Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

BANK INDONESIA
KEBIJAKAN MONETER
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia)

DISUSUN OLEH :

Muhammad Fauzan Amru 205020050


Dindin Solehhudin 205020055
Seftiani Nurul Fazri 205020057
Elsa Erviyani 205020063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Bank Indonesia (Kebijakan
Moneter) tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Veri
Aryanto Sopiansah, M.Pd. pada Mata Kuliah Perekonomian Indonesia. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Bank Indonesia dalam topik Kebijakan
Moneter bagi para pembaca dan juga penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Veri Aryanto Sopiansah, M.Pd. selaku
dosen pengampu pada Mata Kuliah Perekonomian Indonesia yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Bandung, 23 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................................... iv
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah........................................................................................................................... 2
D. Manfaat Makalah ........................................................................................................................ 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
A. Kajian Teoritis.............................................................................................................................. 3
1. Permasalahan Bank Indonesia .................................................................................................... 3
2. Peran Bank Indonesia Dalam Stabilitas Keuangan ...................................................................... 4
3. Kebijakan Bank di Indonesia ....................................................................................................... 7
4. Kinerja dan Prospek Perbankan ................................................................................................ 15
5. Kebijakan Moneter.................................................................................................................... 19
6. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar .......................................................................................... 22
7. Dampak dan Penyebab Rendahnya Nilai Tukar Rupiah ............................................................ 25
8. Solusi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah ........................................................................................ 29
9. Transformasi Keuangan Digital ................................................................................................. 30
BAB III .................................................................................................................................................... 34
PENUTUP ............................................................................................................................................... 34
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 34
B. Saran ......................................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 36

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar As ........................................................... 25


Gambar 1. 2 Transformasi Bank Indonesi ............................................................................................ 31
Gambar 1. 3 Transfomasi Baruan kebijakan ......................................................................................... 31
Gambar 1. 4 Transformasi kebijakan .................................................................................................... 32
Gambar 1. 5 Transformasi Pendukung kebijakan ................................................................................. 32
Gambar 1. 6 Transformasi Kelembagaan ............................................................................................. 33

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank Indonesia merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam
perekonomian terutama dibidang moneter, keuangan, dan perbankan. Bank Indonesia
dibentuk dengan tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan nasional
atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan ekonomi, dan
disisi lain dalam suatu sistem perbankan, ketiadaan kordinator dan regulator yang tidak
berpihak akan mengakibatkan bank-bank tidak dapat melaksanakan operasinya secara
efisien.
Peran Bank Indonesia akan tercermin dari tugas utama yang diembannya, yaitu
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi bank,
serta menjaga kelancaran sisitem pembayaran. Salah satu pelaksanaan tugas Bank
Indonesia adalah dibidang sistem pembayaran yang bisa dikatakan telah berakar sejak
masa De Javasche Bank (DJB). Sebagai bank sirkulasi untuk Bank Hindia Belanda, De
Javasche Bank telah berpengalaman dalam melaksanakan sisitem pembayaran, baik
pembayaran tunai, maupun pembayaran non tunai. Ketika De Javasche Bank berganti
menjadi Bank Indonesia pada 1 juli 1953, tugas pelaksanaan sisitem pembayaran itu
kembali dimantapkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 atau Undang-Undang
pokok Bank Indonesia 1953 pada pasal 7 ayat 2 sebagai berikut: “Bank
menyelenggarakan pengedaran uang itu terdiri dari uang kertas bank, mempermudah
jalannya uang giral di Indonesia dan memajukan jalannya pembayaran dengan luar
negeri”. Sejak saat itu Bank Indonesia menyelenggarakan pengedaran uang melalui
jaringan kantor-kantor cabangnya ke seluruh wilayah Indonesia.
Pentingnya keberadaan suatu sistem pembayaran yang efisien, aman, dan
handal bagi suatu perekonomian maka sejak awal tahun 1990 an isu mengenai sistem
pembayaran ini telah mulai menjadi perhatian serius bank-bank sentral karena
mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan efektivitas tugas pokok bank sentral.
Saat ini hampir semua bank sentral menempatkan sistem pembayaran sebagai salah satu
bidang dalam tugas pokoknya. Sasaran dari fungsi mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran oleh bank sentral adalah terciptanya sistem pembayaran yang aman
dan efisien. Pengertian sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup
seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan
pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu, sistem pembayaran yang aman dan efisien sangat mendukung
keberhasilan suatu negara dalam menjaga dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan
dan stabilitas moneter

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka penulis merumuskan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut :
1. Apa Permasalahan Bank Indonesia?
2. Apa Peran Bank Indonesia Dalam Stabilitas Keuangan?
3. Bagaimana Kebijakan Bank Indonesia?
4. Bagaimana Kinerja dan Prospek Perbankan?
5. Bagaimana Kebijakan Moneter Indonesia?
6. Nilai Tukar dan Penyebab Rendahnya Nilai Tukar Rupiah?
7. Apa dampak dan Penyebab Rendahnya Nilai Tukar Rupiah?
8. Apa solusi dari Pelemahan Nilai Tukar Rupiah?
9. Apa itu Transformasi Keuangan Digital?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah yang kami buat adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui permasalahan bank Indonesia
2. Mengetahui peran bank Indonesia dalam stabilitas keuangan
3. Mengetahui kebijakan bank Indonesia
4. Mengetahui kinerja dan prospek perbankan
5. Mengetahui kebijakan moneter
6. Mengetahui nilai tukar dan penyebab rendahnya nilai tukar rupiah
7. Mengetahui dampak dan penyebab rendahnya nilai tukar rupiah
8. Mengetahui solusi dari pelemahan nilai tukar rupiah
9. Mengetahui transformasi keuangan digital

D. Manfaat Makalah
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca agar
dapat memberikan pemahaman dan wawasan baik teori dan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan Bank Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
1. Permasalahan Bank Indonesia
Banyak bank-bank di Indonesia mengalami masalah dalam kinerjanya,
sehingga berdampak pada kepailitan atau kebangkrutan. Fenomena buruknya
kinerja perbankan di Indonesia terjadi di tahun 2003, ketika Bank Indonesia (BI)
mencabut izin PT Bank Kredit Agricole Indosuez yang disebabkan memburuknya
kinerja bank yaitu masalah kredit macet dan masalah permodalan. Selain itu juga
pada tahun 2004 Bank Indonesia menutup PT Bank Dagang Bali karena
permasalahan likuiditas dan permodalan banknya yang tidak dapat diselesaikan.
Kondisi perekonomian baik dalam negeri maupun luar negeri sangat mempengaruhi
kondisi perbankan di Indonesia. Tahun 2008, menjadi awan kelabu bagi bank
Century yang dilaporkan mengalami masalah likuiditas yang serius dan manajemen
Bank Century mengajukan permintaan pinjaman jangka pendek senilai Rp 1 triliun
dari Bank Indonesia, sebagai akibatnya perbankan Indonesia pun terkena
dampaknya dan terjadilah kelumpuhan sistem perbankan. Dari kasus-kasus di atas
dapat disimpulkan bahwa kinerja bank-bank tersebut tidak dapat efektif dalam
menjalankan sistem operasionalnya.
Sektor perbankan terkena dampak krisis keuangan global di tahun 2008.
Likuditas industri perbankan terlihat mengalami tekanan akibat krisis likuiditas di
pasar uang internasional. Likuiditas yang tidak merata dari pelaku pasar perbankan
telah meningkatkan informasi asimetris di pasar uang antar bank yang
mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan antar bank. Dampak krisis keuangan
global terhadap sektor riil jelas akan meningkatkan potensi resiko kredit di sektor
riil yang berbasis ekspor dan impor, sektor komoditas alam dan energi, dan
perbankan. Akibatnya bank juga akan menahan ekspansi kredit dan akan lebih
selektif dalam menyalurkan kredit ditengah kondisi likuiditas yang relatif lebih
ketat dibandingkan tahun 2007 lalu.
Resiko pasar juga meningkat akibat turunnya nilai aset-aset keuangan (berupa
surat-surat berharga) yang dimiliki bank yang harus divaluasi secara marked to
market ditengah anjloknya pasar keuangan. Akibatnya, kualitas aset produktif
perbankan mengalami tekanan. Tekanan ini akan mendorong perbankan untuk
menaikkan cadangan aset produktif bermasalah. Lebih jauh lagi, disamping

3
profitabilitas perbankan akan tertekan akibat peningkatan potensi kredit bermasalah
dan kerugian surat berharga ini, CAR bank juga akan tertekan akibat meningkatnya
resiko pada sisi aset Bank.
Perbankan Indonesia secara umum masih memiliki fundamental yang solid dan
stabil hal ini ditunjukkan oleh indikator-indikator umum perbankan tahun 2008
seperti CAR masih di level 16,7%, NPL masih relatif rendah pada level 3,3%, ROA
masih relatif stabil pada level 2,7% dan LDR pada tingkat 77,5%. Penting bagi bank
menjaga profitabilitasnya tetap stabil bahkan meningkat untuk memenuhi
kewajiban kepada pemegang saham, meningkatkan daya tarik investor dalam
menanamkan modal, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan
kelebihan dana yang dimiliki pada bank. Menurut Taswan (2010), semakin besar
ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik.
Faktor utama yang mempengaruhi profitabilitas bank adalah manajemen.
Seluruh manajemen suatu bank baik mencakup manajeman permodalan,
manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan
manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada
perolehan laba perusahaan perbankan (Aristya, 2010). Profitabilitas merupakan
salah satu indikator yang tepat untuk mengukur kinerja perusahaan(Suryani, 2011),
karena kemampuan perusahaan menghasilkan laba dapat menjadi tolok ukur kinerja
perusahaan. Profitabilitas merupakan kemampuan bank dalam mendapatkan laba
dalam satu periode (Munawir, 2010:33). Nilai profitabilitas sebagai tolak ukur
tingkat kesehatan bank, dan tolak ukur baik buruknya manajemen bank. ROA
adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan
total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-
biaya yang mendanai asset tersebut (Brigham dan Houston, 2010: 148).

2. Peran Bank Indonesia Dalam Stabilitas Keuangan


Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem
keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam
menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan
banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap

4
stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar
yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah
satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.
Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah
yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih
merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem
keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan
dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
a. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia
dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan
berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak
langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui
penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan
kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan
stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang
disebut inflation targeting framework.
b. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga
perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang
dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk
mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan
perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum
(law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa
negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem
keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law
enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta

5
sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk
menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank
Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana
implementasi Basel II.
c. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu
peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial
yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan
tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk)
sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia
mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam
sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan
menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan
nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih
meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas
dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian
untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
d. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan.
Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor
kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock)
yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia
dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk
mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut,
selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
e. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi
LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam
mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.
Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal
maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi
masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat
sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang

6
mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan
untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank
Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu,
pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.

3. Kebijakan Bank di Indonesia


Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai Rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004
dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Kestabilan Rupiah yang dimaksud
mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai Rupiah adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan
laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan kestabilan nilai tukar
Rupiah terhadap mata uang negara lain.

Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Namun,


peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia sejak 1
Juli 2005 menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework
(ITF). Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek
kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi
merupakan sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia terus
melakukan berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan
perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat
efektivitasnya.

a. Kerangka Kebijakan Moneter


Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia
menganut kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting
Framework (ITF). ITF merupakan suatu kerangka kerja (framework)
dengan kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai sasaran
inflasi yang ditetapkan ke depan dan diumumkan kepada publik sebagai
perwujudan dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral. ITF
diimplementasikan dengan menggunakan suku bunga kebijakan sebagai

7
sinyal kebijakan moneter dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) sebagai sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan
secara formal sejak 1 Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan
kerangka kebijakan moneter dengan uang primer (base money) sebagai
sasaran kebijakan moneter.
Berpijak pada pengalaman krisis keuangan global 2008/2009, salah
satu pelajaran penting yang mengemuka adalah perlunya fleksibilitas yang
cukup bagi bank sentral untuk merespons perkembangan ekonomi yang
semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang semakin kuat dalam
memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan perkembangan
tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF.
Flexible ITF dibangun dengan tetap berpijak pada elemen-elemen
penting ITF yang telah terbangun. Elemen-elemen pokok ITF termasuk
pengumuman sasaran inflasi kepada publik, kebijakan moneter yang
ditempuh secara forward looking (kebijakan moneter diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi pada periode yang akan datang karena
mempertimbangkan adanya efek tunda/time lag kebijakan moneter).
Akuntabilitas kebijakan kepada publik tetap menjadi bagian inherent
dalam Flexible ITF. Kerangka Flexible ITF dibangun berdasarkan 5 elemen
pokok, yaitu: Strategi penargetan inflasi (Inflation Targeting) sebagai
strategi dasar kebijakan moneter. Integrasi kebijakan moneter dan
makroprudensial untuk memperkuat transmisi kebijakan dan sekaligus
mengupayakan stabilitas makroekonomi.
Peran kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung
stabilitas makroekonomi. Penguatan koordinasi kebijakan Bank Indonesia
dengan Pemerintah untuk pengendalian inflasi maupun dalam menjaga
stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Penguatan strategi komunikasi kebijakan sebagai bagian dari
instrumen kebijakan. Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun
2008/2009 mengharuskan bank sentral untuk melakukan stabilitas sistem
keuangan dan penyelamatan perekonomian. Kebijakan yang hanya
mengedepankan penerapan ITF dipandang tidak lagi sesuai. Hal ini
dikarenakan penerapan ITF secara ketat hanya fokus pada mandat kebijakan
moneter untuk menjaga inflasi sesuai dengan targetnya, tidak cukup untuk

8
menjaga stabilitas sistem perekonomian secara keseluruhan.Peran sistem
keuangan makin besar dalam perekonomian, sehingga dampak
ketidakstabilan sistem keuangan menjadi makin signifikan. Hal ini
tercermin dari besarnya biaya penyelamatan dan dampak yang ditimbulkan
oleh krisis keuangan global tahun 2008/2009. Hal ini menyadarkan
pentingnya peran bank sentral untuk turut menjaga stabilitas sistem
keuangan. Penerapan ITF untuk pencapaian stabilitas harga hanya
memenuhi syarat perlu, belum kondisi kecukupan (necessary but not
sufficient).Pascakrisis keuangan global tahun 2008/2009, bank sentral
dituntut untuk semakin memperkuat stabilitas sistem keuangan untuk
memastikan perekonomian berada dalam kondisi stabil, baik dari sisi
makroekonomi maupun sektor keuangan. Untuk itu, keberhasilan penerapan
ITF harus didukung dengan kerangka pengaturan di sektor keuangan secara
makro (macroprudential regulatory framework). Oleh karena itu, Bank
Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi flexible ITF dengan makin
memperkuat mandatnya dalam menjaga stabilitas harga dan turut
mendukung stabilitas sistem keuangan.
Pencapaian overriding objective ITF dan Flexible ITF adalah sama,
yaitu pengendalian inflasi. Dimensi baru sejak krisis keuangan global adalah
perkembangan peran bank sentral dalam turut menjaga stabilitas sistem
keuangan secara terintegrasi dengan mandat mencapai stabilitas harga.
Pengejawantahan Flexible ITF adalah adanya ruang fleksibilitas dalam
mengintegrasikan kerangka stabilitas moneter dan sistem keuangan melalui
penerapan instrumen bauran kebijakan moneter, makroprudensial, nilai
tukar, aliran modal dan penguatan kelembagaan untuk mengoptimalkan
peran kordinasi dan komunikasi kebijakan. Terkait dengan strategi
penargetan inflasi (inflation targeting), Bank Indonesia mengumumkan
sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu. Sasaran inflasi ditetapkan
oleh pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk tiga tahun ke
depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Setiap periode Bank
Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih sesuai
dengan sasaran yang ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah
model dan berbagai informasi yang tersedia untuk menggambarkan kondisi
inflasi ke depan sebagai basis kebijakan moneter yang ditempuh. Hal ini

9
merupakan implikasi dari adanya efek tunda/time lag kebijakan moneter
sehingga target dalam pelaksanaan kebijakaan moneter didasarkan pada
perkiraan inflasi ke depan. Upaya pencapaian target tersebut dilakukan
melalui respons bauran kebijakan (policy mix) dengan memenuhi aspek
transparansi dana kuntabilitas.
Bank Indonesia melaporkan pelaksanaan tugas tersebut secara
reguler kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga Pemerintah.
Secara reguler, Bank Indonesia juga menjelaskan kepada publik mengenai
asesmen terhadap kondisi terkini dan outlook inflasi ke depan, keputusan
yang diambil, serta arah kebijakan ke depan yang akan diambil untuk
menjaga inflasi sesuai dengan sasarannya (forward guidance). Hal ini tidak
hanya untuk memenuhi aspek transparansi namun juga penting dalam
memperkuat kredibilitas Bank Indonesia sehingga kebijakan yang ditempuh
menjadi lebih efektif. Dalam rangka memperkuat efektivitas transmisi
kebijakan moneter, pada 19 Agustus 2016 Bank Indonesia menetapkan BI
7-day (Reverse) Repo Rate (BI 7DRR) sebagai suku bunga kebijakan yang
merepresentasikan sinyal respons kebijakan moneter dalam mengendalikan
inflasi sesuai dengan sasaran. Penggunaan BI 7DRR sebagai suku bunga
acuan merupakan bagian dari reformulasi kebijakan moneter yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Sebelumnya, Bank Indonesia menggunakan
BI Rate sebagai suku bunga acuan yang setara dengan dengan instrumen
moneter 12 bulan. Melalui penetapan BI 7DRR sebagai suku bunga acuan,
tenor instrumen menjadi lebih pendek yakni setara dengan instrumen
moneter 7 hari sehingga diharapkan dapat mempercepat transmisi kebijakan
moneter dan mengarahkan inflasi sesuai dengan sasarannya. Reformulasi
kebijakan moneter memiliki tiga tujuan utama. Pertama, memperkuat sinyal
arah kebijakan moneter. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan
moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan
suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan,
khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di PUAB untuk
tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Dalam implementasinya, reformulasi
kebijakan moneter memegang empat prinsip. Pertama, reformulasi tidak
mengubah kerangka kebijakan moneter karena Bank Indonesia tetap
menerapkan Flexible ITF. Kedua, reformulasi tidak untuk mengubah stance

10
kebijakan moneter yang sedang ditempuh. Ketiga, reformulasi membuat
suku bunga kebijakan terefleksikan di instrumen moneter dan dapat
ditransaksikan dengan Bank Indonesia. Keempat, penentuan suku bunga
sasaran operasional berdasarkan pertimbangan dapat dipengaruhi oleh suku
bunga kebijakan. Sesuai dengan prinsip kedua, perubahan tersebut tidak
mengubah stance kebijakan moneter karena kedua suku bunga kebijakan BI
Rate dan BI 7DRR berada dalam satu struktur suku bunga (term structure)
yang sama dalam mengarahkan inflasi agar sesuai dengan sasarannya.
Implementasi flexible ITF juga didukung oleh kebijakan pengelolaan nilai
tukar. Kebijakan nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia dalam rangka
mengelola stabilitas nilai tukar Rupiah agar sesuai dengan nilai
fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar.
Kebijakan nilai tukar dilakukan dalam rangka mengurangi gejolak yang
muncul dari ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valuta
asing (valas), melalui strategi triple intervention. Strategi triple intervention
dilakukan melalui intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-
Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas serta pembelian
Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Strategi triple intervention
dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan sekaligus menjaga
kecukupan likuiditas Rupiah.Implementasi Flexible ITF juga didukung oleh
kebijakan pengelolaan nilai tukar.
Kebijakan nilai tukar ditempuh Bank Indonesia untuk mengelola
stabilitas nilai tukar Rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan
tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar. Kebijakan nilai tukar
dilakukan dalam rangka mengurangi gejolak yang muncul dari
ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing (valas)
melalui intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable
Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas serta pembelian Surat Berharga
Negara (SBN) di pasar sekunder. Strategi ini dilakukan untuk menjaga
kestabilan nilai tukar dan sekaligus menjaga kecukupan likuiditas Rupiah.
Berbagai kebijakan tersebut diperkuat oleh koordinasi kebijakan bersama
Pemerintah, khususnya dari sisi penawaran. Kebijakan pemerintah terutama
diarahkan untuk menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan,
kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif untuk stabilisasi harga pangan

11
guna mendukung terkendalinya inflasi. Koordinasi kebijakan pengendalian
inflasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah yang semakin kuat
diwujudkan melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) baik di pusat
maupun daerah. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah juga dilakukan
dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan. Melalui komite
Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia bersama dengan Kementerian
Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) menetapkan langkah koordinasi dan memberikan
rekomendasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem
Keuangan.
b. Transmisi Kebijakan Moneter
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang
rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu, Bank Indonesia menetapkan
suku bunga kebijakan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebagai
instrumen kebijakan utama untuk memengaruhi aktivitas kegiatan
perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Proses tersebut atau
transmisi dari keputusan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sampai
dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut melalui berbagai channel dan
memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini memerlukan waktu (time
lag). Time lag masing- masing jalur bisa berbeda. Dalam kondisi normal,
perbankan akan merespons kenaikan/penurunan BI-7 Day Reverse Repo
Rate (BI7DRR) dengan kenaikan/penurunan suku bunga perbankan. Namun
demikian, apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi,
respons perbankan terhadap penurunan suku bunga BI-7 Day Reverse Repo
Rate (BI7DRR) akan lebih lambat. Sebaliknya, apabila perbankan sedang
melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku
bunga kredit dan peningkatan permintaan kredit tidak selalu direspons
dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku
bunga kredit perbankan juga tidak selalu direspons oleh meningkatnya
permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang
lesu. Efektivitas transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh kondisi
eksternal, sektor keuangan dan perbankan, serta sektor riil.

12
Pada jalur suku bunga, perubahan BI 7DRR memengaruhi suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan. Bank Indonesia dapat
menggunakan kebijakan moneter yang ketat melalui peningkatan suku
bunga yang berdampak pada permintaan agregat sehingga menurunkan
tekanan inflasi. Sebaliknya, penurunan suku bunga BI 7DRR akan
menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan kredit dari perusahaan
dan rumah tangga meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga
menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Hal ini
meningkatkan aktivita s konsumsi dan investasi sehingga mendorong
perekonomian.
Perubahan suku bunga BI 7DRR dapat memengaruhi nilai tukar (jalur
nilai tukar). Kenaikan BI 7DRR, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan
selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri.
Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing
untuk menanamkan modal ke dalam instrumen-instrumen keuangan di
Indonesia, karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang
lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong
apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang
impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal
atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi
ekspor. Apresiasi nilai tukar tersebut akan berdampak pada penurunan
tekanan inflasi. Perubahan suku bunga BI 7DRR juga memengaruhi
perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga
akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi, sehingga
mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya
mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi
seperti konsumsi dan investasi. Hal ini akan mengurangi permintaan agregat
sehingga menurunkan tekanan inflasi. Dampak perubahan suku bunga pada
kegiatan ekonomi juga memengaruhi ekspektasi publik terhadap inflasi
(jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga akan mendorong aktivitas
ekonomi dan pada akhirnya inflasi akan mendorong pekerja untuk
mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi.
Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen
melalui kenaikan harga.

13
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini memerlukan waktu (time
lag). Time lag masing- masing jalur bisa berbeda. Dalam kondisi normal,
perbankan akan merespons kenaikan/penurunan BI 7DRR dengan
kenaikan/penurunan suku bunga perbankan. Namun demikian, apabila
perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respons perbankan
terhadap penurunan suku bunga BI 7DRR akan lebih lambat. Sebaliknya,
apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki
permodalan, penurunan suku bunga kredit dan peningkatan permintaan
kredit tidak selalu direspons dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi
permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga tidak selalu
direspons oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila
prospek perekonomian sedang lesu. Efektivitas transmisi kebijakan moneter
dipengaruhi oleh kondisi eksternal, sektor keuangan dan perbankan, serta
sektor riil.
c. Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi yaitu bersifat terbuka sehingga bisa diakses oleh semua
orang yang membutuhkan. Akuntabilitas bermakna dimana setiap proses
dan hasil pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik sedangkan partisipatif berarti suatu pelayanan publik hanya akan
maksimal apabila ada partisipasi publik Berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan path analysis, maka Akuntabilitas berhubungan positif
dengan Transparansi. Artinya, semakin meningkat akuntabilitas maka akan
diikuti dengan semakin meningkatnya transparansi, demikianpun
sebaliknya..
d. Transparansi dan Komunikasi
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004 dan UU No. 6 tahun
2009, pada pasal 4 ayat 2 tertera bahwa Bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau
pihak- pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
Undang-Undang. Pemberian independensi tersebut, diimbangi dengan
pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas
Prinsip yang mendasari transparansi kebijakan moneter adalah agar
informasi yang disampaikan memungkinkan publik untuk memahami dan

14
mampu mengantisipasi keputusan-keputusan bank sentral untuk mencapai
target akhir yang ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, cakupan informasi
yang disampaikan kepada publik meliputi aspek berikut:
1. Tujuan
Bank sentral menyampaikan secara jelas dan konsisten mengenai apa
yang akan dicapai dari kebijakan moneter, baik mengenai tujuan akhir
maupun tujuan jangka pendek, serta rasionalitas dari penetapan tujuan
tersebut.
2. Metode
Bank sentral transparan terkait aktivitas prosedural dalam kebijakan
moneter (a.l menyampaikan operasi moneter yang dilakukan, hasil
prakiraan dan model ekonomi yang dipergunakan termasuk gambaran
pokok dan asumsi-asumsi yang digunakan). Hal tersebut untuk
membentuk ekspektasi di pasar keuangan serta menghindari dan
meminimalkan gejolak yang terjadi di pasar. Selain itu, hal tersebut
diperlukan untuk meningkatkan pemahaman publik terhadap kebijakan
moneter bank sentral.
3. Pengambilan keputusan
Bank sentral mengumumkan kebijakan yang ditempuh dengan
pertimbangan yang mendasarinya, misalnya keputusan mengenai suku
bunga kebijakan, segera setelah keputusan tersebut diambil. Selain itu,
ada beberapa pokok cakupan transparansi mengenai kebijakan moneter
yang baik yang tertuang dalam “Code of Good Practices on
Transparency in Monetary and Financial Policies”.
Dokumen tersebut dikembangkan oleh IMF sejak tahun 1999 dan kini telah
diikuti oleh banyak negara anggotanya. Beberapa pokok cakupan transparansi
tersebut antara lain: Kejelasan mengenai peran, wewenang, dan tujuan otoritas
kebijakan moneter. Keterbukaan mengenai proses perumusan dan pelaporan
kebijakan moneter. Ketersediaan informasi kebijakan moneter kepada publik.
4. Kinerja dan Prospek Perbankan
Peran Perbankan dalam Perekonomian Peran perbankan nasional dalam
membangun ekonomi merupakan salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif
dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional atau regional. Sebagaimana
tertuang dalam UU Nomor 10 tahun 1998 Bank adalah “badan usaha yang

15
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyelurkan dana
dari masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
 Bank Sebagai Lembaga Perantara Keuangan
Kasmir (2008) menjelaskan bahwa bank adalah suatu lembaga keuangan
yang melaksanakan berbagai macam jasa keuangan, seperti memberikan
pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak
sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan,
dan lain-lain. Dendawijaya (2003) menyatakan bahwa bank adalah lembaga
yang menerima simpanan giro, deposito, dan membayar atas dasar dasar
dokumen yang ditarik pada orang atau lembaga tertentu, mendiskonto surat
berharga, memberikan pinjaman dan menanamkan dananya pada surat
berharga. Secara ringkas, lembaga keuangan disebut sebagai lembaga
intermediasi keuangan (financial intermediary) karena fungsi pokoknya dalam
melakukan intermediasi antara unit defisit dan unit surplus dalam suatu sistem
keuangan. Lembaga keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam
suatu sistem perekonomian modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-
jasa keuangan, baik unit surplus maupun kepentingan dari unit defisit.
 Bank Sebagai Transmisi Aliran Lalu Lintas Pembayaran
Dendawijaya (2005) menjelaskan perbankan adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan menurut Siamat
(2003), lembaga keuangan perbankan adalah lembaga keuangan yang
berdasarkan peraturan perundangan dapat menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dan dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank dikenal juga sebagai depository
financial institutions. Dari sisi makro, bank dibutuhkan karena peran pentingnya
dalam proses penciptaan uang dan sistem pembayaran, serta dalam mendorong
efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter dan efisiensi alokasi sumber
dana dalam perekonomian (Warjiyo, 2005). Peran tersebut menempatkan bank
sebagai lembaga keuangan yang berperan penting dalam pada sistem
perekonomian.
a. Aktivitas Penyaluran Kredit pada Bank :

16
Menurut Undang – Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan menurut Mulyono (1986), kredit merupakan kemampuan untuk
melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji
pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang
disepakati. Penyaluran kredit dilakukan oleh bank untuk mendapatkan keuntungan
yang optimal serta menjaga keamanan atas dana yang dipercayakan oleh nasabah. Pada
dasarnya jenis kredit yang ditawarkan oleh perbankan mengikuti kebutuhan
masyarakat.Bank harus menentukan secara benar jenis kredit yang tepat untuk
membiayai kegiatan usaha berupa produksi, pemasaran, ataupun konsumsi. Menurut
Yoga dan Yuliarmi (2013) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya penyaluran kredit pada sektor perbankan secara garis besar bisa ditinjau
dari faktor internal dan faktor eksternal bank. Ditinjau dari faktor internal bank antara
lain mencakup pengerahan dana perbankan dan tingkat suku bunga. Sumber dana yang
digunakan untuk menyalurkan kredit berasal dari masyarakat berupa giro, tabungan dan
deposito berjangka. Besarnya dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat dapat
melonggarkan kemampuan bank dalam menyalurkan kredit dan tinggi rendahnya suku
bunga kredit juga akan mempengaruhi masyarakat/pengusaha untuk mengambil kredit
perbankan. Semakin tinggi tingkat bunga kredit maka semakin berkurangnya minat
masyarakat mengambil kredit dan begitu pula sebaliknya. Bank dalam melakukan
penyaluran kredit, pihak perbankan harus mempertimbangan berbagai faktor. Faktor
tersebut diantaranya yaitu kinerja keuangan dari bank itu sendiri. Secara lebih khusus
dan detail diterangkan pada sub bab di bawah ini.
b. Kinerja Keuangan Bank dalam Mempengaruhi Penyaluran Kredit
Kinerja keuangan bank merupakan bagian dari kinerja bank secara keseluruhan
(Abdullah, 2005). Kinerja keuangan bank mencakup seluruh kegiatan operasional, baik
penghimpunan dan penyaluran dana, aspek keuangan, maupun aspek pemasaran.
Menganalisis laporan keuangan adalah cara yang tepat untuk mengetahui kinerja
keuangan bank. Selain itu, analisis rasio keuangan terhadap laporan keuangan bank
dapat membantu bank untuk mengetahui kemampuan keuangan bank selama periode
tertentu serta kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya
(Siamat, 2005).

17
Perbedaan kinerja keuangan yang tercermin dalam rasio keuangan merupakan
salah satu media untuk mengkomunikasikan kinerja bank terhadap pihak yang
berkepentingan. Kebutuhan akan informasi perbedaan kinerja tersebut menjadi penting
sebab mampu merubah keyakinan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap bank
tersebut dalam memilih bank yang tepat untuk dipercaya mengelola dananya dan
melaksanakan transaksi-transaksi bisnis usahanya.
Menurut Kasmir (2008), “rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan
angkaangka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka
dengan angka lainnya”. Rasio-rasio keuangan yang dilampirkan berikut merupakan
rasio yang dianggap paling dominan dalam mengukur kinerja perbankan. Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia, rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja
antara lain:
1. Rasio Permodalan
2. Rasio Kualitas Aset
3. Dana Pihak KeTiga
Kinerja perbankan di Tanah Air semakin membaik baik dari sisi penyaluran kredit
maupun perolehan laba. Itu tercermin laporan bulanan bank-bank dengan aset terbesar
hingga bulan April 2022. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit perbankan
tumbuh sebesar 9,11% per April. Beberapa bank bahkan ada yang sudah mencatatkan
pertumbuhan kredit dua digit. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia
Tbk (BBCA) misalnya masing-masing mencetak pertumbuhan kredit masing-masing
12,15% dan 11,68% secara bank only. Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
(BBRI) tumbuh lebih tinggi dari industri yakni 9,74%.
Dari sisi perolehan laba, pertumbuhannya juga cukup tinggi, melanjutkan
pertumbuhan yang dicapai pada periode kuartal I. Secara bank only, Bank Mandiri
meraup laba bersih Rp 12,06 triliun per April. Angka itu melonjak 78% dari periode
yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).Profit Bank Mandiri tersebut juga
sudah naik cukup besar dari laba konsolidasi perseroan di kuartal I yang tercatat sebesar
Rp 10 triliun atau tumbuh 70% yoy. BRI mengantongi laba bersih Rp 14,43 triliun
secara bank only per April atau tumbuh 62,85%. Adapun di kuartal I 2022, bank
spesialis segmen UMKM ini mencatat net profit secara konsolidasi Rp 12,16 triliun
atau tumbuh 78% yoy. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menorehkan laba bersih
Rp 5,87 triliun atau tumbuh 72,72% yoy. Hanya saja, kredit bank ini berada di bawah

18
performa industri, yakni baru tumbuh 6,77%. Adapun laba bersih konsolidasi perseroan
di kuartal I 2022 tercatat tumbuh 66% yoy ke Rp 3,97 triliun.
Dari swasta, BCA tampil semakin ciamik. Tidak hanya dari sisi kredit, laba bersih
bank ini secara bank only hingga April telah mencapai Rp 11,47 triliun. Capaian itu
tumbuh 27,41% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun di tiga bulan
pertama tahun ini, laba bersih konsolidasi bank ini baru mencapai Rp 8,1 triliun atau
tumbuh 14,6% yoy. Bank spesialis perumahan, PT Bank Tabungan Negara Tbk
(BBTN) mencatatkan laba secara bank only hingga April sebesar Rp 1 triliun. Itu naik
52,16% secarar yoy. Sedangkan di triwulan pertama tahun ini, laba bersih konsolidasi
BTN baru mencapai Rp 774,4 miliar atau tumbuh 23,8% yoy. Senior Faculty Lembaga
Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan melihat kinerja perbankan
pada kuartal II akan melanjutkan pertumbuhan yang terjadi di triwulan sebelumnya.
Menurutnya, faktor pendorong pertumbuhan tahun ini adalah program pemulihan
ekonomi pasca pandemi yang berjalan baik dan perbankan kita dapat dengan cepat
beradaptasi dengan aktivitas new normal sehingga operasional bank dapat tetap
berjalan baik. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga lebih baik dibanding
negara lain.
Kinerja bank yang akan tumbuh tinggi tahun ini diperkirakan masih didominasi
akan didominasi bank-bank besar seperti Bank Mandiri, BCA, BRI dan BNI. Adapun
tantangan terbesar yang dihadapi perbankan tahun ini dalam menorehkan pertumbuhan
kinerja berputar di masalah inflasi dan suku bunga. Direktur Asosiasi Riset dan
Investasi Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus tetap memandang bahwa
prospek saham perbankan masih sangat positif sejalan dengan pemulihan ekonomi
nasional yang terus berlanjut dan pandemi Covid-19 semakin terkendali. "Fundamental
ekonomi yang kian membaik jadi faktor pendukung pertumbuhan kredit ke depan," kata
Nico. Namun, potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ke depan
diperkirakan akan memberikan dampak tekanan terhadap saham perbankan jangka
pendek. Hanya saja kenaikan suku bunga itu biasanya cuma menyebabkan culture
shock sesaat saja dan akan pulih baik jangka menengah maupun panjang. Saat ini, Nico
masih merekomendasikan beli untuk saham BBCA dengan target harga Rp 8.359,
BMRI dengan target harga Rp 9.169, BBRI dengan target harga 5.199, BBNI dengan
target harga Rp 9.192 dan BBTN dengan target harga Rp 2.206.
5. Kebijakan Moneter

19
Kebijakan moneter mengacu pada aktivitas bank sentral atau otoritas moneter”
untukmengontrol jumlah moneter untuk menstabilkan perekonomian.Kebijakan
moneter adalah pengelolaan uang dan tingkat bunga untuk mempengaruhi variabel
ekonomi yang penting bagi kesejahteraan ekonomi kita dan suatu instrumen untuk
mencapai target kebijakan. Proses itu sendiri didefinisikan sebagai reaksi ekonomi
terhadapperubahan kebijakan moneter, dimulai dengan perubahan instrumen
kebijakandandiakhiri dengan penyesuaian penuh ekonomi terhadap kebijakan
moneter. (Cargill, 1991).
a. Inflasi
Inflasi”sebagai peningkatan harga secara keseluruhan dan inflasi
mengurangi daya beli mata”uang. Ada”banyak penyebab terjadinya inflasi,
diantaranya adalahpertumbuhan permintaan agregat yang lebih cepat dari
pada pertumbuhan penawaranagregat yang menyebabkan kenaikan harga
barang dan”jasa. Ketidakseimbangan”total antara penawaran dan
permintaan terkait dengan defisit pemerintah, kenaikansukubunga bank, dan
peningkatan permintaan luar”negeri ”(Haberler, 1960).
a. Money supply M2
(Jumlah Uang Beredar) Jumlah uang beredar memainkan peran penting
dalam menentukan tingkat hargadan tingkat bunga. Uang”beredar mengacu
pada aset moneter atau jumlah total uangyang tersedia dalam perekonomian
pada waktu”tertentu. Jumlah uang beredar terdiri dari mata uang publik dan
giro publik. Pada intinya jumlah uang beredar ialah Semuadana yang
dikeluarkan oleh bank sentral dan bank komersial (Aslam, 2016).
Suku Bunga Fisher (1930) menyatakan bahwa jembatan atau penghubung
antara pendapatandanmodal adalah tingkat bunga. Penyesuaian tingkat suku
bunga adalah instrumenkebijakan moneter utama yang konsisten dengan
sebagian besar bank sentral. Suku”bunga ialah salah satu variabel dalam
perekonomian dan telah diawasi denganketat karena "efek universal"
mereka. Ini“secara langsung mempengaruhi kehidupansehari-hari
masyarakat dan berdampak besar pada kondisi”ekonomi.
b. Nilai Tukar (Exchange Rate)

Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalambeberapamata uang”lainnya. Ini menentukan harga relatif barang dalam

20
dan luar negeri dankekuatan sektor eksternal untuk berpartisipasi dalam
perdagangan internasional (Adeniran dkk, 2014).
c. Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Dalam ilmu ekonomi,”Produk domestik bruto didefinisikan sebagai
nilai dari semuabarang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah geografis
ekonomi pada interval tertentu”(misalnya satu tahun).”Rumus PDB
dinyatakan sebagai nilai pasar total dari semua barang dan jasa akhir yang
diproduksi oleh suatu negara pada tahun tertentu, sama dengan total
konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah, ditambah ekspor
dikurangi impor”(Hamed & Ume, 2011).
d. Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan Ekonomi
Netralitas uang jangka panjang adalah konsep yang diterima
dalamilmuekonomi. Teori ini menyatakan bahwa meskipun kebijakan
moneter mampumempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka
pendek, yaitu untuk merangsangatau meredam permintaan, ia tidak
memiliki pengaruh pada variabel riil, lapangankerja, pertumbuhan, dan lain-
lain dalam jangka panjang. Hal ini karena tingkat ekuilibriumjangka
panjang dari variabel-variabel tersebut ditentukan oleh pergerakan
penawaran, penggunaan teknologi yang tersedia, faktor demografis atau
preferensi pelaku ekonomi. Ada tingkat produksi maksimum yang dapat
dicapai dalam suatu perekonomian, yangdicapai dengan pemanfaatan penuh
semua faktor produksi yang tersedia. Ini disebut dalam literatur ekonomi
sebagai keluaran potensial. Laju pertumbuhan ekonomi tertinggi yang tidak
menyumbang inflasi disebut tingkat pertumbuhan potensial (Kaponya,
2012).
Tujuan kebijakan moneter adalah untuk mensejahterahkan rakyat dengan cara
menaikan perekonomian Indonesia, meminimalisirkan pengangguran serta mengatur mata
uang dalam satu negara. Tetapi tidak selalu terpaku dengan satu tujuan karena tujuan kebijakan
moneter tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan
perekonomian suatu negara.
 Stabilitas ekonomi
Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan di mana pertumbuhan ekonomi
berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus
barang/jasa dan arus uang berjalan seimbang.
21
 Kesempatan kerja
Kesempatan kerja akan meningkat bila produksi meningkat. Peningkatan
produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari
segi upah maupun keselamatan kerja. Perbaikan upah dan keselamatan kerja
akan meningkatkan taraf hidup karyawan dan pada akhirnya kemakmuran dapat
tercapai.
 Kestabilan harga
Kestabilan harga ditandai dengan stabilitas harga barang dari waktu ke waktu.
Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang
pada tingkat harga sekarang sama dengan tingkat harga yang akan datang, atau
daya beli uang dari waktu ke waktu adalah sama.
 Neraca pembayaran internasional
Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang apabila jumlah
nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk
mendapatkan neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering
menjalankan kebijakan moneter. Contohnya adalah dengan cara melakukan
devaluasi.
 Menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Menjaga stabilitas harga dari banyaknya jumlah uang yang beredar,
Meningkatkan kesempatan kerja, Memperbaiki posisi neraca perdagangan dan
neraca pembayaran, jika negara mendevaluasi mata uang rupiah ke mata uang
asing.

6. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar


Nilai tukar adalah variabel ekonomi yang berperan secara signifikan terhadap
dinamika kestabilan moneter suatu negara. Pengaruh nilai tukar sangat besar
terutama pada neraca transaksi berjalan. Nilai tukar (kurs) juga dijadikan sebagai
pengukur ekonomian negara. Pertumbuhan yang konstan pada nilai mata uang
menunjukkan keseimbangan kegiatan perekonomian pada suatu negara. Nilai ini
menunjukkan bahwa sebuah negara mempunyai keadaan ekonomi yang konstan
atau mapan dan tidak mudah berflutuasi dalam jangka pendek singkatnya, bahwa
keadaan kurs yang dimiliki negara tersebut memiliki nilai begitu baik (Dominick,
1997).

22
Di Indonesia, Pemerintah sebagai pelaku dalam pembangunan diberbagai
sektor, tentu mengharapkan bahwa kurs yang dimiliki bernilai seimbang, terlebih
pada aktivitas perdagangan internasional yang terkait erat dengan hutang piutang
dengan negara lain. Jika kurs bernilai seimbang, tentu kegiatan perdagangan
internasional juga terjalin dengan baik. Untuk menjaga keseimbangan agar kurs
tetap stabil maka pemerintah harus selalu memperhatikan setiap pergerakan yang
terjadi. Sedikit saja pelemahan kurs rupiah per dollar AS akan memberikan dampak
negatif terhadap kegiatan impor, terlebih kebutuhan Indonesia untuk beberapa
komoditas misalnya minyak dan gas (migas) secara mayoritas tergantung dari
impor.
Adanya pelemahan kurs rupiah per dollar AS dapat menghambat proses
kegiatan impor, sehingga proses pemenuhan kebutuhan akan barang dalam negeri
akan terhambat atau bahkan tidak terpenuhi, sehingga akan mengakibatkan
perekonomian menjadi tidak baik. Pergerakan kurs rupiah terhadap dolar Amerika
diperlihatkan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa perkembangan kurs
rupiah ke dolar Amerika pada 2015-2019 secara konsisten terjadi fluktuasi.
Fluktuasi ini ditengarai dipengaruhi berbagai variabel ekonomi antara lain nilai
impor, nilai ekspor, bunga Bank, uang yang sedang dan telah beredar, dan neraca
transaksi yang sedang berlangsung.

Perubahan nilai tukar yang sangat cepat dan tidak stabil diyakini akan
mengganggu kestabilan kegiatan perdagangan internasional dan berimbas pada
pelarian modal internasional. Kondisi ini pada akhirnya akan mengganggu kinerja

23
sektor riil domestik, baik perdagangan, produksi, dan stabilitas harga domestik.
Pada puncaknya, hal ini akan mengganggu iklim bisnis sehingga berpotensi
membahayakan keberlangsungan pertumbuhan ekonomi ke depan. Oleh karena itu,
upaya bersama menjaga stabilitas nilai tukar, baik oleh otoritas moneter maupun
pelaku pasar keuangan, adalah mutlak diperlukan.

Sistem nilai tukar :


Nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata
uang terhadap mata uang lainnya. Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar,
yaitu (1) fixed exchange rate atau sistem nilai tukar tetap; (2) managed floating
exchange rate atau sistem nilai tukar mengambang terkendali; dan (3) floating
exchange rate atau sistem nilai tukar mengambang
Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata
uang lain ditetapkan pada nilai tertentu, misalnya, nilai tukar rupiah terhadap mata
uang dolar Amerika dipatok Rp 8.000,- per dolar. Pada nilai tukar ini bank sentral
akan siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan
nilai tukar yang ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak lagi dapat
dipertahankan, bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi atas nilai
tukar yang ditetapkan.

Setiap sistem nilai tukar mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pemilihan


sistem yang diterapkan akan tergantung pada situasi dan kondisi perekonomian
negara yang bersangkutan, khususnya besarnya cadangan devisa yang dimiliki,
keterbukaan ekonomi, sistem devisa yang dianut (bebas, semi terkontrol, atau
terkontrol), dan besarnya volume pasar valuta asing domestik. Sistem nilai tukar
tetap mempunyai kelebihan karena adanya kepastian nilai tukar bagi pasar. Akan
tetapi, sistem ini membutuhkan cadangan devisa yang besar karena keharusan bagi
bank sentral untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Selain
itu, sistem ini dapat mendorong kecenderungan dunia usaha untuk tidak melakukan
hedging (perlindungan nilai) valuta asingnya terhadap risiko perubahan nilai tukar.
Sistem ini umumnya diterapkan di negara yang mempunyai cadangan devisa besar,
dengan sistem devisa yang masih relatif terkontrol.

Pergerakan nilai tukar di pasar dipengaruhi oleh faktor fundamental dan non-
fundamental. Faktor fundamental tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro,

24
seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan perkembangan ekspor impor.7
Sementara itu, faktor non-fundamental, antara lain, berupa sentimen pasar terhadap
perkembangan sosial politik, faktor psikologi para pelaku pasar dalam
memperhitungkan informasi, rumor, atau perkembangan lain dalam menentukan
nilai tukar sehari-hari.

7. Dampak dan Penyebab Rendahnya Nilai Tukar Rupiah


Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami fluktuasi dalam setahun
terakhir. Dalam perdagangan tanggal 5 Agustus 2015, nilai tukar rupiah ditutup
terdepresiasi 0,32 persen ke level Rp13.515 per dolar AS. Pelemahan nilai tukar
rupiah tersebut tidak bisa dibiarkan berlarutlarut. Menurunnya nilai tukar rupiah
dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1. 1 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar As

http://www.tradingeconomics.com/indonesia/currency

Pelemahan yang terus-menerus akan mempersulit perencanaan bisnis,


akibatnya perhitungan biaya produksi menjadi kacau. Hal ini membuat perhitungan
harga jual produk yang masih menggunakan bahan baku impor menjadi serba sulit
dan tidak pasti.
Agus DW Martowardojo, Gubernur BI, menjelaskan nilai tukar rupiah melemah
karena penguatan dolar AS yang terus berlanjut. Namun demikian, rupiah tidak
melemah sendirian dan pelemahannya tidak lebih dalam dibandingkan dengan mata
uang sejumlah negara lain. Depresiasi rupiah sejak awal tahun hingga Juli 2015
hanya sebesar 8,5 persen, sedangkan Brasil, Turki, dan beberapa negara lain, ada
yang melampaui 10 atau 15 persen.
a. Dampak rendahnya nilai tukar rupiah

25
Dampak melemahnya kurs rupiah. Mulai dari diferensiasi inflasi,
diferensiasi suku bunga, defisit neraca berjalan, utang publik, ketentuan
perdagangan, sampai stabilitas politik dan ekonomi.
Kurs rupiah memang tidak stabil. Kadang menguat, kadang melemah
terhadap dolar. Pernah rupiah selemah-lemahnya berhadapan dengan dolar.
Situasi tersebut terjadi saat Soeharto masih menjadi Presiden tahun 1998
dan kemudian lengser karena tak bisa menangani krisis ekonomi yang
terjadi sebagai dampak melemahnya kurs rupiah.
Perubahan nilai tukar (kurs) mata uang suatu negara yang cenderung
melemah sering kali dipandang negatif. Nyatanya, kondisi tersebut tak
selamanya buruk. Ada hal positif yang bisa diambil dari melemahnya kurs
rupiah.
Setidaknya, ada empat dampak yang ditimbulkan jika kurs rupiah melemah.
1. Karyawan Bergaji Dolar Diuntungkan
Apabila kurs rupiah melemah, nilai dolar AS akan meningkat.
Dengan begitu, mereka yang bergaji dolar AS akan diuntungkan.
Sebab dolar yang didapat bila dikonversikan ke rupiah, jumlah
rupiah yang didapat lebih banyak dari sebelum melemahnya rupiah.

2. Keuntungan Eksportir Dalam Negeri Meningkat


Akibat kurs rupiah melemah maka banyak permintaan dari luar
terhadap produk-produk Indonesia. Meningkatnya pembelian
produk-produk dalam negeri tentu saja meningkatkan keuntungan
beberapa eksportir Indonesia, seperti eksportir mebel dan tekstil.
Kondisi ini adalah hal yang logis karena bila barang-barang dalam
negeri dijual dengan mengacu pada rupiah, sudah tentu importir
yang membelinya dengan mengonversi dolarnya ke rupiah akan
mendapatkan barang dalam jumlah lebih besar daripada sewaktu
rupiah menguat.

3. Barang Impor Menjadi Mahal, Barang Lokal Kian Laris di Pasaran


Dampak yang sangat terasa dengan melemah kurs rupiah adalah
harga produk impor yang semakin mahal. Naiknya harga barang
impor akan membuat masyarakat beralih ke produk lokal yang
harganya lebih terjangkau. Sebagai contoh, karena rupiah melemah,

26
harga buah impor mengalami kenaikan. Masyarakat pun menjadi
enggan untuk membeli buah impor dan memutuskan beralih
mengonsumsi buah lokal.
4. Suku Bunga Naik, Risiko bagi Pertumbuhan Kredit
Melemahnya rupiah menjadi dilema bagi Bank Indonesia (BI)
sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas urusan moneter
dalam negeri. Bersama dengan Pemerintah, BI terus menstabilkan
nilai rupiah yang turun dan menjaga rupiah agar tidak melemah.
Menaikkan suku bunga merupakan langkah yang mau tak mau harus
dilakukan akibat melemahnya kurs rupiah.
dampak dari dinaikkannya suku bunga? Paling jelas adalah
pertumbuhan kredit menjadi melambat. Orang-orang enggan untuk
mengambil kredit sebab bunganya yang mahal. Selain itu, bukan
tidak mungkin meningginya kredit bermasalah (Non-Performing
Loan/NPL) sebagai dampak dari kenaikan suku bunga.

5. Melemahnya Rupiah Mengancam Obligasi dan Surat Utang Negara


(SUN)
Dampak negatif dari melemahnya kurs rupiah juga menyasar ke
perdagangan obligasi dan Surat Utang Negara (SUN). Dengan
mengacu pada lemahnya kurs rupiah, investor-investor akan
menjual obligasi dan SUN yang telah mereka beli.
Situasi kian buruk jika tidak ada yang membeli obligasi dan SUN.
Harga obligasi dan SUN nantinya bisa merosot dan dapat berakibat
terhadap kurs rupiah. Karena itu, dalam situasi ini Bank Indonesia
(BI) akan mengambil tindakan dengan membeli obligasi dan SUN
yang dijual investor-investor asing. Hal ini bertujuan untuk
menstabilkan pasar uang.
Melemahnya rupiah lebih mendominasi dibanding penguatannya. Hal ini
tentu berdampak pada berbagai sektor perekonomian di dalam negeri.
Pelemahan yang terus-menerus akan mempersulit perencanaan bisnis,
akibatnya perhitungan biaya produksi menjadi kacau. Hal ini membuat
perhitungan harga jual produk yang masih menggunakan bahan baku impor

27
menjadi serba sulit dan tidak pasti. pelemahan rupiah tidak lepas dari tingginya
permintaan atau kebutuhan akan dolar AS di dalam negeri.
Di sisi lain, kebutuhan dolar AS belum cukup diimbangi dengan pasokan
atau persediaan dolar AS di negeri ini. Oleh karena itu, upaya menekan
kebutuhan akan dolar AS di dalam negeri perlu dilakukan. Sementara, upaya
mendorong kegiatan ekonomi yang bisa menambah pasokan dolar AS pun juga
diperlukan.
b. Penyebab nilai rupiah melemah
Secara alami, nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi
penawaran-permintaan (supply-demand) pada mata uang tersebut. Jika
permintaan meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka
nilai tukar mata uang itu akan mengalami kenaikan.
Sebaliknya jika penawaran pada mata uang itu meningkat, sementara
permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan
melemah. Faktor penyebab melemahnya nilai tukar rupiah dapat dibagi
menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut penjelasan mengenai
penyebab rupiah melemah dari segi faktor internal dan eksternal
1. Penyebab rupiah melemah : Faktor Internal
 Kebijakan transaksi berjalan (total ekspor barang dan jasa
dikurangi impor barang dan jasa) yang mengalami defisit
sejak 2012 (lebih banyak impor daripada ekspor). Defisit
berjalan ini dikhawatirkan membuat pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi tidak berkesinambungan. Untuk
mengurangi defisit transaksi berjalan tersebut, tampaknya
otoritas moneter memilih langkah
memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membiarkan
rupiah cenderung melemah.
 Keluarnya sebagian besar investasi portofolio asing dari
Indonesia yang menurunkan nilai tukar rupiah karena dalam
proses ini investor asing menukar rupiah dengan mata uang
utama dunia, seperti dolar AS untuk diputar dan di
investasikan di negara lain. Hal ini berarti akan terjadi
peningkatan penawaran atas mata uang rupiah. Peristiwa

28
tersebut akan simetris dengan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang akan cenderung menurun sejalan
dengan kecenderungan penurunan nilai rupiah.
 Politik anggaran negara terkait utang. Melemahnya rupiah
tidak hanya berdampak pada kenaikan harga komoditas
impor saja, namun juga dari utang luar negeri, karena utang
luar negeri ditetapkan dengan mata uang asing dan masih
ada yang tidak diasuransikan (lindung nilai). Akibatnya,
karena utang harus dibayar dengan mata uang dolar AS,
sedangkan nilai tukar rupiah dipastikan melemah, maka
besaran utang otomatis meningkat.
2. Penyebab rupiah melemah : Faktor Eksternal
Faktor eksternal penyebab rupiah melemah lebih disebabkan oleh
menguatnya ekonomi Amerika Serikat (AS). Pertumbuhan ekonomi
AS yang kuat menimbulkan spekulasi Bank Sentral AS (The Fed)
akan segera menaikkan suku bunga (Fed Rate).
Sementara di Eropa, Jepang, dan Tiongkok justru sedang
membutuhkan dukungan kebijakan moneter untuk mencegah
perekonomiannya jatuh ke masa resesi. Dengan kata lain, suku
bunga di AS cenderung mengalami kenaikan, sedangkan suku bunga
di negara lain cenderung tetap atau bahkan menurun.
Suku bunga yang tinggi di AS telah memicu aliran dana ke aset-aset
dalam dolar AS (selain saham dan obligasi). Selain itu, kekhawatiran
ekonomi global akan terus melambat telah membuat investor dunia
mencari tempat yang aman untuk investasi mereka.

8. Solusi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah


Untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah itu tidak bisa dilakukan dari
kebijakan moneter yang berlebihan, atau dengan menaikkan BI Rate secara terus-
menerus. Pemerintah bersama kementerian terkait seharusnya mampu
mengeluarkan kebijakan yang bisa mendorong pertumbuhan di sektor riil. Sejauh

29
ini “obat” mengatasi pelemahan rupiah hanya satu arah, yaitu berasal dari BI.
Masalahnya, kenaikan BI Rate yang terjadi secara terus-menerus akan berdampak
struktural.
Menekan kebutuhan dolar AS di dalam negeri juga bisa dengan menekan
keperluan dolar AS untuk wisata ke luar negeri. Devisa yang dipasok dari
wisatawan asing ke Indonesia mencapai sekitar 10 miliar dolar AS. Sebaliknya,
kebutuhan dolar AS untuk berbagai perjalanan ke luar negeri juga mencapai angka
miliaran dolar AS. Dengan begitu, pasokan dolar AS dari wisatawan asing kembali
tersedot keluar. Dalam konteks ini, himbauan agar masyarakat sedapat mungkin
mengurangi berwisata ke luar negeri perlu digalakkan. Selain itu, upaya lain yang
dapat dilakukan termasuk upayamendorong pasokan dolar AS dari tenaga kerja
Indonesia.
9. Transformasi Keuangan Digital
Pencapaian visi Bank Indonesia, yaitu menjadi bank sentral digital terdepan
yang berkontribusi nyata terhadap perekonomian nasional dan terbaik di antara
negara emerging markets untuk Indonesia maju, didukung oleh pelaksanaan
transformasi Bank Indonesia secara menyeluruh. Transformasi yang dilakukan
merupakan respons Bank Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan ke
depan yang dapat memengaruhi pencapaian visi dan misi tersebut. Terdapat
sekurangnya lima tantangan global yang muncul akibat pandemi dan perlu
diwaspadai dengan baik, serta dua tantangan kelembagaan yang berpotensi
menghambat pencapaian visi dan misi Bank Indonesia. Dalam menjawab tantangan
tersebut, Bank Indonesia melakukan transformasi menyeluruh, baik di area
kebijakan, maupun kelembagaan.
Transformasi Bank Indonesia dilakukan mengacu pada arah strategis yang
ditetapkan sebagai pedoman dalam mencapai tujuan Bank Indonesia jangka
menengah-panjang. Transformasi kebijakan Bank Indonesia dilakukan melalui
penguatan bauran kebijakan dalam rangka menjalankan mandat Undang-Undang
untuk menjaga stabilitas nilai Rupiah (inflasi dan nilai tukar), turut menjaga
stabilitas sistem keuangan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,
serta penguatan di masing-masing area kebijakan moneter, makroprudensial, sistem
pembayaran dan pendukung kebijakan. Transformasi kelembagaan dilakukan untuk
meningkatkan kinerja unggul berbasis kinerja efektif, efisien, dan bertata-

30
kelola/governed (2EG) agar mandat Bank Indonesia dapat terlaksana secara
kredibel.
Transformasi bank Indonesia :

Gambar 1. 2 Transformasi Bank Indonesi

a. Tranformasi Kebijakan
Sejalan dengan arah strategis, transformasi kebijakan Bank Indonesia
dilakukan guna memperkuat kerangka bauran kebijakan, yakni kerangka
Bank Indonesia Policy Mix (BIPOLMIX), serta penguatan di masing-
masing area kebijakan.

Gambar 1. 3 Transfomasi Baruan kebijakan

31
Gambar 1. 4 Transformasi kebijakan

Gambar 1. 5 Transformasi Pendukung kebijakan

b. Transformasi Kelembagaan
Transformasi kelembagaan Bank Indonesia mencakup penguatan organisasi
dan proses kerja, SDM dan budaya kerja, serta digitalisasi. Untuk
memperkuat pengelolaan kelembagaan, pada 2021 Bank Indonesia
mengembangkan kerangka bauran kebijakan kelembagaan berbasis kinerja
efektif, kinerja efisien, dan kinerja bertata-kelola/governed (2EG).

32
Gambar 1. 6 Transformasi Kelembagaan

Monitoring pelaksanaan dan pencapaian transformasi Bank Indonesia


Implementasi dan pencapaian transformasi Bank Indonesia senantiasa dipantau
dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan kesesuaiannya dalam mendukung
pencapaian visi dan misi Bank Indonesia di tengah lingkungan strategis yang dapat
berubah sewaktu-waktu. Implementasi dan pencapaian transformasi Bank Indonesia
dilaporkan secara berkala dalam Laporan Kelembagaan Bank Indonesia dan Laporan
Tahunan Bank Indonesia.

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang sangat berguna untuk masa
sekarang dan masa mendatang. Dengan Kebijakan Moneter ini semua menjadi lebih
mudah, stabil dan terarah dan sesuai seperti target yang diinginkan pemerintah.
Walaupun setiap kebijakan memiliki kelemahan tapi Bank Indonesia masih
memperbaiki diri, meneliti lebih dalam agar di tuntaskan gangguan yang sering
menganggu di Perekonomian Indonesia. Pasti banyak sekali gangguan yang terjadi.
Tapi bagaimana cara kita menanggulangi gangguan tersebut.
Efektifitas Kebijakan Moneter dalam perekonomian nasional untuk kebijakan
stabilisasi ekonomi yang ditempuh selama ini mampu menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung proses penyesuaian ekonomi ke
arah yang lebih seimbang. Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan moneter
dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
serta mendukung penguatan struktur perekonomian domestik. Selain itu, koordinasi
kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan diintensifkan dalam
mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, agar penyesuaian ekonomi tetap
terkendali dan mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
Mulai dari diri kita sendiri kita pasti tau bahwa harga dolar semakin meningkat
dan rupiah semakin anjlok. Memang ada sendiri penanganan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk hal semacam itu. Tetapi ini semua bisa dari diri kita sendiri, kita bisa
intropeksi pada hal itu. Seperti kita lebih mencintai produk dalam negeri agar produk
impor semakin meningkat. Kita harus mendukung buatan tangan Indonesia. Utuk orang
kaya mencoba mengurangi produk luar negeri agar ekspor semakin menurun. Dan juga
pemerintah yang memiliki inisiatif untuk membuat produk daripada membeli produk.
Kreativitas anak Indonesia itu banyak tetapi belum ada fasilitas dari pemerintah
yang mumpuni. Pemerintah lebih banyak menjual barang mentah. Karena itu Indonesia
harus bangkit dari dunia perekonomian ini. Mulai menstabilkan inflasi, mulai
menstabilkan keuangan yang beredar dan mulai menjadikan Indonesia lebih menarik di
mata asing agar banyak pengusaha atau investor luar negeri tertarik untuk berinvestasi
di negeri tercinta ini.

34
B. Saran
Dari Pembahasan diatas penulis menyatakan agar kebijakan moneter dapat di
mengerti karena dimulai pemahaman mengenai bagaimana kebijakan-kebijakan itu
dapat mempengaruhi perekonomian disuatu wilayah atau negara.
Dalam mengaja nilai tukar rupiah secara nomilan, Bank indonesia sebaiknya:
a. Nilai tukar rupiah perlu disabilkan cenderung ke arah penguatan atau secara
nomilan diturunkan
b. Sebagai sasaran antar dari kebijakan moneter, BI dapat mensatablikan Nilai tukar
rupiah melalui operasi moneter, dengan nilai tukar rupiah yang stabil maka
perekonomian indonesia menjadi kondusif.

35
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, Maulida & Sugiharti, Retno. 2021. Dinamika Nilai Tukar Rupiah Terhadap Us
Dollar. Untirta journal of economi. Vol 11 No. 2.
Retrieved from file:///C:/Users/septiani%20nurul%20fazri/Downloads/13227-34322-1-
SM.pdf

Syarifudin, Ferry. 2015. Konsep, Dinamika, Dan Respon Kebijakan Nilai Tukar Di
Indonesia. BI Institute : Jakarta. Retrieved from
http://lib.ibs.ac.id/materi/BI%20Corner/Terbitan%20BI/Seri%20Kebanksentralan/BSK-24-
Konsep-Dinamika-Dan-Respon-Kebijakan-Nilai-Tukar-Ferry.pdf

Universitas medan area. 2022. Dampak Yang Terjadi Jika Kurs Rupiah Melemah. Medan.
Retrieved from https://bakai.uma.ac.id/2022/05/12/dampak-melemahnya-kurs-rupiah/

Wibowo, Wisnu & Budyanto, Very. 2021. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus Negara Indonesia). Vol.5 No.1, 2021 Hal 1-12.
Retrieved from https://journal.stiemb.ac.id/index.php/mea/article/view/876

Wijayanti Ratih Dewi. 2015. Analisi Pengaruh Kinerja Keuangan Bank Terhadap
Penyaluran Kredit.
Retrieved from https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1623).
http://himasta.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2022/02/Kebijakan-Fiskal-dan-Kebijakan-
Moneter.pdf

https://keuangan.kontan.co.id/news/kinerja-perbankan-hingga-april-mentereng-begini-
prospeknya-hingga-akhir-tahun

Adam, Lukman. 2015. Mengurai Penyebab Dan Solusi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah. Vol.
Vii, No. 15/I/P3di, Hal 13-16.
Retrieved From https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-15-I-P3DI-
Agustus-2015-68.pdf

36

Anda mungkin juga menyukai