Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN III

KESETIMBANGAN KIMIA

3.1 PENDAHULUAN

3.1.1 Tinjauan Pustaka

Proses berubahnya air berbentuk cair menjadi uap dan sesudahnya dapat menjadi air
lagi merupakan proses dapat balik. Jika kecepatan berubahnya air menjadi uap air sama
dengan proses berubahnya uap air menjadi air, maka peristiwa tersebut merupakan proses
kesetimbangan. Simbol kesetimbangan dalam reaksi kimia adalah atau ↔ .

Pada suhu tetap gas A berada dalam keadaan setimbang dengan gas B. Persamaan
reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut.

aA(g) ↔ bB(g)

Jika gas A dalam keadaan setimbang dengan gas B, maka kecepatan pembentukan gas
B sama dengan kecepatan pembentukan kembali gas A. Setiap saat gas A berubah sebanyak a
mol, maka B juga akan berubah sebanyak b mol. Perbandingan mol A dan mol B akan selalu
tetap. Kesetimbangan yang terjadi karena adanya perubahan dua arah inilah yang dinamakan
kesetimbangan dinamis (Atkins, 1997).

Ada beberapa istilah yang harus dipahami sebelum melangkah lebih jauh mempelajari
kesetimbangan kimia. Istilah tersebut adalah reaksi satu arah (one way reaction), reaksi dapat
balik (two way reaction), dan reaksi kesetimbangan (equilibrium reaction). Jika dalam suatu
reaksi, zat-zat hasil reaksi tidak dapat bereaksi kembali menjadi pereaksi maka disebut reaksi
satu arah. Jika dalam suatu reaksi hasil-hasil reaksi dapat membentuk pereaksi lagi maka
disebut reaksi dapat balik (reversible). Suatu reaksi dapat digolongkan ke dalam reaksi
kesetimbangan dinamis (equilibrium reaction) jika reaksi yang dapat balik (reversible)
berlangsung dengan kecepatan yang sama, baik kecepatan ke arah hasil reaksi maupun
kecepatan ke arah pereaksi dan reaksinya tidak bergantung pada waktu.

Dalam sistem kesetimbangan dinamis, reaksi yang menuju hasil reaksi dan reaksi
yang menuju pereaksi berlangsung secara bersamaan dengan laju yang sama sehingga
konsentrasi masing-masing zat dalam system kesetimbangan tidak berubah.Jika Anda dapat
melihat sistem kesetimbangan dinamis secara molekuler, akan tampak partikel-partikel dalam
sistem kesetimbangan tidak tetap sebagai pereaksi atau hasil reaksi, melainkan beraksi terus
dalam dua arah secara dinamis. Peraksi akan berubah menjadi hasil reaksi diimbangi oleh
hasil reaksi berubah menjadi peraksi. Jadi, kesetimbangan kimia dikatakan dinamis sebab
secara molekul (mikroskopik) zat-zat tersebut berubah setiap saat, tetapi secara keseluruhan
(makroskopik) tidak ada perubahan sifat fisik, baik wujud maupun konsentrasi masing-
masing zat (Chang, 2004).

Kesetimbangan kimia dapat dinyatakan dengan tetapan kesetimbangan, yaitu


perbandingan antara konsentrasi pereaksi dengan hasil reaksi. Tetapan kesetimbangan untuk
setiap reaksi berbeda-beda dan diperoleh melalui percobaan. hubungan antara konsentrasi
pereaksi dengan konsentrasi hasil reaksi adalah perbandingan perkalian konsentrasi hasil
reaksi yang dipangkatkan koefisiennya dengan perkalian konsentrasi pereaksi yang
dipangkatkan koefisiennya. Hal tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan
matematika:

mA + nB ↔pC + qD

[C]p [D]q
Kc =
[A]m [B]n

Menurut Le Chatelier, jika sistem yang berada dalam keadaankesetimbangan


diganggu, sistem akan berusaha mengurangi gangguan dengan cara menggeser posisi
kesetimbangan, baik ke arah pereaksi maupun hasil reaksi sehingga gangguan tersebut
minimum dan tercapai keadaan kesetimbangan yang baru (Justiana, 2006).

Untuk mengetahui tetapan kesetimbangan, maka berdasarkan teori termodinamika


dikatakan bahwa tetapan kesetimbangan berhubungan dengan kecepatan gerak molekul.
Secara termodinamika, kecepatan gerak molekul untuk bereaksi kimia disebut dengan energi
Gibbs (ΔG). Besarnya energi Gibbs menunjukkan besarnya gerakan molekul untuk bereaksi.
Semakin besar energi Gibbs maka reaksi kimia membutuhkan energi tambahan karena gerak
molekul yang lambat. Reaksi kimia terjadi secara spontan jika energi Gibbs adalah kurang
dari atau sama dengan nol. Jika energi Gibbs positif maka untuk terjadinya reaksi kimia
diperlukan energi tambahan dari luar (reaksi endotermis). Menurut teori Lecathelier, reaksi
kimia pada dasarnya adalah suatu reaksi kesetimbangan, artinya kecepatan reaksi arah ke
kanan (k1) dan ke kiri (k-1) sama besar. Reaksi kimia bergeser ke kiri atau ke kanan
tergantung pada suhu reaksi dan pengambilan hasil reaksi. Tetapan kecepatan reaksi kimia
(K) pada dasarnya adalah rasio tetapan kecepatan reaksi ke kanan dibagi dengan kecepatan
reaksi ke kiri (Wibowo dan Abdullah, 2014).

Pada umumnya, tetapan kesetimbangan K ditentukan secara termodinamika.


Berdasarkan konsep ini, untuk suatu sistem homogen, pada suatu temperatur tertentu, harga
K sama dengan nisbah antara konsentrasi semua spesi produk pangkat koefisien masing-
masing dengan pereaksi pangkat koefisien masing-masing pada saat reaksi setimbang. Dalam
praktek, terkadang, ini bisa memerlukan waktu yang relatif lama. Reaksi kesetimbangan
dapat juga dipelajari secara kinetika. Untuk beberapa alasan, cara ini bahkan lebih
menguntungkan. Meski secara termodinamika reaksi pembentukan suatu produk industri
merupakan reaksi eksotermis, proses tetap dilakukan pada temperatur tinggi karena
(pertimbangan kinetika), walau hasilnya relatif lebih sedikit, waktu yang diperlukan jauh
lebih singkat. Konsep termodinamika hanya menyatakan bahwa jika konsentrasi salah satu
pereaksi dilebihkan maka kesetimbangan akan bergeser ke arah produk tetapi, konsep
kinetika menyatakan pereaksi mana yang sebaiknya dilebihkan (Patiha, 2013).

3.1.2 Tujuan
1) Menentukan pengaruh konsentrasi dalam suatu reaksi kesetimbangan
2) Mengetahui fungsi pengguncangan larutan pada corong pisah
3) Mengetahui fungsi ditambahkannya larutan setelah diguncang
4) Mengetahui fungsi titrasi dengan Na2S2O3
5) Mengetahui fungsi penambahan indikator amilum
3.2 CARA KERJA
3.2.1 Alat

No. Nama Alat Ukuran Jumlah


1. Erlenmeyer 250 ml 8 buah
2. Gelas ukur 10 ml 1 buah
3. Gelas ukur 100 ml 1 buah
4. Gelas ukur 250 ml 1 buah
5. Buret 50 ml 1 buah
6. Corong pisah 250 ml 1 buah

3.2.2 Bahan

No. Nama Bahan Rumus Konsentrasi Wujud Warna Jumlah


Kimia
1. Larutan jenuh I2 - Cair Ungu 20 ml
iod dalam
kloroform
2. Larutan kalium KI 0,1 M Cair Bening 100 ml
iodida
3. Larutan natrium Na2S2O3 0,02 M Cair Bening 50 ml
tio sulfat
4. Larutan amilum C6H10O5 1% Cair Bening 10 ml
5. Kristal kalium KI - Padat Putih 2 gram
iodida
3.2.3 Prosedur Kerja

Corong pisah
pisppipisah
ditandai dengan tanda A dan B , secara berturut – turut
dimasukkan 10 ml larutan jenuh CHCl3

dimasukkan 100 ml air ke corong pisah A dank e


corong pisah B masukkan larutan KI

ditutup kedua corong pisah tersebut dengan rapat,


kemudian guncangkan secara kuat selama 30-60 menit

diambil masing 5 ml larutan dari lapisan CHCl3 setelah


mencapai kesetimbangan

ditambahkan 1 gram Kristal KI dan 10 ml air pada


masing – masing cuplikan, kemudian dititrasi dengan
larutan Na-tiosulfat dengan indicator 5ml amilum.
Indikator ditambahkan menjelang titik akhir titrasi pada
saat larutan berwarna kuning pucat)

diambil 25 ml larutan dari lapisan air pada corong pisah


A dan dititrasi. Lakukan hal yang sama untuk corong
pisah B

Penambahan 10 ml larutan jenuh CHCl3 dan pada corong


dengan pisah A10
mengambil dimasukkan
ml larutan 100 ml air
lapisan air.dan pada corong pisah
B larutan KI dan ditutup lalu diguncangkan

Corong pisah A= terdapat 2 fase larutan , larutan atas berwarna kuning, larutan bawah berwarna ungu

Corong pisah B= terdapat 2 fase larutan , larutan atas berwarna betadine, larutan bawah berwarna ungu

Diambil 5 ml larutan dari lapisan CHCl3 dari corong pisah A dan B , dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
kemudian ditambahkan 1 gram Kristal KI dan 10 ml air. Diambil 25 ml lapisan air dari corong pisah A, dan
pada corong pisah B diambil 10 ml . dan ditambah 5 ml indicator amilum. Dititrasi dengan Na-tiosulfat pada
masing – masing Erlenmeyer.

Erlenmeyer A = 25 ml larutan lapisan air, volume titrasi Na-tiosulfat = 3 ml

Erlenmeyer B = 10 ml larutan lapisan air, volume titrasi Na-tiosulfat = 13,5 ml

Erlenmeyer B = 10 ml larutan lapisan air, volume titrasi Na-tiosulfat = 13,5 ml


3.3. HASIL DAN DISKUSI

3.3.1 Tabel Hasil Pengamatan

No Volume Corong Pisah A Corong Pisah B


Lapisan Air Lapisan CHCl3 Lapisan Air Lapisan CHCl3
1 Volume yang 25 mL 5 mL 10 mL 5 mL
dipipet
2 Volume 3 mL 6,5 mL 13,5 mL 6,5 mL
Na2S2O4

3.3.2 Reaksi-reaksi
1) I2 + 2S2O32- → 2I + S4O62-
2) I2 + I- → I3-
3) 2I2 + 2H2O → 4HI + O2

3.3.3 Pembahasan
Kesetimbangan kimia adalah suatu proses yang terjadi dalam larutan yang
meliputi perubahan fisika seperti dalam peleburan, penguapan serta perubahan kimia
yang termasuk elektrokimia. Reaksi kimia yang sering digunakan dalam pemeriksaan
kimia yaitu reaksi yang berlangsung pada keadaan seperti kadar zat yang bereaksi,
tekanan, suhu dan sebagainya. Reaksi terjadinya kesetimbangan, yaitu sampai tidak
terlibat perubahan kimia sistem itu ke arah mana reaksi akan berjalan.
Percobaan kesetimbangan kimia itu dilakukan untuk menentukan tetapan
kesetimbangan reaksi I2. Hal ini ditentukan terlebih dahulu kelarutan KB dalam
pelarut tertentu. Dalam percobaan ini, digunakan pearut air dan KI 0,1 M. Mula-mula
larutan I2 jenuh dalam CHCl3 dimasukkan ke dalam dua corong pisah yang diberi
label A dan B.
Pada corong pisah A dimasukkan 100 mL air dan diguncang kuat-kuat,
kemudian didiamkan selama 5-10 menit. Tujuan pengguncangan adalah agar iod
terdistribusi sempurna ke dalam dua fase polar dan nonpolar, sehingga pada suhu
tetap angka perbandingan konsentrasinya konstan. Tujuan iod didiamkan untuk
menstabilkan kembali molekul iod yang sudah terganggu pada saat pengguncangan,
sehingga akan mencapai kesetimbangan fase polar dan nonpolar. Dalam pengamatan,
terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan CHCl3. Pada corong pisah B
dimasukkan 100 mL KI 0,1 M dan diguncang serta diperlakukan seperti corong pisah
A.
Dalam pencampuran dengan KI, iod akan membentuk ion kompleks triiodida.
Kemudian setelah mengetahui perbedaan kelarutan iod dan air dan CHCl3 dilakukan
penambahan kristal KI yang bertujuan untuk proses pengeluaran I2 yang larut dalam
CHCl3. Larutan KI akan bereaksi dengan air dan membentuk basa kuat yang
terionisasi sempurna. Mengingat bahwa iod mudah menguap, maka dilakukan dengan
Na2S2O3 melalui titrasi. Untuk mengetauhi adanya iod dalam larutan ditambahkan
indikator amilum. Maka diperoleh hasil [I2] [H2O] = 0,0012 M. Konsentrasi [I-] =
0,0877 M, konsentrasi [I3-] = 0,0123 M dan diperoleh Kc = 1,23.

Perhitungan

 Erlenmeyer A
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝐻𝐶𝑙₃ 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
KB =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻₂𝑂 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
6,5 𝑚𝐿/5 𝑚𝐿
KB =
3 𝑚𝐿/25 𝑚𝐿
1,2𝑚𝐿
KB =
0,12𝑚𝐿
KB = 10,83
1
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄×𝑀 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄
2
[I2] CHCl3 =
𝑉 𝐶𝐻𝐶𝑙₃
1
6,5𝑚𝐿×0,02𝑀
2
=
5 𝑚𝐿
0,065 𝑚𝐿.𝑀
=
5𝑚𝐿
= 0,013 M
1
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄×𝑀 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄
2
[I2] H2O =
𝑉 𝐻₂𝑂
1
3𝑚𝐿×0,02𝑀
2
=
25𝑚𝐿
0,03𝑚𝐿.𝑀
=
25𝑚𝐿
= 0,0012 M
Sehingga,
[𝐼₂] 𝐶𝐻𝐶𝑙₃
KC =
[𝐼 2 ]𝐻₂𝑂
0,013 𝑀
=
0,0012 𝑀
= 10,83
 Erlenmeyer B
1
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄×𝑀 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄
- 2
[I2][H2O] + [I3 ] =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻₂𝑂
1
13,5𝑚𝐿×0,02 𝑀
2
=
10𝑚𝐿
0,135𝑚𝐿.𝑀
= = 0,0135 M
10𝑚𝐿
[I2][H2O] + [I3-] = 0,0135 M
[I3-] = 0,0135 M – [I2][H2O]
[I3-] = 0,0135 M – 0,0012 M
[I3-] = 0,0123 M
Larutan KI 0,1 M
[I-] = [KI] – [I3-]
= 0,1 M – 0,0123 M
= 0,0877 M
I2 + I- → I3-
[𝐼 3− ]
KC =
[𝐼 2 ][𝐻 2 𝑂]×[𝐼 − ]
0,0123 𝑀
=
0,0012 𝑀.0,0877 𝑀
0,0123 𝑀
= 0,0001𝑀
= 123
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝐻𝐶𝑙₃ 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
KB =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄(𝐻₂𝑂)/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻₂𝑂 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
6,5 𝑚𝐿/5 𝑚𝐿
=
13,5 𝑚𝐿/ 10 𝑚𝐿
1,3
=
1,35
= 0,96
3.4. PENUTUP

3.4.1 Kesimpulan

1. Pengaruh konsentrasi dalam waktu reaksi kesetimbangan adalah mengakibatkan


pergeseran kesetimbangan melaui perubahan konsentrasi
2. Fungsi pengguncangan larutan yaitu agar iod terdistribusi sempurna ke dalam dua
fase polar dan non polar
3. Fungsi didiamkan larutan setelah diguncang adalah untuk menstabilkan kembali
molekul iod yang sudah terganggu pada saat pengguncangan sehingga mencapai
kesetimbangan fase polar dan nonpolar
4. Fungsi larutan dititrasi dengan Na-tiosulfat adalah karena iod mudah menguap.
Sehingga dilakukan titrasi dengan zat baku natrium tiosulfat
5. Fungsi penambahan amilum setelah dititrasi adalah untuk mengidentifikasi adanya
iod di dalam larutan yang ditandai warna biru gelap pada larutan

3.4.2 Jawaban Pertanyaan Dan Tugas


 Erlenmeyer A
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝐻𝐶𝑙₃ 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
KB =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻₂𝑂 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
6,5 𝑚𝐿/5 𝑚𝐿
KB =
3 𝑚𝐿/25 𝑚𝐿
1,2𝑚𝐿
KB =
0,12𝑚𝐿
KB = 10,83

[𝐼₂] 𝐶𝐻𝐶𝑙₃
KC =
[𝐼 2 ]𝐻₂𝑂
0,013 𝑀
=
0,0012 𝑀
= 10,83

 Erlenmeyer B
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝐻𝐶𝑙₃ 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
KB =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎₂𝑆₂𝑂₄(𝐻₂𝑂)/𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻₂𝑂 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
6,5 𝑚𝐿/5 𝑚𝐿
=
13,5 𝑚𝐿/ 10 𝑚𝐿
1,3
= 1,35
= 0,96
[𝐼 3− ]
KC =
[𝐼 2 ][𝐻 2 𝑂]×[𝐼 − ]
0,0123 𝑀
=
0,0012 𝑀.0,0877 𝑀
0,0123 𝑀
= 0,0001𝑀
= 123
DAFTAR PUSTAKA

Atkins., (1997), Kimia Fisika 2, Jakarta, Erlangga

Chang,R., (2003), Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 2, Jakarta, Erlangga

Justiana., (2006), Kimia Dasar 1, Mataram, Mataram University Press

Patiha., (2013), Penentuan Tetapan Laju Reaksi Balik dan Tetapan Kesetimbangan
Pendekatan Reaksi Antara Searah dan Hukum Laju Reaksi Maju, Jurnal Kimia, Vol
9(2) : 22-32

Wibowo dan Abdullah., (2014), Penentuan Ketetapan Kecepatan dan Suhu Reaksi Untuk
Memilih Proses Pembuatan Buttadine, Jurnal Sains dan Teknologi Dirgantara, Vol 9
(1): 35-42

Anda mungkin juga menyukai