Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar yang mendukung penelitian

meliputi : 1) Konsep Dasar Hematemesis Melena, 2) Konsep Dasar Hipovolemik,

3) Konsep Askep Hematemesis Melena.

2.1 Konsep Hematemesis Melena

2.2.1 Definisi

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah

pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang

disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna

hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara

darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga

dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-

gumpal. (Syaifudin,2015)

Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien

mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB)

berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu

perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan

merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah

sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi

karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum


manusia, sistem pencernaan mengolah makanan atau asupan yang masuk

untuk diubah menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena

itu, sistem pencernaan yang terdiri dari organ-organ tersebut harus tetap

terjaga agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal (Bruner and

Suddart, 2011).

2.2.2 Etiologi

a) Kelainan di esophagus

1) Varises esophagus

Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan

pecahnya varises esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau

pedih di epigastrium. Pada umumnya sifat perdarahan timbul

spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-

hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam

lambung.

2) Karsinoma esophagus

Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena

daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan

mengurus dan anemis, hanya sesekali penderita muntah darah dan

itupun tidak masif.

3) Sindroma Mallory – Weiss

Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah

hebat yang pada akhirnya baru timbul perdarahan. misalnya pada


peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh

karena terlalu sering muntah - muntah hebat dan terus - menerus.

4) Esofagitis dan tukak esophagus

Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih

sering intermiten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih

sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esophagus

jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingka dengan

tukak lambung dan duodenum.

b) Kelainan di lambung

1) Gastritis erisova hemoragika

Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah

penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung.

Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.

2) Tukak lambung

Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu

hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di

epigastrium yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis

tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.

3) Kelainan Darah

polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,

trombositopenia purpura.
2.2.3 Manifestasi Hematemesis Melena

Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien

hematemesis melena adalah muntah darah (hematemesis),

mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena), mengeluarkan darah

dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung

meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah,

penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta

memar, demam ringan antara 38 -39° C, nyeri pada lambung / perut,

nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi perdarahan yang

berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht

(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing

yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis

pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah

setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus

(Purwadianto & Sampurna, 2000)

Gejala yang ada yaitu :

a. Muntah darah (hematemesis)

b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)

c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)

d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah

e. Akral teraba dingin dan basah

f. Nyeri perut

g. Nafsu makan menurun


h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat

menyebabkan terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat,

nyeri dada dan pusing.

2.2.4 Patofisiologis

a. Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal

karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung

pencernaan (asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi

berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam

pepsin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal

dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi

mucus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam

klorida.

b. Sekresi lambung

Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa :

1. Fase sefalik yaitu : fase yang dimulai dengan

rangsangan seperti pandangan, baau, atau rasa makanan

yng bekerja pada reseptorkortikal serebral yng paada

gilirannya merangsang sarafvagal

2. Fase lambung, yaitu : pada fase lambung dilepaskan

asam lambung dilepaskan sebagaiiakibat dri rangsangan

kimiawi dan mekanis terhadap resptor di dinding

lambung.
3. Fase usus, yaitu makanan pada usus halus menyebabkan

pelepasan hormon yng pada waktunya akan

merangsang sekresi asam lambung.

c. Barier mukosa lambung

Merupakan pertahanan utama lambung tehdp pencernaan yng

dilakukan lambung ituusendiri. Faktor lain yang

mempengaruhi pertahanan mukosa adlh suplaidaraah ,

keseimbangan asamm basa, integritasselmukosaa dan

regenersiseelepiitel. Seseorang mungkin akan mengalami

ulkusbpeptikum karena satu dari dua faktor ini, yaitu:

1) Hiperbsekresi asam lmbung

2) Kelemahan barier mukosa lambung. Apapun yang

menurunkan produksi mucus lambung atau merusak

mukosa lambung adalah ulserogenik ; salisilat, obat anti

inflamasi non steroid, alcohol dan obat antiinflamasi

d. Sindrom Zollinger-Ellison

Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan : hipersekresi getah

lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma dalam pancreas.

e. Ulkus Stres

Merupakan istiilah yng diberikan pad ulserasii mukosall akut dar

duodenal atau arealambung yang terjadi setelah kejadian penuh

stress secara fisiologis. Kejadian stress s p t : luka bakar, syok,

sepsis berat dan trauma organ multiple (Nurarif, Amin dkk. 2015,
Pierce & P 2006)

2.2.5 Pathway

Zat kimia, obt-obatan golongan NSAID,

alkohol Kelainan di esofagus, kelainan

di lambung Iritasi mukosa lambung

Erosi mukosa lambung, Mual, Muntah, Anoreksia, Perdarahan,

Hematemesis
melena

Vol Intravaskular merangsang nosi Intake

Nutrisi menurun reseptor hipotalamus Adekuat

Penurunan Hb agen cedera Nutrisi kurang


dari kebutuhan
biologis Transport O2 menurun Nyeri

Cepat lelah kurang informasi


Keletihan

Gangguan perfusi Kurang


jaringan Tidak efektif
Intoleransi
pengetahuan

Kurang volume Resiko syok Hipovalemik


cairan

Gambar 2.1 Patway

( Nurafif, Amin dkk. 2015, Pierce & Booley,2006)


2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja

Mkroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga

ada intoleransi gula, biakan kuman untuk mencari kuman

penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada

diare persisten).

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan

darah rutin berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,

pemeriksaan hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya

kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang

adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk

menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis,

pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori.

3. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi

Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena

dapat memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau

penyebab perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan

duodenum

4. Kontras Barium (radiografi)

Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini

dilakukan atas dasar urgensinya dan keadaan kegawatan.

5. Angiografi

Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran


cerna yang tersembunyi dari visual endoskopik.

(Nurarif, Amin dkk. 2015)

2.2.7 Penatalaksanaan

a. Keperawatan

Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas

harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit

untuk mendapatkan pengawasan yng teliti dan pertolongan

yang lebih baik. Pengobatan meliputi :

1) Tiirah baaring

2) Diit makanan lunak

3) Pemeriksaan Hb, Ht

4) Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan luas

5) Pemberian cairan IV untuk mencegah dehidrasi

6) Pengawasan thd TD, N dan kesadaran bila perlu pasang

CVP

7) Pertahankan kadar Hb 50-70 % nilai normal

8) Pemberian obat hemostatik seperti Vit K

9) Dilakukan klisma dengan air biasa dan pemberian

antibiotik yang tidak diserap usus

b. Medis

1) Pemasangan balon SB Tube

Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita

perdarahan akibat pecahnyaavarises. Sebaiknya


pemasangan SB tube dilakukan sesudaah penderita

tenaang dan kooperatif, sehingga penderita dapat

diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tsb,

cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan

yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.

2) Tindakan operasi

Bila usahausaha penanggulangan perdarahan diatas

mengalami kegagalaan dan perdarahan tetap

berlangsung, maka dapat dilakukan tindakan operasi .

Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi

varises esofagus, transeksi esofagus, pntasaan

portokaval. Operasi efektif dianjurkan setlah 6 mgg

perdarahan berhenti dan fungsi hati membik.

(Nurarif, Amin dkk. 2015)

2.2.8 Komplikasi

Menurut Primanileda, 2009. Komplikasi Hematemesis Melena antara

lain :

a. Syok hipovolemik

Disebut juga dengan syok preload yng ditandai dengan

menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan.

Dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.

Anemia karena perdarahan.


Anemia karena perdarahan adalah berkurangnya jumlah

sel darah merah atau jumlah hemoglobin. Perdarahan hebat

merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika kehilangan

darah, tubuh segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh

darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap

terisi. Akibatnya darah menjadi encer dan persentase sel darah

merah berkurang.

b. Koma hepatik

Suatu sindrombneuropsikiatrik yang ditndai dengn perubahan

kesadaran, intelektual, dan kelainan neurologis yng menyertai

kelainan parenkimbhati.

c. Aspirasi pneumoni

Infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk ke saluran

napas.

d. Anemi posthemoragik

Kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari.

2.2 Konsep Dasar Hipovalemik

2.2.1 Definisi

Hipovalemia merupakan penurunan volume cairan intravaskuler,

interstisial, dan imtraselular (SDKI, 2016). Hipovolemik adalah penyebab

syok yang sering terjadi pada dewasa. Hilangnya volume dapat


menurunkan preload yang menyebabkan penurunan curah jantung, tekanan

darah serta gangguan perfusi jaringan (Ramdani B., 2016).

Secara patofisiologis hipovalemik merupakan gangguan hemodinamik

yang menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan

(Hadisman, 2013). Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah

dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada

kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak

adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. (Dewi & Rahayu,

2010)

2.2.2 Penyebab Hipovalemik

Hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume

darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat

pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah. Kekurangan volume

darah sekitar 15-25% biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan

darah sistolik, sedangkan defisit volume darah lebih dari 45% umumnya

fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik yang disebabkan

oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke

dalam jaringan kontusio atau usus yang memgembang, kerusakan jantung

dan paru-paru dapat juga menyongkong masalah ini secara bermakna. Syok

akibat kehilangan cairan berlebih juga timbul pada pasien luka bakar yang

luas (Caterio, Jeffry M., Kahan, Scott, 2010).

Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok

yang terdiri dari :


1. Perdarahan

a. Eksternal

Kehilangan darah karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh

di sebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul. Trauma

yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah yang besar. Misalnya fraktur humerus

menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur

menampung 1000-1500 mi perdarahan.

b. Internal

1. Hematom supkapsular hati

2. Aneurisma aorta pecah karena kelainan pembuluh darah

3. Perdarahan gastrointestinal

4. Perlukaan berganda

2. Kehilangan Cairan Ekstrsseluler

a. Muntah (vomitus)

b. Dehidrasi

c. Diare

d. Terapi diuretik yang sangat agresif

e. Diabetes Inspidius

f. Infusiensi Adrenal

Penyebab Hipovalemik menurut (NANDA, 2015; SDKI Tim Pokja, 2016) :

1). Kehilangan cairan aktif

2). Kegagalan mekanisme regulasi


3). Peningkatan permrabilitas kapiler

4). Kekurangan intake Cairan

2.2.3 Patofisologis

Syok hipovolemik atau status syok akibat dari kehilangan volume

cairan sirkulasi (penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai

kondisi yang secara bermakna menguras volume darah normal, plasma,

atau air. Patologi dasar, tanpa memperhatikan tipe kehilangan cairan yang

pasti, dihubungkan dengan defisit volume atau tekanan cairan sirkulasi

aktual. Penurunan volume cairan sirkulasi menurunkan aliran balik vena,

yang mengurangi curah jantung dan karenannya menurunkan tekanan

darah. Penurunan curah jantung disebabkan oleh penurunan volume preload

walaupun terdapat kompensasi peninggian resistansi vaskuler,

vasokonstriksi dan takikardia. (Dewi, Rismala. 2013)

Kegagalan sirkulasi menyebabkan hantaran oksigen (DO ) ke

jaringan berkurang diikuti dengan penurunan tekanan oksigen parsial (pO ).

Pada saat terjadi penurunan pO sampai pada titik kritis, maka fosforilasi

oksidatif yang bergantung pada oksigen akan menggeser metabolisme, dari

aerob menjadi anaerob, sehingga kadar laktat darah meningkat dan

menyebabkan terjadinyaasidosis laktat. Hantaran oksigen dipengaruhi oleh

kandungan oksigen darah arteri (CaO ) dan curah jantung (CO) sesuai

dengan persamaan berikut (Dewi, Rismala. 2013) : Curah jantung pada

anak sangat tergantung pada detak jantung (HR) dibandingkan dengan isi

sekuncup (SV) karena miokard belum matang. Pada saat tubuh kehilangan
volume intravaskular lebih dari 10% akan terlihat beberapa usaha tubuh

untuk mengembalikan fungsi kardiovaskular dan volume darah dengan

mekanisme kompensasi yang melibatkan respon neurohumoral,

kemoreseptor, dan endokrin. Berdasarkan proses patofisiologi tersebut syok

terbagi menjadi 3 fase, yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan

ireversibel. (Dewi, Rismala. 2013).

2.2.4 Tanda dan Gejala Hipovalemik menurut (NANDA,

2015; SDKI Tim Pokja, 2016)

1. Data Mayor

- Subjektif

(a) Frekuensi nadi meningkat

(b) Nadi teraba lemah

(c) Tekanan darah menurun

(d) Tekanan nadi menyempit

(e) Turgor kulit menyempit

(f) Membrane mukosa kering

(g) Volume urin menuruin

(h) Hemptpkrit meningkat

2. Data Minor

- Subjektif

a) Merasa Lemas

b) Mengeluh haus

- Objektif
a) Pengisian vena menurun

b) Status mental berubah

c) Suhu tubuh meningkat

d) Konsentrasi urin meningkat

e) Berat badan tutun secara tiba-tiba

2.2.5 Kondisi Klinis Terkait (SDKI, 2016)

1. Tromboflebitis

2. Diabetes militus

3. Anemia

4. Gagaal jantung kongenital

5. Thrombosis arteri

6. Varises

7. Thrombosis vena dalam

8. Sindrom kompartemen
2.2.6 Komplikasi

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia

jaringan yang berkepanjangan.

2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus

kapiler karena hipoksia.

3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian

jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang

koagulasi.

2.2.7 Data Penunjang.

1. Kimia Serum seperti elektrolit, BUN dan kreatinin

2. DPL dan profil koagulasi

3. AGD (Analisa Gas Darah) dan Oksimetri nadi

4. Pemeriksaan curah jantung

5. Laktat Serum 6. Urinalisis dengan berat jenis, osmoralitas, dan elektrolit

urin

6. EKG (Nurarif, Amin & Kusuma, Hadi. 2014)


2.3 Konsep Asuhan Keperawatan dengan Masalah Hipovalemik pada Pasien

Hematemesis Melena

2.2.1 Pengkajian Data

1. Data Subyektif

a. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama (berisi inisial), umur jenis kelamin

(laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan

pekerjaan dan pola hidup sehat), pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer

register, diagnosis medis ( Mutaqin, 2011).

a. Keluhan utama

Keluhan utama yang didapat biasanya edema perifer, keluarnya

urine sedikit, lelah dan nafas berbau (ureum)

b. Riwayat kesehatan sekarang

perubahan pola nafas karena komplikasi dari gangguan sistem

ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada nafas.

Selain itu karena berdampak pada proses metabolisme (karena

intoksikasi), maka akan terjadi anoreksia, dan vomit sehingga

beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi (Prabowo, 2014)

c. Riwayat penyakit dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran

kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign

Prostic Hyperplasia, dan prostateklomi. Kaji adanya riwayat


penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang

berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada

masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting

untuk dikaji mengenal riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu

dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian

dokumntasikan. (Mutaqin, 2012)

d. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita DM, penyakit ginjal

polikistik, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, asidosis, tubulus

ginjal.

2. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik

yang terdiri dari inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi

1. B1 (Breathing)

Respon uremia didapatkan adanya pernapasan kussmaul. Pernapasan

sesak dan saat bernapas dengan bau urine (factor uremik). Pola napas

cepat, dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan

karbondioksida yang menumpuk disirkulasi.

2. B2 (Blood)

Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan

menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi

pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD

meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik. Palpitas, nyeri dada atau
angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan

perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat

hyperkalemia, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.

3. B3 (Brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral seperti

perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya

kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, kram otot dan

nyeri otot.

4. B4 (Bladder)

Tidak bisa BAK, Penurunan urine output < 400 ml/hari (oliguria)

sampai anuri, terjadi penurunan libido berat, Secara normal kandung

kemih tidak dapat di perkusi, kecuali volume urine diatas 150 ml. Jika

terjadi distensi, abdomen kembung, perubahan warna urine menjadi

lebih pekat/gelap.

5. B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder

dari bau mulut ureum, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran

cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari

kebutuhan.

6. B6 (Bone)

Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, terdapat

edema di ektremitas atas/bawah, nyeri kaki (memburuk saat malam

hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritis, demam


(sepsis,dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,

defosit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, dan sendi

keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara

umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari

hipertensi. (Mutaqin, 2012)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Hipovalemik berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin,

badannya lemas dan tampak pucat dan anemis dengan HB : 4,20 g/dL.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi merupakan rencana asuhan keperawatan yang dapat

terwujud dari kerjasama antara perawat dan dokter untuk melaksanakan

rencana asuhan yang menyeluruh dan kolaboratif.

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi

1. Hipovalemik Setelah dilakukan a. Observasi


berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor adanya respon
dengan penurunan selama 3x24 jam kompensasi awal syok
konsentrasi diharapkan (misalnya, tekanan darah
hemoglobin, Hipovalemik membaik normal, nadi melemah,
badannya lemas dan dengan kriteria hasil: hopotensti ortoastatik
tampak pucat dan ringan,perlamb atan
1. Tidak terjadi
anemis dengan HB : pengisian kapiler,
penurunan
4,20 g/dL pucat/dingin pada kulit,
tekanan nadi
takipnea, mual muntah,
perifer
peningkatan rasa haus, dan
2. Waktu pengisian
kelemahan)
kapiler kurang dari
2. Monitor adanya tanda awal
3 detik
reaksi alergi (misalnya
3. Nadi tidak lemah
rhinitis, mengi, dispnea,
4. Klien tidak
mengalami akral gatal-gatal dan kemerahan,
dingin angiodema pada kulit,
lembab/basah gangguan saluran
5. Klien tidak tampak pencernaan).
pucat 3. Monitor kemungkinan
6. Klien tidak penyebab kehilangan cairan
mengalami (misalnya selang dada, luka,
penurunan drainase nasogastrik, diare,
kesadaran muntah).
b. Terapeutik
1. Untuk mengetahui
kehilangan dan
kebutuhan cairan
2. Posisi pasien
berbaring di tempat
tidur dengan bagian
kepala lebih rendah
dari pada kaki. Untuk
melancarkan
peredaran darah
keotak.
3. Pemenuhan
kebutuhan dasar
cairan dan
menurunkan resiko
kekurangan cairan.
c. Edukasi
1. Anjurkan untuk
pemenuhan
kebutuhan dasar
cairan
2. Ajarkan pasien untuk
menghindari bahan
yang menyebabkan
alergi yang diketahui
3. Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda/gejala syok yang
mengancam jiwa
2.2.1 Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan

(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan

keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui barbagai hal

diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik

komunikasi, kemamapuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang

hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan

pasien.

2.2.2 Evaluasi

Evaluasi tahap akhir dari suatu proses perawatan juga merupakan

perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien

dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan cara melibatkan pasien sesama

tenaga kesehatan

Anda mungkin juga menyukai