Anda di halaman 1dari 9

Legal opini, dari sisi hukum kontrak,

Judulnya : kasus perjanjian kredit legal opininya, (si A adalah seorang debitur yang melakukan
perjanjian peminjaman kredit uang kepada perusahaan perbankan bank pt xyz sebesar 2 miliar
rupiah, dengan masa perjanjian kredit selama 5 tahun, dengan bungan yang disepakati sebesar
13 persen pertahun. Untuk mendukung pelaksanaan perjanjian kredit tersebut, para pihak
sepakat untuk mengikat jaminan berupa hak tanggungan dengan objek satu unit bangunan
tumah permanen beserta tanah pertapakannya seharga 3 miliar rupiah. Dalam perjalanan
hubungan kredit tersebut setelah berlangsung selama 2 tahun pada saat memasuki tahun ketiga si
A tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Akibat hal tersebut, pihak pt xyz
selaku kreditur memberikan beberapa kali somasi kepada si A selaku debutur yang dianggap
melakukan wanprestasi. Walaupun telah diberikan somasi beberapa kali ternyata si A selaku
debutur tidak juga memenuhi kewajibannya sehingga kreditur melakukan eksekusi atas objek
jaminan jaminan hak tanggungan melakukan eksekusi melalui kantor pelayanan lelang negara
setempat. Dari perhitungan sisa hutang pokok dan bungan yang belum dibayar atau belum
diselesaikan oleh si A selaku debitur berjumlah 1,2 miliar rupiah.
Pada saat somasi dilakukan, si A selaku debitur juga melakukan pembayaran angsuran utangnya
sebanyak 2 kali masing2 pembayran sebesar 50 juta rupiah. Pada saat lelang dilakukan si A
selaku debitur berjanji akan membawa calon pembeli barang agunan, tetapi pada saat lelang
dilakukan yang bersangkutan tidak hadir, dan lelang dimenangkan oleh orang lain bernama si C,
dengan harga lelang 1 miliar rupiah, berhubung karena si C adalah pemenang lelang. Maka
selanjutnya si C melakukan proses balik nama sertifikat hak milik atas tanah dari atas nama si A
kepada si C, melalui kantor badan pertanahan setempat, akibat proses lelang tersebut si A selaku
debitur mengajukan gugatan perdata berupa perbuatan melawan hukum kepada pihak2 tergugat
yaitu :
1. pt xyz
2. Saudara c selaku pemenang lelang
3. Pimpinan kantor lelang
4. Kantor pertanahan setempat yang membuat sertifikat hak atas tanah
Adapun dalih nama yang dilakukan penggugat , :
1. Bahwa dia tidak menerima pemberitaan wanprestasi bahwa dia sudah berupaya membayar
angsuran sebanyak 2 kali masing2 50 juta dari seluruh tunggakan yang harus dipenuhinya.
2. Bahwa somasi yang disampaikan kepadanya tidak diterimanya secara tertulis karena si A
sudah lebih dari 8 bulan pindah alamat ke tempat lain dari alamat awal yang disebutkan didalam
kontrak
3. Bahwa harga lelang yang dilakukan saat itu menurut si A sangat rendah, yaitu sebesar 1 miliar
rupiah, padhaal menurutnya harga objek jaminan hak tanggungan sebesar 3 miliar rupiah sejak
ditanda tangani
4. Si A selaku debitur sudah prnah mengatakan kepada krefittyr bahwa dia akan mrncarikan
pembeli rumah beserta pertapakan tersebut dengan harga yang lebih baik dari harga lelang)

Atas dalih2 tersebut lah si A selaku debitur melakukan gugatannya.

Pertanyaanya:
1. Berikan pandangan saudara( pandangan hukum) ,apakah si A selaku debitur telah
dapat dikatakan melakukan wanprestasi, padahal dia membantah bahwa dia tidak
pernah menerima bukti somasi, karena surat dikirimkan oleh kreditut ke alamat
pada kontrak, sedangkan si A telah pindah ke alamat baru.
Jawab:
Si A selaku debitur dapat dikatakan melakukan wanprestasi. Sebabnya apabila
orang yang berhutang (debitur) tidak menepati janjinya untuk membayar hutang maka hal
tersebut bisa dinamakan Wanprestasi. Wanprestasi sebagaimana diterangkan Pasal 1238
KUH Perdata adalah kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau
dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan. Menurut Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian di jelaskan bahwa
Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam: 1.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 2. Melakukan apa yang di
janjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan- nya; 3. Melakukan apa yang
dijanjikannya tetapi terlambat; 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=1151
Sebagai seorang debitur yang baik dan patuh akan hukum, sebaiknya ketika si A (debitur) pindah
ke alamat yang baru, ia langsung menghubungi kreditur supaya hal-hal yang tidak diinginkan
dapat dicegah. si A (debitur) menyadari betul bahwa ia tidak dapat membayar hutang (memasuki
tahun ketiga si A tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya kepada kreditur) dan ia telah
melakukan wanprestasi. Sehingga seharusnya ia menghubungi kreditur dan tidak kabur sehingga
kreditur dapat mengetahui keberadaannya dan tidak salah alamat dalam memberikan somasi.
2. Apakah harga lelang objek hak tanggungan sebesar 1 miliar rupiah tersebut yang
dilakukan melalui proses lelang dapat dibernarkan
Jawab:
Saat dilakukannya eksekusi terhadap objek hak tanggungan, pihak kreditur wajib
melakukan eksekusi dan pelelangan sesuai dengan aturan yang berlaku misalnya seperti
agunan yang diberikan tidak setara dengan hutang yang dimiliki oleh debitur maka pada
saat pelaksanaan lelang untuk menentukan nilai harga pada objek jaminan haruslah
sebagai berikut :
a. sesuai dengan harga pasaran atau sesuai dengan nilai limit yang disesuaikan oleh
pihak debitur karena biasanya pada tahap awal pelelangan harga minimum objek
yang akan dilelang ditetapkan oleh pemilik objek (debitur),
b. kemudian jika setelah 30 hari objek belum berhasil terjual harga akan diturunkan
dari harga pasar tetapi pihak kreditur tidak bisa menjual objek sejatuh mungkin
kemudian dalam tahap kedua apabila objek lelang belum juga terjual maka
c. pada tahap ketiga pihak kreditur wajib menjatuhkan lagi nilai harga objek jaminan
sehingga jika pelelangan sudah berhasil maka nilai objek jaminan tersebut
digunakan untuk melunasi utang debitur dan sisanya akan dikembalikan kepada
debitur yang memiliki hak atas objek hak tanggungan tersebut.
Berdasarkan hal diatas, harga lelang objek hak tanggungan sebesar 1 miliar rupiah
yang dilakukan melalui proses lelang dapat dibenarkan karena Pada saat lelang
dilakukan, si A selaku debitur berjanji akan membawa calon pembeli barang agunan,
tetapi pada saat lelang dilakukan yang bersangkutan tidak hadir. Jika lelang masih belum
laku juga, maka akan diturunkan sampai menyentuh nilai likuidasi atau pihak kreditur
wajib menjatuhkan lagi nilai harga objek jaminan sehingga lelang dimenangkan oleh
orang lain bernama si C, dengan harga lelang 1 miliar rupiah.
Hal itu diperkuat dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan yaitu “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
tersebut.”
file:///C:/Users/user/Downloads/69368-1033-195935-1-10-20210202.pdf
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jatim/baca-artikel/15459/Kenapa-Sih-Harga-Limit-
Lelang-Selalu-Tertera-Lebih-Rendah.html
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap si C yang mendapatkan objek hak
tanggungan tersebut secara lelang
Jawab:
Penyaluran kredit yang diberikan oleh kreditur kepada debitur disertai pengikatan
jaminan milik debitur dengan “Akta Pemberian Hak Tangungan (APHT)”. APHT pada
dasarnya memberikan kepastian hukum dan kewenangan kepada pemegang hak
tanggungan untuk melakukan penjualan di muka umum atas barang jaminan apabila
debitur wanprestasi (parate eksekusi) sebagai bagian dari proses penyelesaian kredit yang
dilakukan oleh kreditur.
Atas pelaksanaan lelang Pasal 6 UUHT yang laku dan telah ditetapkan pemenang
lelang (si C), maka akan dibuatkan risalah lelang oleh pejabat lelang yang berfungsi
sebagai akta otentik adanya peralihan hak atas tanah tersebut dari pemilik lama (debitur)
kepada pemenang lelang. Selanjutnya, berdasarkan risalah lelang tersebut, pemenang
lelang (si C) dapat melakukan pengurusan balik nama ke kantor Badan Pertanahan
Nasional. Dalam APHT pada dasarnya telah diperjanjikan mengenai pengosongan objek
hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (2)
huruf K UUHT, sehingga tidak ada alasan lagi bagi debitur untuk berkelit dan menolak
pengosongan.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-parepare/baca-artikel/13594/Perlindungan-Hukum-
Pemenang-Lelang-Hak-Tanggungan.html
4. Bagaimana pertanggung jawaban pihak kantor lelang yang melaksanakan proses
lelang yang dianggap harga terlalu rendah.
Jawab:
Mengenai hal tersebut bukanlah pertanggungjawaban kantor lelang, hal itu
menjadi urusan kreditur sebab kreditur yang menentukan nilai limit. Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, mensyaratkan nilai limit dalam setiap pelaksanaan lelang. Nilai Limit adalah nilai
minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual. Penetapan Nilai Limit
menjadi tanggung jawab Penjual. Penjual dapat menentukan Nilai Pasar (nilai
maksimum) dan Nilai Likuidasi (nilai minimum) agar dapat mengetahui sebuah limit.
Nilai maksimum dapat diartikan sebagai nilai tertinggi antara pembeli dan penjual
dimana pemasarannya dilakukan secara benar adanya sehingga kedua belah pihak
mempunyai kehati-hatian dan tanpa paksaan. Sedangkan nilai minimum dapat diartikan
sebagai nilai terendah untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi
Nilai Pasar.
file:///C:/Users/user/Downloads/69368-1033-195935-1-10-20210202.pdf
5. Apakah pihak kantor pertanahan yang telah memproses balik nama kepemilikan
han tanggungan dapat dipersalahkan.
Jawab:
Kantor pertanahan yang telah memproses balik nama kepemilikan han
tanggungan tidak dapat dipersalahkan karena tugas kantor pertanahan menurut UUHT
yaitu melakukan pendaftaran atas hak tanggungan berdasarkan APHT yang dibuat oleh
PPAT yang dikirimkan kepada Kantor Pertanahan dalam waktu paling lama tujuh hari
sejak ditandatanganinya akta tersebut. Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, maka
Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan. Pada sampul sertifikat hak
tanggungan tercantum irah-irah dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa". Sertifikat hak tanggungan tersebut mempunyai kekuatan
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah.
Hal itu sudah menjadi kewajiban dari kantor pertanahan dalam menerbitkan
sertifikat hak tanggungan selama memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan sehinga
dalam kasus ini kantor pertanahan tidak dapat digugat.
file:///C:/Users/user/Downloads/7836-15480-1-SM.pdf
6. Bagaimanakah status sisa hutang dari si A selaku debitur yang belum dapat
dilunasi dari hasil penjualan lelang objek hak tanggungan.
Jawab:
Status sisa hutang dari si A selaku debitur yang belum dapat dilunasi dari hasil
penjualan lelang objek hak tanggungan yakni dilakukan upaya penyelesaian yang dapat
dilakukan oleh kreditur untuk pemenuhan haknya apabila barang jaminan setelah
dilakukan pelelangan hasil penjualannya tidak mencukupi untuk melunasi utang debitur,
dapat dilakukan sita eksekusi dan penjualan lelang lanjutan terhadap barang lain milik
debitur (si A) sesuai dengan doktrin hukum yang digariskan pada Pasal 1131 KUH
Perdata yaitu “Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi
tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Hal itu menegaskan bahwa semua
harta kekayaan debitur memikul beban untuk melunasi utangnya kepada kreditur, sampai
terpenuhinya seluruh pembayaran utang tersebut.
file:///C:/Users/user/Videos/RIMA%20DWI%20AGUSTINE%20-%20140710101340.pdf
beserta bangunan tersebut terlihat dalam kedaan baik. Tidak ada terlihat kerusakan atau cacat
tersembunyi dari tanah dan bangunan tersebut.7 Perubahan atas obyek jaminan yang akan di
lelang mengakibatkan kerugian bagi bank yaitu menurunnya harga obyek lelang. Karena hasil
lelang tidak memenuhi hutang, maka bank meminta pertanggung jawaban kepada nasabah yaitu
CV. Dumai Putra Riau untuk menyelesaikan kredit yang belum terlunaskan tersebut. Disinilah
muncul permasalahan baru yang sangat merugikan pihak kreditor karena nilai dari hasil
penjualan tersebut tidak dapat memenuhi utang debitor. Secara otomatis debitor masih memiliki
kewajiban untuk melunasi utang kepada kreditor. Maka dari itu diperlukan sebuah perlindungan
hukum yang harus diberikan Negara terkait hak-hak dari kreditor itu sendiri

Bentuk perlindungan hukum bagi kreditor dalam suatu perjanjian jaminan hak tanggungan sudah
didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Dalam hal debitor
cidera janji, pada pasal 6 telah memberikan perlindungan bagi kreditor berupa hak untuk menjual
sendiri obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan utangnya
dari hasil lelang. Pasal 13 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
mewajibkan pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan sebagai pemenuhan asas publisitas ,
secara otomatis lahir kekuatan eksekutorial yang memberikan perlindungan bagi kreditor.Dalam
hal kreditoryang tidak mendapatkan pelunasan utang, debitor tetap bertanggung jawab atas utang
yang belum terlunasi. Undang-undang belum sepenuhnya memberikan perlindungan kepada
kreditor,selain itu tidak ada ketentuan dan sanksi yang tegas teradap permasalahan pemenuhan
hak preferentnya atas pelunasan hutang dari hasil pelelangan di bawah harga limit. 3. U

Tugas kedua.

Perjanjian kerjasama bagi hasil. si A adalah pemilik cv berdikari yang bergerak dalam bidang
usaha dasar bengkel dan service mobil. Dalam menjalankan usahanya, si A mengalami
kekurangan modal, untuk itu si A bekerja sama dengan si B dalam melanjutkan usaha bengkel
dan service mobil dalam hal Mana si B ikut memberikan modal sebesar 500 juta rupiah, dengan
perjanjian dibawah tangan. Setelah berjalan beberapa waktu, usaha tersebut mendapat
keuntungan dan keuntungan dibagi antara si A dan si B sesuai dengan kesepakatan yang
diperjanjikan. Namun perjalanan selanjutnya usaha bengkel dan service mobil tersebut
mengalami kemunduran dan akhirnya merugi, sehingga tidak ada lagi pembagian keuntungan
antara si A dengan si B, oleh karena itu si B meminta kepada si A agar mengembalikan uang
yang pernah diberikannya sebesar 500 juta rupiah tersebut dengan alasan adanya surat bukti
pernyataan dari si A bahwa dia ada menerima uang titipan sebesar 500 juta rupiah dari si B,
dimana dokumen pernyataan tersebut dibuat bersamaan dengan waktu dibuatnya perjanjian
penyertaan modal sebesar 500 juta rupiah dari si B kepada si A. Akibat dari permintaan si B
tersebut, si A tidak mampu memenuhinya karena usaha bengkel dan service mobil tersebut
memang sudah tutup atau merugi. Akibatnya si B melaporkan si A kepada pihak berwajib,
bahwa si A dianggap telah melakukan penggelapan dana yang dititipkan oleh si B sebesar 500
juta rupiah, padahal dana tersebut adalah dana yang dijadikan menjadi perjanjian bagi hasil untuk
usaha bengkel dan service mobil, sebagaimana yang dibuat didalam perjanjian antara si A dan si
B

Pertanyaannya

1. Hubungan hukum apakah yang dilakukan antara selaku si pemilik cv. Berdikari
yang bergerak pada bidang usaha bengkel dan service mobil dengan si B pemilik
uang 500 juta rupiah.
Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subjek hukum. Dalam
hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan
kewajiban pihak yang lain. Hukum sebagai himpunan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan sosial memberikan suatu hak kepada subjek hukum untuk berbuat sesuatu atau
menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak itu, dan terlaksananya kewenangan/hak dan
kewajiban tersebut diijamin oleh hukum.
Hubungan hukum yang dilakukan antara selaku si pemilik cv. Berdikari yang
bergerak pada bidang usaha bengkel dan service mobil dengan si B pemilik uang 500 juta
rupiah yakni berupa perjanjian. Dalam pasal 1313 KUH Perdata dijelaskan bahwa
perjanjian adalah suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian yang dilakukan antara
si A dan si B adalah perjanjian kerjasama bagi hasil.
2. Apakah dalam hubungan hukum tersebut si A harus mengembalikan uang sebesar
500 juta tersebut kepada si B.
Jawab:
Sistem bagi hasil adalah sebuah bentuk perjanjian yang dilakukan oleh pengusaha
dengan investor untuk mendapatkan laba atau keuntungan. Hal ini ditandakan dengan
adanya kontrak kerja sama antara kedua belah pihak di mana jika perusahaan
menghasilkan keuntungan, maka akan dilakukan pembagian dari hasil laba. Tidak hanya
keuntungan saja, jika sebaliknya bisnis mengalami kerugian, maka kedua pihak juga
harus menanggungnya bersama sesuai dengan pembagian yang telah disepakati. Rasio
tingkat angka sangat menentukan perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh kedua pihak.
Bahkan jika bisnis yang dijalankan mengalami kerugian pihak-pihak tersebut akan
menanggung bersama sesuai dengan porsi yang sudah disepakati. Artinya dalam
hubungan hukum perjanjian kerjasama bagi hasil antara si A dan si B, si A tidak wajib
mengembalikan uang sebesar 500 juta kepada si B karena sistem bagi hasil atau dalam
istilah lain adalah profit and loss sharing, menekankan jika ada keuntungan maka akan
dibagi antara pemilik modal (si B) dan pengelola usaha (si A) berdasarkan persentase
yang telah disepakati, jika terjadi kerugian, maka juga akan ditanggung bersama dan
pengelola usaha (si A) tidak menanggung semua akibat dari kerugian sehingga (si B)
tidak memiliki hak untuk meminta modal uang 500 juta tersebut kembali.
3. Apakah surat pernyataan yang dibuat oleh si A telah menerima titipan uang
sebesar 500 juta rupiah dari si B sah? Padahal uang itu adalah uang yang 500 juta
rupiah yang diperjanjikan untuk perjanjian modal bengkel CV.berdikari
Jawab:
Surat pernyataan perjanjian penitipan uang sebesar 500 juta yang pada hakikatnya
perjanjian kerjasama bagi hasil (uang itu adalah uang yang 500 juta rupiah yang
diperjanjikan untuk perjanjian modal bengkel cv.berdikari) adalah tidak sah. Perjanjian
tersebut mengandung cacat atau tidak memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata
diantaranya perjanjian tersebut pada dasarnya bukan itu yang dimaksud tetapi untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari (si B tidak mau ikut rugi
atas modal yang diberikan kepada si A) atau untuk memudahkan salah satu pihak maka
perjanjian tersebut dibuat sedemikian rupa diantaranya perjanjian kerja sama bagi hasil
diganti sedemikian rupa menjadi perjanjian penitipan uang, padahal antara perjanjian
kerja sama bagi hasil beda sekali dengan perjanjian penitipan uang.
Jika perjanjian kerjasama bagi hasil itu uangnya bisa digunakan dan kerugiannya
ditanggung bersama, tetapi kalau dititipkan uang itu berarti yang dititipkan (si A)
tidak bisa menggunakan uang tersebut dan juga akibat hukumnya yang berbeda,
yang tentunya kalau penitipan uang nantinya debitur atau orang yang dititipi uang
(si A) wanprestasi atau tidak mengembalikan uang tersebut maka ini beraspek
pidana yaitu ada unsur penggelapannya yang tentunya debitur merasa khawatir
sehingga mau tidak mau debitur (si A) harus mengembalikan uang tersebut. Berdasarkan
uraian tersebut kalau dilihat dari Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya sebuah
perjanjian, maka perjanjian penitipan uang yang pada dasarnya adalah perjanjian
kerjasama bagi hasil itu tidak sah, karena bertentangan dengan salah satu syarat sahnya
sebuah perjanjian, khususnya tidak memenuhi syarat objektif yaitu klausanya tidak halal
karena isi atau tujuan yang ingin dicapai para pihak tidak sesuai dengan ketentuan
undang-undang atau tidak halal dimana disini terjadi penyeludupan hukum.
4. Apakah laporan polisi yang dilakukan oleh si B terhadap si A dengan tuduhan
penggelapan uang sebesar 500 juta dapat dibenarkan secara hukum.
Jawab:
Jika B melaporkan si A kepada pihak berwajib, bahwa si A dianggap telah
melakukan penggelapan dana yang dititipkan oleh si B sebesar 500 juta rupiah, padahal
dana tersebut adalah dana yang dijadikan menjadi perjanjian bagi hasil untuk usaha
bengkel dan service mobil, sebagaimana yang dibuat didalam perjanjian antara si A dan
si B maka dari itu laporan tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum karena barang
bukti berupa Surat pernyataan perjanjian penitipan uang sebesar 500 juta yang pada
hakikatnya perjanjian kerjasama bagi hasil (usaha bengkel) dianggap tidak sah secara
hukum.
Namun, jika kasusnya adalah B melaporkan si A karena pemilik modal (si B)
tidak mendapatkan laporan keuangan dalam jangka waktu tertentu mengenai usaha
bengkel milik si A, pencatatan keuangannya kacau, tidak jelas berapa jumlah uang
masuk, berapa jumlah uang keluar, berapa keuntungan, berapa kerugian, untuk apa saja
uangnya digunakan. Apabila terjadi hal-hal diatas yang salah satunya menyebkan usaha
bengkel dan service mobil tersebut mengalami kemunduran dan kerugian. Maka dari itu
pemilik modal (si B) dapat melakukan tuntutan pidana dengan pasal penggelapan kepada
pengelola usaha (si A) dan hal itu dapat dibenarkan secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai