Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Endometriosis adalah penyakit inflamasi berupa tumbuhnya jaringan
abnormal menyerupai endometrium dan memicu reaksi peradangan.
Endometriosis diketahui dapat ditemukan pada 6 – 10% perempuan usia
reproduktif. Nyeri dan/atau infertilitas merupakan gejala tersering yang
dikeluhkan pasien, namun tidak jarang pula endometriosis muncul tanpa adanya
gejala apapun. Endometriosis mempunyai efek yang signifikan pada kualitas
kehidupan sehari – hari, bahkan dapat mengurangi produktivitas kerja seorang
wanita.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 16 rumah sakit di 10 negara,
dari 3 grup pasien dengan endometriosis dan 2 grup kontrol pasien dengan gejala
serupa namun tanpa endometriosis, diperoleh hasil kesehatan fisik pasien dengan
endometriosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien pada grup kontrol.
Penelitian lainnya menunjukkan perempuan dengan endometriosis dapat
kehilangan produktivitas jam kerja sekitar 10.8 jam per minggu. Kemampuan
diagnosis serta tata laksana endometriosis, khususnya terkait nyeri dan infertilitas,
merupakan kebutuhan yang perlu diperhatikan dalam bidang endokrinologi
reproduksi.

4
BAB II
TINJAUAN MATERI

A. Definisi Endometriosis
Endometriosis adalah gangguan ginekologi jinak umum yang didefinisikan
sebagai adanya jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar lokasi normal.
Endometriosis paling sering ditemukan pada peritoneum panggul, tetapi dapat
juga ditemukan di ovarium, septum rektovaginal, ureter, namun jarang ditemukan
di vesika urinaria, perikardium, dan pleura (POGI,2016).

B. Epidemiologi Endometriosis
Endometriosis mempengaruhi sekitar 1 dari 10 wanita selama tahun-
tahun reproduksi mereka. Sebanyak 1.761.687.000 wanita di dunia berusia 15 - 49
tahun. Pada tahun 2010 kejadian kasus endometriosis menyerang 176 juta wanita
di seluruh dunia (FIGO, 2016).

4
C. Etiologi Endometriosis
Belum diketahui secara pasti apa saja yang
menjadi penyebab endometriosis, tetapi ada beberapa teori. Teori yang paling
banyak diterima adalah bahwa lapisan rahim tidak dibuang dengan sempurna
selama periode menstruasi dan kemudian menempel sendiri pada organ panggul.

D. Patofisiologi Endometriosis
Sel-sel endometriosis memiliki sifat yang sama seperti endometrium yang
melapisi rahim, sehingga setiap bulan dia akan tumbuh selama siklus menstruasi
dan kemudian mengelupas atau berdarah layaknya rahim saat haid. Seperti kita
ketahui bahwa, sebelum datang haid hormon estrogen akan menyebabkan
endometrium menebal (penebalan) agar siap menerima sel telur yang telah
dibuahi. Jika telur tidak dibuahi, lapisan rahim tersebut akan rusak dan
meninggalkan tubuh (peluruhan) sebagai darah haid.
Endometriosis atau endometrium yang tumbuh pada jaringan lain juga
akan mengalami proses yang sama yaitu penebalan dan peluruhan, tetapi dia tidak
memiliki jalan untuk meninggalkan tubuh. Hal ini menyebabkan rasa
sakit, bengkak dan kadang-kadang masalah kesuburan jika itu terjadi pada tuba
falopi atau indung telur sehingga menjadi rusak.

E. Klasifikasi Endometriosis
Tabel 2.1. Klassifikasi Endometriosis Menurut American Fertility Society
(AFS) / Revisi American Society for Reproductive Medicine (ASRM)
Endometriosis

4
NILAI
ENDOMETRIOSIS 1 cm 2 cm – 3 cm 3 cm
1. Peritoneum
- Superficial 1 2 4
- Dalam 2 4 6

2. ovarium
kanan dan kiri
- superficial 1 2 4
- dalam 4 16 20

3. ovarium perlengketan 1/3 bagian 1/3-2/3 bagian 2/3 bagian


kanan :
- tipis 1 2 4
- tebal 4 8 16
kiri :
- tipis 1 2 4
- tebal 4 8 16

4. Tuba
kanan :
- tipis 1 2 4
- tebal 4 8 16
kiri :
- tipis 1 2 4
- tebal 4 8 16

Sebagian Seluruhnya
5. Kavum dauglas 4 40

Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostik (LD) / laparatomi didapatkan


jumlah skor : (1) stadium I (minimal) : 1-5
(2) stadium II (mild ) : 6-15
(3) stadium III (moderate) : 16-40
(4) stadium IV (severe) : > 40

4
F. Manifestasi Klinis Endometriosis
Endometriosis adalah salah satu jenis penyakit jangka panjang (kronis)
yang dapat menimbulkan rasa sakit saat menstruasi atau pendarahan hebat.
Penyakit ini juga sering menyebabkan sakit perut bagian bawah pada
wanita, punggung bawah, serta masalah kesuburan.
Kebanyakan wanita dengan endometriosis tidak
menunjukkan gejala apapun, namun, ketika itu terjadi gejala endometriosis dapat
berupa:
 Nyeri panggul yang lebih hebat selama menstruasi
 Sakit saat berhubungan
 Pendarahan di luar siklus menstruasi
 Volume darah berlebihan saat menstruasi
 Sakit saat buang air besar atau air kecil
 Infertilitas atau kemandulan
 Diare
 Mual
 Perut kembung
Nyeri haid juga bisa disebabkan oleh kondisi lainnya (FIGO, 2016).

G. Diagnosis Endometriosis
Untuk menegakkan diagnosis, pertama-tama dokter akan menanyakan
setiap gejala yang muncul seperti dijelaskan di atas, kemudian melakukan
pemeriksaan fisik pada pelvis atau mungkin pemeriksaan dalam.
 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi visual Hampir seluruh kasus endometriosis terbatas di
regio pelvis, sehingga inspeksi visual kurang dapat membantu dalam
diagnosis.
 Pemeriksaan spekulum
Pemeriksaan vagina dan serviks biasanya tidak menunjukkan
tanda-tanda endometriosis.Pada beberapa kasus, lesi powder-burn yang

4
berwarna merah, biru atau hitam dapat terlihat pada serviks atau forniks
posterior vagina.Lesi ini dapat lunak dan berdarah melalui kontak.
 Pemeriksaan Bimanual
Abnormalitas pada palpasi organ pelvis dapat dicurigai sebagai
endometriosis. Nodul dan nyeri pada ligamen uterosakral dapat
menandakan penyakit yang sedang aktif atau menandakan adanya jaringan
parut disepanjang ligamen. Kista adneksal yang membesar dapat
menggambarkan suatu endometrioma ovari, yang dapat bersifat mobile
dan menempel ke organ pelvis lainnya. Pada pemeriksaan bimanual dapat
ditemukan uterus yang retrofleksi, terfiksasi dan lunak atau cul-de-sac
yang keras dibagian posterior.Pemeriksaan bimanual secara umum masih
kurang akurat dalam menilai luasnya penyebaran endometriosis.
H. Penatalaksanaan Endometriosis
Pengobatan pada endometriosis tergantung keluhan wanita yang menderita
endometriosis. Sehingga penatalaksanaan harus disesuaikan dengan tujuan
pengobatan apakah penanganan terhadap keluhan infertilitas atau keluhan nyeri.
Pengobatan terhadap endometriosis yang saat ini dianut adalah berupa pengobatan
medikamentosa, pembedahan atau kombinasi keduanya. Pengobatan
medikamentosa memang dapat mengurangi lesi endometriosis, namun angka
residifnya sangat tinggi.
Penatalaksanaan endometriosis dengan medikamentosa dan/atau
pembedahan memiliki tiga tujuan yaitu : untuk mengurangi nyeri, meningkatkan
fertilitas/kehamilan dan menunda rekurensi selama mungkin. Kebanyakan
pengobatan medikamentosa dengan cara supresi hormonal, hingga menyebabkan
suasana hipoestrogenik sehingga mengurangi ukuran lesi endometriosis.
Pengobatan medikamentosa meliputi progestin, gonadotropin-releasing hormone
(GnRH) analogues, levonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS) dan
pil kontrasepsi. Pengobatan farmakologi lain seperti non-steroidal
antiinflammatory drugs (NSAIDs) secara luas digunakan untuk mengobati nyeri
kronik pada pasien endometriosis.

4
a. Pengobatan simptomatik
Pengeobatan dengan memberikan analgesik paracetamol 500 mg 3 kali
sehari, NSAID seperti ibuprofen 400 mg 3 kali sehari, asam mefenamat 500 mg 3
kali sehari. Tramadol, parasetamol dengan codein, GABA inhibitor sepeti
gabapentin.
b. Kontrasepsi oral
Penganganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi
dosis rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6-12 bulan) merupakan
pilihan pertama yang sering digunakan untuk menimbulkan kehamilan palsu
dengan timbulnua amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium.
Kombinasi pil kontrasepsi apapun dalam dosis rendah yang mengandung
3035 mg etinilestradiol yang digunakan secara terus menerus dapat menjadi
efektif terhadap penanganan endometriosis. Tujuan pengobatan ini adalah induksi
amenorea, dengan pemberian berlanjut selama 6-12 bulan.
c. Progestin
Memiliki efek antiendometriosis dengan menyebabkan desidualisasi awal
pada jaringan endometrium dan diikuti dengangan atrofi. Progestin dianggap
sebagai pilihan uama terhadap penganganan endometriosis karena efektif
mengurangi rasa sakit seperti danazol.
Medroxyprogesteron acetate (MPA) adalah hal yang paling sering diteliti
dan sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri. Dimulai dengan dosis 30 mg
perhari dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinis dan pola
perdarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskular setiap 3 bulan efektif
terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis.
Pemberian suntikan progesteron depot seperti suntikan KB dapat
membantu mengurangi gejala nyeri dan perdarahan. Efek samping progestin
adalah peningkatan berat badan, perdarahan lucut, dan nausea. Strategi
pengobatan lain adalah didrigestero dosis 20-30 mg perhari (terus-menerus
maupun pada hari ke 5-25), dan lynestrenol dosis 10 mg perhari.

4
d. Gestrinon
Gestrinon adalah 19 nortesteron termasuk androgenik, antiprogastegenik,
dan antigonadotropik. Gastrinon bekerja sentral dan perifer untuk meningkatkan
kadar testosteron dan mengurangi kadar Sex Hormone Binding Globluline
(SHBG), menurnkan nilai serum
e. GnRHa (Gonadotropin Releasing Hormone Agonist)
GnRHa menyebabkan sekresi terus menerus FSH dan LH sehingga
hipofisis mengalami disintesisasi dengan menurunnya FSH dan LH mencapai
keadaan hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif sehingga
tidak terjadi siklus haid. GnRHa dapat diberikakn secara intramuskular, subkutan,
intranasal diberikan selama 6-12 bulan.
f. Aromatase inhibitor
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18 estrogen.
Aromatase P450 banyak ditemukan pada perempuan dengan gangguan organ
reproduksi seperti endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri
Penatalaksanaan bedah untuk penanganan endometriosis bertujuan untuk
mengembalikan atau memulihkan hubungan anatomis normal, untuk mengeksisi
atau merusak semua lesi endometriosis yang terlihat sebanyak mungkin, dan
untuk menunda rekurensi penyakit dan mengurangi nyeri. Untuk wanita yang
masih ingin punya anak yang memiliki endometriosis derajat sedang atau berat
yang mendistorsi anatomi reproduksi, pembedahan adalah pilihan terapi karena
pengobatan farmakologis tidak dapat mencapai tujuan ini. Bila endometriosis
kurang berat, pengobatan farmakologis dapat secara efektif mengendalikan nyeri
pada mayoritas pasien tetapi tidak memiliki efek perbaikan pada fertilitas;
pembedahan sekurang-kurangnya sama efektifnya dengan pengobatan
farmakologis untuk meredakan nyeri dan juga dapat memperbaiki fertilitas.
Pembedahan dapat dilakukan secara laparoskopi atau laparatomi. Prosedur
endoskopi spesifik mencakup ablasi implant endometriosis, adesiolisis, kistektomi
ovarium, ooforektomi, dan salpingektomi. Laparoskopi memiliki visualisasi yang
lebih baik dibandingkan dengan laparatomi terhadap kavum Douglasi dan

4
memungkinkan pembesaran tingkat tinggi terhadap permukaan peritoneum yang
bisa membantu identifikasi endometriosis yang tersamar. Reseksi konservatif
endometriosis dengan laparatomi paling baik pada kasus-kasus endometriosis
yang luas, adesi pelvik yang berat atau endometrioma yang lebih dari 5 cm.
Tujuan dari prosedur laparatomi adalah eksisi komplit semua endometriosis dan
perlengketan untuk mengembalikan anatomi fungsional saluran reproduksi
(FOGI, 2016)

Gambar : Algortime diagnosis dan penatalaksanaan endometriosis

4
I. Pemeriksaan Penunjang
- Ultrasonografi (USG)
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis lesi endometriosis
> 1 cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintik-bintik endometriosis
ataupun perlengketan.
- Bedah Laparoskopi
Laparoskopi merupakan baku emas untuk mendiagnosis
endometriosis. Lesi aktif yang baru berwarna merah terang, sedangkan lesi
aktif yang sudah lama berwarna merah kehitaman.Lesi nonaktif terlihat
berwarna putih dengan jaringan parut.Pada endometriosis yang tumbuh di
ovarium dapat terbentuk kista yang disebut endometrioma, biasa isinya
berwarna cokelat kehitaman sehingga dinamakan juga kista cokelat.
- Serum CA 125
CA125 ditemukan sebagai antigen determinan pada beberapa
jaringan dewasa seperti tuba fallopi, endometrium, endoserviks, pleura,
peritoneum. Peningkatan kadar serum CA125 menggambarkan derajat
keparahan endometriosis. Kadar serum CA125 walaupun memiliki
spesifisitas yang tinggi (90%), namun memiliki sensitivitas yang rendah
dalam mendeteksi endometriosis derajat ringan (28%).Marker ini, baik
digunakan untuk mendiagnosis endometriosis derajat III dan IV.
J. Pencegahan Endometriosis
Kita tidak dapat mencegah endometriosis, tetapi kita bisa mengurangi
kemungkinan itu terjadi dengan cara menurunkan kadar hormon estrogen dalam
tubuh. Estrogen membantu menebalkan lapisan rahim selama siklus menstruasi.
Untuk menjaga kadar estrogen yang lebih rendah dalam tubuh, maka dapat
melakukan hal-hal berikut: Penggunaan pil KB, olah raga teratur,
menghindari alkohol, dan minuman berkafein.

4
K. Komplikasi Endometriosis
Endometriosis yang dibiarkan berkembang tanpa diobati dapat menyebabkan
beberapa komplikasi, seperti:
2. Gangguan kesuburan atau infertilitas
Endometriosis dapat menutupi tuba falopi, sehingga menghalangi sel telur
bertemu dengan sperma. Pada kasus yang jarang terjadi, penyakit ini dapat
merusak sel telur dan sperma.

3. Kanker ovarium
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko terserang kanker
ovarium (indung telur) sedikit meningkat pada penderita endometriosis.
Selain kanker ovarium, wanita dengan riwayat endometriosis juga berisiko
terserang kanker endometrium, meski sangat jarang terjadi.

4. Adhesi
Jaringan endometriosis dapat membuat sejumlah organ tubuh saling
menempel. Sebagai contoh, kandung kemih dan usus dapat melekat ke
rahim.

5. Kista ovarium
Kista ovarium adalah kantong berisi cairan yang tumbuh pada ovarium.
Kondisi ini terjadi bila jaringan endometriosis terletak di dalam atau di
dekat ovarium. Pada sejumlah kasus, kista dapat membesar dan
menimbulkan nyeri parah.

4
BAB III
KESIMPULAN

Penyebab utama endometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi

kemungkinan dapat disebabkan oleh aliran menstruasi mundur, predisposisi

genetik, metaplasia, maupun pengaruh dari pencemaran lingkungan. Gejala

endometriosis yang dapat dirasakan oleh penderita yaitu antara lain berupa nyeri

haid (dysmenorrhea) dan nyeri saat berhubungan (dyspareunia). Penanganan

endometriosis dapat dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian progestin,

danazol, GnRH agonis, dan microguinon. Sedangkan terapi pembedahan

dilakukan dengan laparoskopi melalui pelepasan perlekatan, merusak jaringan

endometriotik, rekonstruksi anatomis sebaik mungkin, mengangkat kista, dan

melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau elektrokauter.

Anda mungkin juga menyukai