Anda di halaman 1dari 9

Lex et Societatis, Vol. II/No.

4/Mei/2014

PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT 1155); dan Pengesahan perkawinan (Kanon


HUKUM KANONIK DI KEVIKEPAN TONSEA 1156-1165).
SEBAGAI SYARAT SAHNYA PERKAWINAN Kata kunci: Perkawinan, Kanonik
DALAM PERSPEKTIF
UU NO. 1 TAHUN 1974 DI INDONESIA 1 PENDAHULUAN
Oleh : Thierry Juvinus Nomo2 A. Latar Belakang
Menurut Undang Undang No. 1 Tahun
Abstrak 1974, Perkawinan adalah ikatan lahir batin
Kedudukan dan pelaksanaan Hukum antara seorang pria dengan seorang wanita
Kanonik tentang Perkawinan di Kevikepan sebagai suami isteri dengan tujuan
Tonsea, antara lain: Dalam konteks Gereja membentuk keluarga (rumah tangga) yang
Katolik universal, prinsip hukum kanonik bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
adalah: Perkawinan sebagai institusi natural Yang Maha Esa”.3 Hal ini mendapat
yang berakar dalam hakikat manusia dan kekuatannya dalam UUD 1945. Dalam Pasal
bersumber dari misteri kasih Allah; 28E ayat (1) dan ayat (2),4 Dasar hidup
Perkawinan Sebagai Perjanjian; bersama dalam perkawinan ini memberikan
Kebersamaan Seluruh Hidup; Perkawinan kebebasan kepada masing-masing agama
sebagai Sakramen (Kan 1055); Tujuan untuk bisa menjalankan hidup
Perkawinan Katolik yakni: terwujudnya keagamaannya dengan bebas dan damai
kesejahteraan suami-istri, kelahiran anak, dalam kehidupannya sebagai pribadi dan
dan pendidikan anak; dan Sifat Hakiki dalam kebersamaan sebagai warga negara,
Perkawinan Katolik ialah monogam dan tak khususnya dalam hal perkawinan.
terputuskan, yang dalam perkawinan Menurut pandangan gereja Katolik
kristiani memperoleh kekuatan khusus atas Roma, perkawinan adalah kudus dan
dasar sakramen (Kan 1056). Pelaksanaan sakramental.5 Melalui sakramen
perkawinan di kevikepan tonsea antara lain perkawinan, terbentuklah dan
adalah: Sebagai warga negara Indonesia berkembanglah sel-sel gereja atau umat
dan juga sekaligus sebagai warga Gereja beriman yang paling kecil. Dalam perjanjian
universal, orang Katolik yang ada di Baru, Yesus menempatkan makna
Indonesia, juga harus mentaati hukum perkawinan dalam pewartaan Kerajaan
Gereja, selain tetap berpatokan pada Allah. Tuhan bersabda:”sebab di mana dua
hukum negara; dan Pelaksanaan Hukum atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku,
Kanonik tentang Perkawinan, yakni:
Pastoral persiapan perkawinan (Kanon 3
H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan
1063-Kanon 1072); Halangan-Halangan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 6.
4
Nikah pada umumnya dan Halangan- Anonim, Amandemen Undang-undang Dasar 1945;
halangan Nikah (Kanon 1073-Kanon 1094); perubahan pertama, kedua, ketiga dan
keempat,Redaksi Interaksa (Tangerang: Interaksara),
Konsensus Nikah dan hambatan- hlm. 45.
hambatannya (Kanon 1095-1107), Tata 5
Sakramental berasal dari kata dasar bahasa Latin
Peneguhan Nikah Kanonik (Kanon 1108- “Sacre” yang artinya ‘Suci’. Kata ini kemudian
1123); Perkawinan campur (Kanon 1124- melahirkan kata sacramentum yang berarti
1129); Perkawinan rahasia (Kanon 1130- sakramen: tanda dan sarana keselamatan Allah
yang kelihatan. Karya terkenal Taittairiya Upanishad
1133); Efek-efek perkawinan (Kanon 1134- menuliskan: segala sesuatu adalah sakral, karena
1140); Perpisahan suami-istri (Kanon 1141- dengan bantuan yang lahiriah manusia mencapai
yang batiniah. (J. Donald Walters, Crises In Modern
1
Artikel Skripsi. Thought-Memahami Kemajuan Ilmu Pengetahuan
2
NIM 080711324. Mahasiswa Fakultas Hukum dalam Lingkup Filsafat dan Hukum Kodrat, (Jakarta:
Unsrat, Manado Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 243.)

98
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

di situ aku ada di tengah-tengah mereka” malang, dan dalam suka dan duka sampai
(Matius.18:20). Teks ini oleh Bapa Gereja maut memisahkan. Disini, pemisahan hanya
dihubungkan dengan perkawinan. bisa terjadi jika maut (kematian) yang
Persekutuan orang beriman dari dua orang memisahkan bukan dalam hidup.
yang saling mengikat perjanjian untuk Berdasarkan pemahaman di atas, maka
hidup bersama dalam nama Tuhan tentulah penulis merasa tertarik untuk membahas
suatu persekutuan yang didalamnya Tuhan bagaimanakah Pelaksanaan Perkawinan
sendiri hadir. Sebab, dua orang kristiani Menurut Hukum Kanonik Di Kevikepan
yang mengikat diri dalam tali perkawinan Tonsea, Keuskupan Manado Sebagai Syarat
tentulah menyerahkan persekutuan mereka Sahnya Perkawinan Dalam Perspektif UU
kepada Tuhan, sehingga kehidupan No. 1 Tahun 1974 di Indonesia.
bersama mereka sendiri menjadi sakramen
sendiri. 6 Dalam pandangan Gereja Katolik B. Rumusan Masalah
Roma, perkawinan adalah sebuah 1. Bagaimanakah Prinsip-Prinsip
7
sakramen. Perkawinan diakui sebagai Perkawinan menurut Hukum Kanonik
suatu persekutuan seorang pria dan dalam Gereja secara Universal?
seorang wanita yang dengan kesadaran 2. Bagaimanakah Pelaksanaan Perkawinan
penuh dan bebas menyerahkan seluruh diri Menurut Hukum Kanonik di Kevikepan
serta segala kemampuannya satu sama lain Tonsea?
untuk selama-lamanya. Umat Katolik yakin
bahwa manusia diciptakan sebagai pria- C. Metode Penulisan
wanita karena cinta dan diutus agar dicintai Pendekatan yang digunakan dalam
(Kejadian 2:18-25).8 Konsep ini melahirkan penelitian ini adalah Pendekatan
suatu kenyataan bahwa perkawinan Katolik deskriptif-yuridis, dengan metode
tidak menghalalkan terjadinya suatu penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono,
perpisahan dalam hidup perkawinan. Metode penelitian kualitatif adalah metode
Kenyataan ini dengan jelas ditegaskan penelitian yang berlandaskan pada filsafat
dalam Kanon 1151: “Suami-isteri postpositivisme,10 digunakan untuk
mempunyai kewajiban dan hak untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
memelihara hidup bersama perkawinan, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
kecuali jika ada alasan legitim yang dimana peneliti adalah sebagai instrument
membebaskan mereka.”9 Dasar kunci, pengambilan sampel sumber data
pertimbangannya adalah janji perkawinan dilakukan secara purposive dan snowball,
yang dibuat dihadapan Tuhan dengan teknik pengumpulan dengan trianggulasi
menghadirkan saksi manusia. Dalam janji (gabungan), analisis data bersifat
dikatakan bahwa seorang mempelai induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
berjanji untuk mencintai, menghormati dan
melayani suami/isteri dalam untung dan
10
Filsafat positivisme memandang
6
E. Martasudjita, Sakramen-sakramen Gereja realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan,
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 366-367. relatif tetap, konkret, teramati, terukur, dan
7
Bdk. Anonim, Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris hubungan gejala bersifat sebab akibat. Filsafat
Canonici), Diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, positivisme sering juga disebut sebagai paradigma
KWI, (Jakarta: Obor, 1991), Kanon 1055 § (ayat) 2. interpretatif dan konstruktif, yang memandang
8
Anonim, Pedoman Gereja Katolik Indonesia, realitas sosial sebagai suatu yang holistik/utuh,
(Jakarta: Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1996), kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan
hlm. 21-22. gejala bersifat interaktif. Sugiyono, Metode
9
Anonim, Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Canonici), Op. Cit., hlm. 325. Alfabeta, 2009), hlm. 8.

99
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

kualitatif lebih menekankan makna dari adalah perkawinan yang monogam dan tak
pada generalisasi.11 terceraikan. Kanon 1056 menyatakan:
“sifat-sifat hakiki perkawinan ialah
PEMBAHASAN monogam dan tak-terputuskan, yang dalam
A. Prinsip-Prinsip Perkawinan menurut perkawinan kristiani memperoleh kekuatan
Hukum Kanonik dalam Gereja Universal khusus atas dasar sakramen.” Sifat
1. Pelaksanaan Perkawinan Menurut monogam ini merupakan milik khas
Hukum Kanonik perkawinan yang secara esensial
a. Fungsi Hukum Perkawinan Katolik membedakannya dengan bentuk-bentuk
Fungsi hukum perkawinan antara lain lain kehidupan bersama antara laki-laki dan
adalah: perempuan (bandingkan Kanon 1096). Sifat
a) Menjadi sarana pelancar hakiki perkawinan yang monogam dan tak-
berdasarkan pengalaman pastoral terceraikan ini merupakan dua data hukum
Gereja. Dengan adanya prosedur ilahi kodrati yang sudah tertanam dalam
yang agak jelas dan aneka urusan kodrat manusia sebagai tatanan
ditepati maka membuat fundamental bagi kebaikan umat
12
perkawinan dapat dilangsungkan manusia.
dengan lancer. 2. Perkawinan Katolik adalah Perkawinan
b) Menjadi sarana penegak keadilan yang Sakramental (1055 dan 1056)
dan kedamaian, sejauh kewajiban Dalam Kanon 1055 ayat 1 ditutup
dan hak suami-isteri dirumuskan, dengan kalimat: “... Oleh Kristus Tuhan
sejauh disediakan pegangan dan perjanjian perkawinan antara orang-orang
prosedur yang agak baku untuk yang dibabtis diangkat ke martabat
pengambilan kebijakan dan sakramen.”
keputusan, tanpa pandang bulu. Sedangkan dalam Kanon 1056
c) Menjadi sarana oprasionalisasi ditegaskan: “Sifat-sifat hakiki perkawinan
nilai-nilai teologis dan insani. ialah monogam dan tak-terputuskan, yang
Banyak nilai insani dan kristiani tak dalam perkawinan kristiani memperoleh
langsung dapat diwujudnyatakan kekuatan khusus atas dasar sakramen.”
dalam praktik. Hukum Gereja 3. Perkawinan Katolik adalah Perkawinan
menjadi satu sarana yang Tidak dapat diputus oleh kuasa
oprasionalisasi: mendekatkan cita- manusiawi mana pun dan dengan
cita, harapan, kenyataan di alasan apa pun (Kanon 1141)
lapangan. Agar apa yang ada diatas Implikasi ketiga dari konsep perkawinan
kertas sungguh menjadi nyata katolik yang tak terceraikan adalah bahwa
dihayati bukan saja dihayati oleh perkawinan Katolik menurut hukum
pasutri, melainkan oleh semua kanonik itu tak dapat diputuskan oleh kuasa
orang. manusiawi mana pun dan dengan alasan
apapun. Hal ini sebagaimana dijelaskan
b. Prinsip Hukum Perkwinan dalam Kanon 1141 berikut: “Perkawinan
1. Perkawinan Katolik adalah Perkawinan ratum dan disempurnakan dengan
yang Monogam dan Tak Terceraikan persetubuhan tidak dapat diputus oleh
(Kanon 1065) kuasa manusiawi mana pun juga dan atas
Implikasi pertama dari perkawinan tak alasan apa pun, selain kematian.”
terceraikan menurut Kitab Hukum Kanonik
12
Alf. Catur Raharso, Paham Perkawinan Dalam
Hukum Gereja Katolik, (malang: Dioma, 2006), hlm.
11
Sugiyono, Ibid., hlm. 9. 84.

100
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

4. Perkawinan Katolik memperoleh d) Pelaksanaan Hukum Kanonik tentang


Perlindungan Hukum (Kanon 1060) Perkawinan dalam Perkawinan Putatif
Implikasi keempat dari konsep e) Pelaksanaan Hukum Kanonik tentang
perkawinan tak terceraikan dalam Perkawinan dalam Perkawinan Campur
perkawinan Katolik menurut Hukum Beda Agama dan Beda Gereja
Kanonik adalah adanya perlindungan f) Halangan-Halangan Yang Menggagalkan
hukum atas institusi perkawinan itu. Kanon Perkawinan
1060 menetapkan: “Perkawinan mendapat g) Penanganan Kasus-Kasus Perkawinan
perlindungan hukum. Karena itu dalam Dalam KHK
keragu-raguan haruslah dipertahankan
sahnya perkawinan, sampai dibuktikan B. Pelaksanaan Perkawinan menurut
kebalikannya.” Hukum Kanonik Di Kevikepan Tonsea
1. Pelaksanaan Perkawinan
c. Pelaksanaan Hukum Kanonik tentang Ketika diwawancarai, tentang tema ini,
Perkawinan dalam Gereja secara masing-masing paroki memberikan
Universal dan dalam Konteks Negara tanggapan dan jawaban yang kurang lebih
Kesatuan RI sama mengenai pelaksanaan perkawinan di
Menurut Piet Go, O.Carm., kedudukan Kevikepan ini. Hasil wawancara yang
KHK dalam Keseluruhan Kitab Hukum dilakukan peneliti terhadap sembilan peroki
Kanonik diatur dalam Buku IV tentang yang ada di kevikepan tonsea, ditemukan
Tugas Gereja Menguduskan, Judul VII (Kan. bahwa pelaksanaan perkawinan di
1055-1165) tentang Perkawinan. Selain itu kevikepan ini antara lain sebagai berikut:
bisa dilihat juga dalam buku VII yang Di Paroki St. Paulus Lembean, pada
berlaku umum mengenai peradilan umumnya Pelaksanaan Hukum Kanonik
gerejawi, tetapi harus juga dilengkapi tentang Perkawinan berpedoman pada
dengan ketentuan-ketentuan khusus ajaran Gereja Universal. Apa yang menjadi
mengenai perkawinan, yakni: buku VII, mandat dari gereja yang tertuang dalam
bagian II, judul I, Kanon 1671-1707. Selain Kitab Hukum Kanonik, haruslah dijalankan
itu masih perlu diperhatikan dokumen- dengan baik. Di paroki ini, pelaksanaan
dokumen lain, misalnya CDF (Congregatio perkawinan dilakukan dengan beberapa
pro Doctrina Fidei) Instr. Potestas Ecclesiae, tahapan, yakni:
30-4-2001 tentang pemutusan ikatan Tahap persiapan yang dilakukan
perkawinan demi iman.13 seminggu atau beberapa hari setelah
pasangan yang hendak menikah
PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT melaporkan ke Pastor Paroki untuk
HUKUM KANONIK DI KEVIKEPAN TONSEA menangsungkan perkawinan. Setelah
a) Pelaksanaan Hukum Kanonik tentang pelaporan ini, pasotr paroki kemudian
Perkawinan dalam Perkawinan Validum, merancang persiapan jangka panjang
Invalidum, Nullum dan Legitimum menuju jenjang perkawinan dengan sasaran
b) Pelaksanaan Hukum Kanonik tentang mempelajari tujuan perkawinan dari kedua
Perkawinan dalam Perkawinan Ratum pasangan, memberikan pembelajaran iman,
c) Pelaksanaan Hukum Kanonik tentang memberikan pembelajaran hidup
Perkawinan dalam Perkawinan Ratum Et kesehatan, spiritualitas, keuangan dan
Consummatum ekonomi, relasi sosial dan pentingnya
sakramen perkawinan. Biasanya hal ini di
13
Bdk. Piet Go, O.Carm., Hukum Perkawinan Gereja paroki kami lakukan selama 3 bulan dan
Katolik Romateks dan komentar, (Malang: Dioma, untuk kasus-kasus tertentu, dipercepat
2003), hlm. 2-3.

101
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

dengan menyelidiki kehendak kedua sehingga tidak menyalahi aturan hukum


mempelai dan halangan-halangan yang yang berlaku dalam Kitab Hukum Kanonik.
membuat sehingga dibutuhkan kebijakan Di Paroki Stella Maris Bitung,
untuk melakukan perkawinan rahasia pelaksanaan Hukum Kanonik sama dengan
sebagaimana dikatakan dalam Kitab Hukum paroki yang lain dan juga Gereja (Katolik)
Kanonik. secara universal. Jika ada yang tidak
Tahap kedua, yaitu pembacaan di gereja melaksanakannya, maka makna tak
agar umat beriman dapat mengetahui terceraikan perkawinan katolik bisa
pasangan yang hendak menikah tersebut; menjadi sesuatu yang temporal dan
hal ini bertujuan agar supaya umat beriman situasional. Hukum Kanonik Gereja Katolik
juga bisa membantu mereka dalam doa dan tidak menghalalkan adanya perceraian
sekaligus dalam membantu pasrot paroki karena yang bisa memutuskan perkawinan
dalam upaya penyelidikan kanonik hanyalah maut atau kematian (coba lihat
menjelang perkawinan. Pada saat ini, jika dalam KHK Kanon 1141). Jadi pelaksanaan
ada umat beriman yang mengetahui Hukum Kanonik di Paroki ini dilaksanakan
adanya halangan nikah yang membuat sebagaimana tertulis dalam KHK tanpa
kedua pasangan ini harus menunda atau mengurangi atau merasionalisasi isinya
membatalkan rencana perkawinannya, sedikit pun. Hanya ordinaris wilayah dan
dapat melaporkannya kepada Pastor Paroki tahta Apostolik yang berwenang
atau dewan Pastoral paroki agar meninjau memberikan dispensasi jika ada
kembali niat kedua pasangan. kemungkinan halangan-halangan jika sesuai
Tahap ketiga, yaitu tahap persiapan dengan budaya setempat yang ada. Namun
akhir. Dalam tahap ini, kedua calon tetap pada inti perkawinan menurut ajaran
mempelai diberikan kesempatan untuk gereja.
mempersiapkan diri secara liturgis untuk Di Paroki Santa Ursula Watutumou,
masuk dalam perkawinan yang kudus. Dan pelaksanaan perkawinan menurut hukum
Tata cara peneguhan nikah yang kanonik harus dilakukan dengan persiapan
dilangsungkan oleh Pastor Paroki, orangtua, yang baik. Dalam persiapan, berbagai
saksi dan kedua mempelai serta umat latihan dilakukan. Tiap latihan harus
beriman yang hadir. dilakukan sesuai dengan tema, misalnya
Di Paroki Santo Yohanes Penginjil Laikit tema ekonomi, diberikan oleh orang katolik
Pelaksanaan hukum kanonik dikatakan juga yang ahli dalam bidang ekonomi, tentang
tetap melaksanakan hukum kanonik sesuai kesehatan diberikan oleh orang yang ahli di
yang tertulis di dalam KHK, khususnya bidang kesehatan, tentang spiritulitas dan
Kanon 1055 sampai Kanon 1165 tentang kerohanian juga diberikan oleh orang yang
Perkawinan. ahli dalam bidang ini, dan seterusnya. Hal
Di Paroki Santo Fransiskus de Sales ini penting agar apa yang diamanatkan
Kokoleh, Pelaksanaan KHK tentang Hukum Kanonik, dapat berjalan sesuai
perkawinan dijalankan sesuai dengan dengan yang ditulis. Perkawinan bukanlah
aturan hukum yang berlaku. Dewan paroki sebuah institusi yang tercipta karena
membantu Pastor paroki dalam paksaan pihak lain, namun hasil dari
mempersiapkan para calon mempelai agar kesepakatan hidup dua orang yang hendak
tidak memiliki cacat secara hukum dalam membina hidup rumah tangga. Oleh karena
melangsungkan perkawinan. Dewan itu tidak ada alasan untuk bercerai atau
membantu pastor paroki dalam proses pisah dengan alasan apa pun dan dengan
persiapan sampai pada peneguhan nikah kuasa mana pun selain oleh kematian.
bagi pasangan yang hendak menikah

102
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

Di Paroki Santo Antonius de Padua a. Pandangan Piet Go, O.Carm dalam


Girian, Pelaksanaan Kitab Hukum Kanonik bukunya Hukum Perkawinan Gereja
dalam kaitan dengan aturan mengenai Katolik.
perkawinan, KHK mengajarkan kepada Dalam buku ini, beliau menjelaskan
Gereja untuk menegakkan martabat bahwa kedudukan KHK dalam Keseluruhan
sakramentalitas perkawinan yang tak Kitab Hukum Kanonik diatur dalam Buku IV
terpisahkan dan kudus adanya itu dengan tentang Tugas Gereja Menguduskan, Judul
aturan yang ketat. Dalam paroki ini, aturan VII (Kan. 1055-1165) tentang Perkawinan.14
pelaksanaan KHK dalam pastoral Hal ini sebagaimana dijelaskan juga oleh
perkawinan tetap dijalankan sesuai Pastor Paroki Manembo-nembo, Pastor
ketentuan hukum yang berlaku. Tidak ada Damianus Yangko Alo, Pr. Dalam
pengecualian dengan alasan apa pun, wawancara peneliti dengannya.
kecuali sesuai dengan yang ditegaskan Sedangkan pelaksanaan Hukum Kanonik
dalam hukum. tentang Perkawinan dijelaskannya dalam
Di Paroki Maria Ratu Para Rasul kesatuan dengan penjelasan mengenai
Manembo-Nembo, diketahui bahwa dalam hukum perkawinan dalam kanon-kanon
pelaksanaannya, KHK tetap menjadi Hukum Kanonik, yakni mulai dari Pastoral
pedoman utama dalam pengurusan persiapan perkawinan (Kanon 1063-Kanon
persiapan perkawinan sampai pada 1072), Halangan-Halangan Nikah pada
pemberkatan, pembatalan, perpisahan, dan umumnya dan Halangan-halangan Nikah
penyelesaian perkara perkawinan melalui (Kanon 1073-Kanon 1094), Konsensus Nikah
tribunal Gereja Katolik. dan hambatan-hambatannya (Kanon 1095-
Sedangkan di Paroki Santo Antonius de 1107), Tata Peneguhan Nikah Kanonik
Padua Airmadidi, Pelaksanaan Hukum (Kanon 1108-1123), perkawinan campur
Kanonik tentang Perkawinan tetap (Kanon 1124-1129), perkawinan rahasia
berpedoman pada ajaran Gereja Universal. (Kanon 1130-1133), efek-efek perkawinan
Apa yang menjadi mandat dari gereja yang (Kanon 1134-1140), perpisahan suami-istri
tertuang dalam Kitab Hukum Kanonik, (Kanon 1141-1155), dan pengesahan
haruslah dijalankan dengan baik perkawinan (Kanon 1156-1165).
sebagaimana dijelaskan oleh narasumber di
Paroki Lembean di atas karena pastor b. Pandangan Robertus Rubiyatmoko dalam
parokinya sama. bukunya Perkawinan Katolik Menurut
Kitab Hukum Kanonik.
2. Paparan Data Hasil Studi Dokumentasi Selain itu dalam bukunya, beliau juga
Pelaksanaan Perkawinan Menurut menjelaskan tentang pelaksanaan hukum
Hukum Kanonik di Kevikepan Tonsea kanonik dalam kaitannya dengan
Dalam studi dokumentasi, penulis perkawinan. Ia mulai menjelaskannya
menemukan bahwa apa yang dikatakan dengan pembahasan mengenai arti
oleh para narasumber dalam hasil perkawinan menurut pandangan hukum
wawancara di atas, memiliki pendasaran kanonik sebagaimana termuat dalam Kanon
ilmiah yang sesuai dengan dokumentasi 1055, dan kemudian menjabarkan secara
atau literatur yang penulis baca. Hasil menyeluruh mengenai pelaksanaan
temuan studi dokumentasi yang dilakukan perkawinan sampai pada pengesahan
mengenai topik ini antara lain sebagai perkawinan dalam Kanon 1156-1165
berikut:
14
Piet Go, O.Carm., Hukum Perkawinan Gereja
Katolik Romateks dan komentar, (Malang: Dioma,
2003), hlm. 2-3.

103
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

sebagaimana diatur dalam Kitab Hukum persiapan untuk menuju perkawinan


Kanonik dalam keseluruhan bukunya. dalam agama mereka (Katolik) begitu
lama.”
3. Paparan Data Hasil Pengamatan Adapun Jhony Mekel, seorang warga lain
Langsung di Lapangan Tentang yang beragama Kristen Protestan
Pelaksanaan Perkawinana Menurut menambahkan:
Hukum Kanonik di Kevikepan Tonsea “Yang saya ketahui adalah ajaran mereka
Dalam bagian instrumen dan teknik (Katolik) tentang perkawinan hampir
pengumpulan data, salah satu instrumen sama dengan ajaran kami (Kristen
yang digunakan untuk mengumpulkan data Protestan) mengenai perkawinan. Hanya
dan melakukan analisa data selain saja jika kami (Kristen Protestan) masih
wawancara mendalam dengan nara sumber memperbolehkan adanya perceraian,
dan studi dokumentasi adalah observasi tetapi mereka sudah tidak bisa bercerai
partisipan. Maka dalam bagian paparan sampai mati. Saya mendengar, di
data temuan penelitian di lapangan ini, kampung ini (Watudambo) ada orang
bagian ketiga penulis memaparkan hasil katolik yang sudah berpisah, namun
pengamatan langsung di lapangan. tidak bercerai secara gerejawi dan hanya
Berdasarkan pengamatan yang penulis berpisah tempat tinggal.”
lakukan selama penelitian di lokasi Keterangan dua orang non-Katolik di
penelitian, ditemukan bahwa ada tiga atas menjelaskan bahwa konsep umum
karakter pemahaman tentang kedudukan masyarakat non-Katolik tentang
dan pelaksanaan hukum Kanonik tentang pelaksanaan Hukum Kanonik tentang
Perkawinan di Kevikepan Tonsea. Pertama perkawinan disangkut-pautkan atau
adalah masyarakat non Katolik, kedua diidentikkan dengan salah satu sifat
masyarakat yang beragama Katolik, dan perkawinan Katolik menurut hukum
ketiga adalah para pemimpin agama Kanonik, yakni tak terceraikan, satu atau
Katolik. monogam.
Pertama pandangan masyarakat non- Kedua, Masyarakat yang beragama
Katolik tentang pelaksanaan hukum Katolik. Umumnya orang Katolik berasumsi
Kanonik tentang Perkawinan. Umumnya bahwa persoalan perkawinan baik
mereka semua (masyarakat Non-Katolik) mengenai kedudukan KHK maupun
berasumsi bahwa perkawinan Katolik mengenai pelaksanaannya dalam
adalah perkawinan yang tidak mengenal kehidupan masyarakat ditujukan untuk
adanya perceraian. Konsep umum ini membantu umat beriman agar terlepas dari
menjadikan orang non-Katolik hukuman sosial akibat pertikaian dalam
menghormati aturan gereja ini. Hal ini rumah tangga yang pada muaranya akan
sebagaimana dikatakan Ilham, seorang berdampak pada perceraian. KHK berusaha
warga Likupang (satu wilayah kevikepan) menghindarkan umat beriman dari konflik
yang beragama Muslim sebagai berikut: rumah tangga yang paling berat, yakni
“Saya sangat menghormati aturan perceraian karena akan berdampak sangat
perkawinan mereka! Berbeda dengan besar bagi kehidupan suami atau istri dan
pemeluk agama lain. Jika telah terjadi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan.
perkawinan menurut agama mereka Selain itu juga akan berdampak secara
(Katolik), sudah tidak ada kemungkinan sosial, yakni dianggap sebelah mata oleh
untuk berpisah sampai kematian salah masyarakat luas.
satu pasangan baru bisa menikah lagi. Sebagian orang Katolik lain mengatakan
Oleh karena itu, saya mendengar bahwa bahwa aplikasi KHK ini dalam perkawinan

104
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

akan berdampak pada hancurnya atas, bahwa menurut hukum kanonik


mentalitas hidup dan rusaknya relasi sosial perkawinan itu sifatnya kekal dan tak
dengan sesama dan bahkan dengan Tuhan terceraikan; hanya maut atau kematian
dalam kehidupan menggereja termasuk yang dapat memisahkan kehidupan
susahnya mengurusi hal-hal umum. Hal ini perkawinan.
sebagaimana dikatakan Yudi Ismanto Kelompok ketiga adalah para pemimpin
seorang warga Katolik yang ketika agama Katolik. Peneliti mendapat kesan
diobservasi dengan mengajukan yang lebih resional dan ilmiah mengenai
pertanyaan dalam percakapan sehari-hari ia kedudukan dan pelaksanaan hukum
mengatakan: kanonik melalui pendapat mereka
“Pengalaman hidup rumah tangga saya sebagaimana dituliskan dalam bagian
memang agak rumit. Saya menikah secara wawancara di atas. Pada prinsipnya dari
Katolik namun sekarang saya telah berpisah hasil wawancara dengan para pemimpin
dengan istri saya karena dia telah menikah agama Katolik di atas, dapat dikatakan
dengan lelaki lain dan diberkati dalam bahwa menurut para tokoh agama katolik,
agama itu sedangkan saya sampai sekarang Perkawinan katolik adalah sakramen dan
seperti ini. Susahnya di Gereja Katolik, merupakan adalah salah satu dari 7
Hukum Kanoniknya begitu ketat. Kita tidak sakramen yang memiliki derajat yang sama;
boleh sembarang berbicara atau sebagai tanda dan sarana karya
berkomentar walaupun kita di posisi benar keselamatan Allah yang kelihatan bagi
sekalipun. Jadi jika hendak menikah, manusia. Manusia memperoleh
pilihlah secara baik pasanganmu agar keselamatan di akhirat melalui apa yang
jangan sampai seperti saya. Apa kata orang sekarang sedang dilakukan dan diajarkan
nantinya bagi saya? Saya bersekolah tetapi gereja. Oleh karena itu hukum kanonik
rumah tangga saya hancur walaupun bukan hadir untuk membawa keselamatan bagi
kesalahan saya. Mungkin kesalahan saya keluarga-keluarga Katolik dengan membuat
adalah tidak menjaga dia dengan baik dan aturan yang menutup kemungkinan bagi
hanya sibuk dengan studi sehingga mungkin adanya kehancuran rumah tangga dengan
hal ini terjadi. Saya sekarang sedang alasan manusiawi mana pun dan dengan
mengurusnya, jika diperbolehkan oleh kuasa manusiawi mana pun.
Gereja untuk memberikan pembatalan
nikah supaya saya bisa menikah ulang. Saya DAFTAR PUSTAKA
sudah bertemu dengan Pastor dan dia Anonim, Amandemen Undang-undang
sekarang sementara melakukan Dasar 1945; perubahan pertama, kedua,
penyelidikan kanonik atas kasus saya ketiga dan keempat, Redaksi
supaya siapa tahu urusan saya bisa selesai.” Interaksara, (Tangerang: Interaksara).
Komentar kedua orang Katolik di atas ............, 1996, Pedoman Gereja Katolik
menjelaskan bahwa menurut sebagian RomaIndonesia, Sidang agung KWI-umat
warga Katolik, perkawinan dalam perspektif Katolik, (Jakarta: Konferensi Wali Gereja
hukum katolik dikaitkan dengan pengaturan Indonesia).
hidup perkawinan yang sejati. Jika hendak ............, 1988 “Modul Pendidikan KB. Bagi
melangsungkan perkawinan, harus Generasi Muda”, Pendewaqsaan Usia
menetapkan pilihan secara baik dan ikutlah Perkawinan, Badan Koordinasi Keluarga
aturan yang berlaku menurut hukum Berencana Nasional, Jakarta.
kanonik. Perkawinan katolik menurut ............, Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris
pandangan mereka ini justru semakin Canonici), 1991, Diundangkan oleh Paus
menegaskan anggapan orang non katolik di Yohanes Paulus II, KWI, (Jakarta: Obor).

105
Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014

............, Buku Petunjuk Gereja Katolik Hukum Kodrat, (Jakarta: Gramedia


RomaKeuskupan Manado Tahun 2013. Pustaka Utama).
Aquino, St. Thomas, Summa Theologiae, Witanto, D.Y., 2012, Hukum Keluarga Hak
Suppl, q. 42, art. 1. Dalam Alf. Catur dan Kedudukan Anak Luar Kawin,
Raharso, Ibid. (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya).
Benediktus XVI, Address to Rome’s Ecclesial Hasil wawancara dengan pastor Marianus
Diocesan Convention, 6 Juni 2005, dalam Toyo, Pr., Pastor Paroki Santa Ursula
Alf. Catur Raharso, Pr., 2006, Paham Watutumou.
Perkawinan dalam Hukum Gereja http://wikipedia.org/wiki/perkawinan.html
Katolik, (Malang: Penerbit Dioma). http://anastasialindawatimm.blogspot.com
Echols, John M. dan Hassan Shadily, 1997, /2011/10/serba-serbi-mengenal-kitab-
Kamus Indonesia Inggris, entri Kata hukum.html
“Duduk-ke-an”, (Jakarta: Gramedia).
Go, Piet. O.Carm., 2003, Hukum
Perkawinan Gereja Katolik Romateks
dan komentar, (Malang: Dioma).
Hadikusuma, H. Hilman, 2007, Hukum
Perkawinan Indonesia, (Bandung:
Mandar Maju).
Koningsmann, J. 1989, Pedoman Hukum
Perkawinan Geredja Katolik, (Ende-
Flores: Nusa Indah).
Martasudjita, E., Sakramen-sakramen
Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 2003).
Naressy, Costantinus, Diktat Filsafat, 2013,
(UNSRAT, Fakultas Kedokteran, Program
Studi Ilmu Keperawatan).
Prajogo, Soesilo, 2007, Kamus Hukum
Internasional dan Indonesia, (Jakarta:
Wacana Intelektual).
Raharso, Alf. Catur, 2006, Paham
Perkawinan dalam Hukum Gereja
Katolik, (Malang: Penerbit Dioma).
Renwarin, P.R., Realitas Sosial Umat
Keuskupan Manado.
Rubiyatmoko, Robertus, 2011, Perkawinan
Katolik Menurut Kitab Hukum Kanonik,
(Yogyakarta: Kanisius).
Sarwat, Ahmad 2011, Seri Fiqih Kehidupan
(8) Pernikahan, (Jakarta: DU Publishing).
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta).
Walters, J. Donald 2003, Crises In Modern
Thought-Memahami Kemajuan Ilmu
Pengetahuan dalam Lingkup Filsafat dan

106

Anda mungkin juga menyukai