Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa2
Universitas Islam Zainul Hasan (UNZAH)
afafzuhri@gmail.com
Abstract
This research is to examine the dispensation of marriage which is a policy or legal
aid provided by the Religious Courts to prospective brides and grooms, one or both of
whom have not reached the age requirement in Law No. 1 of 1974. In the decision, a judge
is guided by the Marriage Law, Islamic Law Compilation, Supreme Court Regulation No. 5
of 2019, also the Minister of Religion Regulation No. 11 of 2007 concerning Marriage
Registration. The judge considers all aspects of life before giving a decision to grant or
reject a dispensation case, including aspects of age maturity and self-maturity, health
aspects, economic aspects, whether or not there is an element of compulsion to marry and
other aspects that are considered important to be considered before getting married.
Keywords: Marriage Dispensation, Judges, Islamic Law and Positive Law
Abstrak
Penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang dispensasi nikah yang merupakan
kebijakan atau bantuan hukum yang diberikan oleh Pengadilan Agama kepada calon
mempelai pria dan wanita yang salah satu atau keduanya belum mencapai ketentuan umur
dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.Dalam penetapannya, seorang hakim
berpedoman pada Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan
Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019, juga Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007
tentang Pencatatan Nikah. Hakim mempertimbangkan dari segala aspek kehidupan
sebelum memberikan putusan mengabulkan atau menolak perkara dispensasi, antara lain
aspek kematangan umur dan kedewasaan diri, aspek kesehatan, aspek ekonomi, ada
tidaknya suatu unsur keterpaksaan untuk melangsungkan pernikahan dan aspek-aspek
lainnya yang dinilai penting untuk dipertimbangkan sebelum melangsungkan pernikahan.
Kata Kunci: Dispensasi Nikah. Hakim, Hukum Islam dan Hukum Positif
1
Dosen Universitas Islam Zainul Hasan (UNZAH) Genggong Probolinggo
2
Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam Fak. Syari’ah UNZAH Genggong
Probolinggo
13 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
A. Pendahuluan
Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah. Memperoleh sakinah, mawaddah dan rahmah adalah
keinginan utama setiap manusia dalam menjalani kehidupanrumah tangganya. Lebih
lanjut ikatan pernikahan merupakanPerkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.3
Perkawinan tentu memiliki rukun dan syarat yang harus terpenuhi, salah satu
syaratnya adalah kriteria umur. Perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang
telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974
yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-
kurangnya berumur 16 tahun.4
Pada Oktober 2019, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
mengalami amandemen (perubahan) dan tertera dalam Undang-Undang No. 16 Tahun
2019 pada Pasal 7 yang berbunyi, “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita
sudah mencapai umur 19 tahun. Apabila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan
umur orang tua kedua calon mempelai dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan
dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti yang cukup”.
Sementara itu dalam Islam, agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia, tidak memberikan batasan umur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat
(1) Undang-Undang Perkawinan. Agama Islam menetapkan ukuran kedewasaan
seseorang apabila ia telah baligh. Usia baligh seseorang tentu berbeda-beda. Untuk
wanita biasanya ditandai dengan datangnya haid (menstruasi), sedangkan untuk pria
ditandai dengan mimpi basah.
Dalam perkara-perkara yang menjadi wewenang Pengadilan Agama, ada
beberapa yang sangat berkaitan dengan hak-hak anak, diantaranya adalah permohonan
dispensasi nikah. Permohonan dispensasi nikah merupakan permohonan yang diajukan
3
Kompilasi Hukum IslamDi Indonesia (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama,
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Departemen Agama R.I, 2000), 14, Imam
Syafi’i, “Konsep Kafa’ah Dan Keluarga Sakinah (Studi Analisis Tentang Korelasi Hak Kafa’ah
Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah), dalam Asy-Syari‟ah:Jurnal Hukum Islam, vol. 6, no. 1,
(2020), hlm. 32-48.
4
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
14 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
oleh pemohon agar Pengadilan Agama memberikan izin kepada pemohon agar dapat
melangsungkan pernikahannya, hal ini dikarenakan ada syarat yang belum terpenuhi
oleh pemohon (calon) yaitu berkaitan dengan batas usia perkawinan.5
Dispensasi nikah merupakan pemberian dari Pengadilan Agama terkait
kelonggaran terhadap calon mempelai dimana belum mencapai ketentuan usia menikah
dalam undang-undang. Permohonan dispensasi nikah bersifat voluntair produknya
berbentuk penetapan. Dalam memeriksa dan mengadili perkara dispensasi nikah, hakim
harus benar-benar memiliki dan mempertimbangkan perkara baik itu dari keadilan,
mashlahat dan asas kemanfaatan masa ke depan anak.6
Perkawinan dibawah umur memiliki dampak negatif dan menimbulkan masalah
baru. Mereka yang menikah di bawah umur rawan mengalami perceraian. Sebelum
menikah, calon mempelai harus mempersiapkan mental lahir dan batin termasuk
kematangan umur. Dari aspek kesehatan khususnya reproduksi yang lemah rawan
terjadi kematian baik pada anak maupun ibu. Dalam kesehatan, wanita yang berumur
dua puluh satu (21) tahun kebawah organ reproduksi yang dimiliki belum siap untuk
mengalami hamil dan melahirkan anak. Selain itu akan muncul kemiskinan karena
secara ekonomi mereka belum siap bekerja. Dan juga terjadi eksploitasi anak yang
karena menikah akhirnya harus bekerja dan merawat anak.7
Penentuan batas umur melangsungkan perkawinan itu sangat penting, karena
selain menghendaki kematangan biologis juga kematangan psikologis. Maka dalam
penjelasan umum Undang-undang Perkawinan dinyatakan bahwa calon mempelai harus
matang jiwa raganya untuk bisa melangsungkan perkawinan agar perkawinan berjalan
baik tanpa berakhir perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Selain itu,
dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak dijelaskan yang dimaksud dengan
penyimpangan itu apa sehingga dalam hal ini hakim harus menafsirkan sendiri isi dari
pasal tersebut dalam penetapan dispensasi nikah.8
5
Achmad Cholil, et al, Perlindungan Hak-Hak Anak di Peradilan Agama (Jakarta: Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Edisi 9 Tahun 2016), 38.
6
Ibid.
7
Rahmah Maulidi, Dinamika Hukum Perdata di Indonesia (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press,
2011), 80.
8
Imam Syafi’i, “Konsep Kafa’ah Dan Keluarga Sakinah (Studi Analisis Tentang Korelasi Hak
Kafa’ah Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah)”, Asy Syari’ah: Jurnal Hukum Islam, 6, 1,(2020), 32-
48.
15 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
Oleh sebab itulah kebijaksaan dan pertimbangan hakim atau dari Pengadilan
Agama berperan penting dalam memberikan ketetapan terkait permohonan dispensasi
nikah yang diajukan oleh calon, apakah ia mengabulkan atau menolaknya haruslah
dengan pandangan-pandangan dan argument-arguman yang kuat, sehingga maraknya
pengajuan dispensasi nikah dapat diminimalisir. Dari beberapa paparan diatas peneliti
melakukan kajian tentang aspek pertimbangan hakim terhadap dispensasi nikah studi
komparatif antara hukum Islam dengan hukum Positif.
B. Pembahasan
1. Dispensasi Nikah
9
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
10
Ummu Kalsum, Pengaruh Dispensasi Nikah Terhadap Tingkat Perceraian Di Pengadilan
Agama Watampone Kelas I A (Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Alaudin Makassar, skripsi tidak diterbitkan, 2017), 23.
11
Irfan Listianto, Pandangan Hakim Terhadap Dispensasi Pernikahan Anak Dibawah Umur
(Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah IAIN Surakarta, skripsi tidak diterbitkan, 2017), 40.
12
Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 Tentang Permohonan Dispensasi Nikah.
13
Sri Rahmawaty dan Ahmad Faisal, “Analisis Penetapan Dispensasi Kawin Dalam Perspektif
Undang-undang Perlidungan Anak (Studi Kasus Pengadilan Agama Limboto)”. Ilmiah al-Jauhari, 2
(September 2018), 91.
16 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
14
Sonny Dewi Judiasih, et, al, “Dispensasi Pengadilan: Telaah Penetapan Pengadilan Atas
Permohonan Perkawinan Di Bawah Umur”. Hukum Acara Perdata, 2 (Juli-Desember 2017), 192-193.
15
Holilur Rohman, “Batas Usia Ideal Pernikahan Perspektif Maqashid Shariah”. Studi Islam dan
Kemanusiaan, 1 (2016).
17 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
dituntut sudah dewasa dan layak menikah sehingga ia dapat menjalani dan
mengelola biduk rumah tangga yang ia bina dengan baik. Dalam bahtera rumah
tangga, pasangan suami dan istri harus mengerti dan mampu menunaikan hak serta
kewajiban masing-masing secara timbal balik. Dalam QS. an-Nisa‟ disebutkan:
ً ََوا ْبخَلُىا ْاليَخ َا َهى َحخَّى إِذَا بَ َلغُىا الٌِّكَا َح فَإ ِ ْى آًََ ْسخ ُ ْن ِه ٌْ ُه ْن ُز ْشدًا فَادْفَعُىا إِلَ ْي ِه ْن أَ ْه َىالَ ُه ْن َو َل ح َأ ْ ُكلُىهَا إِس َْسافًا َوبِد
ازا
ِ يسا فَ ْليَأ ْ ُك ْل بِ ْال َو ْع ُس
وف فَإِذَا دَفَ ْعخ ُ ْن إِلَ ْي ِه ْن أَ ْه َىالَ ُه ْن فَأ َ ْش ِهدُوا ً ف َو َه ْي َكاىَ فَ ِقْ أ َ ْى يَ ْكبَ ُسوا َو َه ْي َكاىَ َغ ٌِيًّا فَ ْليَ ْسخَ ْع ِف
[6/) [الٌساء6( اّللِ َحسِيبًا َّ َع َل ْي ِه ْن َو َكفَى ِب
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada
mereka hartanya. Dan janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa.
Barangsiapa (diantara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu
menurut cara yang patut. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka,
maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.”(QS.
An-Nisa‟ (4): 6).16
16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Juz 1 – Juz 30) (Jakarta: CV. Pustaka
Agung Harapan, 2006), 100.
17
Mutsla Sofyan Tasfiq, Tinjauan Mashlahah Dispensasi Kawin Yang Diajukan Oleh Anak
Dibawah Umur (Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syari’ah, skripsi tidak diterbitkan, 2015), 36-
37.
18
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: LKiS, 2001), 92.
18 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
19
Mohammad Hasan Bisyri, “Pernikahan Dibawah Umur Perspektif Maqashid Al-Qur’an”,
Hukum Islam, 1 (Juni 2016), 72.
20
Mohammad Hasan Bisyri, “Pernikahan Dibawah Umur Perspektif Maqashid Al-Qur’an”,
Hukum Islam, 1 (Juni 2016), 74.
21
Ahmad Syamsuddin dan Mas’ud Halimin, “Pemikiran Fikih Maliki Tentang Pernikahan dan
Implementasinya Dalam UU Perkawinan Aljazair”, Bimas Islam, 2 (2016), 246-247.
19 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
“Apabila anak perempuan telah mencapai umur sembilan tahun, maka hartanya diserahkan
kepadanya, urusannya dipandang boleh, dan hukum pidana dilakukan atas haknya dan
terhadap dirinya secara penuh.”22
22
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab (Shaf e-publishing), 345-346.
23
Nor Kandir, Safinatun Najah: Matan Dan Terjemah (Pustaka Syabab, 2016), 10.
24
Ummu Kalsum, Pengaruh Dispensasi Nikah Terhadap Tingkat Perceraian Di Pengadilan
Agama Watampone Kelas I A (Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Alaudin Makassar, skripsi tidak diterbitkan, 2017), 30.
20 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
Sedangkan syarat calon istri adalah bukan mahram calon suami, tertentu, tidak
ada halangan pernikahan dan lainnya.
3) Menurut Hanabilah, syaratnya harus tertentu, ada kerelaan dan tidak terpaksa.
4) Menurut Malikiyyah, syaratnya tidak ada larangan yang menghalangi pernikahan,
calon istri bukan istri orang lain ataupun tidak dalam masa iddah dan keduanya
bukan mahram.25
Pada pembahasan batas usia yang pantas dan layak untuk melangsungkan
pernikahan inilah al-Qur‟an maupun Hadis tidak memberi penjelasan yang tegas
mengenai batasannya. Dengan demikian pernikahan atau akad nikah yang dilakukan
bagi mempelai yang masih dibawah umur status hukumnya sah.
b. Perspektif Undang-undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan
perwujudan dari hukum Islam yang kemudian dikodifikasi dan dijadikan aturan
perundang-undangan negara. Di Indonesia peraturan yang mengatur mengenai
dispensasi nikah yakni dalam Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan, usia minimal
untuk menikah adalah enam belas (16) tahun bagi perempuan dan Sembilan belas
(19) tahun bagi laki-laki. Dalam hal ini undang-undang perkawinan tidak konsisten
dalam menyebutkan usia perkawinan, karena dalam Pasal 6 ayat (2) menegaskan
bahwa seseorang yang belum mencapai 21 tahun harus mendapatkan izin kedua
orang tua untuk melangsungkan perkawinan.26
Namun, setelah mengalami amandemen (perubahan) yakni dalam Undang-
undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 7 berbunyi:
1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun.
2) Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), orangtua pihak pria dan atau orangtua pihak wanita
dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak
disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.27
25
Mohammad Hasan Bisyri, “Pernikahan Dibawah Umur Perspektif Maqashid Al-Qur’an”,
Hukum Islam, 1 (Juni 2016), 74-75.
26
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
27
Undang-undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Terhadap Undang-undang
Perkawinan.
21 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
Ketentuan batas umur ini, seperti yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum
Islam Pasal 15 ayat (1) didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan
rumah tangga. Sejalan dengan prinsip undang-undang perkawinan, bahwa calon
suami dan calon istri harus matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan dan tidak berakhir dengan
perceraian.
Peraruran Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 Tentang Kewajiban Pegawai-
Pegawai Nikah dan Tata Cara Kerja Pengadilan Agama Dalam Melaksanakan
Peraturan Undang-Undang Perkawinan Bagi yang Beragama Islam, Pasal 1 ayat (2)
poin (g) menyatakan bahwa, “ Dispensasi Pengadilan Agama, ialah penetapan yang
dikeluarkan oleh pengadilan agama berupa dispensasi untuk calon suami dan calon
istri yang belum mencapai umur yang telah ditentukan dalam undang-undang
perkawinan”. Dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) berbunyi: “Apabila seorang calon
suami dan calon istri belum mencapai ukur yang ditentukan undang-undang
perkawinan, harus mendapat dispensasi dari pengadilan. Permohonan dispensasi
nikah bagi mereka tersebut pada ayat (1) pasal ini, diajukan oleh kedua orang tua
pria maupun wanita kepada pengadilan agama di tempat tinggalnya”.28
c. Pandangan Maqashid Syari’ah
Maqasid artinya sesuatu hal yang dimaksud atau suatu tujuan yang hendak
diperoleh. Sementara al-Syari’ah artinya tempat mengalirnya air. Dalam makna
terminologi, syari’ah adalah hukum Allah swt. kepada manusia tentang aturan-aturan
hidup demi menggapai kemaslahatan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Dari
hal ini Maqashid Syari’ah merupakan tujuan-tujuan dan faidah-faidah yang hendak
diperoleh dengan ketentuan syari‟ah baik sifatnya umum (global) ataupun khusus
(terperinci).29
Dalam pernikahan, Jamaluddin „Atiyyah, secara rinci menjelaskan tentang
maqashid Syariah dari pernikahan dengan didasarkan al-Qur‟an dan hadis. Berikut
rincian penjelasannya:
1) Mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan
28
Permenag No. 3 Tahun 1975 Tentang Kewajiban Pegawai-pegawai Nikah dan Tata Cara Kerja
Peradilan Agama Dalam Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan.
29
Holilur Rohman, “Batas Usia Ideal Pernikahan Perspektif Maqashid Shariah”. Studi Islam dan
Kemanusiaan, 1 (2016).
22 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
23 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
Tujuan ini sangat jelas ketika membahas tentang kriteria calon pasangan
ideal untuk dijadikan pendamping hidup selamanya. Rasul Muhammad
menggambarkan bahwa ada 4 kriteria yang harus jadi pertimbangan dalam
memilih pasangan yakni segi fisik, segi keluarga, segi ekonomi dan yang paling
penting adalah segi agamanya.
6) Mengatur pola hubungan dengan baik didalam keluarga
Ikatan pernikahan adalah masa dimana keduanya (suami-istri) memasuki
dunia baru dalam hidupnya. Antara Suami dan istri akan menghadapi berbagai
aturan terkait pola hubungan antara keluarganya. Suami-istri mempunyai hak
dan kewajiban masing-masing yang harus dikerjakan. Berkeluarga akan mengikat
keduanya dalam pola atau hubungan baru semisal hubungan dalam kekerabatan,
hubungan dalam mahram, hubungan dalam hal kewalian dan hubungan-
hubungan lainnya.
7) Mengatur finansial dalam keluarga
Ikatan pernikahan akan membentuk lahirnya aturan baru berkaitan
dengan aspek keuangan (financial) semisal kewajiban suami dalam memberi
mahar, kewajiban dalam memberi nafkah, dan aturan lainnya yang berkaitan
dengan finansial.30
Dr. Akhmad Khof Albar, SpOG menjelaskan bahwa ketentuan usia nikah
yang termaktub dalam undang-undang perkawinan tidak sesuai dengan kesehatan
reproduksi seorang perempuan, dimana usia dibawah dua puluh tahun perempuan
masih dalam tahap proses pematangan alat reproduksi. Ketika usia dua puluh tahun
mengalami kehamilan maka akan dimugkinkan terjadinya perebutan gizi antara sang
ibu dan anaknya. Kemungkinan lainnya yang terjadi antara lain problem Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Anak (AKA), karena resik kehamilan
dan persalinan wanita di usia tersebut lebih besar daripada kehamilan dan persalinan
pada usia diatasnya. Menurutnya, usia ideal perkawinan adalah disesuaikan dengan
kesehatan reproduksi perempuan, kesiapan mental baginya dan keselamatan sang
ibu dan calon anak, yakni usia 20 tahun ke atas.31
30
Holilur Rohman, “Batas Usia Ideal Pernikahan Perspektif Maqashid Shariah”. Studi Islam dan
Kemanusiaan, 1 (2016), 79-83.
31
Tsamrotun Kholilah, Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Ahli Medis Tentang Usia
Perkawinan Menurut Pasal 7 Ayat 1 dan 2 UU No. 1 Tahun 1974 (skripsi tidak diterbitkan), 60.
24 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
Dalam sebuah kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh LKBH
Fak. Hukum Universitas Wiralodra Indramayu, bahwasannya perkawinan yang
dilakukan di bawah umur banyak yang mengalami perceraian. Setelah mengalami
perceraian, perempuan tersebut akhirnya bekerja menjadi tenaga kerja wanita
(TKW) dan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK). Dari pandangan ahli dan hasil
dari penelitian tersebut diatas, maka usia ideal perkawinan perspektif maqashid
syari’ah adalah minimal dua puluh (25) tahun bagi laki-laki dan minimal dua puluh
(20) tahun bagi perempuan. Batas minimal ini dianggap menjadi usia yang ideal
dalam perkawinan dikarenakan di anggap telah mampu dalam merealisasikan tujuan
daripada pernikahan sebagaimana yang dijelaskan oleh Jamaluddin „Athiyyah
sebelumnya, selain itu sesuai dengan harapan BKKBN (pemerintah) melalui
program PUP, serta sesuai dengan pandangan ahli medis, psikologis, sosial dan
agama.32
3. Pertimbangan Hakim Dalam Penetapan Dispensasi Nikah
Peradilan Agama adalah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah, yang
berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu bagi orang-orang Islam di
Indonesia. Pengadilan Agama Kraksaan sebagai pengadilan tingkat pertama mempunyai
tugas pokok dan fungsi memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat dan hibah, wakaf, shodaqoh dan ekonomi syari‟ah.
Salah satu bidang perkawinan yang menjadi wewenang pengadilan agama adalah
perkara permohonan dispensasi nikah. Asas yang tertera dalam Undang-undang adalah
kedewasaan usia pernikahan, artinya calon mempelai harus matang jiwa dan raga
sebelum melangsungkan pernikahan. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Jo.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Pasal 7 ayat (1) menyebutkan batas usia
perkawinan yaitu apabila calon mempelai laki-laki dan perempuan telah mencapai usia
19 tahun.33
Hakim merupakan titel (jabatan) yang terdapat pada setiap orang yang kompeten
dan bekerja dalam aspek hukum dan peradilan dimana ia sering bersinggungan langsung
dengan berbagai problem tentang kebebasan dan keadilan dalam konteks putusan dari
32
Holilur Rohman, “Batas Usia Ideal Pernikahan Perspektif Maqashid Shariah”. Studi Islam dan
Kemanusiaan, 1 (2016), 87-88.
33
Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perkawinan.
25 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
34
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Jo. Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang
Perkawinan.
26 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
27 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
28 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
dispensasi nikah yang hukumnya tidak dijelaskan secara jelas dalam Undang-Undang
Perkawinan. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengatur segala hal yang terkait
dengan hakim dalam memutus, mengadili dan menyelesaikan suatu perkara. Sebelum
memutus atau menetapkan, hakim harus memberitahukan pertimbangannya tentang
perkara yang diperiksa sehingga putusannya mempunyai pijakan dan alasan yang tepat,
sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Dispensasi disini merupakan keringanan yang diberikan oleh Pengadilan Agama
kepada para pemohon yang ingin menikahkan anak-anak mereka yang belum mencapai
umur 19 tahun baik anak laki-laki maupun anak perempuan, sesuai dengan amandemen
Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019. Dalam menetapkan perkara
dispensasi nikah hakim harus mempertimbangkan, berusaha dan sungguh-sungguh
sehingga dapat memperkuat putusan atau penetapan yang dikeluarkan. Putusan dan
penetapan yang baik adalah mengandung kepastian hukum, keadilan dan manfaat bagi
masyarakat.
Dalam memberikan penetapan berupa pengabulan atau penolakan perkara
dispensasi, hakim di Pengadilan Agama mempertimbangkan dari berbagai aspek
kehidupan. Dispensasi nikah memiliki dampak negatif yang kemungkinan muncul
adalah pertama, pernikahan di bawah umur rawan terjadi perceraian. Calon mempelai
baik laki-laki maupun perempuan harus matang usianya, matang lahir batin, matang
fisik dan mental, serta emosionalnya. Apabila itu tidak terpenuhi, maka akan ada rasa
ego yang tinggi diantara keduanya dan belum mampu bahkan belum mengerti
kewajiban dan hak masing-masing dalam berumah tangga, sehingga sering terjadi
perselisihan dan berakhir dengan perceraian. Kedua, aspek kesehatan reproduksi wanita
yang rawan terjadi kematian ibu atau anak karena usia pernikahan yang terlalu muda.
Ilmu kesehatan mengatakan kematangan reproduksi seorang wanita ketika berusia 20
tahun ke atas. Ketiga, aspek finansial atau ekonomi. Hakim akan mempertimbangkan hal
ini karena jika calon suami tidak ada pekerjaan atau penghasilan tetap maka kondisi
keuangan akan mengganggu kehidupan rumah tangga. Keempat, pernikahan tersebut
kemauan diri sendiri atau ada paksaan dari orang tua maupun orang lain.
Dalam persidangan dispensasi nikah di Pengadilan Agama, hakim meneliti dan
memastikan beberapa hal dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada pemohon, calon mempelai dan saksi-saksi yang dihadirkan. Selain itu, hakim
29 | J u r n a l M a b a h i t s
Imam Syafi‟i1
Freede Intang Chaosa1
mempertimbangkan ada larangan perkawinan atau tidak, karena hal ini adalah penting
sebelum melangsungkan pernikahan.
Hakim Pengadilan Agama dalam memberikan penetapan terkait dispensasi
nikah harus mencari dan mendata berdasakan jawaban atau keterangan dari pihak-pihak
yang terkait, melihat bukti-bukti yang ada kemudian dicocokkan dengan keterangan
tersebut. Saksi yang dihadirkan dalam persidangan dispensasi nikah di Pengadilan
Agama adalah dua orang saksi yang betul-betul mengetahui keluarga para pemohon dan
mengetahui hubungan yang terjalin diantara anak-anak para pemohon.
Pengadilan Agama Kraksaan telah memutus dan menetapkan permohonan
dispensasi nikah sesuai dengan peraturan yang berlaku di Negara Indonesia. Hakim di
Pengadilan Agama Kraksaan berpedoman pada Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Perkawinan, Peraturan Mahkamah Agung
No. 11 Tahun 2007 Pencatatan Nikah, Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019
Dispensasi Nikah, serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Selain itu, hakim juga
menggunakan kaidah Fiqhiyyah sebagai dasar atau landasan hukum dan pertimbangan
hakim dalam mengabulkan maupun menolak pengajuan dispensasi pernikahan.
C. Kesimpulan
Hakim di Pengadilan Agama menjalankan tugas-tugasnya berpedoman pada
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa
dalam melaksanakan peradilan hakim tidak terikat instansi atau lembaga apapun dan
berhak mengeluarkan putusan sendiri tanpa tekanan pihak lain. Putusan hakim yang
baik adalah putusan yang memiliki tiga unsur yakni kepastian hukum, keadilan dan
kemanfaatan bagi masyarakat. Hakim menetapkan permohonan dispensasi nikah
berpedoman pada Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan
Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019, juga Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun
2007 tentang Pencatatan Nikah. Hakim mempertimbangkan dari segala aspek
kehidupan sebelum memberikan putusan mengabulkan atau menolak perkara
dispensasi, antara lain aspek kematangan umur dan kedewasaan diri, aspek kesehatan,
aspek ekonomi, ada tidaknya suatu unsur keterpaksaan untuk melangsungkan
30 | J u r n a l M a b a h i t s
Vol. 01 No.02 2020
Penetapan Dispensasi Nikah Oleh Hakim
Daftar Pustaka
Al-Jaziriy, Abdul Rahman. (2006). Kitab al-Fiqh `Ala al- Mazahib al-`Arba'ah, Bairut: Dar al-
Kutub al-Ilmiah.
Al-Ghazali, Imam Abu Muhammad Ibn Muhammad. 1989. Ihya’ Ulum ad-Din Jilid 2. Beirut
Libanon: Dar al-Fikr.
Al-Zuhaili, Wahbah. (2006). Ushul Fiqh al-Islami. Damaskus: Dar al-Fikr.
Amalia, Jamaluddin dan Nanda, 2016. Buku Ajar Hukum Perkawinan. Aceh: Unimal Press
Departemen Agama RI.2006. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: CV. Pustaka Agung
Harapan
Hudlary Bek, Muhammad. (tt). Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islamiy. Indonesia: Al-Haromain.
Ibn Abd Al-Azis, Zainuddin. (tt). Fath Al-Mu’in. Surabaya: al-Hidayah.
Kandir, Nor. 2016. Safinatun Najah: Matan Dan Terjemah. Pustaka Syabab.
Khallaf, Abdul Wahab. 1978. Ilmu Ushul al-Fiqh. Bairut: Dar Al-Qalam.
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. 2000.Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama,
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Departemen Agama
R.I.
Maulidi, Rahmah. 2011. Dinamika Hukum Perdata di Indonesia. Ponorogo: STAIN Ponorogo
Press.
Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan. Yogyakarta: LKiS. 2001.
Qasim, M. Rizal. 2013.. Pengamalan Fikih 2. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Santoso, Yahyanto dan Lukman. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta: Trussmedia
Grafika,
Shomad, Abdul. 2010. Hukum Islam. Jakarta: Kencana.
Syafi‟i, Imam. (2018). Transformasi Madzhab Qouli MenujuMadzhab Manhaji
Jama‟iydalam Bahsul Masa‟il. AsySyari’ah: Jurnal Hukum Islam, 4 (1), 19-29.
____________. (2019). Niat al-Muqaranah al-Hakikiyyah dan al-Muqaranah al-Urfiyyah
dalam Ibadah Shalat Perspektif Ulama Syafi‟iyyah. Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam, 4
(2), 177-194.
____________. (2020). Konsep Kafa‟ah Dan Keluarga Sakinah (Studi Analisis Tentang
Korelasi Hak Kafa‟ah Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah). Asy Syari’ah:
Jurnal Hukum Islam, vol. 6, no. 1, 32-48.
31 | J u r n a l M a b a h i t s