Anda di halaman 1dari 5

MINIMNYA PENDIDIKAN MASYARAKAT DESA

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan karya ilmiah tentang
MINIMNYA PENDIDIKAN MASYARAKAT DESA. Karya ilmiah ini telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembautan karya ilmiah ini ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga karya ilmiah tentang MINIMNYA PENDIDIKAN
MASYARAKAT DESA ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ……………………………...................................................................... i

KATA PENGANTAR …………………………....................................................................... ii

DAFTAR ISI …………………………………......................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………....................................................................... 1

 A. Latar Belakang …………………………………………....................................... 2


 B. Rumusan Masalah ………………………………………....................................... 2
 C. Tujuan Penulisan ………………………………………......................................... 3
 D. Manfaat Penulisan ………………………………………....................................... 3

BAB II PEMBAHASAN …………………………....................................................................... 4

 A. Pengertian Erosi Air ……………………………………...................................... 4


 B. Penyebab Erosi Air ……………………………………........................................ 6
 C. Dampak Erosi Air ………………………………………..................................... 12
 D. Contoh Kasus Erosi Air ………………………………. ........................................16
 E. Cara Mengatasi Erosi Air …………………………….......................................... 20
 F. Upaya Pencegahan Erosi Air ………………………............................................. 25

BAB III PENUTUP ……………………………………............................................................ 26

 A. Simpulan ……………………………………………………............................... 30
 B. Saran ………………………………………………………….............................. 31

DAFTAR PUSTAKA …………………………………............................................................. 32


BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Daerah perdesaan merupakan tempat yang asri dan rasa toleransi di antara penduduknya Ngg
Menurut Paul H.Landis, desa adalah permukiman yang penduduknya kurang dari 2.500 jwa.
Dalam kesehariannya, masyarakat desa sangat memegang erat rasa kekeluargaan dan wa
gotong royong. Kondisi seperti itu menjadikan penduduk merasa kehidupan perdesaan penuh
dengan kedamaian dan tenggang rasa yang sangat tinggi.
Padahal pada kenyataannya, potensi masalah pasti ada di desa yang dinamis sekalipun.
Menurut Rogers (1969), salah satu ciri masyarakat desa adalah lack of innovation, yaitu
adanya rasa enggan untuk menerima atau menciptakan ide-ide baru. Hal ini biasanya
disebabkan kurangnya keterbukaan terhadap pengetahuan baru dan kurangnya kesadaran
terhadap pentingnya pendidikan. Sebagian besar masyarakat desa lebih mengutamakan
keterampilan bekerja daripada kemampuan intelektual sehingga jarang penduduk desa yang
merasa perlu mengenyam pendidikan.
Masalah kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat desa tidak
bisa dianggap sebagai hal yang sepele. Hal itu secara tidak langsung dapat menghambat
perkembangan dan kemajuan desa. Rendahnya tingkat pendidikan di desa sebenarnya tidak
hanya disebabkan oleh faktor internal dari masyarakat desa itu sendiri, tetapi juga merupakan
kurangnya dukungan dari pemerintah. Hal ini terlihat dari ketidaklayakan sarana dan
prasarana pendidikan yang ada di daerah perdesaan.
Di banyak desa, bangunan sekolah hanya beratapkan daun rumbla, tanpa meja dan kursi.
Akibatnya, para siswa terpaksa harus belajar sambil bertiarap dan berdesakan. Kondisi
beberapa materialnya pun sudah lapuk. Selain itu, masalah besar penyebab rendahnya
pendidikan adalah kurangnya perhatian pada infrastruktur jalan. Hal itu menyebabkan siswa
harus berjalan berkilo-kilo dan mempertaruhkan nyawa dengan melintasi sungai hanya
menggunakan seutas kawat baja untuk mencapai sekolah. Oleh karena itu, masalah
pendidikan di daerah pedesaan menarik untuk dibahas.

B. Rumusan Masalah
1.

B. Pembahasan
Salah satu indikator pendidikan yang ideal menurut Badan Standar Nasional Pendidikan
adalah harus memiliki sarana perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, dan
sumber belajar lainnya. Namun, pada kenyataannya, di masyarakat perdesaan, hal ini masih
belum bisa dicapai. Sebab pastinya belum diketahui. Padahal, pemerintah telah
menganggarkan sekurang-kurangnya 20% dari APBD dan APBN untuk keperluan atau
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Seharusnya, pemerintah lebih berperan
aktif dalam penyelenggaran pendidikan di setiap wilayah di suatu negara. Tidak hanya pada
daerah kota-kota besar, tetapi juga aktif dalam penyelenggaraan pendidikan di wilayah
perdesaan.
Daerah perdesaan sebenarnya memiliki potensi sumber daya yang besar untuk dieksplorasi,
tetapi karena kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, perkembangan pendidikan
akan terhambat. Hal ini benar-benar terjadi di sekitar kita. Contohnya yang terjadi di Desa
Kambang Kuning, Haruai, Tabalong. Mereka menjalankan kegiatan belajar di bekas ruangan
WC selama kurang lebih 4 tahun terakhir ini. Kondisi itu sangatlah ironis karena terjadi
di sekolah yang lokasinya hanya sekitar 25 kilometer dari Ibu Kota Tabalong Tanjung.
Apalagi, Tabalong adalah salah satu kabupaten yang kaya sumber daya alam (SDA) dan hasil
perkebunan. Banyak perusahaan dari skala lokal, nasional hingga internasional yang mengais
rezeki di kabupaten tersebut. Akan tetapi, itulah yang terjadi di SDN 2, Desa Kembang
Kuning Harual Jika sepintas dilihat dari luar, bangunan sekolah yang terletak sekitar 10
kilometer dari pusat kecamatan tersebut masih bagus karena terbuat dari beton dengan cat
yang belum kusam. Akan tetapi sudah bertahun-tahun proses belajar mengajar di sekolah
juga menggunakan ruangan yang semula digunakan untuk toilet atau WC r dinas guru
sebagai ruang kelas. Hal itu terpaksa dilakukan karena usulan untuk menambah ruang yang
diajukan pengelola sekolah belum juga ada tindak lanjutnya. Saat ini, sekolah tersebut
memiliki 232 murid. Sementara ruang kelas hanya enam unit plus satu ruang untuk para guru,
Kebutuhan ruang kelas bagi murid-murid dari kelas I sampal IV sebanyak delapan unit.
Perinciannya, kelas I, IV, dan Vi masing-masing satu ruang serta kelas II dan III masing
masing dua ruang Dua ruang lain yang digunakan untuk proses belajar mengajar murid kelas
IIB dan 18 menggunakan dua rumah dinas guru yang berbentuk kopel karena ruang yang
tersedia hanya enam unit. Sementara ruang kelas bekas WC digunakan untuk pelajaran
agama secara bergiliran bagi semua kelas. Diperkirakan ukuran ruang kelas bekas WC itu
adalah empat kali tiga meter Sementara ruang dari rumah dinas, masing-masing berukuran 4
x 6 meter. Berdasarkan pantauan, jumlah murid yang berkelas di rumah dinas hanya 18
orang. Selain itu, antara meja guru dan murid tidak berjarak. Itu pun banyak yang dalam
kondisi rusak. Kaca jendela juga ada yang pecah. Parahnya lagi, jika hujan turun lebat, lantai
yang tidak berkeramik akan terendam
Sekolah Dasar Negeri (SDN) SDN 2 Kembang Kuning, Tabalong yang menjadikan bekas
ruang toilet dan rumah dinas memperlihatkan bahwa pemerintah daerah (Pemda) setempat
lupa. Sekolah yang memerlukan bantuan telah terlewatkan. Sebab, biasanya selalu ada
perencanaan untuk pembangunan setiap tahun. Tentunya didukung data-data yang valid
Artinya, semua sekolah terdata. Sebenarnya, anggaran yang diperlukan juga tidak terlalu
besar, hanya dua kelas. Kondisi itu juga memperlihatkan bahwa rencana perbaikan sekolah
tidak terprogram secara baik oleh Pemprov, Pemkot, atau Pemkab.
Biasanya dan seharusnya, Pemda memiliki blue print, berupa pemetaan. Khusus untuk
Disdik, berupa pemetaan pendidikan. Dengan pemetaan itu bisa tergambarkan sekolah
sekolah yang tidak layak yang harus diperkuat melalui cara revitalisasi. Melihat kenyataan
itu, pemetaan yang dilakukan dipastikan kurang tajam. Meski jarak dengan pusat kota hanya
sekitar 25 kilometer.
Tabalong adalah wilayah yang kaya sumber daya. Terdapat perusahaan tambang berskala
besar. Seharusnya, hal ini tidak terjadi lagi. Hal itu karena CSR (Corporate Social
Responsibility! dari perusahaan-perusahaan pasti dapat digunakan untuk membangun daerah.
Pemkab seharusnya berinisiatif agar bantuan melalui CSR bisa disalurkan sesegera mungkin.
Sebab, jika melalui jalur APBD, sudah menjadi rahasia umum harus menunggu pencairan
anggaran. Ini memerlukan waktu. Jika menggunakan APBD Perubahan tentu harus
menunggu pula hingga pertengahan 2015. Bisa-bisa bangunannya baru selesai akhir 2015.
Sebagian besar anak-anak yang tinggal di perdesaan dewasa ini sudah mulai menyadar
tentang pentingnya pendidikan. Namun, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat
desa belum mampu mengenyam pendidikan dengan layak. Contohnya, lingkungan keluarga
yang tidak mendukung semangat belajar anak-anak mereka karena mayoritas orang tua d desa
beranggapan lebih baik meneteskan peluh di ladang daripada duduk seharian di bangku
sekolah. Faktor lain yang menyebabkan susahnya anak-anak mengenyam pendidikan adalah
sulitnya akses ke sekolah, yang mengendorkan semangat belajar anak-anak di desa.

C. Simpulan
Dari pembahasan tersebut, dapat simpulan bahwa faktor yang menyebabkan tingkat
pendidikan di daerah perdesaan adalah karena kurangnya kesadaran para penduduk desa.
Selain faktor tersebut, faktor lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan di
perdesaan adalah karena kurang meratanya pelaksanaan pendidikan. Di daerah perdesaan,
sarana-prasarana pendidikan yang ada bisa dikatakan jauh dari kata layak dan juga akses
untuk ke sekolah sangat menyulitkan bagi pelajar di perdesaan.

D. Saran
Seharusnya, pemerintah lebih berperan aktif dalam proses berjalannya pendidikan di daerah
perdesaan. Selain itu, masyarakat desa tidak hanya disediakan fasilitas pendidikan, tetapi
harus diberi pemahaman akan pentingnya pendidikan. Kementerian Pendidikan Juga
diharapkan mampu bekerja sama dengan kementerian lainnya guna memaksimalkan
pelaksanaan pendidikan di daerah perdesaan.

DAFTAR PUSTAKA
Banjarmasin Post. Edisi 9 Oktober 2014. Halaman 1.Idi, Abdullah. 2011. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Koentjaraningrat. 1984. Masyarakat Desa di
Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Muhadjir,
Noeng. 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin.Shahab,
Kurnadi. 2014. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.Suryadi, Ace. 1993.
Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai