Anda di halaman 1dari 21

1.

Batik
a. Pengertian Batik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, batik memiliki arti kain bergambar yang
pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian
pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Sedangkan Soedjoko dalam Tim Sanggar Batik
Barcode (2010) mengemukakan pengertian batik dalam Bahasa Sunda yaitu batik adalah teknik
menyungging diatas kain yang terdapat proses pencelupan didalamnya. Sedangkan pengertian
mengyungging menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah melukis berwarna; mewarnakan
(mewarnai) gambar perhiasan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian batik dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang. Batik dapat diartikan sebagai motif dan dapat diartikan
sebagai suatu teknik. Batik sebagai motif merupakan rangkaian titik-titik yang digambar pada
media kain sehingga menciptakan suatu motif. Sedangkan batik sebagai teknik merupakan
pembuatan motif secara khusus dengan cara tertentu yaitu menuliskan atau menerakan malam
pada kain yaitu pencegahan masuknya pewarnaan pada sebagian kain.
Batik sudah ada sejak jaman Majapahit dan sangat populer sampai saat ini. Menurut
Musman & Arini (2011), kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang
menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia. Memang pada awalnya batik
dikerjakan hanya terbatas dalam keraton, untuk pakaian raja dan keluarga, serta para
pengikutnya. Batik yang masuk kalangan istana diklaim sebagai milik dalam benteng, orang lain
tidak boleh mempergunakannya. Hal inilah yang menyebabkan kekuasaan raja serta pola tata
laku masyarakat dipakai sebagai landasan penciptaan batik. Akhirnya, didapat konsepsi
pengertian adanya batik klasik dan tradisional.
Banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, menjadikan keterampilan membuat
batik meluas dan ditiru oleh masyarakat sekitar. Bahkan membatik menjadi pekerjaan wanita
untuk mengisi waktu luangnya. Akibatnya batik yang semula hanya dipakai oleh keluarga
keraton, menjadi pakaian rakyat. Pada awal keberadaannya, motif batik terbentuk dari simbol-
simbol bermakna, yang bernuansa tradisional Jawa, Islami, Hinduisme, dan Budhisme. Dalam
perkembangannya, batik diperkaya oleh nuansa budaya lain seperti Cina dan Eropa modern.
b. Teknik Pembuatan Batik
Seni batik termasuk kedalam seni yang sudah tua. Teknik pembuatan batik sudah dikenal
sejak zaman prasejarah yaitu dengan adanya gambar cetak negatif berupa telapak tangan di gua
Maros dan Papua (Ratnawati, 2015). Sampai saat ini, proses pembuatan batik memiliki banyak
macam cara dan akan terus berkembang. Terdapat beberapa jenis batik berdasarkan teknik proses
pembuatannya, yaitu: batik tulis, batik cap, dan batik Printing. Penjelasan mengenai teknik
pembuatan batik adalah sebagai berikut:

1) Batik Tulis
Batik tulis dibuat dengan cara dihias dengan tekstur dan corak batik menggunakan tangan.
Batik tulis merupakan batik yang dikerjakan dengan menggunakan canting. Canting adalah alat
untuk membatik yang terbuat dari tembaga atau besi. Pegangan canting dapat dibuat dari kayu
atau bambu. Besi atau tembaga pada canting digunakan untuk menampung malam panas. Ujung
canting berupa pipa kecil sebagai jalan keluarnya malam panas yang digunakan untuk
menggambar atau membentuk pola pada permukaan bahan yang akan dibatik. Membuat batik
tulis merupakan pekerjaan yang memakan waktu banyak. Secara menyeluruh batik tulis
digambar dengan tangan menggunkan lilin cair dengan alat yaitu canting.

2) Batik Cap
Supriono (2016) menyatakan bahwa, “Batik cap atau batik cetak adalah jenis batik yang
dihasilkan dengan cara mengecap, mencetak, atau menstempel pada salah satu permukaan kain
menggunakan cap atau stempel yang telah mempunyai pola atau motif batik tertentu”.
Sedangkan Musman & Arini (2011) menyatakan bahwa batik cap merupakan kain yang dihias
dengan motif batik yang dibuat dengan menggunakan canting cap yang terbuat dari tembaga.
Cap digunakan untuk menggantikan fungsi canting sehingga dapat mempersingkat waktu
pembuatan. Pembuatan batik cap didorong oleh tingginya permintaan akan batik. Pengusaha
batik lalu memproduksi batik dengan bantuan canting cap karena pembuatan batik tulis relatif
lebih lama.
3) Printing
Pada tahun 1990-an di dunia batik terjadi kemunculan batik Printing atau bisa disebut
tekstil dengan motif batik. Akibatnya, banyak pengrajin batik tulis mengurangi jam kerja
pembuatan batik tulis atau bahkan berhenti melakukan produksi pembuatan batik tulis. Situasi
tersebut diperparah dengan adanya krisis moneter pada sekitar tahun 1997. Pada saat itu batik
Printing terus berkembang dan menghilangkan pasar batik tradisional karena banyaknya
permintaan atas batik Printing tersebut. Sampai sekarang, produksi batik Printing lebih banyak
daripada batik tulis dan batik cap (Musman & Arini, 2011).
Proses pembuatan batik Printing hampir sama dengan proses pembuatan sablon. Proses
pewarnaannya juga sama yaitu dengan pasta yang dicampur dengan pewarna sesuai keinginan
kemudian dicetak sesuai motif yang sudah direncanakan. Batik Printing dapat diproduksi dengan
cepat dalam jumlah yang banyak karena tidak melalui proses penggoresan malam seperti batik
tulis. Batik Printing dapat dikerjakan secara manual maupun menggunakan mesin pabrik.

Gambar 1.3 Proses Pembuatan Batik Printing dengan Mesin


(Sumber : http://batikdan.blogspot.co.id/2015/03/cara-membedakan-batik-tulis-batik-cap.html, 2015)
Gambar 1.4 Proses Pembuatan Batik Printing Manual
(Sumber : http://www.batikbumi.net/2016/09/batik-printing.html, 2016)
 
c. Pewarna Batik
Terdapat 2 macam pewarna yang biasa digunakan untuk membatik yaitu pewarna sintetis
(buatan) dan pewarna alami. Penjelasan mengenai dua jenis pewarna batik tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Pewarna Batik Sintetis
Menurut Ratnawati (2015), pewarna sintetis (buatan) adalah bahan pewarna yang dibuat
atau diolah oleh manusia. Bahan pewarna yang biasa digunakan diantaranya napthol, remasol,
indigosol, dan lain-lain. Bahan pewarna yang sering digunakan oleh kebanyakan pembatik tulis
adalah napthol. Proses pewarnaan menggunakan napthol adalah dengan cara dicelup. Bahan
pewarna napthol terdiri dari napthol dan garam pembangkit. Sedangkan untuk pewarna remasol
cara penggunaannya dengan cara seperti melukis diatas kanvas atau kain. Yaitu bahan pewarna
remasolnya tinggal dicampur dengan air sesui kebutuhan dan dikuaskan ke media yang ingin
diwarna. Setelah kain diwarnai sesuai keinginan, tahap selanjutnya dari proses pewarnaan
remasol ada pemberian waterglass pada kain yang berfungsi sebagai pengunci atau pengikat
warna.
2) Pewarna Batik Alami
Secara tradisional, zaman dahulu masyarakat mengerjakan kain tradisional tanpa pewarna
sintetis. Menurut pemaparan Musman & Arini (2011: 25), beberapa jenis tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna alami diantaranya:
 Soga Tegeran
Tanaman ini menghasilkan warna kuning. Banyak tumbuh di Jawa, Madura, Kalimantan,
dan Sulawesi. Pemanfaatnya dengan cara diekstraksi dan diberi bahan fiksasi atau penguat.

Gambar 1.5 Pohon Tegeran dan Kayu Tegeran


(Sumber : http://batik-indon.blogspot.co.id/2016/06/pewarna-kain-batik-alami-sumber-tanaman.html, 2016)
 Soga Tingi
Tanaman ini sekilas mirip dengan bakau. Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai penghasil
warna merah gelap kecoklatan.

Gambar 1.6 Pohon


Tingi dan Kayu Tingi
(Sum ber : http://batik-

indon.blogspot.co.id/2016/06/pewarna-kain-batik-alami-sumber-tanaman.html, 2016)

 Soga Jambal
Tanaman ini dimanfaatkan sebagai penghasil warna coklat kemerahan dari kayunya.
Tanaman ini akan semarak dengan banyak bunga warna kuning yang muncul bersamaan saat
musim bunga.

Gambar 1.7 Pohon


Jambal dan Kayu
Jambal
(Su mber : http://batik-
indon.blogspot.co.id/2
016/ 06/pewarna-kain-
batik-alami-sumber-
tanaman.html, 2016)

 Indigo
Tanaman ini berbunga ungu atau violet. Biasa disebut juga dengan Tarum atau Nila.
Daunnya dimanfaatkan sebagai penghasil warna biru. Cara pemanfaatannya dengan daun yang
direndam semalaman, kemudian diekstraksi. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai warna
hijau dengan mencampurnya dengan pewarna alami hijau dari tanaman lain.
Warna yang dihasilkan dari daun ini sangat kuat dan juga tidak mudah pudar. Hal ini
disebabkan zat pewarna yang dihasilkan mempunyai keunggulan yaitu jika terkena atau berbaur
dengan oksigen, maka zat ini akan mengikat dengan semakin kuat pada kain batik.

Gambar 1.8 Tanaman Indigo


(Sumber : https://www.amazon.com/Indigofera-Tinctoria-Indigo-Tropical-Plant/dp/B00TKIP7O2)

 Mengkudu
Tanaman ini dimanfaatkan akar kulitnya sebagai penghasil warna merah tua yang
diperoleh dengan cara diekstraksi.

Gambar 1.9 Kulit Akar Mengkudu


(Sumber : http://duniapewarnaalami.blogspot.co.id/2010/01/proses-pembuatan-pewarna-alami-dari.html, 2010)
Gambar 1.10 Buah Mengkudu
(Sumber : https://webbatik.com/mengenal-bahan-pewarna-alami-batik/)

 Kunyit
Menurut Apriyanto (2014), tanaman kunyit menghasilkan warna kuning. Namun tanaman
ini jika dicampur dengan buah jarak dan jeruk akan menghasilkan warna hijau tua. Jika dicampur
dengan indigo, akan menghasilkan warna hijau. Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
takaran dan proses pewarnaannya.

Gambar 1.11 Kunyit


(Sumber : http://batik.or.id/bahan-pewarna-alam-buat-batik/)

 Daun Mangga
Daun mangga merupakan pewarna alam yang baik. Daun mangga ini akan menghasilkan
warna hijau. Namun tingkat kepekatan warna hijau dapat diatur tergantung pengunci atau
penguat warna apa yang digunakan.
Menurut penelitian Setyaningsih (2014), daun mangga mudah dijadikan sebagai bahan
baku sebagai zat pewarnaan alam ini karena pohon mangga banyak ditemukan diberbagai
tempat, karena tumbuh di pekarangan rumah, halaman sekolah, bahkan di depan kantor-kantor
lembaga. Selain mudah ditemukan, warna yang dihasilkan dari daun mangga menghasilkan
warna yang unik.

Gambar 1.12 Daun Mangga


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2018)

 Kesumba
Bagian yang dimanfaatkan dari tanaman ini adalah bijinya. Tanaman ini menghasilkan
warna oranye. Selain dimanfaatkan sebagai pewarna tekstil, awalnya biji kesumba ini
dimanfaatkan sebagai pewarna makanan seperti keju, margarin ataupun minyak salad.

Gambar 1.13 Kesumba


(Sumber : https://obatrindu.com/bahan-pewarna-alami-batik/)
Selain pewarna yang dijelaskan oleh Musman & Arini (2011) diatas, terdapat beberapa
pewarna alami lain, diantaranya:
 Daun Jati
Daun jati merupakan pewarna alami yang baik karena memiliki kemampuan melekatkan
warna yang kuat. Daun jati yang menghasilkan warna yang pekat adalah daun jati muda yang
warnanya coklat kemerahan. Daun jati akan dihasilkan filtrat warna merah.

Gambar 1.14 Pohon Jati


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2018)

Gambar 1.15 Daun Jati


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2018)
 Kulit Manggis
Kulit manggis menghasilkan warna merah keunguan atau ungu (Apriyanto, 2014). Cara
pemanfaatannya yaitu dengan ditumbuh sampai halus, direndam etanol, kemudian dikeringkan.

Gambar 1.16 Kulit Manggis


(Sumber : https://manfaat.co.id/42-manfaat-kulit-manggis-bagi-kesehatan)

 Daun Jambu
Daun jambu biji dapat menghasilkan warna kuning hingga kecoklatan. Cara
pemanfaatannya dengan cara ditumpuk, dicampur etanol, kemudian dilakukan pemisahan
senyawa.

Gambar 1.17 Jambu Biji dan Daun Jambu Biji


(Sumber : https://obatrindu.com/bahan-pewarna-alami-batik/)
 Biji Pinang
Warna yang dihasilkan dari biji buah pinang adalah coklat kemerahan dan hitam. Biji
yang dimanfaatkan adalah yang sudah tua. Cara pemanfaatan biji pinang ini adalah dengan cara
menumbuk biji pinang sampai halus kemudian dicampur dengan air.

Gambar 1.18 Biji Pinang


(Sumber : https://obatrindu.com/bahan-pewarna-alami-batik/)

2. Pengertian Eco
Flint (2008) dalam Husna (2016) menyebutkan bahwa, teknik Ecoprint dan Ecodyeing
diartikan sebagai proses mentransfer warna dan bentuk ke kain melalui kontak langsung. Istilah
penamaan Ecoprint juga berasal dari kata Ecosystem. Eco berasal dari kata ecosystem dalam
bahasa Inggris dan ekosistem dalam bahasa Indonesia. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi
yang terbentuk akibat dari hubungan timbal balik antara makhluk hidup (biotik) dengan makhluk
tidak hidup (abiotik). Keseimbangan suatu ekosistem dapat terjadi bila komponen-komponennya
berada dalam jumlah yang berimbang. Sejalan dengan pernyataan ini, dalam penelitian Utina
(2012) dijelaskan bahwa.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ekosistem berpusat pada manusia dan
alam sebagai suatu kesatuan sistem yang membentuk suatu jaringan kehidupan. Posisi manusia
tidak bisa mengabaikan peran mahluk hidup lainnya, juga tidak memandang manusia berada di
luar sistem tersebut. Manusia dan faktor biotik serta abiotik merupakan satu kesatuan yang saling
bergantung dan tidak bisa dipisahkan untuk mempertahankan sistem guna mencapai
keseimbangan ekosistem, maka keadaan idel yang dibutuhkan adalah adanya keserasian
hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya yang meliputi faktor biotik dan abiotik.

Tabel 3.2: Hasil Data Temuan Proses Pembuatan Batik Ecoprint

No. Data Gambar Keterangan


1. Alat Alat yang diperlukan dalam proses Alat yang diperlukan dalam proses
pembuatan Batik Ecoprint pembuatan Batik Ecoprint diantaranya:
kain sebagai media, palu, dan kertas
karton sebagai alas dalam proses
pencetakan motif daun.
Alat yang diperlukan dalam pembuatan
Batik Ecoprint hanya sedikit dan sangat
sederhana jika dibandingkan dengan alat
yang diperlukan untuk pembuatan batik
pada umumnya seperti canting, kompor,
dan cap tembaga untuk pembuatan batik
cap.Bahkan sama sekali tidak
membutuhkan mesin sama sekali
layaknya pembuatan batik printing yang
membutuhkan mesin pencetak
motif.Semua alat yang digunakan mudah
didapat di sekitar kita dengan harga yang
murah.
2. Bahan Utama Bahan yang diperlukan selama Bahan yang diperlukan untuk warna
proses pembuatan Batik Ecoprint motif Batik Ecoprint diantaranya adalah
daun jati, daun mangga, dan bahan
pengunci. Semua bahan untuk motif Batik
Ecoprint ini merupakan bahan yang
berasal dari alam yang bisa didapatkan di
lingkungan sekitar kita dengan sangat
mudah.

Bahan yang diperlukan dalam pembuatan


Batik Ecoprint sangat sederhana jika
dibandingkan dengan bahan pewarna
yang diperlukan untuk pembuatan batik
pada umumnya seperti pewarna napthol,
remasol, maupun indigosol yang harus
membeli untuk mendapatkannya.

Bahan pengunci Bahan pengunci dalam proses Bahan pengunci ada 3 macam yaitu
pembuatan Batik Ecoprint tunjung, kapur, dan tawas. Sebelum
diaplikasikan pada kain, ketiga bahan
pengunci dicampur dengan air untuk
selanjutnya aplikasikan pada kain.
Proses pencampuran sangat mudah.
Takaran air dan bahan pengunciannya
pun bebas sesuai kebutuhan si pembuat
batik. Tidak seperti waterglass pada
remasol dan HCl pada indigosol yang
pencampurannya harus dengan
perbandingan tertentu.

3. Teknik
Pembuatan

Proses Penataan
Daun di Atas Membuat rancangan pola susunan Tahap pertama adalah membuat pola
Kain daun diatas kain susunan daun. Pada tahap ini dibuat
rancangan bentuk susunan atau tatanan
daun sesuai konsep yang direncanakan.
Untuk menambah variasi pada warna
yang dihasilkan, daun juga dapat disusun
secara acak terbuka dan tertutup.
Jika dalam pembuatan batik pada
umumnya seperti batik tulis, batik lukis,
atau batik cap, tahap ini merupakan tahap
mendesain motif pada kain menggunakan
sketsa pensil. Namun dalam proses
pembuatan Batik Ecoprint, proses
mendesain pola dilakukan dengan lebih
sederhana tanpa membutuhkan alat tulis
seperti pensil, penghapus, maupun
penggaris yang biasa digunakan untuk
mendesain pola batik pada kain.
Proses Proses Pencetakan Daun dengan Proses pencetakan daun pada kain
Pencetakan Motif Cara Dipukul dengan Palu dilakukan dengan cara konvensional.
Utama (Daun) Proses pencetakan tidak mebutuhkan
mesin pencetak. Proses pencetakan
dilakukan dengan cara memukul daun
yang sudah ditempel pada kain dengan
menggunakan palu. Pemukulan dilakukan
dengan detail dan keras di setiap
pukulannya agar setiap motif daun dapat
tercetak. Saat melakukan pemukulan
daun juga harus hati-hati agar palu tidak
terkena tangan.

Proses ini hampir sama dengan proses


pengecapan pada proses pembuatan batik
cap yang pada umumnya menggunakan
cap dari tembaga. Namun dalam proses
pembuatan Batik Ecoprint, proses
pencetakan motif dilakukan dengan
mencetak motif daun asli pada kain
dengan cara dipukul langsung
menggunakan palu.

Proses pemukulan daun juga memiliki


banyak alternatif cara. Dapat dilakukan
dengan posisi daun dibawah kain dan
palu dipukulkan dari atas kain atau
dilakukan dengan posisi daun diatas kain
dan palu dipukulkan dari atas daun.

Proses Pemukulan Daun dengan


Posisi Daun di Atas Kain
Proses Pemukulan Daun dengan
Posisi Daun di Bawah Kain

Setelah proses pencetakan motif utama


Proses Melepas Daun yang
daun selesai dan kain sudah
Menempel pada Kain Setelah
dibentangkan, selanjutkan yang dilakukan
Dipukul
adalah melepas sisa-sisa daun yang masih
menempel dikain karena proses
pemukulan daun dengan kain.

Proses Proses Pencelupan Kain Batik Setelah proses pencetakan motif utama
Penguncian Motif Ecoprint pada daun selesai, langkah selanjutnya adalah
Utama Cairan Pengunci proses penguncian warna. Cairan
penguncian ada tiga macam yaitu cairan
tunjung, cairan kapur, dan cairan tawas.
Ketiga macam pengunci tersebut dapat
dipilih sesuai kebutuhan. Jika ingin warna
yang gelap dapat memilih cairan tunjung.
Jika ingin warna yang relatif sama dengan
warna asli daun sebelum dikunci dapat
menggunakan cairan kapur. Sedangkan
jika ingin warna lebih muda dari warna
asli daun sebelum dikunci dapat
menggunakan cairan tawas sebagai cairan
pengunci.

Jika pada proses pembuatan batik pada


umumnya, proses ini hampir sama
dengan proses penguncian warna remasol
menggunakan waterglass dan hampir
sama juga dengan proses penguncian
warna indigosol menggunakan HCl.
Proses pengaplikasian bahan pengunci ini
lebih mudah jika dibandingkan dengan
proses penguncian batik pada umumnya
seperti batik lukis yang menggunakan
bahan penguncian warna waterglass yang
harus dioles dengan merata dan ditunggu
untuk beberapa waktu agar meresap.
Proses penguncian warna pada Batik
Ecoprint ini, bahan pengunci dicampur
dengan air sesuai kebutuhan kemudian
dilakukan proses pencelupan atau
penyiraman. Maka warna pada Batik
Ecoprint sudah terkunci dan tidak akan
luntur.

Proses pembuatan Proses Penaburan Paku Berkarat Proses selanjutnya adalah proses
motif pendukung di Atas Kain pembuatan motif pendukung yaitu motif
(karat) yang dihasilkan dari paku berkarat. Cara
pembuatan motif karat paku ini dilakukan
dengan menyusun paku diatas kain secara
tertata maupun secara acak. Dengan
syarat kain harus dalam keadaan basah.
Semakin banyak kandungan air dalam
kain, maka kemungkinan karat paku yang
menempel akan semakin besar dan motif
karat paku akan semakin terlihat.

Proses pembuatan motif ini merupakan


teknik yang unik yang belum pernah
dilakukan sebelumnya dalam pembuatan
Pengaplikasian Paku Berkarat di batik.
Atas Kain

Proses Penggulungan Kain Setelah


di Taburi Paku Berkarat
Kain yang Telah Digulung
Didiamkan selama 1 Hari

Tahap Akhir Proses Membuka Gulungan Kain Tahap yang terakhir adalah tahap
finishing. Pada tahap finishing ini
dilakukan proses membuka gulungan
kain yang telah didiamkan selama satu
hari. Setelah itu, paku yang ada pada kain
dipisah dan dilepaskan dari kain. Pada
tahap ini terkadang masih ada sisa-sisa
daun yang masih menempel. Jika masih
ada, maka daun-daun tersebut harus
dibersihkan terlebih dahulu dari
permukaan kain. Kemudian dilanjutkan
dengan membilas kain dengan detergent
dan air bersih. Setelah itu, kain bisa
dijemur sampai kering dan proses
pembuatan batik Ecoprint telah selesai.

Jika pada proses batik pada umumnya,


proses finishing dilakukan dengan cara
melorod batik yang dilakukan dengan
cara merebus kain dalam air mendidih
sampai malam yang menempel di kain
Proses Pembilasan Akhir Kain Batik hilang secara sempurna. Namun dalam
Ecoprint pembuatan Batik Ecoprint ini proses
tersebut tidak perlu dilakukan. Proses
akhir dalam pembuatan Batik Ecoprint ini
cukup dengan melakukan pembilasan
akhir saja karena tidak melibatkan malam
dalam proses pencetakan motif.

Proses Membersihkan Sisa-sisa


Daun yang Masih Menempel Saat
Dibilas

4. Hasil Hasil Jadi Kain Batik Ecoprint Saat Setelah proses pembuatan Batik Ecoprint
Dijemur selesai, dapat ditunjukan hasil jadi dari
Batik Ecoprint.

Motif yang dihasilkan memiliki keunikan


yaitu menonjolkan karakter alami yang
berasal dari bahan alami dari bentuk daun
asli. Motif karat yang dihasilkan juga
alami asli dari karat tanpa pengaruh dari
pewarna sintetis.
Hasil warna yang telah menempel pada
kain sudah permanen dan awet sehingga
tidak akan luntur.
Warna yang dihasilkan berkarakter yaitu
Hasil Jadi Kain Batik Ecoprint menimbulkan efek warna yang soft dan
Variasi Motif 1 tidak mencolok.
Hasil Jadi Kain Batik Ecoprint
Variasi Motif 2

Hasil Jadi Kain Batik Ecoprint


Variasi Motif 3

Hasil Jadi Kain Batik Ecoprint


Detail Motif Daun

Hasil Jadi Kain Batik Ecoprint


Detail Motif Karat

Anda mungkin juga menyukai