindari hal tersebut Pemerintah harus mengelola risiko fiskal secara baik.
Tujuan kebijakan fiskal dalam program pemerintah adalah untuk mengatur jalannya
perekonomian, sehingga berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Pengaturan
tersebut dilakukan dengan cara memperbesar atau memperkecil pengeluaran komsumsi
pemerintah, jumlah transfer pemerntah, dan jumlah pajak yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional dan tingkat kesempatan kerja,
yang pada akhirnya akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Untuk mengurangi dampak risiko fiskal Pemerintah telah mengambil langkah-
langkah strategis dengan melakukan pengungkapan risiko fiskal pada nota keuangan dan
pembentukan Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (PPRF). Pengelolaan dan penanganan
risiko terkait perubahan asumsi APBN telah ditangani secepat dan setepat mungkin untuk
mencegah timbulnya dampak risiko yang yang lebih besar. Selanjutnya untuk
mengurangi risiko fiskal di masa yang akan datang Pemerintah telah menyusun asumsi-
asumsi makro bersama Parlemen agar APBN dapat dilaksanakan dengan baik dan
pembangunan Indonesia tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.
1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana permasalahan dalam Program Pemerintah?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah pusat dan daerah?
3. Apa saja program pemerintah dalam program perpajakan?
4. Bagaimana alokasi dan realisasi program pemerintah?
5. Bagaimana program padat karya yang dibuat pemerintah?
6. Bagaimana upaya untuk menurunkan angka kemiskinan?
7. Apa saja program pemerintah dalam pendidikan, kesehatan dan sosial?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui permasalahan dalam program pemerintah Indonesia
2. Untuk mengetahui kebijakan apa saja yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah
3. Untuk mengetahui program pemerintah dalam program perpajakan
4. Untuk mengetahui alokasi dan realisasi program pemerintah
5. Untuk mnegetahui program padat karya yang dibuat pemerintah
6. Untuk mengetahui upaya – upaya untuk menurunkan angka kemiskinan
7. Untuk mengetahui Apa saja program pemerintah dalam pendidikan, kesehatan dan
sosial
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu alokasi sumber daya nasional yang efisien dan
efektif melalui hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang
transparan, akuntabel dan berkeadilan guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan
masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyusunan
Undang-Undang ini bukanlah bertujuan untuk resentralisasi, tetapi merupakan upaya
untuk penguatan akuntabilitas dan harmonisasi kebijakan antara pusat dan daerah.
Terdapat 4 pilar yang melandasi penyusunan Undang-Undang ini. Pilar pertama,
meminimalisir ketimpangan vertikal antara jenjang pemerintahan baik pusat, provinsi,
kabupaten, dan kota, serta ketimpangan horizontal antar pemerintah daerah pada level
yang sama. Untuk itulah terdapat beberapa perbaikan dalam kebijakan khususnya terkait
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk meminimumkan ketimpangan
tersebut, yaitu dengan melakukan reformulasi DAU dengan presisi ukuran kebutuhan
yang lebih tinggi di mana DAU untuk masing-masing daerah dialokasikan berdasarkan
Celah Fiskal tidak lagi menambah formula Alokasi Dasar.
Selanjutnya, DAK yang lebih difokuskan untuk prioritas nasional sehingga DAK
Reguler dilebur dalam formulasi DAU. Pengelolaan Transfer ke Daerah yang berbasis
kinerja di mana pemerintah juga dapat memberikan insentif fiskal bagi Pemerintah
Daerah sebagai apresiasi kepada daerah yang memiliki kinerja baik dalam memberikan
layanan publik dengan kriteria tertentu. Selain itu adanya perluasan skema pembiayaan
daerah secara terkendali dan hati-hati, di mana saat ini sudah bisa menggunakan skema
Sukuk Daerah yang sebelumnya hanya Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah.
Selanjutnya sinergi pendanaan lintas sumber pendanaan yang ada berupa sinergi
pendanaan APBD dan Non-APBD seperti Belanja K/L, BUMN/D, Swasta, dan Kerja
Sama dengan Pemerintah Daerah lain.
Pilar kedua yaitu mengembangkan sistem pajak daerah dengan mendukung
alokasi sumber daya nasional yang lebih efisien. Kebijakan yang dirumuskan dalam
menguatkan sistem perpajakan daerah yaitu melalui harmonisasi pengaturan dengan tetap
memberikan dukungan terhadap dunia usaha, mengurangi retribusi atas layanan wajib
yang sudah seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah Daerah dengan melakukan
rasionalisasi retribusi dari 32 menjadi 18 layanan, menciptakan basis pajak baru melalui
sinergi Pajak Pusat dengan Pajak Daerah berupa konsumsi, properti, dan sumber daya
4
alam. Selain itu adanya opsen perpajakan daerah antara Provinsi dan Kabupaten/Kota
sebagai penggantian skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan berupa Opsen Pajak
Kendaraan Bermotor, Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan. Opsen beberapa 3 jenis Pajak Daerah tersebut tidak akan
menambah beban bagi Wajib Pajak tetapi split langsung pembayaran Wajib Pajak ke
Rekening Kas Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pilar ketiga yaitu mendorong peningkatan kualitas belanja di daerah karena
belanja daerah didanai dari uang rakyat, baik berupa pajak daerah maupun transfer dari
Pemerintah Pusat. Oleh sebab itu, menjadi sebuah keharusan untuk bisa memberikan
dampak yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Untuk meningkatkan
kualitas belanja daerah tersebut, dalam Undang-Undang ini diarahkan untuk penguatan
disiplin penganggaran dan sinergi belanja daerah, pengelolaan TKDD berbasis kinerja
dan TKDD diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik.
Pengaturan belanja daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain batasan
belanja pegawai maksimal 30 persen, batasan belanja infrastruktur layanan publik
minimal 40 persen selain kewajiban pemenuhan belanja wajib yang lain sesuai dengan
amanat pengaturan perundang-undangan. Berdasarkan data di DJPK, saat ini belanja
APBD didominasi oleh belanja pegawai dengan rata-rata mencapai 32,4 persen, bahkan
untuk beberapa daerah ada yang mencapai sekitar 50 persen, sedangkan untuk besaran
belanja infrastruktur sangat rendah, baru mencapai 11,5 persen. Pemenuhan baik belanja
pegawai dan belanja infrastruktur tersebut tidak dilakukan sekaligus namun dilakukan
secara bertahap selama 5 tahun dan 3 tahun.
Pilar keempat yaitu harmonisasi belanja pusat dan daerah, agar dapat
menyelenggarakan pelayanan publik yang optimal sekaligus tetap menjaga
kesinambungan fiskal. Dalam RUU HKPD dirumuskan desain Transfer ke Daerah yang
dapat berfungsi sebagai counter-cyclical policy, penyelarasan kebijakan fiskal antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pengendalian defisit APBD, dan refocusing
APBD dalam kondisi tertentu. Selain itu juga perlunya sinergi Bagan Akun Standar
(BAS) sehingga dapat dilakukan penyelarasan program, kegiatan, dan output.
5
C. Program Perpajakan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh perseorangan
atau perusahaan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dan digunakan
untuk keperluan negara demi kemakmuran rakyat. Singkatnya, pajak adalah pungutan
yang diwajibkan oleh negara yang ditunjukan baik kepada individu maupun perusahaan
dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Insentif perpajakan sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN) tetap berlanjut di tahun 2021 untuk menekan dampak buruk yang ditimbulkan oleh
pandemi COVID-19 yang telah berlangsung sejak Maret 2020. Pada awal tahun
2021, telah terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor Nomor 9/PMK.03/2021
tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease
2019. PMK ini sedianya berlaku sampai dengan bulan Juni 2021. Peningkatan kembali
jumlah kasus terinfeksi COVID-19 menjadikan pemerintah melalui Kementerian
Keuangan sebagai pengelola fiskal memperpajang pemberian insentif perpajakan menjadi
sampai dengan bulan Desember 2021. Perpanjangan ini diatur dalam PMK Nomor
82/PMK.03/2021. Menurut Pasal 18 dalam PMK ini ditetapkan bahwa Jangka waktu
pemberian insentif tersebut di atas adalah sampai dengan 31 Desember 2021. Peraturan
ini menetapkan bahwa bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyartan akan dapat
memperoleh insentif perpajakan berupa:
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai wajib dipotong PPh sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 21 UU PPh yang diterima Pegawai dengan kriteria tertentu,
ditanggung pemerintah;
2. penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dikenai PPh final sebesar 0,5% (nol koma lima
persen) dari jumlah peredaran bruto, ditanggung pemerintah;
3. penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai PPh
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi atau diperoleh Wajib Pajak Penerima P3-
TGAI yang dikenai PPh final, ditanggung pemerintah dan tidak diperhitungkan sebagai
penghasilan yang dikenakan pajak;
6
4. PPh Pasal 22 Impor yang seharusnya dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang dibebaskan bagi Wajib
Pajak yang memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) tertentu, atau telah ditetapkan
sebagai Perusahaan KITE, ataupun telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, pada saat pengeluaran barang
dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean;
5. pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% (lima puluh persen) dari
angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang bagi Wajib Pajak yang memiliki KLU
tertentu, atau telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; ataupun telah mendapatkan izin
Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB;
6. pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) berisiko rendah yang memenuhi persyaratan berupa: memiliki KLU tertentu, atau
telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; ataupun telah mendapatkan izin
Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB;
7
Gambar 1. Perbandingan Realisasi Pendapatan Pajak Negara
8
Gambar 2. Skema Kebijakan Perlindungan Sosial
9
Sebesar 10 kilogram untuk penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Kartu
Sembako, dengan sasaran 28,8 KPM atau setara 115,2 juta orang.
4. Bantuan Sosial Tunai (BST)
Sebesar Rp300 ribu, dengan sasaran 10 juta KPM atau sekitar 40 juta orang, dengan
alokasi anggaran sebesar Rp17,46 triliun. Periode bantuan selama enam bulan
(Januari-April) dan (Mei-Juni, yang dibayarkan di bulan Juli).
5. Bantuan Tunai usulan Pemerintah Daerah
Sebesar Rp200 ribu per bulan per KPM selama enam bulan, dengan sasaran 5,9
juta KPM usulan daerah di luar penerima Kartu Sembako dan BST. Tambahan
anggaran yang diperlukan untuk bantuan ini adalah sebesar Rp7,08 triliun.
6. Program Prakerja
Dengan total sasaran sebanyak 8,4 juta peserta. Alokasi anggaran ditambah dari
Rp20 triliun (untuk 5,6 juta peserta), menjadi Rp30 triliun dengan tambahan 2,8 juta
orang sasaran lainnya.
7. Subsidi Kuota Internet
Bagi siswa, mahasiswa, guru, dan dosen, yang diperpanjang sampai Desember
2021, dengan sasaran 38,1 juta pelajar/tenaga pendidik baik di sekolah umum
maupun sekolah keagamaan
10
Gambar 4. Program Penanganan Kesehatan Covid-19
12
Kegiatan padat karya yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2021 mencakup
sektor sumber daya air sebesar Rp 7,15 triliun yang targetnya menyerap 386.159
tenaga kerja. Sektor jalan dan jembatan senilai Rp 6,69 triliu akan diperkirakan
menyerap 273.603 tenaga kerja. Sektor Pemukiman Kembali Diarahkan Nilai
Keenam kegiatan Rp 5,29 triliun akan menyerap 194.471 tenaga kerja, sedangkan
sektor perumahan senilai Rp 4,11 triliun ditargetkan menyerap 378.460 tenaga kerja.
13
banting, serta peningkatan kualitas air minum dan sanitasi, termasuk
pembangunan fasilitas.
14
F. Upaya menurunkan angka Kemiskinan
Kebijakan fiskal diupayakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat
adalah melalui program penanggulangan kemiskinan. Pemerintah sangat menaruh
perhatian terhadap penanggulangan kemiskinan. Hingga tahun 2010, tingkat kemiskinan
masih berada di level yang cukup tinggi yaitu 13,33 persen dari jumlah penduduk atau
sebesar 31,02 juta jiwa.
Pemerintah memiliki target untuk terus menurunkannya pada tahun 2011 dengan
kisaran antara 11,5 persen hingga 12,5 persen dari jumlah penduduk. Angka ini
merupakan angka optimis yang ditargetkan Pemerintah melihat perkembangan ekonomi
yang sudah semakin baik setelah krisis ekonomi global tahun 2008. Untuk itu,
Pemerintah mengalokasikan angggaran sebesar Rp50,0 triliun pada APBN 2011 untuk
program penanggulangan kemiskinan. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk miskin dan
alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan dapat di lihat di gambar berikut.
15
targetnya sebesar 8 persen hingga 10 persen pada tahun 2014 sehingga Indonesia
diperkirakan dapat mencapai target MDGs sebesar 15,5 persen pada tahun 2015.
Prioritas ke depan untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan adalah dengan
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan infrastruktur pendukung, dan memperkuat
sektor pertanian. Perhatian khusus perlu diberikan pada: (i) perluasan fasilitas kredit
untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); (ii) pemberdayaan masyarakat miskin
dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber daya untuk meningkatkan
kesejahteraannya; (iii) peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan sosial;
dan (iv) perbaikan penyediaan proteksi sosial bagi kelompok termiskin di antara yang
miskin.
Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah antara lain
tercakup di dalam 3 (tiga) klaster penanggulangan kemiskinan. Klaster pertama terdiri
dari program beras untuk rakyat miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Program raskin dimaksudkan untuk
meringankan beban pemenuhan kebutuhan dasar agar rumah tangga miskin dan
anggotanya dapat terpenuhi kebutuhan pangannya. Program jamkesmas dimaksudkan
untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di bidang pelayanan kesehatan. Saat ini,
pelaksanaan Jamkesmas memiliki jumlah peserta tetap sebesar 76,4 juta orang,
disesuaikan dengan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008.
16
Gambar 6. Presentase Jumlah Penduduk Miskin
17
Program pemerintah dalam kesehatan
- Program obat dan berbekalan kesehatan
Adapun tujuan dari program ini untuk menjamin ketersediaan,
pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan
termasuk obat tradisional, perbekalan rumah tangga dan kosmetika.
Sasaran:
a. Meningkatnya penggunaan obat generik di PKD menjadi 98%.
b. Meningkatnya penggunaan perbekalan kesehatan yang memenuhi
standar kesehatan.
c. Sarana kesehatan yang dimonitoring meningkat menjadi 90%.
Kegiatan Pokok:
1. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
2. Monitoring, evaluasi dan pelaporan
18
a. Semua Desa mencapai UCI (Universal Child Immunization).
b. Terselenggaranya system surveilans dan kewaspadaan dini serta
penanggulangan KLB/Wabah.
c. Menurunya Angka Accute Flacid Paralysis (AFP rate) menjadi
2/100.000 penduduk.
d. Meningkatnya Cakupan Penemuan BTA+ menjadi 70%.
e. Meningkatnya Cakupan Keberhasilan pengobatan TB menjadi 85%
f. Menurunya Angka Kematian diare (CFR) diare pada saat KLB
menjadi < 1%.
g. Menurunnya angka kesakitan Penyakit demam berdarah menjadi
100/100.000 penduduk.
h. Menurunnya Angka Kematian (CFR) akibat penyakit DBD menjadi
<1%.
i. Meningkatnya Angka bebas jentik ? 95%.
j. Menurunnya Angka Annual Parasite Incidence menjadi < 1/1000
penduduk.
k. Meningkatkan Cakupan penenuan pneumonia Balita 94%.
l. Meningkatnya persentase ODHA yang memenuhi syarat mendapat
ARV 81%.
m. Tercapainya Angka prevalensi kusta < 1/10.000 penduduk.
Kegiatan Pokok :
1. Peningkatan surveilance epidemiologi dan penanggulangan wabah.
2. Peningkatan imunisasi.
3. Pencegahan dan penanggulangan polio.
4. Pencegahan penularan penyakit endemik/epidemic
19
kesejahteraan rakyat, melalui pemberian bantuan sosial pada masyarakat. Bantuan ini
diberikan untuk memenuhi dan menjamin kebutuhan dasar serta meningkatkan taraf
hidup penerima bansos.
Fungsi ini juga sejalan dengan amanat dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan
Program Indonesia Sehat untuk Membangun Keluarga Produktif. Menko PMK dalam hal
ini dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangannya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program
Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat
bagi keluarga kurang mampu dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat dan dunia
usaha. Diantaranya dengan meningkatkan koordinasi pelaksanaan dan pengawasan,
penanganan pengaduan masyarakat, dan meningkatkan koordinasi dan evaluasi
pelaksanaan program.
Program Program Bansos untuk Rakyat mencakup Program Indonesia Pintar (PIP),
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), &
Bansos Rastra/ Bantuan Pangan Non Tunai. Perluasan program bantuan sosial merupakan
komitmen pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Hal ini terlihat
dari menurunnya angka kemiskinan dari 11,22% pada tahun 2015, menjadi 9,82% pada
tahun 2018. Gini rasio juga berkurang dari 0,408 pada tahun 2015 menjadi 0,389 pada
tahun 2018. Sementara Indeks Pembangunan Manusia Naik dari 68,90 pada tahun 2014
menjadi 70,81 pada tahun 2017.
20
Gambar 8. Program BANSOS
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan
dengan pendapatan dan pengeluaran Negara. Kebijakan fiskal yang diambil
Pemerintah pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan dan
pertumbuhan perekonomian negara. Tujuan kebijakan fiskal dalam program
pemerintah adalah untuk mengatur jalannya perekonomian, sehingga berkembang
sesuai dengan yang diharapkan. Pengaturan tersebut dilakukan dengan cara
memperbesar atau memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah, jumlah transfer
pemerntah, dan jumlah pajak yang diterima pemerintah sehingga dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan nasional dan tingkat kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
B. Saran
Kebijakan fiskal memiliki peran yang sangat penting dalam suatu tatanan negara
sebagai penstabilan ekonomi. Pemerintah harus menjalankan kebijakan fiskal dengan
maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian, atau dengan kata lain,
kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju
keadaan yang diinginkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bps.go.id/menu/6/laporan-keuangan.html
https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-bea-dan-cukai-risiko-
fiskal-yang-dihadapi-pemerintah-dan-strategi-pengelolaannya-guna-menjamin-
pembangunan-ekonomi-yang-berkesinambungan-2019-11-05-8c6615d0/
https://www.hipajak.id/artikel-pajak-dan-jenis-pajak
https://sipinter.dpr.go.id/akun/detail/id/93
https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html
https://pen.kemenkeu.go.id/in/post/insentif-pajak-untuk-menekan-dampak-
buruk-pandemi-covid-19-berlanjut-di-tahun-2021
https://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/lainnya/opini/3850-arah-baru-
hubungan-keuangan-pemerintah-pusat-dan-daerah.html
23