Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KIMIA

ANORGANIK I DAN FISIK II JURUSAN KIMIA FAKULTAS


MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Judul : Koloid
Nama : Fauzan M Rafi
NPM : 1817011081
Bandar Lampung, 11 Mei 2022
Mengetahui
, Asisten
Praktikum

Annida

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu kimia dikembangkan melalui penelitian dan percobaan. baik dalam skala
laboratorium maupun di lingkungan terbuka. Memahami kimia membutuhkan
keterampilan analisis masalah yang mendalam. Siswa tidak hanya pintar mengingat
dan menghafal simbol atau rumus kimia saja. Namun, mereka harus mampu
menerapkan konsep kimia dalam kehidupan nyata. Kendala yang dialami oleh
mahasiswa yang menguasai ilmu kimia pada umumnya adalah keterbatasan
pengetahuan dan kurangnya keterampilan dalam melakukan percobaan atau
penelitian, termasuk dalam memahami materi koloid. Siswa mengalami kesulitan
dalam menjelaskan pengertian koloid, sifat optik, sifat kinetik, sifat fisika, sifat
adsorpsi, dan sifat koagulasi. Kemampuan siswa dalam mengembangkan logika
bingkai dan inferensi logis, menggambarkan sifat-sifat koloid, terutama yang
berkaitan dengan sesuatu yang abstrak, masih sangat minim. Massa menjelaskan
arti
Efek Tyndall dan luas permukaan partikel (jarak antar partikel berukuran koloid)
tidak terlalu dalam (Supartono dkk, 2009).
Koloid merupakan salah satu bahan ajar kimia. Koloid adalah campuran dua
atau lebih zat yang salah satu fasenya tersuspensi sebagai sejumlah besar partikel
yang sangat besar
kecil pada fase kedua. Sistem koloid terdiri dari fase terdispersi dengan ukuran
tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang terdispersi disebut fase terdispersi,
sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersi disebut medium pendispersi.
Sol adalah sistem koloid yang fase terdispersinya berupa zat padat dan medium
pendispersinya berupa zat cair atau zat padat. Jika medium pendispersinya berupa
padatan, disebut sol padat. Emulsi adalah sistem koloid di mana fase terdispersinya
adalah cairan dan medium pendispersinya adalah cairan atau padatan. Jika medium
pendispersinya berupa padatan, maka disebut emulsi padat. Beberapa emulsi (fase
terdispersi cair dan medium pendispersi cair) membentuk campuran yang kurang
stabil. Misalnya minyak dan air, setelah dikocok akan diperoleh campuran yang
langsung terpisah jika didiamkan. Emulsi semacam itu membutuhkan pengemulsi
untuk membentuk campuran yang stabil (Safriani dan Lazulva, 2021).
Partikel dalam koloid terlalu kecil untuk dilihat dengan mata atau dengan
mikroskop biasa. Namun, partikel-partikel ini dapat mempengaruhi cahaya tampak,
yang ukurannya cocok untuk menyebabkan cahaya menyebar pada sudut yang besar.
Jika konsentrasi koloid besar, hamburan cahaya akan menyebabkan larutan koloid
tampak jenuh. Jadi, cahaya tidak ditransmisikan, misalnya susu. Partikel koloid
menyebarkan cahaya yang mengenai susu. Susu kemudian diserap, sehingga tidak
diteruskan. Jika konsentrasinya lebih rendah, dispensasi koloid terlihat seperti awan
dan jika diencerkan lagi bisa lebih cerah (transparan), misalnya larutan kanji encer
akan tampak cerah. Koloid selalu mengandung dua fase yang berbeda: gas, cair, atau
padat. Pengertian fasa disini tidak sama dengan bentuk, karena ada bentuk yang sama
tetapi fasa yang berbeda, misalnya campuran air dan minyak ketika dikocok akan
melihat tetesan minyak di dalam air (Syukri, 1999).
Keadaan koloid adalah suatu keadaan antara larutan dan suspensi. Suatu
kumpulan dari beberapa ratus ataubeberapa ribu partikel yang membentuk partikel
lebih besar dengan ukuran sekitar 10 Å sampai 2 000 Å dikatakan berada dalam
keadaan koloid. Dalam suatu sistem koloid, partikel-partikel koloid terdispersi
(tersebar) dalam medium pendispersinya. Zat terdispersi maupun medium pendispersi
koloid dapat berupa zat padat, dari partikel koloid dibandingkan dengan ukuran
medium di mana partikel itu tersebar, maka disini tidak digunakan istilah zat terlarut
dan pelarut melainkan fase terdispersi dan medium pendispersi Campuran koloid
mengandungpartikel-partikel yang ukurannya berada diantara partikel zat terlarut
dalam larutanmurni dan campuran heterogen (Brady, 1992).
Sifat fisik koloid berbeda-beda tergantung dari jenis koloid. Pada koloid
hidrofobik, sifat-sifat seperti densitas, tegangan permukaan, dan viskositas hampir
sama dengan sifat medium pendispersi. Pada koloid hidrofilik karena hidrasi, sifat
fisiknya sangat berbeda dengan mediumnya. Viskositas lebih besar dan tegangan
permukaan lebih rendah. Koloid adalah bentuk campuran yang keadaannya terletak di
antara larutan dan campuran kasar. Walaupun secara makroskopis koloid tampak
homogen, tetapi koloid tergolong campuran yang heterogen. Campuran koloid
umumnya stabil dan tidak dapat disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm
– 100 nm. Koloid dibagi menjadi dua yaitu Koloid liofil, yaitu koloid yang suka
berkaitan dengan mediumnya sehingga sulit dipisahkan atau sangat labil sedangkan
Koloid liofob, yaitu koloid yang tidak menyukai medium sehingga cenderung
memisah, akibatnya tidak stabil (Keenan, 1984).

B. TUJUAN PERCOBAN
Adapun tujuan dari percobaan ini antara lain adalah sebagai berikut.
1. Dapat membedakan antara sistem larutan, emulsi, dan koloid.
2. Mengetahui perbedaan koloid liofil, liofob, dab pelindung.
3. Mengetahui prinsip adsorpsi.
METODE PERCOBAAN
A. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain yaitu tabung reaksi,
pipet volume 10 mL, stopwatch, gelas ukur 100 mL, beaker gelas 200 mL, batang
pengaduk, sendok kecil, mortar, kertas saring, pipet tetes, cawan penguap, corong,
buret 50 mL, dan erlenmeyer 150 mL. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan
ini antara lain yaitu akuades, minyak kemiri, benzena, sabun, minyak goreng/kelapa,
glatin, pati/amilum, larutan iodium 0,05 M, K4Fe(CN)6 0,02 N, FeCl3 0,02 N, FeCl3
33%, HNO3 pekat, AgNO3 0,05 N, NaCl 0,05 N, gula, arang aktif atau adsorben lain,
metil merah atau pewarna lain (alami maupun sintesis), indikator pp, dan NaOH 0,5
N.

B. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Emulsi

5%
Air

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 5


mL minyak kemiri, kocok dan diamkan. Catat waktu
pemisahan kedua zat tersebut.
dimasukkan 10 mL air dan 1 mL benzena ke dalam tabung
reaksi, kocok dan diamkan. Catat waktu pemisahan.
diulangi prosedur yang sama untuk larutan sabun dan minyak.
Bandingkan ketiga tabung reaksi tadi dan waktu pemisahannya.

Hasil
2. Koloid
a. Koloid liofil
- Larutan gelatin 5%

5 gram gelatin

dicampurkan dengan 25 mL air dingin, biarkan mengambang.


dituangkan perlahan-lahan 75 mL air mendidih

Hasil
- Larutan pati/amilum 2%

5 gram gelatin

dicampurkan dengan 10 mL air dingin, lalu diaduk.


dituangkan sedikit demi sedikit setelah homogen kedalam 90
mL air mendidih sambil terus diaduk.

diamati apakah waktu dingin akan terjadi gel atau tidak, dan
bila dipanaskan apakah gel tersebut akan mencair kembali.

Hasil

Satu sendok kecil amilum

dicampurkan dengan 10 mL air dalam bejana gelas.


diaduk dengan batang pengaduk kemudian saring selanjutnya
ambil satu sendok kecil amilum dan gerus dalam mortar dengan
10 mL air dan disaring.
dibandingkan dengan kedua hasil diatas. Cek dengan
penambahan 1 tetes larutan iodium 0,05 M ke dalam filtrat
yang dihasilkan.

Hasil
b. Koloid Liofob
1.

10 mL K4Fe(CN)6 0,02 N

dimasukkan ke dalam gelas kimia. Encerkan campuran dan


catat pengamatan yang ada.
ditambahkan 10 mL FeCl3 0,02 N.

Hasil
2.

200 mL air mendidih

ditambahkan 1 mL larutan FeCl3 33%


dipeSekam padiatikan warna yang terbentuk dan simpan.

Hasil

c. Koloid Pelindung

3 tetes HNO3 pekat

ditambahkan 5 mL larutan AgNO3 0,05 N dan 5 mL larutan


NaCl 0,05 N. amati endapan yang terbentuk.
diulangi percobaan diatas, sebelum penambahan NaCl 0,05 N
(masing-masing 1 mL) ditambahkan larutan gelatin, amati dan
jelaskan pengamatan yang terjadi.

Hasil
d. Adsorpsi oleh Arang 1.

dipanaskan ke dalam cawan sehingga membentuk karamel. dilarutkan dalam 100 mL air.
Sejumlah gula
ditambahkan 1 g arang aktif/norit dan didihkan selama 5 menit. disaring hingga filtrat tidak berwarna.
diulangi prosedur di atas dengan metil merah. dibandingkan hasilnya.

2.

dilarutkan ke dalam 10 mL air.


ditambahkan ½ sendok norit/arang aktif dan letakkan wadahnya (tabung reaksi) ke dalam gelas piala yag b
disaring larutannya ke dalam tabung reaksi lainnya.
Hasil
diamati warna filtratnya dan diabndingkan dengan warna lrutan sebelum pennamambahan norit/arang aktif

Satu sendok gula

Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN

Alat dan Bahan

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi air destilasi, asam
klorida (HCl) 37%, asam sulfat (H2SO4) 96%, asam posfat (H3PO4) 85%, natrium
hidroksida (NaOH), dan etanol pro analis. Alat-alat yang digunakan meliputi
peralatan gelas, magnetic stirrer, oven, furnace, neraca digital. Nanosilika hasil
sintesis dikarakterisasi dengan instrument fourier transform infrared spectrometer
(FTIR), gas sorption analyzer (GSA), dan scanning electron microscope-energy
dispersive X-ray (SEM-EDX).

Metode Penelitian
 Ekstraksi silika

Sekam padi direndam dalam air destilasi selama satu malam dan dicuci
dengan air destilasi untuk menghilangkan debu dan tanah. Sekam padi dikeringkan
dalam oven pada suhu 1100 C selama 2 jam. Sekam padi hasil pengeringan
dipanaskan dalam larutan HCl 1 M (dalam wadah air) pada suhu 750 C selama 1 jam
untuk menghilangkan pengotor ion logam. Suspensi disaring dan residu padatannya
dicuci dengan air destilasi hingga netral. Selanjutnya dilakukan pengarangan sekam
padi. Arang sekam padi difurnace pada suhu 7000 C selama 4 jam dengan laju
kenaikan suhu 50/ menit untuk memperoleh abu sekam padi. Sepuluh gram abu
sekam padi dilarutkan dalam 200 mL larutan natrium hidroksida (NaOH) 2,5 M dan
dipanaskan dalam wadah teflon selama 2 jam pada suhu 1000 C dan dihasilkan
larutan natrium silikat.

 Sintesis Nanosilika dengan Variasi Asam

Nanosilika dihasilkan dengan metode sol gel menggunakan variasi asam


(HCl, H2SO4, dan H3PO4) dengan konsentrasi sama yaitu 3 M. Larutan natrium
silikat dimasukkan dalam gelas beaker dan diaduk dengan magnetic stirrer Larutan
natrium silikat ditambahkan etanol pro analis dengan perbandingan 1:0,25 dan
didiamkan selama 10 menit dengan pengadukan konstan, selanjutnya ke dalam
larutan natrium silikat+etanol, larutan asam 3 M ditambahkan tetes demi tetes hingga
pH 7 yang diamati dengan kertas pH universal dan diaduk dengan magnetic stirrer
hingga terbentuk gel. Gel yang terbentuk didiamkan selama 2 hari, selanjutnya dioven
pada suhu 800 C hingga terbentuk xerogel. Xerogel yang terbentuk dicuci dengan air
deionisasi mendidih hingga netral untuk menghilangkan garam natrium yang
terbentuk selama proses sol gel. Serbuk silika yang diperoleh digerus dengan mortal
dan dikeringkan pada suhu 800 C hingga kering. Selanjutnya, difurnace pada suhu
5500 C untuk menghilangkan senyawa organic.

Hasil dan Pembahasan

Nanosilika disintesis dengan metode sol-gel menggunakan precursor SiO2


yang diektraksi dari abu sekam padi dengan melarutkan abu sekam padi ke dalam
larutan NaOH 2,5 M menghasilkan larutan natrium silikat berwarna bening.
Penambahan asam dilakukan tetes demi tetes hal ini bertujuan untuk mengatur
kondisi keasaman pada pH 7. Pada pH 7 jumlah gugus silanol (Si -OH) dan gugus
siloksi (Si-O-) berada dalam jumlah yang sama sehingga reaksi pembentukan gel
berlangsung cepat dan stabil.

Nanosilika hasil sintesis dari abu sekam padi dikarakterisasi dengan


spektrofotometer IR untuk mengetahui gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si),
scanning electron microscope (SEM) untuk mengetahui ukuran morfologi
permukaan, dan gas sorption analyzer (GSA) untuk mengetahui luas permukaan serta
porositas nanosilika hasil sintesis.

Gambar 5. menunjukkan spektra IR silika yang disintesis dari abu sekam padi
dengan variasi jenis asam sebagai reaktan dan katalis. Dilihat dari spektra IR
menunjukkan bahwa nanosilika hasil sintesis dengan asam klorida dan asam posfat
didominasi oleh gugus siloksan (Si-O-Si), hal ini ditunjukkan tidak adanya serapan
pada bilangan gelombang 900-an yang menunjukkan vibrasi ikatan gugus silanol (Si-
OH). Sementara nanosilika yang disintesis dengan katalis asam sulfat menunjukkan
adanya serapan pada bilangan gelombang 900-an.
Berdasarkan data pada Tabel terlihat bahwa dengan penggunaan asam sulfat
(H2SO4) sebagai reaktan dan katalis dalam proses sol-gel menghasilkan nanosilika
dengan luas permukaan paling besar meskipun distribusi ukuran pori dengan
penggunaan asam klorida lebih seragam, namun intensitas peaknya lebih tinggi.
Sedangkan dengan penggunaan katalis H3PO4 menghasilkan luas permukaan paling
kecil karena distribusi ukuran porinya tidak seragam dan intensitas peaknya rendah.

Berdasarkan intensitas peak Dv/Dr pada kurva diferensial distribusi ukuran


pori menunjukkan volume total pori dan ukuran pori rata-rata pada kurva HCl paling
kecil dibandingkan H2SO4 dan H3PO4. Hal ini karena distribusi ukuran pori dengan
penggunaan asam klorida (HCl) paling seragam pada ukuran pori kecil yaitu 2-4 nm.
Penggunaan katalis H2SO4 menghasilkan nanosilika dengan volume total pori paling
besar karena luas permukaannya paling besar dengan distribusi ukuran pori yang
relative seragam pada ukuran pori 2-7 nm. Sedangkan penggunaan H3PO4
menghasilkan nanosilika dengan ukuran pori rata-rata paling besar karena distribusi
ukuran porinya tidak seragam tapi tersebar di beberapa ukuran.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Nanosilika berhasil disintesis dengan menggunakan katalis asam posfat
dengan ukuran morfologi permukaan 40 sampai 60 nm.
2. Nanosilika yang disintesis dengan penggunaan asam sulfat (H2SO4)
sebagai katalis.
3. Reaktan menghasilkan luas permukaan.
4. Volume total pori lebih besar dibandingkan katalis asam klorida (HCl)
5. Asam posfat (H3PO4) dengan ukuran luas permukaan 158,168 m2 /g, volume
total pori 0,2378 cc/g, dan diameter pori rata-rata 6 nm.

DAFTAR PUSTAKA
Brady,J.E. 1992. Kimia Universitas Jilid. Bina Rupa Aksara.
Jakarta. Keenan.C.W. 1984. Kimia Untuk Universitas. Erlangga.
Jakarta.
Safriani, Y dan Lazulva.2021. Desain dan Uji Coba Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Chemo Entrepreneurship (CEP) Pada Materi Koloid. Jurnal
Pembelajaran MIPA. 1(2).
Supartono, Saptorini, dan Asmorowati, D. S. 2009. Pembelajaran Kimia
Menggunakan Kolaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemo-
Entrepreneurship. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 3(2).
Syukri. 1999. Kimia Dasar. ITB. Bandung.
LAMPIRAN
PERTANYAAN DAN TUGAS
1. Apa perbedaan adsorpsi dengan absorpsi?
Jawab :Absorbsi adalah proses dimana zat terserap ke dalam suatu cairan ataupun
padatan secara keseluruhan. Sedangkan, adsorpsi adalah proses dimana atom, ion
ataupun molekul melekat/terjebak di pori-pori permukaan dari adsorbent(zat
penyerap). Adsorbsi terjadi hanya pada bagian lapisan permukaan zat, sehingga
dalam prosesnya bergantung pada luas permukaan dari zat penyerap. Perbandingan
lengkap antara keduanya:

Absorbsi:

1. Merupakan fenomena pada keseluruhan zat.


2. Prosesnya endotermik (menyerap panas).
3. Tidak terpengaruh temperatur.
4. Reaksinya berlangsung spontan.
5. Konsentrasi zat yang terserap merata di zat
penyerap. Adsorpsi:

1. Hanya merupakan fenomena permukaan zat saja.


2. Prosesnya eksotermik (melepaskan panas).
3. Berjalan lebih baik pada temperatur rendah.
4. Lama waktu mempengaruhi jumlah serapan.
5. Konsentrasi zat terserap hanya ada pada permukaan zat penyerap saja.
2. Faktor-faktor fisis apa yang mempengaruhi adsorpsi?
Jawab : Daya serap adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu
 Tekanan (P)
Tekanan adsorpsi dapat mempengaruhi kecepatan adsorpsi. Pada adsorpsi
fisika, semakin tinggi tekanan maka kecepatan adsorpsi akan semakin
besar sehingga semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi di permukaan
adsorbennya. Pada adsorpsi kimia, tekanan operasi berbanding terbalik
dengan kecepatan adsorpsi.
 Suhu (T)
Suhu operasi dapat mempengaruhi kecepatan adsorpsi. Pada saat
molekulmolekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan
terjadi pembebasan sejumlah energi yang disebut dengan peristiwa
eksotermis. Penurunan suhu akan meningkatkan jumlah adsorbat yang
teradsorpsi, begitu juga untuk peristiwa sebaliknya. Jika suhu operasi terlalu
tinggi akan melemahkan ikatan antara adsorben dengan adsorbatnya sehingga
proses adsorpsi kurang maksimal.
 Ukuran molekul solute dan ukuran pori-pori adsorben
Ukuran molekul solute penting untuk diperhatikan agar proses adsorpsi dapat
berlangsung maksimal. Molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah
molekul molekul yang berdiameter lebih kecil atau sama dengan diameter
pori-pori adsorben.
 Kepolaran zat Jenis
Kepolaran adsorbat dengan adsorbennya dapat mempengaruhi jalannya proses
adsorpsi. Jika adsorbat dan adsorben sama-sama bersifat polar maka
penyerapan akan lebih cepat, begitupun sebaliknya jika sama – sama bersifat
nonpolar. Jika jenis kepolaran adsorbat dengan adsorben berbeda maka
penyerapan akan cenderung lambat.
 Jumlah adsorben yang digunakan
Sebagai zat untuk mengadsorpsi, semakin banyak jumlah adsorben yang
digunakan maka semakin banyak adsorbat yang terserap dan juga semakin
cepat laju penyerapan adsorbat ke permukaan adsorbennya.
 Luas permukaan adsorben (A)
Luas permukaan adsorben dibagi menjadi dua yaitu luas permukaan adsorben
eksternal dan luas permukaan adsorben internal. Luas permukaan adsorben
eksternal adalah luas permukaan adosrben yang dapat berkontak langsung
dengan adsorbat, semakin kecil ukuran adsorben maka luas permukaan
adsorben akan semakin besar karena semakin banyak permukaan adsorben
yang berkontak dengan adsorbat sehingga adsorbat akan teradsorpsi lebih
banyak. Sedangkan luas permukaan adsorben internal adalah luas permukaan
dari pori-pori yang dimiliki oleh partikel adsorben, semakin besar luas
permukaan pori-pori yang dimiliki oleh adsorbennya maka semakin banyak
molekul-molekul adsorbat yang teradsorpsi.
 Waktu kontak (t)
Waktu kontak antara adsorben dengan solute sangat mempengaruhi proses
adsorpsi. Semakin lama waktu kontak yang tersedia antara adsorben dan
adsorbat maka semakin banyak adsorbat yang teradsorp.
 Nilai pH pada adsorbat
Nilai pH solut mempengaruhi ionisasi dari molekul – molekul yang terdapat
pada adsorbat dan juga mempengaruhi pada adsorpsi beberapa senyawa.
Umumnya senyawa asam organik lebih mudah di adsorpsi pada pH yang
rendah sedangkan adsorpsi basa organik lebih mudah diadsorpsi pada pH
yang tinggi. Nilai pH untuk mengoptimumkan proses adsorpsi harus
dilakukan penelitian terlebih dahulu.
 Konsentrasi adsorbat
Konsentrasi adsorbat dalam adsorben berbanding terbalik terhadap solute
dalam larutan pada akhir proses adsorpsi.
 Pengadukan
Pengadukan berperan untuk meningkatkan frekuensi tumbukan antara solute
dengan adsorben. Jika pengadukan sempurna maka adsorben dan solute akan
terdistribusi merata ke seluruh bagian dari bejana adosrpsi tersebut, terjadi
kontak antara solute dengan adsorben, serta tidak terjadi vortex

3. Apa saja syarat adsorpsi yang baik?


Jawab : Syarat – syarat adsorben yang baik, antara lain :
 Mempunyai daya serap yang besar
 Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar
 Tidak boleh larut dalam zat yang akan diadsorbsi
 Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang
akan dimurnikan
 Dapat diregenerasi kembali dengan mudah
 Tidak beracun

4. Apa artinya fase pendispersi dan fase terdispersi pada sistem emulsi?
Jawab : Fase terdispersi adalah zat yang mengalami penyebaran secara merata
dalam suatu zat lain, sedangkan zat yang menyebabkan terjadinya penyebaran
secara merata disebut medium pendispersi.
5. Apakah gunanya mengemulsikan suatu zat?
Jawab : Agar suatu zat dapat larut dalam air. Contohnya lemah dalam tubuh dapat
diemulsikan dengan getah empedu sehingga lemak dapat larut dalam air.
6. Apa perbedaan koloid liofil dengan koloid liofob?
Jawab : Koloid liofil merupakan koloid dengan fase terdispersi suka menarik
fase pendispersi. Hal ini disebabkan gaya tarik antara partikel-partikel fase
terdispersi dengan fase pendispersi kuat. Adapun sifat sifatnya adalah sebagai
berikut

 Daya absorpsi terhadap mediumnya kuat.

 Efek Tyndall kurang jelas terlihat.

 Viskositas (kekentalan) lebih besar dari mediumnya.

 Tidak mudah menggumpal.

 Bersifat reversibel.

 Stabil.

 Terdiri atas zat organik.

Koloid liofob merupakan koloid dengan fase terdispersi tidak suka menarik fase
pendispersi. Hal ini disebabkan gaya tarik antara partikel-partikel fase terdispersi
dengan fase pendispersi lemah. Adapun sifat sifatnya adalah sebagai berikut :
 Daya absorpsi terhadap mediumnya lemah.

 Efek Tyndall jelas terlihat.

 Viskositas (kekentalan) lebih kecil dari mediumnya.

 Mudah menggumpal.

 Bersifat irreversibel

 Kurang stabil.

 Terdiri atas zat non-organik.

Anda mungkin juga menyukai