Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Prasarana transportasi utama yang banyak digunakan oleh masyarakat


Indonesia untuk melakukan mobilisasi keseharian sehingga volume kendaraaan
yang melewatinya dapat mempengaruhi kapasitas dan kemampuan daya
dukungnya, prasarana yang dimaksud yaitu jalan (Supriadi et al. 2010) Kondisi
Jalan dapat dikatakan baik jika dapat memberikan rasa nyaman, aman.
Peningkatan dan pengembangan aksesibilitas transportasi jalan adalah suatu hal
yang sangat penting dan salah satu faktor pendukung agar aksessibilitas suatu
jaringan jalan menjadi aman dan nyaman bagi pengguna jalan yaitu dengan
mendesain suatu lapis permukaan perkerasan jalan yang akan tetap memuaskan
selama masa layannya. Oleh karena itu, iperlukan campuran perkerasan yang
bersifat fleksibel dengan stabilitas dan durabilitas tinggi, tidak peka terhadap
cuaca panas, tahan oksidasi, tahan terhadap rembesan air hujan, dan aman bagi
lingkungan (Widyantara et al. 2018).Lapisan permukaan perkerasan jalan yang
paling sering digunakan adalah aspal. Aspal berupa merupakan material berwarna
hitam atau coklat tua. Pada suhu ruang aspal berbentuk padat sampai agak padat,
jika dipanaskan sampai pada suhu tertentu dapat menjadi lunak atau cair sehingga
dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan campuran aspal beton
atau dapat masuk kedalam pori – pori yang ada pada penyiraman pada perkerasan
jalan (Suprayitno dan Mudjanarko 2019).
Penggunaan aspal sebagai bahan lapisan perkerasan perlu diperhatikan karena
aspal termasuk bahan yang kompleks, seperti yang kita ketahui bahwa aspal
menjadi lapisan perkerasan jalan dan tentunya material aspal yang digunakan
harus yang terbaik untuk menunjang struktur jalan yang sering mengalami
kerusakan akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over
loading), temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang kurang
memenuhi persyaratan teknis. Persayaratan untuk pemeriksaan aspal sehingga
dapat diketahui mutu dan kualitas yang terbaik untuk dijadikan bahan lapis
permukaan perkerasan perlu dilakukan beberapa pengujian, diantaranya perlu
dilakukan pengujian trial mix & uji marshall. Pemeriksaan dan pengujian ini
dilakukan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis
(flow) dari campuran aspal.

METODOLOGI
Praktikum pada pertemuan ke-11 ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal
7 November 2022 pukul 16.00 sampai dengan 19.00 WIB. Praktikum
dilaksanakan secara langsung di Laboratorium Struktur dan Infrastruktur
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dengan cuaca yang cerah. Kegiatan
praktikum diawali dengan pemaparan materi dan tujuan praktikum. Kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan mengenai proses pengujian trial mix dan marshall
test. Selanjutnya, kegiatan praktikum diakhiri dengan sesi tanya jawab terkait
materi dan laporan praktikum. Informasi lebih lanjut mengenai pengujian berat
jenis aspal dapat dicari secara mandiri.
Proses trial mix dan marshall test ini mengacu pada SNI 06-2484-1991.
Trial mix dan marshall test dilakukan dengan menyiapkan benda uji terlebih
dahulu. Benda uji yang digunakan pada trial mix dan marshall test adalah agregat
dan aspal. Kedua benda uji ini dilakukan penentuan suhu pencampuran dan
pemadatan. Kemudian dilakukan persiapan campuran, yang terakhir dilakukan
pemadatan benda uji. Setelah itu, bersihkan benda uji dari kotoran yang menempel
dan beri tanda pengenal pada masing-masing benda uji. Benda uji diukur dengan
ketelitian 0.1 mm dan ditimbang. Kemudian benda uji di rendam ± 24 jam pada
suhu ruang. Setelah direndam, benda uji ditimbang di dalam air untuk
mendapatkan isi dan ditimbang juga dalam kondisi kering permukaan jenuh.
Setelah itu, proses trial mix dan marshall test dilakukan dengan
membersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam dari kepala
penekan (test heads). Kemudian, benda uji direndam dalam kondisi aspal panas
dalam bak perendam selama 30-40 menit atau dipanaskan di dalam oven selama 2
jam. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven dan letakkan ke dalam
segmen bawah kepala penekan. Segmen atas dipasang di atas benda uji dan
letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji. Sebelum pembebanan diberikan,
kepala penekan dan benda uji dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji.
Setelah itu, lepaskan sleeve pada saat pembebanan mencapai maksimum dan catat
nilai kelelehan yang ditunjukkan oleh jarum arloji.
Alat yang digunakan pada pengujian penetrasi aspal sebagai berikut.
1. Cetakan benda uji
2. Alat pengeluar benda uji
3. Penumbuk
4. Mesin tekan
5. Oven
6. Bak perendam
7. Cincin penguji

Bahan yang digunakan pada pengujian penetrasi aspal sebagai berikut.


1. Aspal
2. Agregat

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk perhitungan
berat jenis bulk terdapat pada persamaan 1 sebagai berikut.
100
Bj bulk=
( %kasar
)(
Bj bulk kasar
+
%medium
)
Bj bulk medium
+(
%medium
Bj bulk medium
)
…………………

……,,,..(1)
Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan berat jenis apparent terdapat pada persamaan 2 sebagai berikut.
100
Bj apparent =
( %kasar
Bj apparent kasar)(
+
%medium
Bj apparent medium)+(
%medium
Bj apparent medium
)

………..(2)

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan berat jenis agregat terdapat pada persamaan 3 sebagai berikut.
Bj apparent kasar + Bj bulk
Bj agregat = ………………………………………….
2
(3)

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan berat jenis teoritis terdapat pada persamaan 4 sebagai berikut.
100
Bj teoritis=
( %agregat
)(
Bj agregat
+ )
%aspal ………………………………………………
Bj aspal
.(4)

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan berat isi benda uji terdapat pada persamaan 5 sebagai berikut.
berat kering
Berat isi benda uji= ……………………………….
berat jenuh−berat dalam air
(5)

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan jumlah kandungan rongga terdapat pada persamaan 6 sebagai
berikut.
%aspal ×berat isi benda uji ( 100−%aspal ) ×berat isi benda uji
Jumlah kandunganrongga =100− −
bj aspal bj agregat
………………………………………….………..(6)

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan %rongga terhadap agregat terdapat pada persamaan 7 sebagai
berikut.
( 100−%aspal thp campuran ) × berat isi benda uji
%rongga thd agregat=100− …..
bjagregat
(7)

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan %rongga terisi aspal terdapat pada persamaan 8 sebagai berikut.
%aspal × berat isi bendauji
100 ×
Bj aspal …………………………
%rongga terisi aspal=
%rongga terhadap agregat
…..(8)

Persamaan yang digunakan pada trial mix dan marshall test untuk
menghitungan %rongga terhadap campuran terdapat pada persamaan 9 sebagai
berikut.
100 × berat isi benda uji
%rongga thd campuran=100− ………………...……..(9)
Bj teoritis

Proses trial mix dan marshall test dapat dilihat dari diagram alir sebagai
berikut.

Mulai

Dibersihkan benda uji dari kotoran yang menempel dan diberi


tanda pengenal pada masing-masing benda uji.

Benda uji diukur dengan ketelitian 0.1 mm dan ditimbang.

Direndam benda uji ± 24 jam pada suhu ruang

Ditimbang benda uji di dalam air untuk mendapatkan isi dan


ditimbang juga dalam kondisi kering permukaan jenuh

Direndam benda uji di dalam air selama ± 24 jam

Selesai

Gambar 1 Diagram alir trial mix dan marshall test pada persiapan benda uji

Mulai
Dibersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan
dalam dari kepala penekan (test heads)

Direndam benda uji dalam kondisi aspal panas dalam bak


perendam selama 30-40 menit atau dipanaskan di dalam oven
selama 2 jam

Dikeluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven dan
diletakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan

Dipasang segmen atas di atas benda uji dan diletakkan


keseluruhannya dalam mesin penguji

Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan dan benda


uji dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji

Dilepaskan sleeve pada saat pembebanan mencapai


maksimum dan dicatat nilai kelelehan yang ditunjukkan oleh
jarum arloji

Selesai

Gambar 2 Diagram alir trial mix dan marshall test

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang umumnya dipakai
seperti batu pecah, batu belah, batu kali, dan hasil samping peleburan baja.
Sementara itu, bahan ikat yang umumnya dipakai seperti aspal, semen, dan tanah
liat. Perkerasan jalan berdasarkan bahan pengikatnya dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu perkerasan lentur (flexible pavement), perkerasan kaku (rigit
pavement), dan perkerasan komposit (composite pavement). Perkerasan lentur
(flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikatnya. Perkerasan kaku (rigit pavement) adalah perekerasan yang
menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Perkerasan komposit (composite
pavement) adalah perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur
dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya (Fithra
2018).
Aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral. Bitumen
merupakan bahan yang berwarna coklat hingga hitam dan larut dalam CCL 4
dengan sempurna dan tidak larut dalam air (Rachman 2011). Aspal umumnya
berasal dari destilasi minyak mentah, namun aspal juga dapat ditemukan sebagai
bahan alam (Fithra 2018). Bitumen bersifat viskoelastis dan termoplastis. Sifat
termoplastis ini yang membuat aspal akan melunak dan mencair apabila mendapat
cukup pemanasan dan sebaliknya (Korompis et al. 2015). Sementara itu, sifat
viskoelastis ini yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat
tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Namun,
pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen,
oleh sebab itu aspal sering disebut juga dengan material berbituminous (Suhardi
et al. 2016).
Aspal juga merupakan bahan pengikat agregat serta bahan pengisi rongga
butiran antar agregat dan pori-pori yang ada pada butiran agregat tersebut dengan
mutu dan jumlahnya yang sangat menentukan keberhasilan suatu campuran
beraspal yang digunakan untuk perkerasan jalan (Korompis et al. 2015). Fungsi
aspal tersebut dapat terpenuhi apabila agregat yang dipakai memiliki sifat adhesi
dan kohesi yang baik sehingga aspal tersebut memiliki daya tahan yang tinggi
terhadap pengaruh cuaca, beban, dan pengaruh eksternal lainnya. Pada campuran
perkerasan, aspal dan agregat menentukan besar rongga udara yang berperan
penting dalam durabilitas. Permebailitas yang tinggi terhadap udara akan memicu
terjadinya penggetasan pada aspal akibat proses oksidasi dan menyebabkan retak.
Sementara itu, permeabilitas air dapat menyebabkan pelelapasan bitumen dari
butiran agregat. Rongga udara berperan sangat penting dalam kinerja campuran
perkerasan, maka rongga udara harus dijaga agar tidak terlalu rendah atau tetap
bernilai optimum (Fithra 2018).
Agregat merupakan butir-butir pecah, kerikil, pasir atau mineral yang
dapat berasal dari alam maupun batuan yang berbentuk mineral padat berupa
ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen (Fithra 2018). Agregat sendiri
dibagi menjadi dua, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat kasar
merupakan agregat yang tertahan saringan No. 8. Agregat ini berukuran lebih
besar dari 2.36 mm. Sementara itu, agregat halus merupakan agregat yang lolos
saringan No. 8 dan tertahan saringan No,200. Agregat ini berukuran antara 2.36
mm dan 75 µm (Aditama 2017). Kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari
sifat agregat dan hasil campuran dengan material lain. Hal ini dikarenakan agregat
menjadi komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95%
berdasarkan persentase berat atau 75-85% berdasarkan persentase volume. Sifat
agregat menjadi salah satu penentu kemampuan perkerasan jalan untuk menahan
beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Kualitas agregat sebagai material
perkerasan jalan ditentukan oleh gradasi, kekerasan, ketahanan agregat, bentuk
butir, tekstur permukaan, berat jenis, daya kelekatan, kekuatan dan lain-lain
(Fithra 2018).
Sebelum menggelar atau melaksanakan pekerjaan perkerasan jalan di
lapangan perlu dilakukan pengujian campuran yang dikenal dengan trial mix.
Trial mix ini menjadi suatu upaya dalam pelaksanaan pekerjaan job mix formula
secara penuh berdasarkan kondisi sebenarnya yang ada pada lapangan dan
kemudian dievaluasi. Perkiraan awal kadar aspal optimum (KAO) yang dapat
direncanakan dengan menentukan kadar aspal tengah terlebih dahulu setelah itu
dilakukan pemilihan dan penggabungan pada tiga fraksi agregat. Kadar aspal
tengah ini menjadi pedoman untuk membuat benda uji agar diperoleh KAO pada
suatu campuran. Kadar aspal yang digunakan juga berkisar antara 4-6%
berdasarkan komposisi. Setelah campuran aspal jadi dapat dilakukan pengujian di
laboratorium melalui marshall test. Pengujian ini menggunakan alat yang
bernama marshall yang merupakan alat tekan dilengkapi dengan cincin penguji
berkapasitas 22.2 KN dan flowmeter. Pengujian ini memiliki parameter yang
meliputi density, stabilitas, flow, MQ, VMA, VITM, VFMA, dan BFT. Kedua
pengujian tersebut menjadi pengujian penting yang banyak digunakan dalam
penetuan sifat-sifat aspal, maka dari itu diperlukan pengujian trial mix dan
marshall test (Fithra 2018).
Pada praktikum kali ini, pengujian trial mix dilakukan pada dua sampel
aspal dengan kadar aspal sebesar 5% dan 7% dan menggunakan aspal 60/70, yaitu
aspal dengan nilai penetrasi antara 60-70. Adanya penetapan kadar aspal ini, maka
dapat diketahui total agregat dari masing-masing sampel sesuai dengan kadar
aspal yang telah ditentukan sehingga dapat dilanjutkan dengan pembuatan benda
uji Selain itu, pada metode trial mix ini analisa saringan juga dilakukan pada tiap
fraksi agregat yang juga dilakukan menurut susunan saringan sesuai spesifikasi.
Hal ini dilakukan guna mengetahui gradasi atau komposisi butiran yang
dikandungnya (Hasan 2009). Perancangan aspal panas harus menghasilkan
campuran yang baik, maka dari itu pada pengujian trial mix ini dipakai gradasi
yang memenuhi standar (Harahap 2021). Hasil total agregat, ukuran benda uji,
dan hasil trial mix gradasi campuran komposisi agregat berdasarkan kadar aspal
yang telah ditentukan tersaji pada tabel 1, 2, dan 3 sebagai berikut.

Tabel 1 Data hasil total agregat


Kadar % Agregat Berat Agregat (gr)
Kadar Berat Aspal Berat Total
Agregat
Aspal (gr) Agregat (gr) Kasar Halus Kasar Halus
(%)
5% 95 55 1045 470,25 574,75
45 55
7% 93 77 1023 460,35 562,65

Tabel 2 Data ukuran sampel


Kadar Diameter Tinggi W kering udara W dalam air
Benda Uji W jenuh (gr)
Aspal (cm) (mm) (gr) (gr)
5% I 10,5 67 1036 525 1079
7% II 10,5 66 1054 556 1070

Tabel 3 Data hasil komposisi campuran agregat


No. Agregat Kasar Agregat Halus Spesifikasi
Total
Saringan 100% 0,45 100% 0,55 Tipe V
1
¾
½
3/8 769 346,05 346,05
4 228,5 102,825 102,825
8 64 35,2 35,2
30 143,5 78,925 78,925
50 112 61,6 61,6
100 5 2,75 2,75
200 2 0,9 76,5 42,075 42,975

Berdasarkan tabel 1 didapatkan total agregat untuk masing-masing kadar


aspal yang telah ditentukan. Pada kadar aspal 5% atau 55 gram digunakan kadar
agregat total sebesar 95% atau 1045 gram yang terdiri dari 45% agregat kasar
sebesar 470.25 gram dan 55% agregat halus sebesar 574.75%. Pada kadar aspal
7% atau 77 gram digunakan kadar total agregat sebesar 93% atau 1023 gram yang
terdiri dari 45% agregat kasar sebesar 460.35 gram dan 55% agregat halus sebesar
562.65%. Berdasarkan tabel 3 didapatkan hasil komposisi gradasi campuran
agregat dari 45% kadar agregat kasar dan 55% kadar agregat halus. Selain itu,
dilakukan juga perhitungan persen lolos kumulatif sebagai berikut. Pada
perhitungan agregat kasar untuk saringan no ¾ lolos 23%, saringan no 4 lolos
0.15%, dan saringan no 200 lolos 0%. Sementara itu, pada perhitungan agregat
halus untuk saringan no 8 lolos 84%, saringan no 30 lolos 48.25%, saringan no 50
lolos 20.25%, saringan no 100 lolos 19%, dan saringan no 200 lolos 0%.
Pada praktikum kali ini, pengujian marshall test juga dilakukan pada dua
sampel aspal dengan kadar aspal sebesar 5% dan 7% dan menggunakan aspal
60/70, yaitu aspal dengan nilai penetrasi antara 60-70. Marshall test dilakukan
untuk mendapatkan hasil sebenarnya yang akan dipakai untuk pelaksanaan di
lapangan dari hasil pelaksaan trial mix. Sebelum dilakukan pengujian marshall
test, kedua benda uji dengan masing-masing kadar aspalnya ditumbuk sebanyak
75 kali pada kedua sisi atas dan sisi bawah. Setelah itu, benda uji dimasukan ke
dalam water bath dan dilakukan perendaman selama 30 menit hingga benda uji
mencapai suhu 60℃. Kedua benda uji kemudian diletakkan pada alat bernama
marshall dan dilihat nilai stabilitas serta nilai kelelehan. Hasil nilai stabilitas dan
nilai kelelehan pada masing-masing benda uji tersaji pada tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4 Data nilai stabilitas dan nilai kelelehan benda uji
Kadar Arloji
Sampel
Aspal Stabilitas Kelelehan
5% I 64 -
7% II 58 8

Stabilitas menunjukan kemampuan perkerasan untuk menahan deformasi


akibat beban lalu lintas. Nilai stabilitas ini juga dapat menunjukkan kemampuan
maksimum suatu benda uji campuran aspal untuk menerima beban hingga terjadi
keruntuhan yang dinyatakan dalam satuan kg atau KN. Berdasarkan tabel 4 dapat
dilihat bahwa untuk campuran agregat dengan kadar aspal 5% dan 7% didapatkan
nilai stabilitas berturut-turut sebear 64 kg dan 58 kg. Nilai stabilitas untuk kedua
kadar aspal ini mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh campuran
agregat, terutama pengaruh dari bentuk dan permukaan agregat kasar yang
digunakan. Hal ini yang menyebabkan aspal yang terserap tidak seimbang dan
menyebabkan nilai stabilitas turun. Selain itu, penurunan nilai stabilitas juga dapat
disebabkan oleh fungsi aspal yang awalnya digunakan sebagai pengikat agregat
berubah fungsi menjadi pelican sehingga mengakibatkan gesekan antar agregat
berkurang (Panorama dan Istartoro 2004).
Sementara itu, kelelehan atau flow menunjukkan besarnya perubahan
bentuk plastis suatu benda uji campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban
sampai pada batas maksimal yang dinyatakan dalam satuan mm. Berdasarkan
tabel 4 dapat dilihat bahwa untuk campuran agregat dengan kadar aspal 5% dan
7% didapatkan nilai kelelehan berturut-turut sebesar - dan 8 mm. Pada kadar aspal
5% tidak diketahui nilai kelelehannya dikarenakan alat marshall yang digunakan
sedang rusak sehingga tidak dapat dilakukan pembacaan nilai kelelehan pada
arloji. Nilai kelelehan yang mengalami penurunan dikarenakan bertambahnya
kadar aspal pada campuran sehingga campuran menjadi semakin plastis dan
besarnya deformasi pada saat menerima beban meningkat. Penambahan kadar
aspal ini yang menyebabkan aspal menjadi lebih lembek sehingga deformasi yang
terjadi semakin besar. Campuran dengan kelelehan yang rendah dan stabilitas
yang tinggi menunjukkan bahwa campuran tersebut bersifat kaku. Sebaliknya
campuran dengan kelelehan yang tinggi dan stabilitas yang rendah menunjukkan
bahwa campuran tersebut bersifat plastis (Panorama dan Istartoro 2004).
Pengujian marshall test memiliki beberapa parameter selain stabilitas dan
kelelehan yang dapat digunakan sebagai indikasi bahwa suatu campuran aspal
dapat dikatakan baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pada praktikum
kali ini, didapatkan data-data pada pengujian marshall test yang dapat digunakan
untuk menghitung parameter berdasarkan masing-masing kadar aspal seperti
rongga terhadap agregat (VMA), rongga terhadap campuran (VIM), stabilitas x
korelasi tinggi, kelelehan, dan stabilitas/kelelehan. Hasil perhitungan parameter
tersebut serta data minimum dan maksimum penentuan komposisi aspal yang
paling ideal untuk campuran perkerasan jalan tersaji pada tabel 5 dan 6 sebagai
berikut.
Tabel 5 Data hasil perhitungan parameter marshall test
Hasil pengujian benda uji 1
Parameter 5% 7%
% rongga terhadap agregat 30,820 25,738
% rongga terhadap
22,049 12,273
campuran
Stabilitas x korelasi tinggi 1540,375 1492,766
Kelelehan - 8,000
Stabilitas / kelelehan - 205,050

Tabel 6 Data minimum dan maksimum penetuan komposisi aspal

Rongga terhadap agregat adalah rongga antar butrian agregat dalam


campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan dalam
persentase volume total campuran. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai
%rongga terhadap campuran untuk kadar aspal 5% dan 7% berturut-turut sebesar
30.82% dan 25.74%. Nilai %rongga terhadap agregat untuk kedua kadar aspal ini
sudah sesuai dengan nilai batas minimum yang telah ditetapkan, yaitu sebesar
16%. Nilai VMA yang kecil dapat menyebabkan aspal yang menyelimuti agregat
menjadi terbatas. Hal ini yang menyebabkan lapisan perkerasan tidak kedap air
sehingga peristiwa seperti oksidasi mudah terjadi dan menyebabkan terjadinya
kerusakan (Suhardi et al. 2016).
Rongga terhadap campuran (VIM) adalah perbandingan volume persen
rongga terhadap volume total campuran pada yang dinyatakan dalam persen.
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai %rongga terhadap campuran untuk
kadar aspal 5% dan 7% berturut-turut sebesar 22.05% dan 12.27%. Nilai %rongga
terhadap campuran untuk kedua kadar aspal ini melebihi batas maksimum yang
telah ditetapkan, yaitu sebesar 3%-5%. Nilai VIM yang lebih besar dari 5%
menunjukkan banyak terjadi rongga dalam campuran sehingga campuran tidak
rapat dan tidak kedap udara serta air. Hal ini yang menyebabkan aspal mudah
teroksidasi yang berakibat melemahnya ikatan aspal terhadap agregat. Aspal
dengan kondisi seperti ini tidak berfungsi lagi sebagai bahan ikat terhadap agregat
sehingga agregat akan lepas dari ikatan (Panorama dan Istartoro 2004).
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai stabilitas x korelasi tinggi
pada kadar aspal 5% dan 7% berturut-turut sebesar 1540.37 dan 1492.77. Nilai
stabilitas x korelasi tinggi pada kedua kadar aspal sudah sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan yaitu sebesar >550. Selain itu, dapat dilihat juga nilai
kelelehan pada kadar aspal 7% sebesar 8 mm. Nilai kelelehan pada kadar aspal
tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 2 mm- 4
mm. Campuran dengan nilai kelelehan >4 mm dapat mengakibatkan perkerasan
memiliki deformasi yang semakin tinggi sehingga campuran menjadi semakin
plastis.
Quotient marshall adalah hasil bagi dari nilai stabilitas dan nilai kelelehan
yang digunakan sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan suatu campuran.
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai quotient marshall hanya terdapat
pada kadar aspal 7% sebesar 205. Nilai QM untuk kadar aspal 7% ini sudah sesuai
dengan nilai rentang standar yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 200-350. Nilai
MQ yang mengalami kenaikan dapat terjadi akibat adanya penambahan aspal
pada campuran sehingga kohesi antar agregat meningkat dan menyebabkan
campuran menjadi semakin kaku dan udah mengalami retak-retak. Sebaliknya,
Nilai MQ yang mengalami penurunan akan menyebabkan campuran menjadi lebih
fleksibel, lentur, dan cenderung plastis sehingga mudah mengalami deformasi saat
menerima beban lalu lintas. Besarnya nilai MQ ini bergantung dari besarnya nilai
stabilitas yang dipengaruhi frictional resistance dan interlocking yang terjadi
antara partikel agregat dan kohesi campurannya. Besarnya nilai MQ juga
bergantung dari besarnya nilai kelelehan yang dipengaruhi oleh kadar viskositas
aspal, gradasi agregat, dan jumlah dari temperatur pemadatan (Wibowo dan Iqbal
2005).
Pada praktikum kali ini, dapat dilakukan perbandingan data pengujian
dengan kelompok 2 P2. Berdasarkan data dari kelompok 2, didapatkan nilai
parameter marshall test yang tersaji pada tabel 7 dibawah ini. Hasil kedua
kelompok memiliki perbedaan nilainya berbeda nyata karena sampel tanah berasal
dari jenis yang sama dan area lahan yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
Aditama AT. 2017. Analisis gradasi agregat sebagai upaya perbaikan karakteristik
campuran aspal beton geopolimer [tesis]. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Fithra H. 2018. Hubungan Antara Konsistensi Perancangan, Pelaksanaan dan
Pengendalian Mutu Aspal Beton terhadap Penurunan Kinerja Jalan
(Edisi Revisi). Lhoksumawe: Unimal Press.
Junaidi. 2018. Studi perencanaan jalan raya mengunakan metode Binamarga pada
ruas Jalan H.M.Arsyad di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur
[skripsi]. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Korompis SP, Kaseke OH, Diantje S. 2015. Kajian laboratorium penggunaan
material agregat bersumber dari kaki Gunung Soputan untuk campuran
beraspal panas. Jurnal Sipil Statik. 3(2): 91-98.
Octavia. 2020. Kajian perbedaan design mix formula, job mix formula, dan trial
mix pada asphalt concrete binder course dalam pekerjaan preservasi
rehabilitasi jalan (Studi Kasus : Jl. Air Hitam Sta. 4 + 800 s/d 4 + 875
Pekanbaru 2018 – 2019) [skripsi]. Pekanbaru: Universitas Islam Riau.
Rachman R. 2011. Pengujian penetrasi aspal dengan kerucut sebagai pengganti
jarum standar pada campuran aspal filler. ADIWIDIA. 1(1): 65-74.
Revisdah, Purnomo RH. 2019. Design hot mix formula HRS – WC dengan
menggunakan gradasi asphalt institute. Bearing: Jurnal Penelitian dan
Kajian Teknik Sipil. 61): 36-39.
Suhardi, Pratomo P, Ali H. 2016. Studi karakteristik marshall pada campuran
aspal dengan penambahan limbah botol plastic. JRSDD. 4(2): 284-293.
Sulila W. 2015. Analisa mutu material aspal retona blend 55 dan aspal minya.
Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa dan Teknologi. 3(1). 29-34.
Widyantara IGN, Suparma LB, Muthohar I. 2018. Stabilitas marshall dan
ketahanan deformasi warm mix asphalt menggunakan aditif zycotherm.
Jurnal INERSIA. 14(1): 48-61.
Suprayitno, Mudjanarko SW. 2019. Studi analisis uji marshall pada pembuatan
campuran aspal plastik jenis HDPE. Jurnal Spirit Pro Patria. 5(2): 142-
150.
Supriadi T, Syafaruddin AS, Azwansyah H. 2010. Perkerasan campuran aspal
AC-WC terhadap sifat penuaan aspal. Jurnal Untan. 1(1): 1-15.

Anda mungkin juga menyukai