Anda di halaman 1dari 2

Pemanfaatan Kitosan Larut Air sebagai Hand Sanitizer Antiseptik

Utilization of Water-Soluble Chitosan as Antiseptic Hand Sanitizer


Anies Chamidah*, Christina Nur Widiyanti & Nahda Nur Fabiyani.
Faculty of Fisheries and Marine Science, Universitas Brawijaya, Malang
*Corresponding author, email: achamidah@ub.ac.id
Submitted 13 September 2018 Revised 02 February 2019 Accepted 01 June 2019

ABSTRAK
Limbah udang yang diproduksi oleh industri pengolahan pemanfaatannya oleh home industry kecil masih sangat
terbatas, seperti dibuat menjadi kerupuk, petis dan pakan ternak meskipun limbah ini dapat dibuat sebagai kitosan.
Pemanfaatan kitosan sering terkendala karena kitosan tidak larut dalam air yang disebabkan oleh panjangnya rantai
molekuler. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan kitosan, perlu dilakukan depolimerisasi misalnya menggunakan
H2O2. Depolimerisasi kitosan memungkinkan kitosan menjadi larut dalam air dan memiliki kemampuan antibakteri
yang tinggi, yang dapat digunakan sebagai antiseptik pembersih tangan yang umumnya dibuat dari bahan sintetis.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental yang meliputi pembuatan kitosan yang larut dalam air
dengan parameter uji deasetilasi, kelarutan, kadar air, dan rendemen. Selanjutnya pembuatan hand sanitizer yang
diuji secara in vitro dan in vivo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan larut air dapat dibuat pada konsentrasi
H2O2 13% pada 40°C dengan nilai DD 94,21%, kelarutan 90%, kadar air 10,60% dan rendemen 3,5%. Setelah menjadi
hand sanitizer mampu menghambat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus epidermidis pada konsentrasi 120
mg/ml, dengan zona bening masing-masing 19,53 mm dan 21,12 mm, yang tergolong kuat. Menghasilkan nilai MIC
0,28% dan 0,27%, dan nilai MBC 1,12% dan 1,08%, dan tanpa menyebabkan iritasi atau edema pada kulit tikus.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan pengekspor udang terbesar lebih tinggi dari pada kitin karena memiliki gugus
ketiga didunia. Umumnya ekspor udang dalam bentuk amina bebas yang bersifat nukleofil kuat. Hal ini
tanpa kepala atau tanpa kulit, menyisahkan limbah menyebabkan kitosan lebih sering diaplikasikan dalam
pengolahan udang yang tinggi (30-40%, terdiri dari dunia industri (Marganov, 2003). Kitosan larut dalam
kulit, kepala dan ekor) yang dapat menimbulkan
pelarut organik (asam format, asam asetat, asam
masalah pencemaran lingkungan bila tidak diolah
tartat dan asam sitrat) pada pH kurang dari 6,5
dengan benar (Andriana et al., 2001). Pemanfaatan
(Tiyaboonchai, 2003). Lebih lanjut Sugita (2009),
limbah udang selama ini masih belum optimal, hanya
kelarutan kitosan yang paling baik dalam larutan asam
sebagai pakan, petis dan kerupuk yang bernilai
ekonomi rendah. Pemanfaatan lain limbah kulit udang, asetat 2% yang dipengaruhi oleh derajat deasetilasi
dapat dijadikan bahan untuk pembuatan kitin dan dan rotasi spesifiknya. Tanasale et al. (2016)
kitosan (Nandes, 2011). Senyawa ini merupakan menyatakan bahwa bobot molekul yang tinggi dan
polisakarida yang dibentuk dari N-asetil-2-amino-2- panjangnya rantai kitosan yang mengakibatkannya
deoksi-D-glukosa melalui ikatan β-(1,4) glikosida sulit larut air. Disisi lain, kelarutan merupakan
(Savant et al., 2000). Kitosan mempunyai reaktivitas karakteristik penting untuk pemanfaatan kitosan
(Tanasale et al., 2016).

IKANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
© 2019 Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. This article is distributed
under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International license.
DAFTAR PUSTAKA

Adrianna, M., S. Elvira & V. Setijawati. 2001. Adsorpsi Cr(VI) dengan adsorben kitosan. Jurnal Kimia Lingkungan. 3 (1):
107-117
Nandes, M. 2011. Kemampuan kitosan limbah cangkang udang sebagai resin pengikat logam tembaga (Cu). SKRIPSI.
Jurusan Teknik Lingkuangan. Fakultas Teknik Universitas Andalas. Padang. 1-99
Marganov. 2003. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, Tembaga) di Perairan. IPB
Press. Bogor.

Tanasale, M., I. Telussa., S.J. Sakewael & L. Kakerissa. 2016. Extraction and characterizaion of chitosan from windu
shrimp shell (Panaeus monodon) and depolymerization chitosan process with hydrogen peroxide based on
heating temperature variations. Indonesian Journal Chemistry. 3 (2): 306-318.

Tiyaboonchai, R. 2003. Chitosan nanoparticles: A promising system for drug delivery. Naresuan University Journal . 3
(11): 51-66

Savant., D. Vivek & J.A, Torres. 2000. Chitosan based coagulating agents for treatment of cheddar chees whey.
Biotechnology Progress. 16 (1): 24-28

Nama : Moh. Fauji Legoh


Nim : 21001022
Tugas : Mk Metode Penulisan Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai