Anda di halaman 1dari 13

2.

LANDASAN TEORI

2.1. Pendahuluan
Beton merupakan campuran antara agregat halus, agregat kasar, semen,
dan air, dengan atau tanpa bahan kimia tambahan (admixture), yang membentuk
massa padat. Pencampuran adukan beton dilakukan secara merata dengan
komposisi yang tepat agar mencapai tingkat kekuatan (strength) dan kelecakan
(workability) yang direncanakan. Homogenitas beton dan akurasi mix design
menjadi faktor penting dalam pembuatan beton.
Salah satu cara yang sering digunakan pada proyek pengecoran dengan
skala besar adalah dengan menggunakan ready-mixed concrete. Selain untuk
menjamin mutu beton, kontraktor juga dapat mempercepat waktu pengecoran
dibandingkan dengan pembuatan beton secara manual.
Ready-mixed concrete dapat dipesan pada perusahaan penyedia jasa ready
mix yang ada di sekitar lokasi proyek. Ready-mixed concrete di transportasikan ke
lokasi proyek menggunakan truck mixer. Truck mixer yang digunakan mempunyai
alat penggerak yang dapat digerakkan secara elektrik yang dapat menggerakkan
pengaduk untuk berputar. Truck mixer mempunyai dua kecepatan yang dapat
diatur secara mekanik. Truck mixer harus dilengkapi dengan alat pengatur jarak
yang digunakan untuk menjaga jarak antara bagian bawah pengaduk dengan dasar
mangkuk pengaduk ketika mangkuk berada pada posisi pengadukan. Suhu
ruangan pengadukan harus dijaga antara 20-27,5 ºC. Suhu air pencampur yang
digunakan harus dijaga agar berada dalam batasan (23±1,7) ºC.
Ready-mixed concrete sebaiknya ditransportasikan tidak lebih dari 6
kilometer dari batching plant. Untuk pemakaian dalam volume yang besar dan
menerus dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya mengalokasikan tempat untuk
dibuat batching plant di sekitar lokasi proyek.
Pembuangan sisa beton yang berasal dari dalam truk mixer menjadi suatu
perhatian bagi kalangan pelaksana konstruksi dan pemerhati lingkungan.
Penanganan yang dilakukan selama ini adalah pembuangan sisa beton yang
berasal dari drum truk mixer pada lokasi proyek atau pada suatu lahan kosong.
Penanganan ini berdampak negatif pada lingkungan, seperti timbulnya brown field,
tertutupnya lahan serapan air, serta pemborosan explorasi bahan alam dan energi.

3
Universitas Kristen Petra
Sisa beton yang melekat di dalam drum truk mixer dibersihkan dengan
proses pencucian bagian dalam drum truk mixer setiap hari. Di dalamnya terdapat
sisa agregat yang ikut terbuang. Tindakan yang bijaksana adalah dengan
melakukan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) terhadap sisa material yang ada, agar
dapat diolah dan dipergunakan lagi guna menciptakan pembangunan yang
berkesinambungan (sustainable development).

2.2. Sisa Material Konstruksi


Sisa material yang timbul selama proyek konstruksi berdasarkan asalnya
dapat dikategorikan menjadi dua bagian (Tchobanoglous et al, 1976), yaitu:
a. Demolition waste adalah sisa material yang timbul dari hasil
pembongkaran atau penghancuran bangunan lama.
b. Construction waste adalah sisa material konstruksi yang berasal dari
pembangunan baru atau renovasi bangunan milik pribadi, komersil, dan
struktur lainnya. Sisa material tersebut berupa sampah yang terdiri dari
beton, batu bata, plesteran, kayu, sirap, pipa, dan komponen listrik.

Sisa material konstruksi berdasarkan penyebabnya dapat digolongkan ke


dalam dua kategori (Skoyles, 1976), yaitu Indirect waste dan Direct waste.

2.2.1. Indirect waste


Indirect waste adalah sisa material yang terjadi dalam bentuk pemborosan
(moneter loss) akibat kelebihan pemakaian volume material konstruksi dari yang
direncanakan dan tidak terlihat sebagai sampah di lapangan. Indirect waste terbagi
atas tiga jenis, yaitu:
a. Substitution waste
Sisa material yang terjadi karena penggunaannya menyimpang dari tujuan
semula, sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan biaya. Subtitution
waste dapat disebabkan oleh tiga alasan: Terlalu banyak material yang dibeli,
material yang rusak, dan makin bertambahnya kebutuhan material tertentu.

4
Universitas Kristen Petra
b. Production waste
Sisa material yang disebabkan karena pemakaian material yang berlebihan
dan kontraktor tidak berhak mengklaim atas kelebihan volume tersebut jika
dasar pembayaran berdasarkan volume kontrak.
c. Negligence waste
Sisa material yang terjadi karena kesalahan di lokasi (site error), sehingga
kontraktor menggunakan material lebih dari yang ditentukan.

2.2.2. Direct waste


Direct waste adalah sisa material yang timbul di proyek karena rusak,
tidak dapat diperbaiki dan digunakan lagi, atau hilang selama proses konstruksi.
Direct waste terdiri dari:
a. Transport & delivery waste
Semua sisa material yang terjadi pada saat melakukan pengiriman material
ke dalam lokasi proyek dan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya, termasuk
pembongkaran dan penempatan pada tempat penyimpanan. Sisa material
yang terjadi sebelum material masuk ke area proyek tidak diperhitungkan
karena merupakan tanggung jawab pemasok.
b. Site storage waste
Sisa material yang terjadi karena penumpukan/penyimpanan material pada
tempat yang tidak baik dan perpindahan material di dalam lokasi. Contohnya
penumpukan yang salah mengakibatkan semen rusak dan tidak dapat dipakai.
c. Conversion waste
Sisa material yang terjadi karena dimensi di lapangan tidak sesuai dengan
modular material sehingga membutuhkan konversi. Contohnya material
multiplex untuk bekisting, karena ukuran bekisting yang diperlukan adalah
100cm x 100cm, sedangkan ukuran multiplex yang tersedia lebih besar, maka
harus dikonversi untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan.
d. Fixing waste
Sisa material yang terjadi akibat perbaikan (rework activity) termasuk
material yang rusak atau terbuang selama perbaikan di lapangan seperti kawat
bendrat, kayu, batu bata.

5
Universitas Kristen Petra
e. Cutting waste
Sisa material yang dihasilkan karena pemotongan bahan berdasarkan
desain bangunan seperti tiang pancang, besi beton, batu bata, keramik.
f. Application & residue waste
Sisa material yang terjadi karena pemakaian bahan yang tidak rapi seperti
adanya mortar yang jatuh/tercecer pada saat pelaksanaan atau mortar yang
tertinggal kemudian mengeras pada akhir pekerjaan.
g. Waste caused by other trades
Sisa material yang terjadi karena kerusakan material yang disebabkan oleh
pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaannya.
h. Criminal waste
Sisa material yang terjadi karena tindakan perusakan (vandalism) di lokasi
proyek.
i. Wrong use waste
Pemakaian tipe atau kualitas material yang tidak sesuai dengan spesifikasi
yang ada di dalam kontrak dan harus diganti dengan material yang sesuai
sehingga menyebabkan terjadinya sisa material di lapangan.
j. Wrong specified waste
Sisa material yang terjadi karena kesalahan spesifikasi volume yang tidak
sesuai dengan perhitungan bill of quantity.
k. Learning waste
Sisa material yang terjadi karena pekerja yang masih belum ahli dan masih
dalam pembelajaran, seperti pekerjaan pembesian yang salah dan
menghasilkan sisa material berupa kawat bendrat.
l. Uneconomic use of plant waste
Sisa material yang terjadi karena plant tetap beroperasi ketika sedang tidak
dibutuhkan sehingga menyebabkan material yang dihasilkan menjadi tidak
terpakai.
m. Management waste
Sisa material yang terjadi karena pengambilan keputusan yang salah. Hal ini
terjadi karena lemahnya sistem organisasi proyek, atau kurangnya
pengawasan.

6
Universitas Kristen Petra
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material
Menurut Intan (2004), ada beberapa faktor penyebab terjadinya sisa
material konstruksi yang dikelompokkan menurut tahapan dalam proyek
konstruksi yang tercantum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Faktor Penyebab Sisa Material


Tahap Penyebab
Desain - Adanya perubahan desain
- Informasi gambar kurang/tidak jelas
- Pendetailan gambar yang rumit
- Kurang berkoordinasi terhadap dimensi produk
yang digunakan
Pengadaan - Pesanan material tidak sesuai spesifikasi
- Pemesanan melebihi kebutuhan
- Pemesanan tidak dapat dilakukan dalam jumlah
kecil
- Supplier mengirimkan material yang tidak
sesuai spesifikasi
Penanganan Material - Penanganan yang tidak hati-hati / kecelakaan
- Volume beton dari supplier kurang
- Beton mengeras karena penanganan lambat
- Tercecer pada saat diangkut / dipindahkan
Pelaksanaan - Cuaca yang buruk / hujan
- Pengukuran dimensi tidak akurat
- Terjadi deviasi dimensi struktur pada saat
pengecoran
- Letak tiang pancang bergeser menyebabkan
volume poer dan sloof bertambah
Residual - Sisa material pada akhir pekerjaan
Lain-lain - Hilang karena dicuri

7
Universitas Kristen Petra
2.4. Penanganan Sisa Material Konstruksi
Pada setiap proyek, jenis material yang
yang dipergunakan bermacam
bermacam-macam,
begitu
egitu pula sisa material yang dihasilkan perlu adanya usaha penanganan sisa
material oleh manajer proyek
proyek. Adapun cara-cara
cara penanganan terhadap sisa
material konstruksii berdasarkan pada waste hierarchy (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. The Waste Hierarchy


Sumber: Wikipedia (n.d)

2.4.1. Reduce
Reduce (pengurangan) material sisa konstruksi dalam hal ini dapat dibagi
menjadi dua cara, yaitu:
a. Prevention (pencegahan)
Tindakan pencegahan merupakan
merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi
penggunaan material
al yang dapat menghasilkan sisa material konstruksi. Tindakan
pencegahan merupakan tindakan awal yang dapat dilakukan pada tahap desain
dan sebelum bangunan tersebut dibangun. Hal yang dapat dilakukan dalam usaha
pencegahan ini adalah dengan pembuatan shop drawing yang detail dan lengkap
agar tidak terjadi kesalahan pembuatan,, pengontrolan volume aktual di lapangan
sebelum pemesanan readymix concrete, pemesanan readymix concrete pada
perusahaan penyedia jasa readymix yang kualitas betonnya terjamin, serta
mengatur jadwal pengiriman readymix sesuai dengan kondisi di lapangan
lapangan.

8
Universitas Kristen Petra
b. Minimalization (minimalisasi)
Merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi sisa material
konstruksi. Usaha ini dilakukan dengan cara mempersiapkan rencana penanganan
sisa material konstruksi. Minimalisasi dapat dilakukan dengan penggunaan sarana
dan prasarana yang dapat meminimalkan sisa material konstruksi, seperti
pengunaan concrete pump.
Merencanakan tindakan pencegahan, seperti pemasangan terpal sebelum
pengecoran pada saat musim hujan agar air hujan tidak mengkontaminasi wet
concrete yang dituang ke cetakan, merupakan salah satu cara untuk
meminimalkan sisa material konstruksi (Construction waste minimizaton methods,
2001).

2.4.2. Reuse
Reuse (penggunaan ulang) merupakan usaha untuk menggunakan kembali
material konstruksi dalam bentuk yang sama. Pemisahan sisa material konstruksi
berdasarkan jenis pekerjaan dapat mempermudah kontraktor untuk melakukan
penggunaan ulang berdasarkan tujuannya. Penggunaan ulang material akan
membuat kontraktor lebih berhemat dalam pemakaian material baru, baik dalam
proyek yang sama maupun pada proyek yang akan datang.
Jenis sisa material yang dapat digunakan kembali antara lain batu bata,
kayu, keramik, besi, pipa PVC, kabel, paku, pasir, kerikil, semen, multiplex,dan
paving stone. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menggunakan kembali sisa
material konstruksi (Construction waste management guide, 2003):
 Melakukan identifikasi sisa material yang masih baru dan material konstruksi
yang dapat dipindahkan ataupun dipisahkan tanpa terjadi kerusakan agar
dapat dipergunakan kembali.
 Merencanakan perlindungan, penanganan, penyimpanan, atau pemindahan
material-material yang dapat dipergunakan ulang.
 Mendiskusikan dengan konsultan, kontraktor, subkontraktor, dan owner
tentang ide-ide untuk melakukan penggunaan ulang material sisa

9
Universitas Kristen Petra
2.4.3. Recycle
Recycle merupakan proses daur ulang sisa material konstruksi menjadi
suatu produk baru yang memiliki nilai guna dan nilai jual. Merencanakan usaha
pendaur ulangan dapat dilakukan dengan pengenalan tentang keuntungan yang
didapat serta cara-cara pelaksanaannya kepada pihak-pihak yang terkait dalam
pelaksanaan proyek konstruksi.
Proses daur ulang pada umumnya hanya dapat dilakukan terhadap material
tertentu yang sifatnya dapat didaur ulang. Jenis sisa material yang dapat didaur
ulang antara lain karet, aspal, beton, besi, cat, plastik, kayu, pipa PVC, kertas
packaging, besi baja, kaca, keramik, aluminium, seng. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk melakukan daur ulang (Construction waste management guide,
2005), antara lain:
 Memasukkan persyaratan pada saat prakualifikasi mengenai pengalaman
kontraktor dalam mengurangi sisa material, dan memilih kontraktor
berdasarkan track record dalam perencanaan pengelolaan sisa material pada
proyek-proyek sebelumnya.
 Mengidentifikasi dan mendaftar material konstruksi yang dapat didaur ulang,
serta merencanakan teknik penanganan, penyimpanan, atau pemindahan
material yang masih dapat didaur ulang.
 Memilih sisa material konstruksi yang bernilai jual kembali tinggi serta
menjadwalkan proses daur ulang sisa material konstruksi.

2.4.4. Salvage
Salvage (sampah konstruksi) merupakan sisa material konstruksi yang
dipindahkan dari lokasi proyek ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dijual, atau
disumbangkan kepada pihak ketiga. Dalam proses salvage, sisa material
konstruksi yang dipindahkan masih dapat digunakan kembali atau didaur ulang
oleh pihak ketiga. Tindakan yang dapat dilakukan dalam proses salvage
(Construction waste management guide, 2003), antara lain:
 Melakukan identifikasi sisa material konstruksi yang akan dibuang ke TPA,
dijual, ataupun disumbangkan kepada pihak ketiga.

10
Universitas Kristen Petra
 Merencanakan perlindungan, penanganan, penyimpanan, atau pemindahan
sisa material konstruksi yang dapat dijual (salvageable).
 Membuat jadwal pembuangan sisa material konstruksi.
 Menghubungi pihak yang menangani salvage atau organisasi amal untuk
memindahkan sisa material konstruksi di lokasi proyek yang masih
bermanfaat.
 Mengijinkan para pekerja untuk mengambil sisa material konstruksi yang
salvageable untuk digunakan sendiri.
Pada umumnya limbah material konstruksi dibedakan menjadi dua, limbah
yang berbahaya dan yang tidak berbahaya. Beberapa sisa material konstruksi
memerlukan penanganan khusus karena mengandung zat berbahaya yang dapat
mencemari lingkungan (tanah, air, udara) secara langsung. Pelatihan kepada setiap
pihak yang terlibat dalam proyek tentang penanganan sampah konstruksi sangat
penting (Greenwood, 2004).

2.5. Sumber waste wet concrete pada batching plant.


Berdasarkan panduan Cara Mereduksi Sisa pada Pabrik Beton (Reducing
Waste at Concrete Plant), sisa wet concrete yang terjadi pada batching plant
biasanya timbul dari tiga sumber:
 Pencucian drum truck mixer pada setiap akhir hari kerja untuk mencegah agar
sisa wet concrete tidak mengalami setting di dalam drum.
 Pencucian lokasi batching plant.
 Sisa volume wet concrete yang dikembalikan ke batching plant.

Jumlah sisa wet concrete yang terbentuk relatif kecil jika dibandingkan
dengan kuantitas dari total wet concrete yang terpakai. Umumnya, sisa wet
concrete ini dibuang ke landfill dan menjadi sebuah pilihan yang tidak
sustainable.

2.6. Metode penanganan sisa wet concrete


Berdasarkan panduan Cara Mengurangi Sisa pada Pabrik Beton (Reducing
Waste at Concrete Plant), ada 5 metode yang dapat dan umum dilakukan, yaitu:

11
Universitas Kristen Petra
2.6.1. Pencucian isi drum truk mixer (Washing Out into Settlement Pits)
Kebanyakan pabrik beton readymix di Inggris telah terbiasa melakukan
sistem ini untuk menangani waste. Pencucian drum truk mixer dilakukan karena
ada resiko bahwa sisa wet concrete yang ada di dalamnya dapat mengeras jika
tetap dibiarkan di dalam drum. Pencucian ini biasanya dilakukan pada akhir dari
setiap hari kerja. Cara yang dilakukan dalam metode ini:
a. Drum truk mixer yang telah kosong diisi dengan air.
b. Drum kemudian diputar untuk mencuci sisa beton segar yang masih ada di
bagian dalam drum.
c. Keseluruhan isi drum (air dan benda padat lainnya) dikeluarkan ke lokasi
pembuangan hasil pencucian / wash out pit (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Isi drum truk readymix yang dituang ke wash out pit
d. Air yang dikeluarkan ke lokasi pembuangan hasil pencucian (wash out pit)
dibiarkan mengalir ke beberapa lokasi pengendapan (setting pit) seperti yang
terlihat pada Gambar 2.3, agar dapat diproses.

Gambar 2.3. Setting pit yang terisi

12
Universitas Kristen Petra
e. Lokasi pembuangan hasil pencucian dikosongkan dalam jangka waktu
tertentu dengan memindahkan isinya ke lokasi pengeringan / drying out bay
(Gambar 2.4). Isi lokasi pengendapan juga dapat digali menggunakan shovel,
dan bahan padatnya diletakkan di lokasi pengeringan.

Gambar 2.4. Drying out bay yang terisi

f. Isi dari lokasi pengeringan biasanya dibuang ke lahan yang akan diurug.
Lokasi pengeringan akan dikosongkan jika telah terisi penuh dan jika isinya
telah cukup kering untuk dibawa.

2.6.2. Recycling Water


Air yang berada di lokasi pengendapan (setting pit) dapat dipergunakan
kembali sebagai bahan adukan beton yang baru serta dapat digunakan untuk
pencucian truk. Air yang berada di lokasi pengendapan normalnya relatif bersih
dan bebas dari benda padat. Air yang berasal dari lapangan juga akan mengalir ke
lokasi pengendapan.

2.6.3. Stoning Out Method


Metode ini adalah metode yang mudah dan berhasil dilakukan untuk
membersihkan campuran beton di dalam drum truk mixer. Secara tipikal, 2 ton
agregat kasar dan 200 liter air dimasukkan ke dalam drum truk mixer. Campuran
tersebut diaduk 4-5kali dan kemudian diletakkan di tempat penyimpanan agregat,
atau ditinggalkan di dalam drum selama satu malam. Metode ini adalah metode

13
Universitas Kristen Petra
yang termurah dan termudah dalam mereduksi sisa pada perusahaan pembuat
beton ready-mix. Metode ini hanya cocok dilakukan pada perusahaan yang
mempunyai shovel dan tempat peyimpanan agregat di lantai dasar.

2.6.4. Pencucian dengan bahan kimia (Chemical Wash Out Method)


Prosedur dalam metode ini adalah dengan menyemprotkan campuran air
dan admixture ke dalam drum truk mixer pada setiap akhir hari kerja (Gambar
2.5). Pada pagi harinya, adukan wet concrete yang baru dapat langsung
dituangkan ke dalam drum. Jumlah air yang dibutuhkan untuk mencuci bagian
dalam drum dengan metode ini secara tipikal adalah 300 liter, sedangkan pada
cara konvensional membutuhkan 3000 liter.
Keuntungan yang utama adalah pengeliminasian sisa, sebab sisa wet
concrete dan air yang terlinggal di dalam drum pada setiap akhir hari kerja secara
sederhana akan dicampur pada campuran pertama pada hari selanjutnya.
Meskipun demikian, ada biaya yang berkaitan dengan instalasi fasilitas pencucian
dan biaya pengadaan admixture pengatur hidrasi. Metode ini tidak cocok
digunakan untuk pengadukan skala kecil.

Gambar 2.5. Proses pengisian campuran admixture dan air ke dalam drum

2.6.5. Penggunaan kembali (Reclaimers)


Pencucian melalui alat ayakan (Gambar 2.6) dapat menghasilkan kembali
agregat kasar dan halus, sedangkan campuran air dan semen yang telah terhidrasi
disimpan di lokasi penyimpanan (Gambar 2.7) untuk dipergunakan kembali.

14
Universitas Kristen Petra
Meskipun pada prinsipnya metode ini mudah untuk dilakukan, desain
peralatan yang digunakan cukup kompleks dan membutuhkan pengelolaan serta
perawatan yang baik. Sistem ini mengeliminasi sisa yang dihasilkan dari
pencucian bagian dalam drum. Perusahaan yang telah menerapkan sistem ini
melaporkan penghematan sebesar 75% dari biaya pembuangan sisa.

Gambar 2.6. Alat yang digunakan dalam metode reclaim

Gambar 2.7. Lokasi penyimpanan hasil metode reclaim

15
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai