Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS STRATEGI MEDIA MASSA (PERS)

DI ERA MASYARAKAT INFORMASI

GLORIA ENGGELIN

193516516485

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2020
Abstrak

Masyarakat Indonesia saat ini sedang berada di fase transisi menuju masyarakat
informasi. Banyaknya fasilitas digital sangat memudahkan masyarakat untuk mencari dan
menyebarkan informasi. Lewat fenomena ini tentu pers juga wajib ikut berkembang dan
bertransisi. Media massa di Indonesia harus mampu menyiapkan strateginya masing-
masing untuk dapat berlomba dalam pendistribusian informasi ke masyarakat. Informasi
dibutuhkan secara cepat dan tepat oleh masyarakat informasi. Gaya hidup masyarakat
yang tadinya hanya mengandalkan koran serta bentuk media cetak lainnya untuk
mendapatkan informasi, kini beralih ke smartphone, laptop, dan tablet yang jauh lebih
canggih dan cepat. Untuk itu pers perlu menyentuh apa yang sedang banyak digandrungi
masyarakat saat ini. Dengan mengikuti perkembangan dan pergantian gaya hidup
masyarakat ini maka strategi yang disiapkan diharapkan dapat tepat sasaran serta efektif.

Kata kunci: masyarakat informasi, fasilitas digital, pers, strategi

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep media senantiasa mengikuti peradaban manusia yang kini telah memasuki
era masyarakat informasi. Media penyiaran saat ini memiliki karakter yang semakin
kompleks. Contohnya bisa kita lihat perubahan media penyiaran televisi di Indonesia.
Pada masa orde baru yang mana media pemberitaannya diatur oleh kebijakan politik orde
baru terutama pertelevisian yang didominasi stasiun televisi TVRI. Model komunikasi
yang berlaku adalah model komunikasi Wilbur Schram yang dikenal dengan model
komunikasi Source-MessageChannel-Receiver (SMCR) atau model komunikasi yang
berlangsung linier dari sumber-pesan-saluran hingga penerima informasi. Media
komunikasi massa saat itu bersifat dari satu pihak ke massa dengan umpan balik yang
terbatas. Sedangkan pda masa pasca orde baru, model komunikasi yang diterapkan telah
menyertakan di dalamnya umpan balik. Saat ini industri media penyiaran di Indonesia
telah membebaskan masyarakat untuk memberikan umpan balik terhadap isi berita yang
telah disiarkan, seperti yang dilakukan Metro TV dalam acara ‘Suara Anda’ dimana
masyarakat dapat berinteraksi serta mengomentari berita yang dipilih.

Informasi sudah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat saat ini.
Perkembangan teknologi digital banyak mengubah cara masyarakat dalam berkomunikasi
serta memperoleh informasi. Media mainstream seperti koran, televisi, maupun radio
yang dulunya merupakan satu-satunya media yang digunakan untuk memperoleh
informasi kini sudah beralih ke media sosial serta internet yang jauh lebih cepat. Meski
begitu, media sosial serta internet berbeda dengan media mainstream dalam hal
konfirmasi data (verifikasi) serta tahapan-tahapan jurnalistiknya. Media mainstream
harus memenuhi beberapa tahapan jurnalistik sebelum bisa ditayangkan kepada
masyarakat seperti, akurasi (ketepatan cerita dan data), magnitude (daya tarik informasi
bagi masyarakat), proximity (keterdekatan), keberimbangan dan ketidak berpihakan
(netralitas). Tahapan-tahapan tersebut tidak berlaku di media sosial dan internet.
Seseorang bisa sebebasnya membuat konten dan menyebarkan sendiri lalu membuatnya
viral tanpa perlu mengonfirmasi data dan melewati tahapan jurnalistik. Pers harus bisa
mempertahankan keunggulannya ini agar masyarakat yang ingin mendapat informasi
lebih akurat dan terpercaya bisa lebih memilih media massa dibandingkan media lain.

1
Pada era masyarakat informasi, industri media massa (pers) harus mau
bertransformasi dari bentuk analog menjadi digital. Digatilisasi merupakan salah satu
karakteristik serta strategi dari media pemberitaan saat ini. Media penyiaran yang
menyediakan platform digital memiliki kelebihan yang lebih banyak jika dibandingkan
dengan media analog atau konvensional. Produk digital mengandalkan produktivitas,
efisiensi, kecepatan, dan lintas batas. Perangkat komunikasi teks, audio, dan visual yang
sebelumnya terpisah kini sudah berpadu ke dalam satu perangkat transmisi yang
menggabungkan fungsi media penyiaran lama ke dalam satu platform media baru.
Terlebih lagi, semuanya itu didukung oleh jaringan global internet, yang bahwa media
massa, komputer, dan jaringan telekomunikasi saling berintegrasi atau disebut sebagai
konvergensi media.

B. Pokok Persoalan

Berdasarkan masalah yang sudah dijelaskan di latar belakang, berikut beberapa


pokok persoalan yang akan dibahas :

• Digitalisasi

Hubungan antara pers serta digitalisasi dapat dikatakan serba salah. Digitalisasi
dapat disebut “kawan” karena memberikan kemudahan bagi wartawan untuk mencari
serta mendistribusikan berita lewat media baru seperti mesin pencari, media sosial, serta
agregator berita. Namun di sisi lain juga bisa menjadi “lawan” karena bagaimanapun
media baru tersebut juga merupakan perusahaan media yang secara langsung bertarung
dengan media lama untuk memperebutkan perhatian masyarakat dan pihak komersial.

• Eksistensi Pers

Di era masyrakat informasi, penggunaan media sosial dan internet memiliki peran
yang kini sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi. Pers tentu
ditantang untuk terus mempertahankan eksistensinya di tengah maraknya pertukaran
informasi secara cepat di media sosial. Pers harus menciptakan perbedaan dari media baru
yaitu seperti media sosial yang menyajikan serta menyebarkan informasi dengan kualitas
rendah. Media massa (pers) harus lebih unggul dalam menyajikan informasi yang
berkualitas serta dapat dipertanggung jawabkan.

2
• Kode Etik Jurnalistik

Dikarenakan berkembangnya masyarakat menuju masyarakat informasi maka


informasi menjadi kebutuhan yang harus diperoleh secara cepat. Hal ini membuat para
wartawan berlomba-lomba untuk bisa menaikkan berita lebih cepat dari yang lain.
Perlombaan tersebut memanglah baik tetapi sayangnya dikarenakan perlombaan ini ada
yang tak segan-segan melanggar kode etik jurnalistik. Contohnya saja ada beberapa berita
yang tidak diverifikasi terlebih dahulu, padahal verifikasi merupakan hal yang utama
dalam kode etik jurnalistik.

• Komersialisme

Disamping menyajikan informasi yang sesuai dengan kaidah dan kode etik
jurnalistik, untuk dapat terus hidup dan bergerak pers juga harus melihat dari sisi bisnis.
Media bisa hilang dari pasaran jika tidak mengikuti kebutuhan pasar. Contohnya saja
stasiun televisi NET TV yang kini tengah berada di ambang kebangkrutan padahal
kualitas medianya bermutu, tidak norak, dan tidak provokatif serta memiliki konten yang
berkualitas. Namun dikarenakan kebutuhan pasar yang lebih memilih stasiun televisi
dengan konten yang heboh serta viral pada akhirnya media yang harus dipertahankan
seperti NET TV malah harus mengalami masalah keuangan.

C. Objek Permasalahan

Objek permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai bagaimana strategi dari
pers dalam menghadapi masyarakat di Indonesia yang kini sudah berkembang dan
bertransisi menuju masyarakat informasi. Sebagaimana dengan sebutannya, masyarakat
informasi membutuhkan informasi secara cepat maka dari itu mereka sangat bergantung
kepada fasilitas digital yang bisa memberikan informasi secara cepat. Eksistensi pers
sangat dipertaruhkan lewat proses digitalisasi ini. Maka dari itu pers perlu menciptakan
strateginya sendiri dalam menghadapi tantangan digitalisasi dalam masyarakat informasi.

Dalam menyusun strategi, pers juga perlu memperhatikan kode etik jurnalistik.
Bukan asal bersaing dengan media baru tetapi pers harus mempertahankan jati dirinya di
mata masyarakat. Media baru cenderung memberikan berita yang belum melewati proses
verifikasi, padahal itu merupakan suatu keharusan dalam kode etik jurnalistik. Informasi

3
yang sudah diverifikasi terlebih dahulu baru disajikan kepada masyarakat akan memberi
nilai tambah tersendiri bagi pers. Walaupun masyarakat memang cenderung lebih
mementingkan informasi terbaru tanpa melihat kebenarannya tetapi masih banyak juga
masyarakat yang memilih informasi yang aktual dan jelas sumbernya.

Dikarenakan kecenderungan masyarakat yang lebih memilih berita terbaru serta


viral, media massa yang berusaha menyajikan informasi aktual dan berkualitas kini
terancam hilang dari pasaran. Biar bagaimanapun untuk dapat terus berjalan media perlu
memperhatikan sisi ekonomi, efisiensi, dan produktifitas. Apa pun sajian pers tak bisa
dilepaskan dari muatan nilai bisnis komersial sesuai dengan pertimbangan dan tuntutan
pasar. Untuk itu, pers harus memikirkan secara matang bagaimana caranya agar bisa tetap
mempertahankan kedua hal ini yaitu idealisme dan komersialisme.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Strategi

Secara umum, Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak
yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau
upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan secara lebih khusus,
strategi didefinisikan sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat)
dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang
diharapkan oleh para pelanggan di masa depan.

Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan
bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan
perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti. Perusahaan perlu mencari
kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

Beberapa ahli juga merumuskan definisinya mengenai apa itu strategi. Siagaan
merumuskan definisi mengenai strategi. Strategi adalah serangkaian keputusan sarta
tindakan yang mendasar yang dibuat oleh menejemen puncak dan diterapkan kesemua
jajaran dalam organisasi untuk pencapaian tujuan organisasi. Pearce juga memberikan
pendapatnya mengenai apa itu strategi.

4
Menurut Pearce Strategi adalah suatu rencana dari suatu perusahaan, yang
mencerminkan kesadaran perusahaan mengenai kapan, dimana serta bagaimana harus
bersaing dalam menghadapi lawan dengan maksud dan tujuan tertentu. Kaplan dan
Norton mendefinisikan strategi yang merupakan seperangkat hipotesis dalam model
hubungan cause dan effect yaitu hubungan yang bisa diekspresikan dengan hubungan
antara if dan then.

Scholes dan Johnson menyimpulkan strategi merupakan arah dan ruang lingkup
dari organisasi atau lembaga dalam jangka panjang. Yang mencapai keuntungan melalui
konfigurasi dari sumber daya dalam lingkungan, untuk memenuhi kebutuhan pasar. A.
Halim mengemukakan pendapatnya bahwa strategi yakni cara dimana organisasi atau
lembaga akan mencapai sebuah tujuan yang sesuai dengan peluang dan ancaman
lingkungan eksternal yang dihadapi dan kemampuan internal serta sumber daya.

B. Media Massa (Pers)

Wilbur Lang Schramm memberikan definisinya mengenai media massa yang


adalah suatu kelompok kerja yang terorganisasi di sekitar beberapa perangkat untuk
mengedarkan pesan yang sama, pada waktuyang sama, ke sejumlah besar orang.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat kita pahami bersama bahwa adanya sistem yang
terorganisasi dengan baik di belakang setiap massa medium. Misalnya saja, surat kabar
(koran) diproduksi setiap hari dengan upaya kolektif banyak orang yang menggunakan
berbagai sumber informasi mulai dari wartawan lokal hingga agen berita internasional,
seperti Reuters, AFP, Bloomberg, dan lainnya.

Berlaku hal yang sama dalam urusan produksi, produksi media massa adalah hasil
dari sebuah manajemen dan sistem yang terorganisasi. Pesan itu lantas disebarkan ke
sejumlah besar orang yang biasa disebut massa ataupun audiens. Urusan distribusi surat
kabar juga melibatkan banyak pihak mulai dari manajemen distribusi, distributor, agen,
sampai loper koran. Semuanya terlibar secara aktif demi kelancaran sirkulasi setiap
salinan.

Media massa terbagi menjadi dikategorikan menurut bentuk fisik, teknologi yang
terlibar, proses komunikasi, dan lain-lain. Kategori utama dari media massa terbagi

5
menjadi tiga yaitu media cetak, media elektronik, dan media baru (new media). Media
massa yang termasuk ke dalam kategori media cetak antara lain surat kabar, majalah,
buku, serta dokumen tekstual lainnya. Untuk kategori media elektronik ada radio, film,
televisi, serta rekaman audio dan video. Sedangkan media baru merupakan media yang
melibatkan fasilitas digital untuk menghasilkan, mengirim, dan menerima pesan. Bentuk-
bentuk berkomunikasi yang bisa digunakan media massa dalam media baru yaitu seperti
CD-RoMs, DVD, dan fasilitas internet seperti world wide web (www), boarding bulletin,
email, dan lainnya.

Menurut pendapat Harold D. Lasswell dan Charles Wrigt, fungsi pers terbagi
menjadi tiga yaitu, pengamatan sosial (Social Surveillance), korelasi sosial (social
correlation), sosialisasi (Sosialization). Adapun fungsi pers secara teori dapat diuraikan
sebagai berikut: Pertama, pers sebagai media informasi. Media informasi merupakan
bagian dari fungsi pers dari dimensi idealisme. Informasi yang disajikan pers merupakan
berita-berita yang telah diseleksi dari berbagai berita yang masuk ke meja redaksi, dari
berbagai sumber yang dikumpulkan oleh para reporter di lapangan. Menurut Pembinaan
Idiil Pers, pers mengemban fungsi positif dalam mendukung mendukung kemajuan
masyarakat, mempunyai tanggung jawab menyebarluaskan informasi tentang kemajuan
dan keberhasilan pembangunan. kepada masyarakat pembacanya. Dengan demikian,
diharapkan para pembaca pers akan tergugah dalam kemajuan dan keberhasilan itu.

Kedua, pers sebagai media pendidikan. Dalam Pembinaan Idiil Pers disebutkan
bahwa pers harus dapat membantu pembinaan swadaya, merangsang prakarsa sehingga
pelaksanaan demokrasi Pancasila, peningkatan kehidupan spiritual dan kehidupan
material benar-benar dapat terwujud. Untuk memberikan informasi yang mendidik itu,
pers harus menyeimbangkan arus informasi, menyampaikan fakta di lapangan secara
objektif dan selektif. Objektif artinya fakta disampaikan apa adanya tanpa dirubah sedikit
pun oleh wartawan dan selektif maksudnya hanya berita yang layak dan pantas saja yang
disampaikan. Ada hal-hal yang tidak layak diekspos ke masyarakat luas.

Ketiga, pers sebagai media entertainment. Dalam UU No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat
1disebutkan bahwa salah satu fungsi pers adalah sebagai hiburan. Hiburan yang diberikan
pers semestinya tidak keluar dari koridor-koridor yang boleh dan tidak boleh dilampaui.
Hiburan yang sifatnya mendidik atau netral jelas diperbolehkan tetapi yang melanggar

6
nilai-nilai agama, moralitas, hak asasi seseorang, atau peraturan tidak diperbolehkan.
Hiburan yang diberikan pers kepada masyarakat yang dapat mendatangkan dampak
negatif, terutama apabila hiburan itu mengandung unsur-unsur terlarang seperti
pornografi dan sebagainya seharusnya dihindari.

Keempat, pers sebagai media kontrol sosial. Maksudnya pers sebagai alat kontrol
sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya
dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat
baik serta mentaati peraturan semakin tinggi. Makanya, pers sebagai alat kontrol sosial
bisa disebut “penyampai berita buruk”. Pelaksanaan fungsi kontrol sosial pers
mempunyai banyak tujuan, antara lain: menjaga agar undang-undang yang telah dibuat
oleh wakil-wakil rakyat dijalankan sebaik-baiknya oleh semua pihak; melindungi hak
asasi manusia dari tindakan yang sewenang-wenang seta melindungi kepentingan
masyarakat; menjaga agar pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik dan mengabdi
pada kepentingan rakyat; melakukan koreksi apakah pemerintah dalam menempatkan
pejabat-pejabat berdasarkan aspirasi rakyaat dan berkualitas, dan masih banyak lagi.

Kelima, pers sebagai lembaga ekonomi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa


sebagian besar surat kabar dan majalah di Indonesia memperlakukan pembacanya sebagai
pangsa pasar dan menjadikan berita sebagai komoditas untuk menarik pangsa pasar itu.
Perlakuan ini menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan akhir pers. Konsekuensinya,
pers senantiasa berusaha menyajikan berita yang disenangi pembaca.

C. Masyarakat Informasi

Menurut Rogers (1991: 11), masyarakat informasi adalah sebuah masyarakat yang
sebagian besar angkatan kerjanya adalah pekerja di bidang informasi dimana informasi
telah menjadi elemen yang dianggap paling penting dalam kehidupan. Revolusi industri
menjadi salah satu faktor pendorong terciptanya masyarakat informasi. Sebagai salah satu
tahapan perubahan, masyarakat informasi bukanlah jenis masyarakat yang hadir begitu
saja secara alamiah. Sejak tahun 1970-an di negara-negara maju, masyarakat informasi
kerap juga diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang akan dituju dan diraih (bukan
terjadi dengan sendirinya). Di jepang, negara-negara Eopa, serta Amerika setikat

7
misalnya, masyarakat informasi diporomosikan sebaagai suatu visi abad ke-21 yang oleh
para pembuat kebijakan digunakan sebagai pedoman dalam mengembangkan sektor
informasi pada perkenomian tingkat lokal, regional, dan nasional. Pada 1990-an, Amerika
Serikat dan negara maju lainnya mulai meluncurkan program pengembangan
infrastruktur informasi modern atau apa yang disebut sebagai information superhighway
yang sebenarnya dilandasi pada visi tersebut (Kuper & Kuper, 2000).

Dalam perkembangan teori ilmu sosial, masyarakat informasi merupakan konsep


yang mulai muncul dan digunakan sejak tahun 1970-an untuk merujuk pada berbagai
perubahan sosial dan ekonomi yang terkait dengan meningkatnya dampak dan peran
teknologi informasi. Konsep ini menonjolkan peran yang dimainkan oleh teknologi
informasi di dalam segala bidang serta kehidupan sehari-hari masyarakat. Di era post-
industrial, nyaris tidak ada aspek kehidupan manusia yang terlepas dari kehadiran
teknologi informasi. Hadirnya televisi, handphone, komputer, dan internet merupakan
berbagai perangkat teknologi informasi yang dengan cepat mengubah pola kehidupan dan
gaya hidup masyarakat.

Ide tentang masyarakat informasi ini sebenarnya pertama kali ditawarkan oleh
Daniel Bell pada awal 1970-an melalui prediksinya ketika itu mengenai datangnya
masyarakat pasca industri. Pembahasan tentang masyarakat informasi ini kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Manuel Castells melalui konsepnya tentang masyarakat
jaringan (network society) dari karya-karyanya dalam rentang waktu antara 1996-1998.
Dalam trilogi bukunya yang terkenal itu, Castell mengembangkan lebih lanjut konsep dari
Daniell Bell dan mengutarakan pandangannya tentang kemunculan masyarakat, kultur,
dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi seperti televisi,
komputer, dan sebagainya (Ritzer & Goodman, 2008).

Bukti dari terciptanya masyarakat informasi ini bisa kita lihat dalam sebuah survei
pada tahun 2014 yang dilakukan oleh Nokia. Dalam survey tersebut ditemukan temuan-
temuan mengenai tingkat ketergantungan manusia terhadap teknologi informasi. Pertama,
hampir setiap enam setengah menit seseorang akan mengecek ponselnya. Kemudian yang
kedua, satu dari empat orang mengaku bahwa durasi ia online lebih banyak daripada
durasi tidurnya setiap hari. Yang ketiga, 1500 responden dari Inggris menghabiskan
waktunya dengan bermedia sosial dengan total selama 62 juta jam per hari.

8
PEMBAHASAN

A. Transisi Masyarakat Indonesia menuju Era Masyarakat Informasi

Di Indonesia konsep Information Society atau masyarakat informasi sebenarnya


sudah digaungkan lebih dari satu dekade silam. Pertanyaan yang mengemuka adalah
apakah masyarakat negeri ini sudah dapat dikategorikan sebagai masyarakat informasi.
Sejauh ini belum ada kajian yang benar-benar secara gamblang mentasbihkan kesiapan
Indonesia menyongsong era masyarakat informasi. Terciptanya masyarakat informasi
menunjukkan bahwa manusia dan teknologi memiliki keterkaitan yang cukup signifikan.
Teknologi berperan sangat penting bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya saat
ini, bahkan hampir semua masyarakat tidak bisa lepas dari teknologi. Padahal jika dipikir
kembali, teknologi merupakan hasil ciptaan manusia sendiri. Bukan hanya manusia yang
perlu teknologi tetapi teknologi juga terlebih dahulu membutuhkan manusia untuk dapat
lebih berkembang. Walaupun pada akhirnya perkembangan tersebut yang
menguntungkan manusia lebih lagi. Dikarenakan hal inilah dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara manusia dan teknologi adalah sebuah bentuk dari simbiosis mutualisme.

Berdasarkan data Internet World Stat (2012), Indonesia menempati peringkat


empat Asia sebagai negara dengan pengguna Internet terbanyak. Data ini lazimnya juga
digunakan pemerintah Indonesia untuk melihat profil pengguna Internet yang saat ini
sekitar 55 juta masyarakat Indonesia sudah terakses dengan media berbasis teknologi
informasi dan komunikasi. Sayangnya, penggunaan media baru berbasis teknologi
informasi komunikasi (ICT) tidak serta merta berlaku dalam sekejap. Meskipun banyak
penduduk Indonesia yang menggunakan Internet, tidak semua warga melek teknologi.
Faktor geografis dan perekonomian adalah penyebabnya. Wilayah Indonesia yang sangat
luas dari Sabang sampai Merauke menyebabkan distribusi pendidikan, perekonomian,
dan bahkan teknologi belum merata.

Sebagai masyarakat yang tengah berada dalam era transisi menuju masyarakat
informasi, terdapat pola perubahan pada gaya hidup mereka terutama dalam hal
mengakses dan mendistribusikan informasi. Perangkat yang digunakan tidak hanya
sebatas penggunaan komputer melainkan juga melibatkan penggunaan perangkat
komunikasi nirkabel lainnya seperti telepon seluler, personal data assistant, tablet, serta
berbagai jenis gadget lainnya yang terhubung dengan internet.

9
Tren serta pola penggunaan internet di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia
sudah mengadopsi teknologi internet dalam aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
hari. Bedasarkan hasil penilitannya, Meiningsih (2011) menggambarkan aktivitas
masyarakat dalam menggunakan internet yang dihitung berdasarkan proporsi individu
dalam rumah tangga pengguna internet dalam kurun waktu 12 bulan terakhir terhadap
total sampel. Hasil survei menunjukkan aktivitas yang paling sering dilakukan ketika
berselancar di internet adalah membuka situs jejaring sosial yang diakui oleh 64,43%
responden. Selain itu, aktivitas lain yang banyak dilakukan dengan penggunaan fasilitas
internet adalah mencari informasi mengenai barang/jasa (48,55%), mengirim dan
menerima email (47,33%), dan mengunduh film atau gambar (46,98%). Selanjutnya,
individu menggunakan internet untuk aktivitas seperti belajar dan mengakses berita
melalui portal berita.

Kecenderungan masyarakat Indonesia untuk menggunakan perangkat teknologi


komunikasi dalam upaya memenuhi kebutuhannya makin diperjelas dengan fenomena
early adopter atau suka mengadopsi teknologi mutakhir. Indonesia sebagai pasar gadget
yang menjanjikan memiliki konsumen yang cenderung early adopter sehingga rela
mengeluarkan biaya berlipat ganda demi memperoleh produk terbaru (Suhendro, 2012).
Seakan-akan, prestise kepemilikan perangkat teknologi informasi komunikasi terkini
mengalahkan level kebutuhan. Fenomena ini mudah diamati dengan mengularnya antrean
masyarakat saat provider telekomunikasi dan produser perangkat teknologi komunikasi
seperti Apple, Blackberry, atau Samsung tengah meluncurkan produk mutakhirnya.
Karena itu, animo masyarakat Indonesia pada dasarnya terbilang positif dengan
kecenderungan mereka menjadi early adopter setiap perangkat komunikasi baru yang
muncul.

B. Strategi Pers Bertransformasi menuju Era Informasi

Fakta yang ada sejauh ini menunjukkan sejumlah perusahaan media cetak di tanah
air gulung tikar karena ketidakmampuannya merebut pasar di tengah menjamurnya media
online. Sebagian lagi mencoba beradaptasi dengan melakukan migrasi ke platform digital
atau menciptakan versi digital di samping tetap mempertahankan versi cetaknya.
Beberapa pakar mengatakan bahwa di dalam menghadapi ketatnya persaingan media,

10
agar tidak saling mematikan maka media cetak dan online harus bisa saling bersinergi.
Berita online dengan karakternya yang cepat akan menyampaikan informasi yang
bersifat breaking news, akan tetapi media cetak dapat menyampaikan berita lengkapnya,
dengan kedalaman dan ketajaman yang sampai saat ini tidak dimiliki oleh media online.
Tetapi tetap tidak dapat dipungkiri bahwa hadirnya media digital berdampak pada
penurunan omzet penjualan dan iklan media cetak. Untuk bertahan media cetak perlu
berinovasi dan mengubah pola bisnisnya. Sekali lagi kuncinya adalah mau berubah. Mau
mengubah strategi bisnisnya untuk dapat terus bersaing, hal ini memang memerlukan
kerja keras.

Ada beberapa strategi media cetak dalam menghadapi era digital yang hadir di
tengah masyarakat informasi: Pertama, megubah model bisnis ke media online seperti
yang dilakukan oleh majalah Newsweek pada akhir 2012 lalu yang menghentikan edisi
cetaknya dan beralih penuh ke edisi online. Banyak orang yang menganggap bahwa
peristiwa ini merupakan wujud berakhirnya era media cetak. Kedua, memperluas model
bisnis ke media online. Strategi ini banyak dipilih dan diterapkan oleh media-media cetak
Indonesia seperti Kompas, Tempo, Republika, dan lainnya. Mereka menerbitkan edisi
online mereka dan menjadikannya dua versi yaitu cetak dan online. Ketiga, mengubah
strategi bisnis. Ada banyak strategi berbeda yang dipilih setiap media cetak. Contohnya
saja Majalah Femina yang mengungkapkan bahwa strategi mereka saat ini lebih
mengarah pada pengelolaan komunitas atau engangement. Sedangkan perwakilan dari
Majalah SWA, Kemal Ghani menyatakan bahwa SWA sendiri tidak hanya mengandalkan
edisi cetak tetapi juga mengembangkan riset dan event.

Fenomena tumbuh pesatnya media sosial tidak dapat diabaikan begitu saja oleh
praktisi industri media pemberitaan ekstrim. Pasalnya pola produksi dan distribusi
informasi telah mengalami pergeseran seiring dengan penerapan perangkat komunikakasi
berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Media pemberitaan ekstrim sebenarnya
telah melakukan sinergi dengan melakuan transformasi pada distribusi pemberitaannya.
Transformasi sendiri adalah perubahan yang dilakukan berdasarkan suatu saran atau
masukan yang berujung berupa output perubahan (Goldhaber, 1993). Ada upaya
mengubah atau membuat berbeda dari segi produksi hingga penyajian informasi yang
dilakukan media mainstream saat ini.

11
Stasiun televisi berita Metro TV, misalnya, tidak cukup dengan hanya menyairkan
informasi di media televisi terestrial, tetapi juga menyiarkan konten berita di ranah media
online metrotvnews.com. Metro TV juga memberikan kesempatan kepada pewarta warga
untuk mengirimkan karya jurnalistiknya untuk ditayangkan di salah satu program
acaranya yaitu Wideshot. Program yang mengapresiasikan karya jurnalisme warga ini
disiarkan setiap hari senin sampai jumat jam 13.00 WIB hingga 17.00 WIB. Selain itu
Metro TV juga memberikan pelatihan melalui kegiatan roadshow ke berbagai daerah,
termasuk memberikan anugerah bagi karya jurnalistik warga untuk kategori peristiwa
maupun feature (Aryono, 2012).

Stasiun televisi mainstream lainnya adalah SCTV dengan program berita Liputan
6. Selain menayangkan karya jurnalistik warga di program berita reguler Liputan 6 akhir
pekan, portal berita liputan6.com juga memberikan ruang atau kanal khusus bernama
Citizen6. Setiap warga masyarakat dari beragam latar belakang dapat mengirimkan
konten yang menarik, actual, dan bisa dipertanggungjawabkan. Konten untuk Citizen6
bisa berupa peristiwa yang terjadi di sekitar, lifestyle, kesehatan, wisata, kuliner, olahraga,
tentang kegiatan komunitas, dan lainnya. Tim Citizen6 juga memberi kebebasan kepada
semua onliner untuk menyampaikan gagasan-gagasannya selama tidak menyalahi atau
bertentangan dengan SARA atau suku agama dan ras.

Transformasi media pemberitaan dengan mensinergikan teknologi informasi dan


komunikasi cepat latau lambat harus dilakukan praktisi industri media pemberitaan
mainstream di Indonesia termasuk media televisi. Seperti halnya konsep televisi era
digital yang dijabarkan Dominick (2009), transformasi tak cukup hanya dengan
mengadopsi teknologi penyiaran digital tetapi juga outlet berita masa kini, yang penyiaran
juga berbasis broadband atau teknologi Internet.

Platform media sosial lain yang juga tidak boleh diabaikan adalah mikroblog
Twitter dan Fans Page di media sosial perkawanan Facebook. Tim khusus dibentuk untuk
kemudian diberdayakan untuk mengelola akun media sosial tersebut (Twitter:
@liputan6.com). Melalui akun ini Liputan 6 dapat menjembatani 386 ribu followers
menuju sumber informasi lengkap di portal berita liputan6.com. Di saat yang sama
followers juga dapat menyebarkan informasi Liputan 6 lebih luas lagi, ke jaringan
komunitas virtual yang dikembangkan para followers.

12
KESIMPULAN

Transisi masyarakat Indonesia menuju masyarakat informasi memberikan


tantangan tersendiri bagi media massa (pers). Berkembangnya media sosial dan internet
menjadi babak selanjutnya dalam era transisi masyarakat informasi. Masyarakat saat ini
membutuhkan informasi secara cepat sehingga penggunaan gadget yang lebih canggih
jika dibandingkan media lama jelas sangat membantu. Untuk dapat mengimbangi
cepatnya perkembangan fasilitas digital yang kini banyak digunakan oleh masyarakat,
pers perlu menyusun strateginya tersendiri.

Fenomena makin berkembangnya media sosial dan pergeseran pola masyarakat


dalam mengonsumsi informasi ini tidak dapat diabaikan begitu saja oleh praktisi industri
media pemberitaan mainstream. Media pemberitaan mainstream sebenarnya telah
melakukan sinergi dengan melakuan transformasi pada distribusi pemberitaannya. Satu
hal yang tidak kalah penting, industri media mainstream juga perlu mengetahui
penggunaan berbagai platform media sosial masyarakat era informasi.

Sudah banyak strategi yang diterapkan oleh media cetak maupun stasiun-stasiun
televisi, seperti megubah ataupun memperluas model bisnis dan bahkan mengubah
strategi bisnis dengan caranya masing-masing. Penyusunan strategi ini tentu harus
mempertimbangkan banyak hal seperti mengikuti kebutuhan pasar, tetap menjaga kode
etik jurnalistik, dan mengikuti arus digitalisasi tanpa menghilangkan karakteristik dari
media massa. Dengan strategi yang tepat dan efektif pers akan mampu mempertahankan
eksistensinya di tengah arus digitalisasi dan era masyarakat informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Nadie, Lahyanto. 2018. Media Massa dan Pasar Modal. Jakarta : Media Center

Sugiharti, Rahma. 2014. Perkembangan Masyarakat Informasi dan Teori Sosial


Kontemporer. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group

Akhyar, Taufik. 2015. Manajemen Pers: Antara Idealisme dan Komersialisme. Dalam
Jurnal Intizar Volume 21 No. 1 : file:///C:/Users/test/Downloads/294-
Article%20Text-569-1-10-20151009.pdf

13
Respati, Wira. 2014. Transformasi Media Massa Menuju Era Masyarakat Informasi di
Indonesia. Dalam Jurnal Humaniora Volume 15 No. 1 :
https://media.neliti.com/media/publications/167082-ID-transformasi-media-
massa-menuju-era-masy.pdf

Anonim. 2015. Strategi Media Cetak di Era Digital. Diakses 24 Juli 2020 dari
https://www.blj.co.id/2015/03/27/strategi-media-cetak-di-era-digital/

Kumaat, Rezky. 2019. Jurnalisme dan Tantangan Kebebasan Pers di Era Digital.
Diakses 21 Juli 2020 dari https://komunikasulut.com/2019/09/17/jurnalisme-dan-
tantangan-kebebasan-pers-di-era-digital/

Kurniawan, Aris. 2020. Pengertian Strategi – Tingkat, Jenis, Bisnis, Integrasi, Umum,
Para Ahli. Diakses 24 Juli 2020 dari https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-
strategi/

14

Anda mungkin juga menyukai