Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN NON SYARIAH

Disusun Oleh:
Jial Fito Dinova
C1A0211578

Dosen Pengampu :
Ary Dean Amri, S.E., M.E

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVESITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan rahmatnya


kepada penulis sehingga makalah ini selesai tanpa ada halangan apapun.
Makalah ini dibuat sebagai wujud rasa peduli penulis pada dunia pendidikan
dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang
mengikuti mata kuliah sintaksis.

Dalam proses pendalaman materi Bank Syariah dan Non Syariah,


tentunya penulis mendapatkan bimbingan arahan dan saran untuk rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada : Ary Dean
Amri, S.E., M.E Selaku dosen mata kuliah Ekonomi Islam yang
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai bidang studi yang kami tekuni.

Demikianlah makalah ini penulis buat semoga dapat bermanfaat


bagi pembaca ataupun pendengar dan dapat menjadi setitik harapan dalam
ilmu pengetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jambi, 07 Oktober 2022

Penulis

Jial Fito Dinova


DAFTAR ISI

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN NON SYARIAH......1


KATA PENGANTAR............................................................................................2
BAB I......................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................5
1.1 Latar belakang.............................................................................................5
1.2 Rumusal Masalah.........................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................9
BAB II.......................................................................................................................
PEMBAHASAN...................................................................................................11
2.1 Pengertian...................................................................................................11
2.1.1 Dasar Hukum Bank Syariah..............................................................12
2.1.2 Prinsip-prinsip Bank Syariah.............................................................12
2.1.3 Karakteristik Bank Syariah..............................................................13
2.1.4 Kegiatan Perbankan Syariah............................................................14
2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah..........................................14
2.1.6 Contoh-contoh Bank Syariah............................................................15
2.2 BANK NON SYARIAH(BANK KONVENSIONAL).............................16
2.2.1 Dasar Hukum Bank non Syariah.......................................................16
2.2.2 Pembagian Perbankan Konvensional................................................17
2.2.3 Prinsip Bank non Syariah...................................................................22
2.2.4 Contoh Bank Konvensional...............................................................23
2.3 PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN NON SYARIAH......................23
2.3.1 Investasi...............................................................................................23
2.3.2 Return..................................................................................................23
2.3.3 Perjanjian............................................................................................24
2.3.4 Orientasi pembiayaan.........................................................................24
2.3.5 Hubungan antara nasabah dan bank................................................24
2.3.6 Pengawasan..........................................................................................24
2.3.7 Penyelesalan Sengketa........................................................................25
2.4 Dampak Negatif dan Positif Bank Syariah..............................................25
2.5 Dampak Negatif dan Positif Bank non Syariah......................................26
2.5.1 Pertumbuhan Ekonomi......................................................................26
2.5.2 Produk Domestik Bruto.....................................................................27
2.5.3 Ekspor.................................................................................................28
2.5.4 Pajak......................................................................................................30
2.5.5 Nilai Tukar...........................................................................................31
BAB III.................................................................................................................34
PENUTUP............................................................................................................34
3.1 Kesimpulan...........................................................................................34
3.2 Saran..........................................................................................................34
Daftar Pustaka.....................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran


suatu negara, pada era globalisasi sekarang ini, bank juga menjadi bagian
dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal
demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan
beroperasi dari otoritas moneter negara yang bersangkutan, bank tersebut
menjadi milik masyarkat. Oleh karena itu, eksistensinya tidak saja harus
dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri, akan tetapi juga oleh masyarakat
nasional dan global. Kepentingan masyarkat untuk terus menjaga eksistensi
suatu bank menjadi sangatlah penting. Lebih baik lagi saat ini ambruknya
suatu bak akan mempunyai rantai atau domino effect, yaitu menular pada
bank-bank lain, yang pada gilirannya bukan mustahil dapat menggangu
fungsi sistem keuangan dan system pembayaran dari negara yang
bersangkutan.

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai


peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga
perantara keuangan. Bank dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998
tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk
bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Jenis
bank di Indonesia dibedakan menjadi dua jenis bank, yang dibedakan
berdasarkan pembayaran bunga atau bagi hasil usaha: (1) Bank yang
melakukan usaha secara konvensional, dan (2) Bank yang melakukan usaha
secara syariah,

Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki


persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer. teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan,
dan sebagainya. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut
aspek legal, stuktor organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.

Menurut Boesono (2007) dalam Donna (2007) paling tidak ada 3


prinsip dalam operasional bank syari'ah yang berbeda dengan bank
konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang harus
dijaga oleh banker, (1) prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil
dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara nasabah
dan bank. (2) prinsip kesetaraan, yakni nasabah menyimpan dana,
penggunaan dana dan bank memiliki hak kewajiban, beban terhadap resiko,
dan keuntungan yang tertimbang, dan (3) prinsip ketentraman, bahwa
produk bank syari'ah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah islam
(menerapkan prinsip islam dan menerapkan zakat), Persamaan kedua sistem
perbankan tersebut terletak pada seknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum untuk memperoleh kredit,
misalnya KTP, NPWP, proposal, biporan keuangan dan lainnya (Umar
Hamdan dan Andi Wijaya: 2005: 18).

Adanya persaingan antar hank syari'ah maupun dengan bank-bank


konvensional lainnya yang tidak bisa dihindarkan ini, membawa dampak
positif dan negatif bagi perkembangan sebuah bank, termasuk bagi bunk
syari'ah Dampak positifnya adalah memotivasi agar bank saling berpacu
menjadi yang terbaik. Sedangkan dampak negatifnya adalah kekalahan
dalam persaingan dapat menghambat laju perkembangan bank yang
bersangkutan. Kondisi ini akan membawa kerugian yang besar bagi bank,
bahkan dapat mengakibatkan gulung tikar.

Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah


dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan
operasional perbankan di Indonesia. Beberapa badan usaha pembiayaan
non-bank telah didirikan sebelum tahun 1992 yang telah menerapkan
konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan
kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat
memberikan jasa keuangan yang dengan syariah. Kebutuhan masyarakat
tersebut telah terjawab dengan terwujudnya sistem perbankan yang sesuai
syariah. Pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam
undang-undang yang baru.

Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan secara implisit


telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar
operasional hagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Ketentuan tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum
beroperasinya bank syariah di Indonesia.

Periode 1992 sampai 1998, hanya terdapat satu Bank Umium


Syariah dan 78 Bunk Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang telah
beroperasi. Tahun 1998 muncul UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan
UU No 7 Tahun 1992 senting perbankan. Perubahan UU tersebut
menimbulkan beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih
besar bagi pengembangan bank syariah. Undang-undang tesebut selah
mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang
tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk
membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total
menjadi bank syariah.

Akhir tahun 1999, bersamaan dengan dikeluarkannya UU perbankan


maka muncullah bank-bank syariah umum dan bank umum yang membuka
unit usaha syariah. Sejak beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI).
sebagai bank syariah yang pertama pada tahun 1992, dengan satu kantor
layanan dengan asset awal sekitar Rp. 100 Milyar, maka data Bank
Indonesia per 30 Mei 2007 menunjukkan bahwa saat ini perbankan syariah
nasional telah tumbuh cepat, ketika pelakunya tendin atas 3 Bank Umum
Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 106 Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS), sedangkan asset kelolaan perbankan syariah
nasional per Mei 2007 telah berjumlah Rp. 29 triliun.
Perkembangan bank umum syariah dan bank konvensional yang
membuka cabang syariah juga didukung dengan tetap bertahannya bank
syariah pada saat perbankan nasional mengalami krisis cukup parah pada
tahun 1998. Sistem bagi hasil perbankan syariah yang diterapkan dalam
produk-produk Bank Muamalat menyebabkan bank tersebut rela
mempertahankan kinerjanya dan tidak hanyut oleh tingkat suku bu 4/8
simpanan yang melonjak sehingga beban operasional lebih rendah dari bank
konvensional (Wulandari. 2004 dalam Oktria, dkk, 2012: 2).

Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan


konvensional dengan syariah adalah terletak pada pengembalian dan
pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga
keuangan dan/atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah
(Muhammad, 2005: 176), Kegiatan operasional bank syariah menggunakan
prinsip bagi hasil (profit and less sharing). Bank syariah tidak menggunakan
bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan
bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba
yang diharamkan.

Pola bagi hasil ini memungkinkan nasabah untuk mengawasi


langsung kinerja bank syariah melalui monitoring atas jumlah bagi hasil
yang diperoleh. Jumlah keuntungan bank semakin besar maka semakin
besar pula bagi hasil yang diterima nasabah, demikian juga sebaliknya.
Jumlah bagi hasil yang kecil atau mengecil dalam waktu cukup lama
menjadi indikator bahwa pengelolaan bank merosot. Keadaan itu merupakan
peringatan dini yang transfaran dan mudah bagi nasabah. Berbeda dari
perbankan konvensional. nasabah tidak dapat menilai kinerja hanya dari
indikator bunga yang diperoleh (Wulandari, 2004 dalam Oktria, dkk, 2012:
2).

Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu menjaga


kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syariah
harus bersaing dengan bank konvensional yang dominan dan telah
berkembang pesat di Indonesia Persaingan yang semakin tajam ini harus
dibarengi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri
perbankan.

Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa terus
bartahan hidup adalah kinerja (kondisi keuangan) bank. Penulis tertarik
untuk melakukan penelitian terhadap Bank Syariah Mandiri dan Bank Niaga
karena mudah mendapatkan data yang diperlukan yaitu susunan laporan
keuangan dan laporan manajemen yang rapi dan mudah dipahami
dibandingkan perbankan lain. Dengan judul "Analisis Perbandingan Kinerja
Keuangan PT. Bank Syariah Mandiri dengan PT. Bank Niaga (Stadi Kasus
pada Bank Syariah Mandiri dan Bank Niaga Periode Tahun 2010-2014)".

1.2 Rumusal Masalah

1. Bagaimana dampak positif dan negatif dari sistem perbankkan


tersebut?
2. Bagaimana kinerja keuangan perbankan syariah dan
konvensional dilihat dari masing-masing rasio keuangan?
Perbankan
3. Adakah perbedaan yang signifikan kinerja keuangan perbankan
syariah jika dibandingkan dengan perbankan konvensional
secara keseluruhan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kinerja keuangan Bank Syariah dan Bank non


Syariah
2. Mengetahui perbedaan yang signifikan kinerja Keuangan
perbankkan Syariah dan non Syariah.
1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, dengan melakukan penelitian ini penulis


memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan baru mengenai
perbankan syariah.
2. Bagi Bank syariah, dapat dijadikan sebagai catatan koreksi untuk
mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus
memperbaiki apabila ada kelemahan dan kekurangan.
3. Bagi bank konvensional, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan acuan atau pertimbangan untuk membentuk atau
menambah dan meningkatkan Unit Usaha Syariah.
4. Bagi akademis, dapat dijadikan sebagai referensi terhadap
kebijakan dalam menentukan mata kuliah ekonomi syariah.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian

A. BANK SYARIAH

Berdasarkan UU Perbankan Syariah, terdapat definisi-definisi pokok


yang perlu diketahui, antara lain:

1. Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usa-hanya


berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
2. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja
dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
bank yang berkedu-dukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional vang berfungsi sebagai kantor induk dari
kan-tor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
3. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
5. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan per-bankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Kata syariah berasal dari bahasa Arab, dari akar kata syara'a, yang
berari jalan, cara, dan aturan. Syariah digunakan dalam arti luas dan sempit.
Dalam arti luas, syariah dimaksudkan sebagai seluruh ajaran dan norma-norma
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., yang mengatur kehidupan manusia
baik dalam aspek kepercayaannya maupun dalam aspek tingkah laku
praktisnya. Singkatnya, syariah adalah ajaran-ajar-an agama Islam itu sendiri,
yang dibedakan menjadi dua aspek, yaitu ajaran tentang kepercayaan (akidah)
dan ajaran tentang tingkah la-ku (amaliah). Dalam hal ini, syariah dalam arti
luas identik dengan syarak (asy-syar') dan ad-din (agama Islam). Dalam arti
sempit, syariah merujuk kepada aspek praktis (amaliah) dari syariah dalam arti
luas, yaitu aspek yang berupa kumpulan ajaran atau norma yang mengatur
tingkah laku konkret manusia. Syariah dalam arti sempit inilah yang lazim
diidentikkan dan diterjemahkan sebagai hukum Islam.?

Jadi "bank syariah" adalah bank yang melakukan kegiatan usaha


perbankan berdasarkan "prinsip syariah". Sebagaimana telah ditegaskan dalam
penjelasan umum UU Perbankan Syariah bahwa kegiatan usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak
mengandung unsur ribà, maisir, gharar, haram, dan zalim.

2.1.1 Dasar Hukum Bank Syariah

Perbankan syariah menurut undang-undang Nomor 21 tahun 2008


tentang PerbankanSyariah adalah segala sesuatu yang menyangkuttentang
Bank Syariah dan Unit UsahaSyariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalammelaksanakan kegiatan usahanya. Bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Pembiayaan Rakyat Syariah.

2.1.2 Prinsip-prinsip Bank Syariah

Pengertian dari prinsip-prinsip tersebut sebagaimana penjelasan


Pasal 2 undang-undang. Bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam
penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip
konvesional. Bank berdasarkan prisnsip syariah adalah peraturan perjanjian
berdsasarkan hukum islam antar bank dengan pihak lain untuk menyimpan
untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan
lainnya. Prinsip-prinsip Bank Syariah tersebut, yaitu:

1. Rib, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan
waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang
mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang
diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi'ah);

2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak
pasti dan bersifat untung-untungan;

3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;

4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak l

2.1.3 Karakteristik Bank Syariah

 Berdasarkan prinsip syariah


 Implementasi prinsip ekonomi islam dengan ciri-ciri :
o Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
o Tidak mengenal konsep “time value of money”
o Uang sebagai alat tukar bukan komoditif yang diperdagangkan
 Beroperasi atas dasar bagi hasil
 Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
 Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh
pendapatan
 Azaz utama = kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal
 Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil.
2.1.4 Kegiatan Perbankan Syariah

Kegiatan utama perbankan syariah sebagaiman diataur dalam undang-


undang perbankan syariah adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan biaya(dana) dan kegiatan secara langsung berhubungan dengan
kberadaan dan peran jaminan syariah adalah kegiatan yang berupa
pembiayaan(penyaluran dana). Terkait dengan pembiayaan pasal satu
angka(25) menetukan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa :

a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dn musyarakah


b) Transaksi sewa menyewa dalam benntuk ijarah atau sewa-beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bitamalik
c) Transaksi jual-beli dalam bentuk piutang qardh
d) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah atau transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
syariah atau puhak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau
difasilitasi dana untuk mengendalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan atau bagi hasil.

2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah


 Keunggulan Bank Syariah
Bank syariah memiliki beberapa keunggulan yaitu sebagai berikut :
1) Bank syariah relatif lebih mudah merespons kebijaksanaan pemerintah.
2) Terhindar dari praktik moneu laundring.
3) Bank syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya.
4) Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter.
5) Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan
dan kebersmaan.
 Kelemahan Bank Syariah
Bank syariah memiliki beberapa kelemahan diantaranya sebagai
berikut :
1) Jaringan kantor bank syariah belum luas.
2) SDM bank syariah masih sedikit.
3) Pemahaman masyarakat tentang bank syariah masih kurang.
4) Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar daripada bank
konvensional.

2.1.6 Contoh-contoh Bank Syariah

Bank umum syariah (bus)

1.PT Bank Syariah Mandiri

2.PT Bank Syariah Muamalat Indonesia

3.PT Bank Syariah BNI

4.PT Bank Syariah BRI

5.PT Bank Syariah Mega Indonesia

6. PT Bank Jabar dan Banten

2.2 BANK NON SYARIAH(BANK KONVENSIONAL)

Bank non Syariah atau Bank Konvensional adalah bank yang


melakukan aktivitas perputaran uang sesuai kesepakatan nasional dan
internasional, dan berdasarkan hukum formil suatu negara. Bank
Konvensional bisa dijelaskan sebagai perantara (financial intermediaries)
antara tiga pihak dengan kepentingan masing-masing, yakni Pemegang
Saham, Pengelola Bank dan Nasabah.

Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk


simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak. Sedangkan pengertian Bank
berdasarkan UU No. 10 tahun 1998 yang menyempurnakan UU No. 7 tahun
1992, Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan
faraf hidup orang banyak.

Sedangkan pendapat lain Dendawijaya, (2009:14) definisi tentang


Bank adalah suatu, badan usaha' yang tugas utamanya sebagai lembaga
perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari
pihak yang berkelebihan dan (idle fund surplus wir) Repada pihak yang
membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang
ditentukan.

Sedangkan pengertian menurut PSAK No. 31 Tahun 2004 Bank adalah


lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang
memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta
sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Falsafah yang mendasari kegiatan baik adalah kepercayaan masyarakat. Hal
simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito
berjangka dan memberikan kredit kepada pihak dalam memerlukan dana.

2.2.1 Dasar Hukum Bank non Syariah

Bank menurut undang-undang pokok perbankan tahun 1967 adalah


lembaga keuangan yang usahanya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang 11 Kata konvensional berasal dari
kata konvensi. Istilah konvensi awalnya digunakan untuk menyatakan atau
mengkomunikasikan segala sesuatu yang didasarkan kepada kesepakatan.
Kesepakatan itu dilakukan oleh sejumlah atau banyak orang, Jumlahnya yang
meliputi sebuah lembaga, daerah tertentu atau yang berskala internasional. [2]

Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Konvensional


berarti "menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan[3] Bank Konvensional
adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan
berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank
Perkreditan Rakyat. 14) Dalam perekomian modem, pada dasamya bank
adalah lembaga perantara dan penyalur dana antara pihak yang berlebihan
dengan pihak yang kekurangan dana.

2.2.2 Pembagian Perbankan Konvensional

Di Indonesia, sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No. 7


tahun 1992, dibedakan 2 jenis bank dengan usahanya masing-masing (pasal 6
UU No. 7/1992), yakni : Dalam Undang-undang perbankan dibedakan 2
macam usaha bank yaitu:

A. BANK UMUM

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara


konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan
adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada.
Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah
Indonesia, bahkan ke luar negeri (cabang).

Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank


umum (bank komersial) sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba.
Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi
intermediasi. Karena diizinkan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito,
bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori. Berdasarkan
kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut
sebagai bank bank umum pencipta uang giral (BPUG). Sebagai sebuah
lembaga keuangan, aset terbesar yang dimiliki bank umum adalah aset
finansial. Semakin besar aset yang dimiliki sebuah bank, biasanya porsi
aktiva tetapnya semakin kecil. Aset utama bank umum adalah kredit yang
disalurkan kepada debitur. Dalam kondisi yang normal, aset ini porsinya
mencapai antara 65% - 75% total aset (Manurung.2004:134).

Menurut ketentuan pasak 6, usaha bank umum meliputi :


1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Memberikan surat pengakuan hutang.
4. Membeli, menjual dan menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya, yaitu :
 Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank
yang masa berlakunya tidak lebih lama dan pada kebiasaan
dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
 Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang
masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud.
 Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
 Sertifikat bank Indonesia (SBI)
 Obligasi
 Surat dagang jangka waktu sampai dengan 1 tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi, wesek unjuk, cek atau sarana lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam
bentuk berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian
dalam bal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan
ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
12. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan
wali amanat.
13. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip madin
keuntungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah.
14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Selain melakukan aktivitas usaha seperti di atas, bank Umum dapat


pula melakukan kegiatan-kegiatan berikut:

1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan


yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan
lain di bidang keuangan, seperti sewa usaha, modal ventura,
perusahaan efek asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan
penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia.
3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi
akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun
yang berlaku.

B. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan


kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dalam
kegiatannya BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Artinya jasa-jasa perbankan yang ditawarkan BPR jauh lebih sempit jika
dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum.

BPR merupakan bank yang memiliki kegiatan usaha terbatas dengan


transaksi yang sederhana, meliputi penghimpunan dana dalam bentuk
tabungan, deposito berjangka dan penyaluran kredit. Keterbatasan ini
diberikan kepada BPR terkait dengan tujuan pelayanan utama kepada Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta masyarakat sekitar(Bank
Indonesia, 1998). Bisnis perbankan utamanya BPR, manajemen harus
menanggung risiko yang sangat besar untuk mendapatkan profitabilitas yang
di targetkan sebagai reward dari risiko yang ditanggung. Tingkat risiko yang
ditanggung bervariasi di bisnis yang berbeda, namun ada hubungan positif
antara risiko dan laba (Hawley, 1900). BPR saat ini semakin terdesak dengan
keberadaan bank umum dan bank asing yang menempatkan pembiayaannya
secara besarbesaran pada sektor kredit mikro (Sofyan, 2016).

Menurut ketentuan pasal 13 LTU Nomor 7 tahun 1992 tentang usaha


perbankan, usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa


deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada
bank lain.

Sementara itu menurut ketentuan pasal 14, Bank Perkreditan Rakyat


dilarang:

1. Menerima simpanan giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan penyertaan modal.
4. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13.

Berkaitan dengan pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan


investasi surat berharga dan lain-lain yang serupa, berlaku juga ketentuan
seperti Bank Umum. Kegiatan utama bank atau sistem operasional bank
konvensional menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Martono (2002) menjelaskan prinsip konvensional yang digunakan


bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu:

1. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti


tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang
diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu.
2. Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau
menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau persentase tertentu.
Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.

Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah


memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang
kepentingan pemegang saham adalah di antaranya memperoleh spread yang
optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman
(mengoptimalkan interest difference). Di lain pihak kepentingan pemakai
dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah).
Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga

pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini
bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja. Tidak adanya
ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan
nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak
belakang.
Pada bank konvensional sistem bunga dilakukan dengan cara:

1. Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman


harus selalu untung untuk pihak bank.
2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan
pedoman harus selalu untung untuk pihak bank.
3. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah
keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik.
4. Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama
termasuk agama Islam.
5. Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama
termasuk agama Islam.
6. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

2.2.3 Prinsip Bank non Syariah

Prinsip yang berdasarkan pada aturan umum yang dibuat meskipun


sudah baik tetapi tidak mengindahkan kaidah-kaidah agama. Adanya sistem
bunga, nasabah memiliki kewajiban membayar bunga meski mengalami
kerugian usaha, dan tidak terdapatnya ketentuan untuk jenis usaha yang
dibiayai. keuntungan utama diperoleh dari selisih bunga simpanan yang
diberikan kepada penyimpan dengan bunga pinjaman atau kredit yang
disalurkan. Keuntungan dari selisih bunga ini di bank dikenal dengan istilah
spread based. Jika suatu bank mengalami suatu kerugian dari selish bunga, di
mana suku bunga simpanan lebih besar dari suku bunga kredit, istilah ini
dikenal dengan nama negative spread.

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga keadaan para


nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan 2
metode, yaitu :
1) Menetapkan bunga sebagai harga untuk produk simpanan seperti giro,
tabungan, ataupun deposito. Demikian pula harga untuk produk
pinjaman (kredit)juga ditentukan berdasaarkan tingkat suku bungan
tertentu. Penentuan harga dikenal dengan istilah spread based.
2) Untuk jasa-jasa bank dan lainya pihak perbankan konvensional
menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal
atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini di knal dengan
istila fee based.

2.2.4 Contoh Bank Konvensional

a) Bank BCA
b) Bank BNI
c) Bank Mandiri
d) Bank BRI, dll.

2.3 PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN NON SYARIAH

2.3.1 Investasi

Dalam mencari keuntungan Islam tidak melarang untuk


mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, hanya saja Islam
membatasi cara untuk mendapatkan keuntungan tersebut. Maka perbankan
syariah juga membatasi dalam hal investasi, hanya berinvestasi pada usaha-
usaha yang halal dan juga menguntungkan. Sedangkan perbankan
konvensional tidak mengenal batasan dalam mendapatkan keuntungan.
Mereka berinvestasi pada usaha apapun yang menguntungkan seperti pada
perusahaan-perusahaan minuman keras.

2.3.2 Return

Return di bank syariah dengan menggunakan prinsip bagi hasil.


Jumlah yang didapatkan dalam bagi hasil berdasarkan prosentasi yang sudah
disepakati dalam akad. Mekanisme bagi hasil yang diterapkan di bank
syariah terdiri dari dua sistem yaitu profit sharing dan revenue sharing.
Sedangkan bank konvensional dalam membagikan return kepada nasabah
penyimpan dana dengan bunga yang didapatkan dari nasabah peminjam
dana. Prosentase bunga peminjam dana lebih besar dari prosentasi bunga
bagi penyimpan dana.

2.3.3 Perjanjian

Perjanjian dalam bank syariah menggunakan akad-akad yang sudah


diatur dalam figih. Akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan
ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan dengan hukum Islam.
Sedangkan bank konvensional dalam melakukan perjanjiannya dengan asas
hukum positif.

2.3.4 Orientasi pembiayaan

Bank syariah dalam menyalurkan dana berorientasi pada pendapatan


keuntungan sebagaimana bank konvensional nanum yang membedakan
antara keduanya adalah orientasi bank syariah tidak terbatas hanya
mendapatkan keuntungan duniawi melainkan dengan bertransaksi dengan
bank syariah akan menghindarkan dari bunga yang haram dan menciptakan
kebahagiaan akhirat.

2.3.5 Hubungan antara nasabah dan bank

Hubungan bank syariah dengan nasabah pengguna dana adalah


kemitraan keduanya memiliki kedudukan yang sama, sehingga hasil usaha
atas kerjasama yang dilakukan oleh nasabah pengguna dana, akan dibagi
hasilkan dengan bank syariah dengan nisbah yang sudah disepakati.
Sedangkan dalam bank konvensional nasabah peminjam dana sebagai
kreditur yang dikenakan bunga sangat tinggi dalam pengembalian
pinjamannya.

2.3.6 Pengawasan
Dalam menjalankan usahanya perbankan syariah maupun perbankan
konvensional diawasi oleh BI, O]K dan Komisaris setiap bank masing-
masing. Yang membedakan adalah bank syariah dalam pelaksanaannya
diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Tugas utama dari DPS
adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari
ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN).

2.3.7 Penyelesalan Sengketa

Permasalahan dalam bank syariah diselesaikan dengan cara yang


lebih kekeluargaan yaitu dengan bermusyawarah. Namun, jika tidak
menemukan titik temu maka sengketa in dapat diselesaikan dengan 2 cara
yaitu diselesaikan di Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau di
Peradilan Agama. Sedangkan bank konvensional apabila ada sengketa
dengan nasabah maka sengketa akan diangkat di peradilan negeri.

2.4 Dampak Negatif dan Positif Bank Syariah

Pertama, dampak terhadap stabilitas ekonomi adalah transaksi


perbankan syariah berdasarkan pada hukum Islam. Pada transaksi ini
menggunakan sistem ketersediaan barang terlebih dahulu sebelum
perbankan mengeluarkan uang. Dari sistem ini apabila seluruh sektor
perbankan adalah bank syariah jumlah barang akan selalu diimbangi
dengan jumlah uang. "Keseimbangan ini akan memberikan dampak makro
berupa stabilitas ekonomi. Oleh karena itu pangsa pasar bank syariah harus
diusahakan terus tumbuh sehingga besarnya sudah cukup signifikan,
katakanlah minimal 20% maka dampaknya terhadap stabilitas ekonomi
akan mulai terasa,"

Kedua, dampak terhadap pertumbuhan merupakan dampak


selanjutnya yang dipaparkan Karnaen. Stabilitas yang dibangun perbankan
syariah apabila pangsa pasarnya sudah cukup signifikan besarnya tidak
meredam kenaikan harga bila terjadi kelangkaan barang. "Kenaikan harga
ini akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi dengan
menambah mesin, pembelian bahan baku, dan tenaga kerja sehingga
menambah pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan hakekatnya
adalah pertumbuhan ekonomi,".

Ketiga, dampak pengoperasian perbankan syariah terhadap


pemerataan. Perbankan syariah saat ini beroperasi dengan menggunakan
sistem bagi hasil. "Sistem bagi hasil yang adil dan baik di sisi pendanaan
maupun di sisi pembiayaan akan membawa dampak pemerataan," terang
Karnaen. Dia menambahkan dengan falsafah dasar yang diusung
perbankan syariah berupa Natural Uncertain Contract maka sistem bagi
hasil akan menerapkan prinsip hasil sedikit maupun hasil besar akan dibagi
secara adil. "Dengan demikian merupakan bentuk efisiensi perbankan
syariah, dan kunci keberhasilannya adalah rendahnya Non Performing
Financing.

2.5 Dampak Negatif dan Positif Bank non Syariah

2.5.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per


kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan
yaitu proses, output per kapita dan jangka panjang. Pertumbuhan
ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu
saat. Disini dapat dilihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu
melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu
ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per
kapita. Ada dua sisi hal yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya
dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah output total
dibagi jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita, tidak
bisa tidak, harus dianalisis dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan
output total di satu pihak, dan jumlah penduduk di lain pihak (Cahya
Hendra Purwanggono, 2015).

Menurut Untoro (2010:39), pertumbuhan ekonomi adalah


perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang
dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran
masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Sedangkan menurut
Kuznets (dalam Sukirno, 2006:132), pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yangbersangkutan
untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.
Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku
karangannya yang berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of the
Wealt Nations, menganalisis sebab berlakunya pertumbuhan ekonomi
dan faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi.

2.5.2 Produk Domestik Bruto

Menurut Arifin & Gina (2009:11) indikator yang digunakan


untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah tingkat
Produksi Domestik Bruto (PDB). Beberapa alasan digunakannya PDB
(bukan PNB) sebagai indikator pengukuran pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1. PDB dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah (value added)
yang dihasilkan seluruh aktivitas produksi di dalam
perekonomian. Hal ini menyebabkan peningkatan PDB
mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor produksi
yang digunakan dalam proses produksi.
2. PDB dihitung atas dasar konsep siklus aliran (circulair flow
concept) yaitu perhitungan PDB mencakup nilai produk yang
dihasilkan pada suatu periode tertentu. Perhitungan ini tidak
mencangkup perhitungan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan
konsep aliran dalam menghitung PDB memungkinkan seseorang
untuk membandingkan jumlah output pada tahun ini dengan
tahun sebelumnya.
3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah Negara (perekonomian
domestik). Hal ini memungkinkan untuk mengukur sampai sejauh
mana kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah maupun
mendorong aktivitas perekonomian domestik.

Menurut Rudriger (2006:112), produk domestik bruto / GDP


artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi
oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu
tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk
mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk
membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. Jadi, PDB
adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang
dan jasa dalam periode tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja
ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB sebuah negara dapat dikatakan
semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Karena begitu
pentingnya peran PDB di dalam suatu perekonomian, maka perlu kiranya
untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi PDB
(Arsyad, 2004:45).

2.5.3 Ekspor

Kegiatan ekspor impor didasari atas kondisi bahwa tidak ada


suatu negara yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling
membutuhkan dan saling mengisi. Setiap negara memiliki karakteristik
yang berbeda baik sumber daya alam, iklim, geografis, struktur
ekonomidan struktur sosial. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan
komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya yang diperlukan, kualitas
dan kuantitas produk. Adanya interdependensi kebutuhan itulah
yangmenyebabkan adanya perdagangan internasional. Masing-masing
negara memiliki keunggulan dan kekurangan. Komoditas yang dihasilkan
suatu negara mungkin juga belum dapat dipakai langsung karena berupa
bahan mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Bahan mentah
tersebut selanjutnya mungkin dibutuhkan negara lain sebagai bahan baku
pabriknya (Asfia, 2006:47).

Transaksi perdagangan luar negeri yang biasa dikenal dengan


istilah ekspor dan impor pada hakikatnya adalah transaksi yang
sederhana dan tidak lebih dari kegiatan membeli dan menjual barang
antara pengusaha-pengusaha yang bertempat tinggal dinegara yang
berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang melewati laut
dan darat ini tidak jarang menimbulkan berbagai masalah yang kompleks
antara pengusaha-pengusaha yang mempunyai perbedaan bahasa,
budaya, adat istiadat dan cara yang berbeda beda. Sukirno (2006:173)

menyimpulkan ciri-ciri khusus dari kegiatan ekspor, yaitu:


1. Antara penjual (eksportir) dan pembeli (importir) komoditas yang
diperdagangkan dipisahkan oleh batas teritorial kenegaraan
2. Terdapat perbedaan mata uang antara negara pembeli dan
penjual.Seringkali pembayaran transaksi perdagangan dilakukan
dengan mempergunakan mata uang asing misalnya dolar Amerika,
pounsterling Inggris ataupun yen Jepang.
3. Adakalanya antara pembeli dan penjual belum terjalin hubungan
lama dan akrab. Pengetahuan masing-masing pihak yang
bertransaksi tentang kualifikasi mitra dagang mereka termasuk
kemampuan membayar atau kemampuan untuk memasok
komoditas sesuai dengan kontrak penjualan sangat minim.
4. Seringkali terdapat perbedaan kebijaksanaan pemerintah negara
pembeli dan penjual dibidang perdagangan internasional, moneter
lalu lintas devisa, labeling, embargo atau perpajakan.
5. Antara pembeli dan penjual kadang-kadang terdapat perbedaan
tingkat penguasaan teknik dan terminologi transaksi perdagangan
internasional serta bahasa asing yang secara populer dipergunakan
dalam transaksi itu misalnya bahasa inggris.
Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari
dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. Eksportir adalah badan usaha baik berbentuk badan hukum maupun
tidak badan hukum termasuk perorangan yang melakukan kegiatan ekspor.
Seiring perputaran ekonomi adalah menjadi penting bagi kelompok
perusahaan manapun untuk mampu memperoleh penjualan ekspor atau untuk
bersaing secara efektif dengan impor yang tidak lagi harus melompati
penganut proteksionisme. Ini secara luas dapat diterima bagi UKM bahwa
untuk berhasil dalam ekspor mereka harus mempunyai beberapa cara
menekan biaya-biaya transaksi yang mana cenderung untuk mempunyai suatu
komponen biaya tetap, memperbaiki daya saing ekspor, melakukan
pemasaran yang baik dan lain sebagainya.

Corak perdagangan Indonesia berkembang dari waktu ke waktu


yakni dibagi atas sektor migas dan non migas. Ekspor sektor migas itu terdiri
dari minyak bumi dan hasil minyak, LNG (Liquid Natural Gas), LPG (Liquid
Petroleum Gas) dan lain sebagainya. Ekspor komoditas non migas itu sendiri
terutama terpusat pada tiga kelompok yaitu barang manufaktur, komoditas
pertanian dan komoditas pertambangan. Barang-barang yang termasuk
kelompok barang manufaktur adalah tekstil, kayu, produk kayu, kertas,
produk elektronik, minyak kelapa sawit, kerajinan tangan, dan produk kimia.
Komoditas pertanian antara lain meliputi hewan dan hasil hewan lainnya
seperti ikan tuna, sapi, udang, tumbuhan seperti: karet alam, cokelat, lada,
kopi, tembakau, cengkeh, rempah-rempah, kopra dan lain sebagainya,
sedangkan yang tergolong dalam komoditas pertambangan non migas adalah
tembaga, emas, timah, nikel, aluminium dan hasil tambang lainnya (Untoro,
2010:71).

2.5.4 Pajak
Menurut Waluyo (2009:2), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, “Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke
pemerintah.
2. Pajak dipungut oleh negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah.
3. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
4. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra
prestasi langsung secara individual yang diberikan oleh
pemerintah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,
dipergunakan untuk membiayai pembangunan yang ditujukan
untuk kepentingan umum.

2.5.5 Nilai Tukar

Nilai Tukar Nilai tukar menjadi sangat penting, apabila suatu negara
harus melakukan transaksi ekonomi dengan negara lain. Hal ini karena pada
proses tersebut digunakan mata uang berbeda misalnya, antara negara Indonesia
dan Amerika Serikat. Amerika harus membeli rupiah untuk membeli barang atau
melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, dan juga sebaliknya. Secara
sederhana nilai tukar (kurs) dapat diartikan sebagai harga dari suatu mata uang
domestic terhadap mata uang negara lain. Harga suatu mata uang terhadap mata
uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar (exchange rate).
Kurs merupakan salah satu hal yang terpenting dalam perekonomian
terbuka, karena memiliki pengaruh yang sangat besar bagi neraca transaksi
berjalan maupun variabel makro ekonomi lainnya. Kurs menggambarkan harga
dari suatu mata uang terhadap mata uang negara lainnya, juga merupakan harga
dari suatu aktiva atau harga (Krugman, 2005:40).

Dalam ilmu ekonomi nilai tukar mata uang suatu negara dapat dibedakan
menjadi dua yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal(Mankiw, 2007:84).
Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah
merupakan nilai dari satu mata uangrupiah yang ditukarkan ke dalam mata uang
negara lain. Contohnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah
terhadap Yen, nilai tukar rupiah terhadap Euro dan lain-lain. Sedangkan nilai
tukar riil adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa
suatu negara dengan barang dan jasa negara lain. Nilai tukar riilmenyatakan
tingkat di mana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang-barang dari
suatu negara dengan barang-barang dari negara lain.

Pergeseran permintaan dan penawaran pada nilai tukar disebabkan


oleh beberapa faktor, baik yang bersifat sementara maupun yang bersifat
persisten. Faktor tersebut antara lain (Winardi, 2006:115):
1. Kenaikan harga domestik produk ekspor Kenaikan harga tersebut akan
mendorong kenaikan atau penurunan nilai tukar, karena keduanya
bergantung pada elastisitas permintaan produk dalam negeri. Apabila
bersifat elastis, yang disebabkan keseragaman produk dari negara lain,
kenaikan harga domestik menyebabkan permintaan akan produk tersebut
menurun. Hal ini menyebabkan permintaan mata uang dalam negeri akan
menurun sehingga mendorong nilai tukar rupiah terdepresiasi dengan mata
uang negara lain. Sedangkan jika permintaan bersifat inelastis yang
disebabkan keunikan produk dalam negeri dibandingkan produk negara
lain menyebabkan permintaan akan mata uang domestic (rupiah) akan
meningkat sehingga kurs rupiah akan mengalami apresiasi.
2. Kenaikan harga luar negeri produk impor Sama halnya dengan kenaikan
produk ekspor dalam negeri, kenaikan harga dalam negeri juga bergantung
pada elastisitas permintaan produk impor. Jika permintaan akan barang
impor bersifat elastis karena kemudahan substitusi produk dengan produk
negara lain atau produk dalam negeri sendiri. Hal ini menyebabkan
permintaan mata uang dalam negeri akan meningkat, sehingga akan
mengalami apresiasi. Sedangkan jika permintaan akan produk impor
bersifat inelastis, hal ini menyebabkan permintaan akan mata uang dalam
negeri menurun, sehingga akan menyebabkan mata uang dalam negeri
terdepresiasi.
3. Perubahan tingkat harga keseluruhan Perubahan harga terjadi tidak hanya
dari produk ekspor atau impor tetapi dari seluruh harga barang pada suatu
negara, hal ini menyebabkan inflasi. Jika terjadiperubahan tingkat harga
pada suatu negara, maka inflasi akan mendorong harga barang-barang di
negara tersebut menjadi lebih mahal dibandingkan harga barang di negara
lain. Hal ini menyebabkan harga akan barang-barang dalam negeri akan
melonjak naik, sedangkan harga barang-barang luar negeri yang masuk ke
pasar domestik akan lebih murah dan menjadi pilihan menarik bagi
konsumen. Hal ini menyebabkan tingkat penurunan permintaan mata uang
domestik dan kenaikan permintaan akan mata uang asing sehingga nilai
tukar mata uang domestik akan melemah atau terdepresiasi.
4. Arus modal Peningkatan arus modal dapat mempengaruhi nilai tukar,
karena arus dana investasi mengakibatkan apresiasi nilai mata uang negara
pengimpor modal dan mengakibatkan depresiasi nilai mata uang negara
pengekspor modal. Hal di atas berlaku baik dalam modal jangka pendek
maupun jangka panjang, dan didorong oleh motif investor itu sendiri. Pada
arus modal jangka pendek motif investor biasanya dipengaruhi oleh
tingkat suku bunga dan spekulasi tentang nilai tukar mata uang suatu
negara. Sedangkan untuk arus modal jangka panjang motif investor lebih
dipengaruhi oleh harapan jangka panjang mengenai peluang keuntungan di
suatu negara serta nilai jangka panjang mata uangnya.
5. Perubahan-perubahan struktural Perubahan struktural sendiri merupakan
perubahan pada struktur biaya, penemuan produk baru, atau hal lain yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan komparatif dari suatu negara.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Bank non Syariah atau bank Konvensional yaitu bank yang dalam
aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau
sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode
tertentu. Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan pertahun, sedangkan
Bank Syariah, yaitu bank ini yang dalam aktivitasnya, baik dalam
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual
beli dan bagi hasil.

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang telah saya susun. Saya berharap makalah


ini berguna sebagaimana mestinya dan dapat diterima dengan baik. Tapi,
sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan, Saya juga
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga saya sebagai
pemakalah dapat memperbaiki kekurangan dan mempertahankan kelebihan
yang ada pada makalah ini.
Daftar Pustaka

Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema


Insani Press. Jakarta.
Blooklet Perbankan Indonesia. 2011. Jakarta : Bank Indonesia. Hasyim,
Linda Tamim Umairoh. 2016. Peran Perbankan Syariah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Sektor Riil Di Indonesia. Jurnal Akrual. Vol.
8 (1): 11 – 27.
Kasmir. 2014. Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi 2014. Jakarta: Rajawali
Pers.
Maryanah. 2008. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bagi
Hasil di Bank Syariah Mandiri. Ekesis, Jurnal Ekonomi Keuangan
dan Bisnis Islami
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Penerbit UPP AMP YKPN.
Yogyakarta.
Ningsih, W.W. (2012). Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank
Umum Syariah Dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia.
(Skripsi Tidak Dipublikasikan). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Statistik Perbankan Syariah (SPS) Dari
Tahun 2009 Sampai Dengan Tahun 2018. Online: www.ojk.go.id.
Diakses: tanggal 19 Juli 2019. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
Putra, Firmansyah dan Nafik H.R, Muhammad. 2017. Pengaruh
Perkembangan Bank Umum Syariah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Periode 2010-2015. Jurnal Ekonomi Syariah
Teori dan Terapan. Vol. 4 (12): 952-967.
Qolby, M.L. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Pada
Perbankan Syariah di Indonesia. Economics Development Analysis
Journal 2(4): 367-383.
Siswati. 2013. Analisis Penyaluran Dana Bank Syariah. Jurnal Dinamika
Manajemen 4 (1): 8292.
Sudarsono, H. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia
Wibowo, M. G. 2007. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini (Kajian
Kritis Perkembangan Perbankan Syariah). Yogyakarta: Biruni Press.

Anda mungkin juga menyukai