Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KETENAGAKERJAAN
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia)

Disusun Oleh:
Syasa Siti Syadiah 205020045
Agnia Nurul Izzah 205020046
Rachma Ayuning Permatasari 205020070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW.

Adapun tujuan dari penyusunan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak
Veri Aryanto Sopiansah, M.Pd. Pada mata kuliah Perekonomian Indonesia. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Ketenagakerjaan.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Veri Aryanto Sopiansah, M.Pd
selaku dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia yang telah membimbing kami agar dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandung, 07 Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 2
D. Manfaat ....................................................................................................................................... 3
BAB II ....................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 4
A. Permasalahan Ketenagakerjaan Di Indonesia............................................................................. 4
B. Kebijakan Ketenagakerjaan......................................................................................................... 6
C. Angkatan Kerja Indonesia ......................................................................................................... 10
D. Kondisi ketenagakerjaan Di Provinsi ......................................................................................... 12
E. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja .............................................................................................. 14
F. Peralihan Sektor Pekerjaan ....................................................................................................... 14
G. Penurunan Upah Pekerja Di Tengah Pandemi .......................................................................... 17
H. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga Kerja .......................................... 18
I. Produktivitas tenaga kerja di Indonesia.................................................................................... 19
J. Dominasi Pekerja Informal Di Pasar Tenaga Kerja .................................................................... 20
BAB III .................................................................................................................................................... 22
PENUTUP ............................................................................................................................................... 22
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 22
B. Saran ......................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Angkatan Kerja di Indonesia................................................................................................ 10


Gambar 2 Pencari kerja terdaftar, Lowongan Kerja terdaftar dan Penempatan/ Pemenuhan tenaga
kerja ...................................................................................................................................................... 11
Gambar 3 Rata-rata Upah Pekerja per Bulan ........................................................................................ 18
Gambar 4 Dominasi Pekerja Informal di Indoensia.............................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketenagakerjaan merupakan aspek mendasar pada kehidupan manusia sebab


mencakup dimensi sosial dan ekonomi. Salah satu tujuan penting dalam pembangunan
ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan
angkatan kerja yang lebih cepat dari pada kesempatan kerja. Adanya
ketidakseimbangan antara penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan angkatan kerja
akan menimbulkan pengangguran yang nantinya akan menjadi ketidakstabilan ekonomi
yang juga akan berimbas pada ketidakstabilan dibidang kehidupan lainnya (Pangastuti,
2015).
Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di
berbagai sector. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan
seiring dengan berlangsungnya demografi. Proporsi pekerja menurut lapangan
pekerjaan merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi sector perekonomian
dalam menyerap tenaga kerja. Hal ini dapat pula mencerminkan struktur perekonomian
suatu wilayah.
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. tenaga kerja
bukan berarti jumlah buruh yang terdapat dalam perekonomian, tetapi tenaga kerja juga
meliputi keahlian dan keterampilan yang mereka miliki.
Menurut Undang UndangDasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal
27 ayat 2, menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya setiap warga Negara memiliki hak
untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh upah untuk mencukupi kebutuhan
Hidup Layak (KHL) tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama maupun aliran
politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan.
Seiring dengan berubahnya lingkungan makro ekonomi mayoritas Negara-
negara berkembang, angka pengangguran yang meningkat pesat terutama di sebabkan
oleh terbatas permintaan tenaga kerja, factor-faktor eksternal seperti memburuknya
kondisi neraca pembayaran, meningkatnya utang luar negeri dan kebijakan lainnya
yang pada Sudono Sukirno.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka penulis merumuskan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut:
1. Apa permasalahan dalam ketenagakerjaan?
2. Apa Saja Kebijakan ketenagakerjaan?
3. Berapakah Angkatan Kerja Indonesia?
4. Bagaimana Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi?
5. Berapakah Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja?
6. Bagaimana Peralihan Sektor Pekerjaan?
7. Bagaimana Penurunan Upah Pekerja Di Tengah Pandemi
8. Bagaimana Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga Kerja?
9. Bagaimana Produktivitas tenaga kerja di Indonesia?
10. Bagaimana Dominasi Pekerja Informal Di Pasar Tenaga Kerja?

C. Tujuan

Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa permasalahan dalam ketenagakerjaan?
2. Untuk mengehatui apa saja kebijakan ketenagakerjaan?
3. Untuk mengetahui berapakah angkatan kerja Indonesia?
4. Untuk mengetahui bagaimana kondisi ketenagakerjaan di provinsi?
5. Untuk mengeatahui berapakah tingkat Pendidikan tenaga kerja?
6. Untuk mengatahui bagaimana peralihan sektor pekerjaan?
7. Untuk mengetahui bagaimana penurunan upah pekerja di tengah pandemi
8. Untuk mengetahui bagaimana hubungan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan
tenaga kerja?
9. Untuk mengatahui bagaimana produktivitas tenaga kerja di Indonesia?
10. Untuk mengatahui bagaimana dominasi pekerja informal di pasar tenaga Kerja?

2
D. Manfaat

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Diharapkan hasil dari penelitian ini mampu menjadi bahan evaluasi kebijakan
dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan dan kesenjangan pendapatan bagi
pemerintah setempat.
2. Menambah wawasan dan mempraktikkan ilmu pengetahuan yang diperoleh
diperkuliahan dengan permasalahan di lapangan yang sebenarnya.
3. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan bahan
referensi penelitian-penelitian selanjutnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan Ketenagakerjaan Di Indonesia

Permasalahan tenaga kerja di Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak berat,


angka pengangguran saja sudah mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka itu tercatat 8,1 juta
yang menganggur total atau tidak bekerja sama sekali dan tidak memiliki penghasilan.
Sementara yang 30,2 juta, itu setengah menganggur, atau mereka yang bekerja di bawah
35 jam. Bahkan, bila ada buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak
cukup untuk memenuhi standar hidupnya.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah
penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya
pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial
dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial
dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Masalah pengangguran sebenarnya merupakan masalah klasik yang rumit di
setiap negara, bahkan dalam kajian ilmu ekonomi, masalah ini masuk dalam kajian
ekonomi murni atau ekonomi makro yang menjadi tugas negara untuk
menyelesaikannya. Di satu sisi, masalah pengangguran selalu dikaitkan dengan
angkatan kerja yang baru saja masuk pada usia angkatan kerja. Sehingga pengangguran
selalu tidak bisa lepas dari problematika kepemudaan, atau bisa disebut juga dengan
maraknya pengangguran terdidik yang tercipta didalam masyarakat.
Perlu diketahui, bahwa dalam ketenagakerjaan di Indonesia terdapat 5 masalah
yang sangat krusial, adapun 5 permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia tersebut,
yaitu:
1. Pertumbuhan penduduk semakin besar dengan persebaran penduduk yang tidak
merata berpengaruh terhadap terbatasnya kesempatan kerja.

4
2. Rendahnya kualitas angkatan kerja, hal ini berdampak kepada daya saing dan
kompetensi dalam memperoleh kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar
negeri. Kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah juga di latarbelakangi oleh
faktor kondisi internal tenaga kerja, seperti motivasi kerja, pengalaman kerja,
keahlian/keterampilan, tingkat kehadiran, inisiatif dan kreativitas, kesehatan
serta perilaku/sikap. Sedangkan untuk faktor eksternal, meliputi: kedisiplinan
kerja, tingkat kerjasama, perasaan aman dan nyaman dalam bekerja, teknologi
yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan dan bidang pekerjaan
sesuai dengan bidang yang diminati. Motivasi bekerja yang kurang atau yang
menunjukkan sifat kemalasan tenaga kerja akan membuat pekerjaannya tidak
membuahkan hasil yang baik dan maksimal. Keterampilan tenaga kerja pun
sangat mempengaruhi kualitas kerjanya. Sehingga kualitas tenaga kerja
Indonesia dan hasil produksinya kurang maksimal.
3. Besarnya angka pengangguran, pada Februari 2012, angkatan kerja Indonesia
berjumlah 120,41 juta orang. Dari jumlah itu, pengangguran terbuka mencapai
7,61 juta orang atau 6,32 persen. Pengangguran umumnya disebabkan karena
jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada
yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan
timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
4. Globalisasi arus barang dan jasa, permasalahan ini sangat terkait dengan bidang
ketenagakerjaan. Sebagai contoh dalam sistem perdagangan bebas baik dalam
kerangka WTO, APEC, dan AFTA mempengaruhi perpindahan manusia untuk
bekerja dari suatu negara ke negara lain yang telah menjadi salah satu modalitas
perdagangan jasa yang harus ditaati oleh setiap anggota.
5. Terbatasnya fasilitas infrastruktur, mengakibatkan produksi barang semakin
rendah. Jika fasiltas infrastruktur atau alat yang hendak dipergunakan terbatas,
tenaga kerja terpaksa memilih membuatnya dengan olahan tangan sendiri. Hal
tersebut belum tentu beroleh hasil yang bermutu tinggi, sehingga daya saing
barang produksi tersebut kalah banding dengan barang produksi negara lain.
Hal itulah yang menyebabkan kualitas tenaga kerja Indonesia semakin rendah.

5
B. Kebijakan Ketenagakerjaan

Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan


kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja secara berkesinambungan yang
meliputi perencanaan tenaga kerja makro dan perencanaan tenaga kerja mikro serta
disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi:
1. Kesempatan Kerja
Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan
kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan cara bersama-sama
dengan masyarakat mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja. Semua kebijakan pemerintah baik pusat
maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan
kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Lembaga
keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu
membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang
dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.
Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui
penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna yang
dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri,
penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan
pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong
terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pemerintah menetapkan kebijakan
ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja serta bersama-sama
masyarakat mengawasi pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dapat dibentuk badan koordinasi
yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Semua ketentuan
mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi
sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah
2. Pelatihan Kerja termasuk Kompetensi Kerja
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan
kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan dengan memperhatikan
kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan

6
kerja yang diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada
standar kompetensi kerja dan dapat dilakukan secara berjenjang. Pelatihan kerja
diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga
pelatihan kerja swasta dan diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat
kerja serta dapat bekerja sama dengan swasta. Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan
yang ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi
penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas yang dilakukan melalui
pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan
ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional.
3. Hubungan Industrial
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana:
• Serikat pekerja/serikat buruh
• Organisasi pengusaha
• Lembaga kerja sama bipartit
• Lembaga kerja sama tripartit
• Peraturan perusahaan
• Perjanjian kerja bersama
• Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan
• Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat


kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan
pemecahan masalah ketenaga¬kerjaan. Lembaga Kerja sama Tripartit
sebagaimana dimaksud,terdiri dari:

• Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota;


dan
• Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota.

Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah,


organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh. Tata kerja dan susunan
organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

7
4. Penempatan Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan
yang layak di dalam atau di luar negeri. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan
berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa
diskriminasi. Penempatan tenaga kerja ini diarahkan untuk menempatkan
tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan,
bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak
asasi, dan perlindungan hukum yang dilaksanakan dengan memperhatikan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan
kebutuhan program nasional dan daerah.
Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri
tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.
Pelaksana penempatan tenaga kerja ini wajib memberikan perlindungan sejak
rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja yang mencakup kesejahteraan,
keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Penempatan tenaga kerja oleh pelaksana sebagaimana dimaksud dilakukan
dengan memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja yang bersifat terpadu
dalam satu sistem penempatan tenaga kerja yang meliputi unsur-unsur:
• Pencari kerja
• Lowongan pekerjaan
• Informasi pasar kerja
• Mekanisme antar kerja dan
• Kelembagaan penempatan tenaga kerja
5. Pengupahan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana
dimaksud, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruhyang meliputi:
• Upah minimum
• Upah kerja lembur
• Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

8
• Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
• Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
• Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
• Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
• Denda dan potongan upah;
• Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
• Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
• Upah untuk pembayaran pesangon; dan
• Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Dalam menetapkan upah minimum, Pemerintah harus berdasarkan


kepada kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Upah minimum sebagaimana dimaksud dapat terdiri
atas:

• Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;


• Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;

Upah minimum sebagaimana dimaksud diarahkan kepada pencapaian


kebutuhan hidup layak dan ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak
sebagaimana dimaksud diatur dengan Keputusan Menteri. Untuk memberikan
saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan
ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan
nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat
buruh, perguruan tinggi, dan pakar. Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat
Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan
Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh
Gubenur/Bupati/Walikota. Semua ketentuan mengenai tata cara pembentukan,
komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian

9
keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana
dimaksud, diatur dengan Keputusan Presiden.

C. Angkatan Kerja Indonesia

Data Angkatan Kerja Agustus 2017 dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
ada sekitar 7 juta lebih orang yang menganggur, dari total keseluruhan 128 juta
angkatan kerja. Secara lebih spesifik, per golongan umur, angkatan kerja terbesar di
Indonesia adalah mereka yang berusia 35-39 tahun. Angkatan kerja dari golongan usia
ini mencapai 17,6 juta orang. Posisi kedua terbesar diduduki oleh mereka yang berusia
30-34 tahun, dengan jumlah 15,5 juta orang.
Dengan demikian, situasi angkatan kerja di Indonesia merujuk pada golongan
umur, adalah kelompok usia produktif, yang sekaligus berada pada jenjang kelompok
pekerja utama. Artinya, angkatan kerja ini sangatlah potensial menjadi mesin
penggerak produksi barang dan jasa. Tentu dalam konteks ukuran produktivitas
ataupun mampu berkompetisi dengan angkatan kerja dari negara lain.

Gambar 1 Angkatan Kerja di Indonesia

Dari data yang sama, terlihat angka pengangguran yang tinggi dari golongan
umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun. Hal itu dimungkinkan karena angkatan kerja
tersebut, umumnya sedang menempuh pendidikan. Kedua golongan umur angkatan
kerja itu, belum berada pada lapangan pekerjaan secara langsung.

10
Jumlah potensial yang besar atas kedua golongan angkatan muda itu juga
memberikan sentimen yang positif. Dengan pengandaian siklus angkatan kerja dan
iklim lapangan kerja yang kondusif, angkatan kerja yang “muda” ini sebenarnya adalah
tenaga cadangan produktivitas. Pada masanya, angkatan kerja yang “muda” ini akan
melanjutkan estafet produksi barang dan jasa dari angkatan kerja sebelumnya.

Namun, seperti yang sudah disebutkan pada awal tulisan; tidak selalu dari
angkatan kerja yang ada akan dapat terserap sempurna ke lapangan pekerjaan. Pada
tahun 2016 misalnya, terdapat 1,4 juta lebih pencari kerja yang terdaftar. Sementara,
hanya ada 742 ribu orang tenaga kerja yang tercatat berhasil ditempatkan. Situasi yang
tidak jauh berbeda terjadi pada tahun 2013.

Pada tahun itu ada kurang lebih 1 juta pencari kerja yang terdaftar dan hanya
ada sekitar 409 ribu tenaga kerja yang berhasil ditempatkan. Hal ini tentu menyiratkan
adanya kelompok pencari kerja “yang terbuang” sehingga mereka perlu mencari
alternatif lain –dalam akses terhadap lapangan kerja.

Catatannya, data statistik BPS ini tidak mencakup situasi di luar dari informasi
yang ada. Maksudnya, pada kenyataan di lapangan tentu lebih banyak jumlah pencari
kerja dan penempatan tenaga kerja secara riil. Hal itu terjadi karena tidak semua pasar
tenaga kerja di Indonesia dapat tercatat dengan baik. Situasi ini belum juga melihat
pilihan si pencari kerja untuk membuat usaha/wiraswasta sendiri.

Gambar 2 Pencari kerja terdaftar, Lowongan Kerja terdaftar dan Penempatan/ Pemenuhan tenaga kerja

11
Terlepas dari catatan itu, data BPS antara tahun 2013-2016 tentang
perbandingan pencari kerja, lowongan kerja dan penempatan kerja terdaftar berguna
untuk memperlihatkan “konsistennya” meski data ini bukan satu-satunya gambaran riil.
Penempatan tenaga kerja selalu hanya bernilai setengah dari jumlah pencari kerja yang
terdaftar. Gap antara jumlah pencari kerja dan penempatan tenaga kerja inilah yang
disebut pengangguran. Atau, dengan kata lain, selalu ada angkatan kerja tidak dapat
terserap secara maksimal di pasar tenaga kerja.

D. Kondisi ketenagakerjaan Di Provinsi

Menteri Ketenagakerjaan, menyambut positif hasil pengukuran Indeks


Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Tahun 2020 yang menunjukan adanya
peningkatan Indeks sebesar 6,58 poin, yakni dari 61,06 pada tahun 2019 menjadi 67,64
pada tahun 2020. Dengan kenaikan IPK tahun 2020 ini, maka Status Pembangunan
Ketenagakerjaan Nasional meningkat menjadi kategori “Menengah Atas”
dibandingkan IPK Tahun 2019 yang berada pada status “Menengah Bawah". Hasil
peningkatan Indeks yang cukup siginifikan ini menunjukkan upaya pemerintah pusat
dan daerah untuk melaksanakan inovasi program kegiatan pembangunan
ketenagakerjaan serta pemenuhan data-data pengukuran berdasarkan dokumen yang
valid dan akurat, dapat menunjang peningkatan IPK.
Menurut Menaker Ida kenaikan IPK tahun 2020 ini terjadi pada 8 Indikator
Utama, yaitu Perencanaan Tenaga Kerja, Penduduk dan Tenaga Kerja, Kesempatan
Kerja, Pelatihan dan Kompetensi Kerja, Produktivitas Tenaga Kerja, Hubungan
Industrial, Kondisi Lingkungan Kerja, serta Jaminan Sosial Tenaga kerja.
Secara Nasional IPK tahun 2020 mengalami kenaikan, IPK tertinggi diraih oleh
Provinsi DKI Jakarta dengan Indeks sebesar78,29. Peringkat Kedua diraih oleh
Provinsi Kalimantan Timur dengan Indeks sebesar 77,21, sedangkan Peringkat Ketiga
diraiholeh Provinsi Bali dengan Indeks sebesar 75,38. Jumlah Provinsi dengan IPK
berkategori “Menengah Atas” atau IPK diatas 66,00 mengalami peningkatan menjadi
23 provinsi dari tahun 2019 yang hanya berjumlah 7 provinsi. Hal ini menunjukkan
bahwa Pemerintah Daerah sudah menyadari (aware) dengan pembangunan
ketenagakerjaan sebagai salah satu instrumen pencapaian tujuan SDGs.
Penganugerahan penghargaan IPK ini sebagai bentuk apresiasi kepada
pemerintah daerah atas kerja kerasnya untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan
yang dapat mewujudkan tujuan pembangunan ketenagakerjaan yang

12
berkesinambungan. Penghargaan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan diserahkan
oleh Menteri Ketenagakerjaan RI secara virtual kepada Gubernur yang provinsinya
memperoleh Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan terbaik. Total ada 19 kategori
penghargaan dengan jumlah provinsi yang memperoleh penghargaan sebanyak 14
provinsi.
Berikut adalah daftar lengkap Provinsi yang mendapatkan penghargaan Indeks
Pembangunan Ketenagakerjaan Tahun 2020:
1. Provinsi Penerima Penghargaan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Terbaik
Berdasarkan Kategori Urusan Pemerintahan Daerah Bidang Ketenagakerjaan di
Tingkat Provinsi
• Tingkat intensitas dan beban kerja urusan pemerintahan daerah bidang
ketenagakerjaan kategori BESAR:
▪ Terbaik Pertama, diperoleh Provinsi Sulawesi Selatan dengan indeks
72,06;
▪ Terbaik Kedua, diperoleh Provinsi Jawa Timur dengan indeks 68,74;
▪ Terbaik Ketiga, diperoleh Provinsi Jawa Tengah dengan indeks
68,46;
• Tingkat intensitas dan beban kerja urusan pemerintahan daerah bidang
ketenagakerjaan kategori SEDANG:
▪ Terbaik Pertama, diperoleh Provinsi DKI Jakartadengan indeks
78,29;
▪ Terbaik Kedua, diperoleh Provinsi Kalimantan Timurdengan indeks
77,21;
▪ Terbaik Ketiga, diperoleh Provinsi D.I. Yogyakartadengan indeks
74,77;
• Tingkat intensitas dan beban kerja urusan pemerintahan daerah bidang
ketenagakerjaan kategori KECIL:
▪ Terbaik Pertama, diperoleh Provinsi Balidengan indeks 75,38;
▪ Terbaik Kedua, diperoleh Provinsi Kalimantan Utaradengan indeks
72,65;
▪ Terbaik Ketiga, diperoleh Provinsi Papua Barat dengan indeks
71,30.

13
E. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja

Tingkat Pendidikan menurut Lestari dalam Wirawan (2016:3) adalah


“merupakan suatu kegiatan seseorang dalam mengembangkan kemampuan, sikap , dan
bentuk tingkah lakunya, baik untuk kehidupan masa yang akan datang dimana melalui
organisasi tertentu ataupun tidak teroganisasi”. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh
terhadap pekerjaan, hal ini karena Orang dengan pendidikan tinggi diasumsikan
memiliki pengetahuan dan kemampuan yang tinggi pula. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka peluangnya untuk melamar pekerjaan di suatu lapangan
usaha semakin besar. Hal ini disebabkan tuntutan perusahaan yang menginginkan
tenaga kerja dengan kualitas yang tinggi.
Menurut tingkat pendidikan tahun 2021, sekitar 54,66 persen angkatan kerja di
Indonesia masih berpendidikan SMP ke bawah, kemudian 13,01 persen yang memiliki
pendidikan diploma dan universitas, serta 32,33 persen berpendidikan SMA atau SMK.
Angkatan kerja berpendidikan SMP ke bawah di pedesaan persentasenya lebih besar
dibandingkan dengan perkotaan. Presentase angkatan kerja menurut tingkat pendidikan
dan jenis kelamin lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Untuk angkatan
kerja kelompok umur non muda, cenderung memiliki tingkat pendidikan yang relatif
lebih rendah dibandingkan kelompok umur muda.
Selain itu, penduduk bekerja berpendidikan rendah cenderung ada pada sektor
primer, seperti pertanian dan pertambangan. Sedangkan untuk pendidikan menengah
berada di sektor sekunder yang bergerak di bidang konstruksi, gas air pengelolaan
limbah. Adapun pendidikan tinggi bekerja di sektor tersier seperti perdagangan dan
jasa.

F. Peralihan Sektor Pekerjaan

Dari empat sektor lapangan pekerjaan, sektor pertanian, pertambangan, jasa dan
manufaktur, sektor pertanian tetap menjadi lapangan pekerjaan yang paling diminati
pekerja. Struktur ketenagakerjaan dapat dilihat dari lapangan pekerjaan berdasarkan
industri dan status.
Struktur perekonomian suatu negara antara lain tercermin dari struktur
ketenagakerjaan. Dari empat sektor lapangan pekerjaan, sektor pertanian masih
menjadi lapangan pekerjaan yang paling diminati pekerja. Saat krisis ekonomi lapangan
pekerjaan di sektor pertanian dan sektor manufaktur meningkat, sebaliknya sektor jasa

14
dan sektor pertambangan cenderung menurun. Antara tahun 1997-2001, proporsi sektor
pertanian meningkat dari 40,7% menjadi 43,7% dan sektor manufaktur meningkat dari
12,89% menjadi 13,31%. Sebaliknya sektor jasa & perdagangan menurun dari 40,18%
menjadi 38,70% dan sektor pertambangan, energi dan konstruksi menurun dari 6,20%
menjadi 4,23%.

Adapun sebagai contoh perpindaha sektor pekerja dari sektor pertanian ke


sektor industri sebagai berikut:

• Perpindahan Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Industri.


Struktur angkatan kerja Indonesia ditandai dengan terjadinya perubahan
lapangan pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor industri. Keadaan ini
tentu saja berkaitan dengan perubahan struktur ekonomi yang terjadi.
Berdasarkan data BPS, pada periode 1980-1990 persentase tenaga kerja
wanita yang bekerja di sekto pertanian di pedesaan menurun dari 63,66
persen pada tahun 1980 menjadi 49,9 persen pada tahun 1990. Sebaliknya
persentase tenaga kerja wanita yang bekerja di luar sektor pertanian
mengalami peninGkatan dari 35,8 persen menjadi 50,1 persen pada kurun
waktu yang sama (BPS, 2000).
Proses penurunan penduduk yang bekerja pada sektor primer ini
menurut Saliem (1995) akibat dari adanya transformasi struktural dan
perkembangan perekonomian yang semula didominasi sektor agraris
berubah menjadi ke arah industrialisasi Seiring dengan terjadinya perubahan
struktur perekonomian nasional yang mengarah ke industrialisasi, maka
wilayah pedesaan juga mengalami imbasnya. Terlihat dari struktur
perekonomian di pedesaan yang pada mulanya didominasi oleh sektor
pertanian, namun secara bertahap peran pertanian tersebut makin menurun
(Saliem, 1995).
Teori perubahan struktural menekankan pada makanisasi transformasi
ekonomi negara terbelakang dengan kegiatan ekonomi yang bersifat
pertanian. Menurut Mantra (1992) juga menjelaskan bahwa motivasi utama
orang melakukan perpindahan dari daerahnya (pedesaan) ke perkotaan
adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya
ketimpangan ekonomi antar daerah. Kondisi yang paling dirasakan menjadi
pertimbangan rasional, dimana individu melakukan mobilitas ke kota adalah

15
adanya harapan untuk memperoleh pekerjaan dan memperoleh pendapatan
yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di desa.
• Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Perpindahan Tenaga Kerja
Pendidikan juga merupakan salah satu investasi dalam modal manusia,
karena pada hakekatnya adalah pengorbanan pada masa kini untuk
memperoleh keuntungan pada masa yang akan datang. Sedangkan
pendidikan itu sendiri harus melibatkan suatu bagian waktu, yang
mengurangi kesempatan untuk menghasilkan yang lain. Pencapaian taraf
pendidikan oleh seseorang dengan besar kecilnya kecenderungan orang
tersebut untuk bermigrasi atau pindah pekerjaan dari sektor pertanian ke
sektor modern. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan menghadapi
selisih tinggkat upah (antara sektor modern di kota dan sektor tradisional di
desa) yang lebih tinggi di samping itu, ia juga memiliki kemungkinan atau
peluang yang lebih besar untuk berhasil mendapatkan sebuah pekerjaan di
sektor modern yang berpendapatan lebih tinggi (Todaro, 2000:410).
• Pengaruh Teknologi Baru Di Bidang Pertanian Terhadap Perpindahan
Tenaga Kerja
Untuk meningkatkan produksi pertanian dengan lahan yang sempit,
biasanya digunakan pengelolaan secara intensifikasi pertanian. Teknologi
intensifikasi yang masuk ke pertanian cenderung menghemat tenaga kerja
yang tentunya mengurangi kesempatan kerja pada sektor pertanian. Seperti
yang terdapat di daerah-daerah pedesaan di negara-negara berkembang pada
umumnya, luas lahan relatif sempit, modal cukup langka, sedangkan tenaga
kerja manusia berlimpah. Pengenalan teknik mekanisasi seperti ini justru
mengakibatkan lonjakan pengangguran di pedesaan, padahal penggunaan
teknologi belum tentu berhasil menurunkan unit-unit biaya produksi
pangan, (Todaro, 2000:467).
Menurut Memed dan Erwidodo dalam (1993:112) pengenalan teknologi
telah membawa berbagai kontribusi, antara lain :
▪ Penerimaan lahan pertanian (land share) telah menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun, sedangkan penerimaan tenaga kerja
(labour share) menurun.
▪ Metode budidaya pertanian yang semakin hemat tenaga kerja.

16
Sedangkan dampak teknologi terhadap fakta sosial ekonomi buruh tani ada
tiga hal, yaitu:
▪ Secara tektis pengalihan teknologi dapat memecahkan masalah
kemerosotan produksi pertanian. Karena paling tidak, teknologi
dapat menaikkan hasil produksi per hektar, meningkatkan intensitas
penanaman (croping intensity) dan menciptakan efisiensi.
▪ Pengalihan dan penggunaan teknologi ini dapat memberikan
dampak sosial ekonomis terhadap buruh tani di pedesaan. Buruh tani
yang tidak mempunyai tanah umumnya bekerja sebagai penerima
upah dari petani pemilik tanah. Dengan alih teknologi di desa, maka
pekerjaan mereka sebagian besar akan tergeser. Kemungkinan besar
mereka menjadi pengangguran sepanjang subtitusi kerja yang
mereka peroleh belum ada, baik di sektor pertanian maupun diluar
sektor pertanian.
▪ Yang mampu membeli atau menggunakan teknologi hanyalah petani
yang kaya. Sedangkan petani miskin dengan areal sawah yang
sempit dengan sendirinya tidak mampu, sehingga mereka dalam
meningkatkan poduktifitas pertaniannya tidak berhasil.

G. Penurunan Upah Pekerja Di Tengah Pandemi

Pandemi telah menggerus upah pekerja hampir di semua sektor ekonomi.


Penurunan rata-rata tingkat upah selama dua tahun terakhir menyebabkan besaran upah
saat ini kembali seperti kondisi lima tahun yang lalu. Bukti nyata pandemi menurunkan
kesejahteraan masyarakat.
Pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup merupakan indikator
kesejahteraan yang bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Pendapatan yang
mencukupi ini menjadi komponen utama suatu pekerjaan disebut layak.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, terjadi penurunan rata-rata upah yang
diterima buruh/karyawan/pegawai selama pandemi. Di tahun 2019, sebelum pandemi,
rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai adalah sebesar Rp 2,91 juta per bulan. Setahun
kemudian, besaran upah pekerja turun menjadi Rp 2,76 juta per bulan.
Penurunan upah terus berlanjut pada tahun 2021 menjadi Rp 2,74 per bulan.
Pada tingkat upah sebesar itu, berarti upah yang diterima pekerja pada tahun 2021 sama
dengan tingkat upah yang diterima pada tahun 2017.

17
Gambar 3 Rata-rata Upah Pekerja per Bulan

BPS mencatat, upah buruh/karyawan/pegawai tahun 2017 juga sebesar Rp 2,74


juta per bulan. Sementara pada tahun 2018, upah buruh/karyawan/pegawai naik
menjadi Rp 2,83 juta per bulan dan terus naik pada tahun 2019. Dalam pendefinisian
BPS, yang termasuk dalam kategori buruh/karyawan/pegawai ini adalah pekerja bebas
di pertanian dan non-pertanian, juga pekerja keluarga yang tidak dibayar atau
pendapatannya dikonversikan. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, upah yang
diterima buruh/karyawan/pegawai laki-laki mengalami penurunan yang lebih besar
dibandingkan dengan upah buruh/karyawan/pegawai perempuan. Pada tahun 2020,
upah pekerja laki-laki turun sekitar 6 persen dari Rp 3,16 juta per bulan menjadi Rp
2,98 juta per bulan. Sementara penurunan upah pada pekerja perempuan lebih kecil,
yakni 4 persen atau dari Rp 2,45 juta per bulan menjadi Rp 2,35 juta per bulan. Pada
tahun 2021, upah pekerja laki-laki masih turun menjadi Rp 2,96 juta per bulan.
Sementara pada pekerja perempuan, upah yang diterima masih tetap sama. Meski
demikian, kesenjangan upah antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan masih
terlihat, perbedaannya berkisar Rp 600.000 hingga Rp 700.000.

H. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga Kerja

Pertumbuhan ekonomi pada hakekatya merupakan suatu proses yang


berkesinambungan antara sektor-sektor ekonomi sehingga dengan terciptanya
pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan dan
pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam suatu proses pembangunan

18
ekonomi mencakup aktifitas ekonomi yang mengupayakan pengoptimalan penggunaan
faktor-faktor ekonomi yang tersedia sehingga menciptakan nilai ekonomis, salah satu
faktor ekonomi yang dimaksud adalah tenaga kerja.
Menurut Kuncoro (2012), Bahwa penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya
lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk
bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar diberbagai sektor perekonomian.
Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja.
Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga
kerja. Robert Sollow, mengintrodusir pentingnya faktor tenaga kerja dalam
pembangunan ekonomi sollow mengkritik formulasi Harod-Domar dalam kelompok
Keynesian yag hanya menggunakan akumulasi modal dalam pertumbuhan ekonomi.
Dengan asumsi pertumbuhan tenaga kerja ditentukan secara eksogen dalam
perumbuhan ekonomi, sollow menjabarkan bahwa ketika stok modal tumbuh dengan
tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dari pertumbuhan tenaga kerja, maka jumlah
tambahan modal yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja akan meningkat. Jika Sollow
menjelaskan hubungan antar pertumbuhan ekonomi dengan faktor tenaga kerja melalui
pendapatan output perkapita, lain halnya dengan simon kuznet, menggunakan
pendekatan pendapatan perkapita. Kuznet menjabarkan adanya trade off antar
pertumbuhan ekonomi dengan distribusi yang merata dalam pendapatan perkapita.
Kuznet juga menekankan bahwa untuk mengukur formasi modal adalah tidak tepat dan
tidak efisien bila hanya kepada modal fisik dan modal tetap lainnya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah yang paling mendasar
dalam ketenagakerjaan dan pembangunan ekonomi adalah supply- demandalam pasar
tenaga kerja.

I. Produktivitas tenaga kerja di Indonesia

Produktivitas kerja adalah kemampuan karyawan dalam berproduksi


dibandingkan dengan input yang digunakan, seorang karyawan dapt dikatakan
produktif apabila mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan
dalam waktu yang singkat atau tepat. Berdasarkan data Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO), Luksemburg menjadi negara dengan produktivitas tenaga kerja
tertinggi di dunia, yakni mencapai US$ 128,1 per jam. Artinya, satu pekerja di
Luksembourg dapat berkontribusi sebesar US$ 128,1 per jam pada perekonomian
negara. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengungkapkan, daya saing

19
produktivitas pekerja Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara tetangga,
seperti Vietnam. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dari segi kompetensi dan
produktivitas pekerja secara global. Menurut data ILO, tingkat pertumbuhan output
tahunan pekerja Indonesia masih rendah bahkan di bawah rata-rata negara dengan
penghasilan menengah bawah. Produktivitas tenaga kerja di Indonesia hanya sebesar
US$ 13,1 per jam. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia berada di urutan ke-107
dari 185 negara. Maladewa berada di urutan yang sama dengan Indonesia. Penyebab
rendahnya produktivitas adalah faktor pendidikan yang rendah. Sehingga kemampuan
dan kompetensi pekerja pun rendah. Selain itu ada faktor lain yang mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja yaitu:
1) Kesehatan jasmani dan rohani.
2) Lingkungan kerja.
3) Faktor Manajerial.
4) Motivasi.
5) Peralatan yang digunakan.
6)

J. Dominasi Pekerja Informal Di Pasar Tenaga Kerja

Gambar 4 Dominasi Pekerja Informal di Indoensia

Indonesia masih didominasi oleh pekerja di sektor informal. Jumlahnya pun


terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Badan Pusat Statistik
20
(BPS), ada 77,9 juta orang yang bek Indonesia masih didominasi oleh pekerja di sektor
informal. Jumlahnya pun terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS), ada 77,9 juta orang yang bekerja di sektor informal pada
tahun lalu. Jumlah tersebut naik 0,3% dari tahun sebelumnya yang sebesar 77,68 juta
orang.

Melihat trennya, jumlah pekerja informal terus meningkat dalam lima tahun
terakhir. Pada 2016, jumlah tenaga kerja informal sebesar 68,2 juta orang. Jumlahnya
bertambah 1,2% menjadi sebanyak 69,02 juta orang pada 2017. Setahun setelahnya,
jumlah pekerja informal tumbuh 2,12% menjadi sebesar 70,48 juta orang. Jumlah
pekerja informal di dalam negeri lalu meningkat 2,09% menjadi sebesar 71,95 juta
orang pada 2019. Angkanya kemudian melonjak 7,96% menjadi 77,68 juta orang pada
2020. Kenaikan jumlah pekerja informal berlanjut pada 2021, meski lebih lambat
ketimbang tahun sebelumnya. Berdasarkan wilayahnya, jumlah pekerja informal paling
banyak di perdesaan, yakni 42,82 juta orang. Sementara, jumlah pekerja informal di
perkotaan hanya sebanyak 35,09 juta orang. Dari tingkat pendidikan, pekerja informal
paling banyak berasal dari lulusan SD ke bawah, yakni 39,64 juta orang. Sementara,
lulusan perguruan tinggi paling sedikit di sektor pekerjaan tersebut, yakni 3,18 juta
orang.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:


Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah
penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya
pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial
dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pekerjaan, hal ini karena
Orang dengan pendidikan tinggi diasumsikan memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang tinggi pula. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka peluangnya untuk
melamar pekerjaan di suatu lapangan usaha semakin besar. Hal ini disebabkan tuntutan
perusahaan yang menginginkan tenaga kerja dengan kualitas yang tinggi

B. Saran

Untuk terciptanya tenaga kerja yang berkualitas pemerintah supaya lebih


memperhatikan masyarakat, misalkan :
1. Lebih mengoptimalkan program Belajar 9 tahun karena kebanyakan
pengangguran terjadi disebabkan pendidikannya rendah/hanya lulus sampai
SD.
2. Memberikan bantuan kepada anak yang tidak mampu misalkan memberikan
beasiswa.
3. Memberikan sarana dan prasarana pendidikan misalkan gedung sekolah,
perpustakaan dan laboratorium.

22
DAFTAR PUSTAKA

administrator. (2020, Desember Senin). Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Indonesia


Naik Signifikan. Diambil kembali dari kemnaker.go.id:
https://blkbekasi.kemnaker.go.id/Berita/detail/Indeks-Pembangunan-
Ketenagakerjaan-Indonesia-Naik-Signifikan--gOIr5
Angga. (2019, Juni Selasa). Peran Pemerintah Ketenagakerjaan. Diambil kembali dari
disnakertrans: https://disnakertrans.lomboktimurkab.go.id/baca-berita-162-peran-
pemerintah-ketenagakerjaan-dalam-perspektif-undangundang-nomor-13-tahun-2003-
tentang-ketenagak.html
Benggolo, A. (2015, Juni Rabu). Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia. Diambil kembali dari
academia.edu:
https://drive.google.com/file/d/13lRwWYNs0bfOpTm9WsXgItKnqFxThLPQ/view
Dailabi, M. M. (2016). Analisis Faktor Perpindahan Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke
Sektor Industri. Jurnal Ilmiah, 17-20.
Febrinastri, F. (2021, Oktober Sabtu). Angkatan Kerja di Indonesia Masih Berpendidikan SMP
ke Bawah. Diambil kembali dari suara.com:
https://www.suara.com/bisnis/2021/10/16/094735/kemnaker-5466-angkatan-kerja-di-
indonesia-masih-berpendidikan-smp-ke-bawah
Kurniawan, F. (2018, Februari Kamis). Situasi Genting Angkatan Kerja Indonesia. Diambil
kembali dari tirto.id: https://tirto.id/situasi-genting-angkatan-kerja-indonesia-cFal

23

Anda mungkin juga menyukai