Lestania Irawanni Saragih (202317) Maria Nur Setia Pasaribu (202321) Sarma Ida Sagala (202340) Yohana Sibarani (202347)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK JURUSAN
KATEKETIK PASTORAL SEKOLAH TINGGI PASTORAL ST. BONAVENTURA KAM T.A 2022/2023 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat Allah mencipatakan manusia, Ia membuat penolong untuk laki- laki yang tepat dan perannya ialah sebagai penolong bagi laki-laki. Status perempuan di gereja dan masyarakat adalah titik pertikaian saat ini di antara keduanya. Kedua perspektif tentang peran dan posisi perempuan tersebut adalah pertama, harapan masyarakat bahwa perempuan harus secara eksklusif menjadi ibu rumah tangga. Yang kedua adalah perempuan karier, menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan dapat berpartisipasi dalam acara sosial atau komunitas. Perempuan adalah pribadi yang luar biasa dan unik. Untuk laki-laki, dia bisa menjadi pendamping cerita. Dalam rumah tangga, perempuan memainkan peran yang sangat unik dan signifikan. Seorang laki-laki selalu mengantisipasi kehadiran seorang perempuan. Allah tidak menciptakan perempuan untuk dinikmati pria; sebaliknya, selama masa Yesus di bumi, sikap ajaran Yudaisme tentang perempuan sangat berbeda dengan sikap ajaran Yesus tentang perempuan. Laki-laki yang tidak menghormati perempuan mendominasi Yudaisme. Perempuan tidak dapat berpartisipasi secara setara dalam pelajaran agama atau ibadah karena perbedaan pandangan antara laki-laki dan perempuan. Beberapa orang yang tidak percaya bahwa perempuan lebih rendah dari pria. Pesan Yesus mencakup penjelasan lengkap tentang pandangan yang tepat tentang perbedaan jenis kelamin dalam Perjanjian Baru selain berfokus pada misi-Nya. Dalam bukunya Jerusalem in the Time of Jesus, Joachim Jeeremia berbicara tentang status perempuan dalam masyarakat, antara lain: "Pertama, perempuan tidak berpartisipasi dalam kehidupan sosial di dalam Yudaisme, khususnya dalam keluarga yang menghormati hukum Taurat." Kedua, pria harus menghindari berduaan dengan wanita di depan umum dan harus menghindari mendekati atau menyapa istri orang lain. Ketiga, rumah adalah untuk wanita; area publik hanya cocok untuk pria. Keempat, memiliki istri sama dengan memiliki budak yang diperoleh melalui penjualan uang atau harta benda. Akhirnya, poligami diperbolehkan, dan wanita harus memahami wanita simpanan suaminya yang tinggal bersamanya di rumah yang sama. Keenam, istri adalah milik suami, dan sebagai tebusan atas pencurian suaminya, istri boleh dijual sebagai budak. Ketujuh, dalam ranah agama, selama ibadah, perempuan hanya boleh mendengarkan; dia tidak diizinkan memberikan kesaksian karena menurut Kejadian 18:15, wanita adalah penipu. Kedelapan, kelahiran bayi perempuan disambut dengan kesedihan, sedangkan kelahiran bayi laki-laki disambut dengan kegembiraan (Barus & Astuti, 2021). Dalam Perjanjian Baru, status wanita dikembalikan ke keadaan sebelumnya, dan Yesus bertanggung jawab atas perubahan ini. Sejak kelahiran mereka hingga kedatangan Kristus dan kenaikan-Nya ke surga, wanita ada. Yesus menjadikan wanita utuh. Yesus tidak menyatakan bahwa laki-laki akan memiliki keunggulan apa pun atas perempuan pada tingkat rahmat yang sama, yang terbukti dalam rasa hormat yang ditunjukkan-Nya kepada perempuan melalui perbuatan- perbuatan-Nya dan sifat universal dari kasih dan pelayanan-Nya. Tidak akan ada pernikahan dalam kebangkitan. Terlepas dari jenis kelamin, Tuhan Yesus mengasihi dan melayani baik pria maupun wanita. Umumnya, gereja liberal menerima dan menahbiskan perempuan sebagai pemimpin kesetaraan dengan laki-laki. Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia saat ini menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan sebagai hasil dari pelaksanaan demokrasi. Tapi betapapun hebatnya demokrasi di suatu tempat Negara, demokrasi tidak dapat mengubah dan menghancurkan adat dan budaya daerah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Contoh sederhana: setiap suku dan bangsa mengakui bahwa suami adalah kepala rumah tangga ini. Betapapun modernnya peradaban manusia suatu negara, anggapan ini selalu melekat setiap anggota keluarga. Contoh lain adalah tradisi suku Batak dan banyak suku lainnya di Indonesia. Dalam tradisi daerah ini status perempuan tidak pernah bisa menggantikan laki-laki dengan caranya sendiri, meskipun perempuan anda memiliki posisi yang baik di pemerintahan atau Anda seorang profesor. Dia akan selalu begitu seorang wanita yang, menurut adat, tidak diperbolehkan untuk berbicara dalam berurusan dengan laki-laki. Dia hanya bisa duduk dan mendengarkan percakapan. Jika Anda ingin mengungkapkan pendapat anda, dia harus campur tangan dengan perantaraan orang-orang yang ada. Demokrasi tidak dapat mengubah tradisi ini karena ketika perubahan terjadi, sistem budaya suku ini akan hancur. Jadi, kalau demokrasi tidak bisa menghancurkan apapun karena tradisi budaya buatan manusia, tetap tidak mungkin mengubah apa yang tertulis.
1.2 Fokus penelitian :
Keterlibatan perempuan dalam tugas gereja
1.3 Rumusan masalah:
1. bagaimana doktrin agama Katolik tentang peran perempuan dan keterlibatannya dalam gereja? 2. Bagaimana realitas keterlibatan perempuan dalam gereja? 3. Apa saja kendala yang dihadapi dalam memainkan peran dalam tugas gereja?
1.4 Tujuan penelitian:
1. Untuk mengetahui doktrin Gereja Katolik tentang peran perempuan dan keterlibatannya dalam gereja. 2. Untuk mengetahui realitas keterlibatan perempuan dalam gereja. 3. Untuk mengetahui kendala yang dialami oleh para suster dan para pelayan Gereja perempuan lainnya.
1.5 Manfaat penelitian:
1. Manfaat teoritis; penelitian ini dapat merumuskan bagaimana keterlibatan perempuan dan apa saja peran perempuan dalam gereja Katolik 2. Manfaat praktis; diharapkan dapat menambahkan pengetahuan baru, baik secara individu maupun kelompok. BAB II KAJIAN TEORI 2.1