Anda di halaman 1dari 74

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyususn panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan
laporan yang berjudul “Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi krueng
peulalu”. Judul tersebut merupakan informasi dari penyusun untuk
menginformasikan tentang perencanaan sistem jaringan irigasi sungaikrueng
peulalu, yang meliputi rencana, perhitungan, dan penggambaran sistem
jaringan irigasi sungai krueng peulalu.

Menyadari akan kemampuan dan keterbatasan ilmu pengetahuan


penyusun, untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta do’a,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini.
2. Drs. Sukadi M.Pd , M.T., sebagai dosen mata kuliah Irigasi dan
Bangunan Air,
3. Diana rahayu S Pd, M.T. Selaku asisten dosen yang membantu proses
pembelajaran dikelas,

Penyusun menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga
laporan ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, Juni 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

A. pengertian irigasi.............................................................................................4
B. perencanaan system jaringan irigasi (Tahapan Proyek)................................5
C. Tahap Perencanaan.......................................................................................8
D. Layout Saluran dan Bangunan......................................................................9
E. Sistem Irigasi di Indonesia..........................................................................21
F. Jaringan Irigasi............................................................................................32
G. Tingkat Jaringan Irigasi..............................................................................35
H. Saluran Irigasi.............................................................................................37
I. Petak Tersier, Sekunder, dan Primer...........................................................37
J. Standar Tata Nama......................................................................................38
K. Definisi Daerah Irigasi................................................................................39

BAB IIIPEMBAHASAN.......................................................................................40
A. Perencanaan Jaringan Irigasi.......................................................................48
B. Perhitungan Sistem Jaringan Irigasi............................................................50

1. Data yang diperukan................................................................................51

2. Mencari Luas Area Irigasi.......................................................................51

3. Mencari Panjang Saluran (L)..................................................................51

4. Menentukan Tinggi Bangunan Irigasi (H)..............................................52

5. Mencari Selisih Kontur Antar Bangunan................................................52

6. Mencari Kemiringan Saluran (I0) pada Saluran Induk...........................52

7. Mencari Debit (Q)...................................................................................53

8. Mencari Kemiringan Rencana (Ia)..........................................................53

9. Menentukan nilai k, m, dan n..................................................................53

10. Perhitungan Dimensi Saluran Induk....................................................55

11. Perhitungan Dimensi Saluran dan Rencana Muka Air Sungai krueng
peulalu.............................................................................................................56

ii
iii

C. Contoh Perhitungan.....................................Error! Bookmark not defined.

1. Perhitungan Dimensi Saluran..................................................................57

2. Perhitungan Skema Muka Air.................................................................60

D. Penggambaran Sistem Jaringan Irigasi Sungai Krueng .............................61

1. Skema Muka Air.....................................................................................61

2. Penggambaran Situasi.............................................................................62

3. Penggambaran Profil Memanjang...........................................................62

4. Penggambaran Profil Melintang..............................................................62

BAB IVPENUTUP................................................................................................63
A. Simpulan.....................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.PETA TOPOGRAFI


Lampiran 2. RENCANA JARINGAN IRIGASI
Lampiran 3. RENCANA PEMBERIAN WARNA JARINGAN IRIGASI
Lampiran 4. SKEMA BANGUNAN IRIGASI
Lampiran 5. SKEMA JARINGAN IRIGASI

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari – hari manusia tidak dapat dipisahkan dengan air.
Banyak pekerjaan yang dilakukan manusia berhubungan dengan air. Salah satu
bidang pekerjaan yang memerlukan air sebagai komponen utama adalah
pertanian.

Dalam perencanaan pertanian para ahli harus memikirakan factor air yang
menjadi penunjang. Kebutuhan air untuk tanaman harus selalu dikontrol secara
berkala. Tanaman harus mendapatkan suplai air yang sesuai dengan kebutuhan
untuk dapat tumbuh dengan baik sehingga air tidak boleh melampaui batas
kebutuhan atau malah kurang dari kebutuhan.

Kebutuhan akan air yang sesuai membuat para ahli berfikir untuk membentuk
suatu system pengairan yang dapat mengatur kebutuhan tanaman terutama untuk
areal pertanian yang cukup luas. System yang dibuat itu dimaksudkan agar
seluruh areal pertanian mendapatkan suplai air yang cukup sehingga tidak ada
areal pertanian yang tidak mendapatkan air. Selain itu juga system yang dibentuk
itu dimaksudkan untuk dapat menyalurkan jumlah air yang tersedia untuk
selanjutnya dibagikan secara merata ke seluruh areal pertanian.

System yang hendak digunakan itu kemudian disebut dengan system irigasi.
System ini dirancang untuk dapat mengairi areal pertanian agar mendapatkan air
yang sesuai dengan kebutuhan. System yang digunakan dapat berupa system
sederhana juga dapat berupa system yang kompleks. Oleh karena itu
pemilihannya harus disesuikan dengan kebutuhan irigasi itu sendiri.

Sebagai infrastruktur di bidang keairan, suatu bangunan air di sungai adalah


sebagai upaya manusia untuk meningkatkan faktor yang menguntungkan dan
memperkecil atau menghilangkan faktor yang merugikan dari suatu sumber daya
air terhadapkehidupan manusia. Sedangkan manfaat dari suatu bangunan air di
sungai adalah untuk membantu manusia dalam kelangsungan hidupnya, dalam

1
2

upaya penyediaan makanan nabati dan memperbesar rasa aman dan kenyamanan
hidup manusia.

Dari era pra sejarah sampai era modern ini tujuan diadakan sistem irigasi pada
suatu daerah adalah upaya untuk penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

Fakta diatas ditambah Indonesia sebagai salah satu negara agrarismenunjukkan


bahwa kebutuhan masyarakat harus dapat dipenuhi oleh para tenaga ahli
bangunan air dengan daya kreatifitas dan inovasi tinggi. Oleh karena itu, dalam
penulisan tugas terstuktur ini akan dipilih perencanaan saluran irigasi.

B. Identifikasi Masalah
Laporan ini dibatasi pada perencanaan sistem jaringan irigasi sungai
Cikamiri kanan, dari mulai perencanaan, perhitungan, dan penggambaran sistem
jaringan irigasi.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkanlatar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah
dipaparkan, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Bagaimana perencanaan sistem jaringan irigasi pada sungai krueng peulalu
2. Bagaimana perencanaan sistem jaringan irigasi pada sungai krueng peulalu
3. Bagaimana perhitungan sistem jaringan irigasi pada sungai krueng
peulalu?
4. Bagaimana perhitungan sistem jaringan irigasi pada sungai krueng
peulalu?
5. Bagaimana penggambaran sistem jaringan irigasi pada sungai krueng
peulalu
6. Bagaimana penggambaran sistem jaringan irigasi pada sungai krueng
peulalu ?
3

D. Tujuan Penyusunan Laporan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dibuatnya laporan ini


adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami perencanaan sistem jaringan irigasi pada


sungai krueng peulalu.
2. Mengetahui dan memahami perencanaan sistem jaringan irigasi pada
sungai krueng peulalu
3. Mengetahui dan memahami perhitungan sistem jaringan irigasi pada
sungai krueng peulalu.
4. Mengetahui dan memahami perhitungan sistem jaringan irigasi pada
sungai krueng peulalu
5. Mengetahui dan memahami penggambaran sistem jaringan irigasi pada
sungai krueng peulalu
6. Mengetahui dan memahamipenggambaran sistem jaringan irigasi pada
sungai krueng peulalu
4

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi
kebutuhan pertanian dan disamping itu air irigasi bisa juga digunakan untuk
keperluan lain seperti untuk air baku, penyediaan air minum, pembangkit
tenaga listrik, keperluan industri, perikanan, untuk penggelontoran roil – roil
di dalam kota (Teknik Penyehatan) dan lain –lain. Sumber air yang digunakan
untuk irigasi adalah:
a. Air yang dipermukaan tanah: sungai, danau, waduk, dan mata air.
b. Air hujan yang ditampung dengan waduk lapangan (Embung)
c. Air tanah (Ground Water)

Irigasi bertujuan agar pemberian air pada tanaman dapat secara teratur dan
sesuai dengan kebutuhan tanaman itu sendiri, baik tanaman padi, palawija,
maupun tebu.

Terdapat dua macam tipe irigasi yaitu irigasi langsung dan irigasi tidak
langsung. Pemilihan tipe tergantung kondisi sungai dimana akan mengalirkan
airnya untuk keperluan irigasi tersebut.

Cara pemberian air irigasi ada tiga macam, yaitu: irigasi permukaan,
irigasi di atas permukaan (semprotan), dan di bawah permukaan, setiap
metode ini ada kelebihan dan kekurangannya. Irigasi permukaan terdiri dari :
penggenangan, metode alur, dan metode garis tinggi.

Penggenangan terdiri dari penggenangan dengan tidak sengaja, dan


penggenangan dengan sengaja. Penggenangan dengan sengaja terdiri dari:
genangan bebas; sisi garis tinggi, tanggul pembatas, tanggul genangan, kolam
genangan, dan zig-zag.
5

Irigasi adalah sistem pemberian air dari bangunan utama kesaluran –


saluran baik primer, sekunder , tersier , yang kemudian air yang tidak terpakai
dialirkan kembali ke sungai.

Manfaat yang kita dapat dari irigasi adalah :

1. Sistem dapat menjamin sepenuhnya persediaan air untuk tanaman.


2. Sistem dapat menjamin waktu panen pada saat musim kering.
3. Menjaga suhu tanah agar tetap dingin.
4. Mencuci garam – garam yang berada dalam tanah.
5. Memperkecil resiko rembesan air tanah.
6. Agar tanah lebih mudah dikerjakan pada waktu membajak.

B. Perencanaan system jaringan irigasi (Tahapan Proyek)


Berikut ini adalah pola perencanaan perancangan suatu system jaringan irigasi
yaitu:
1. Adanya permintaan masyarakat petani
Suatu sistem irigasi dikerjakan oleh karena adanya permintaan
masyarakat petani. Kemudian selanjutnya dilakukan studi kelayakan oleh
ahli pertanian (ahli tanah, pertanian tanaman pangan), sosial ekonomi, sipil
(ahli hidrologi, ahli irigasi), geodesi, geologist, dan ahli lingkungan.
Sosialisasi dengan masyarakat setempat, para sesepuh adat, LSM, Bupati,
dan anggota DPR jika diperlukan.
2. Pelaksanaan Investigasi
a. Pelaksanaan investigasi terdiri dari beberapa tahap yaitu :
b. Pengumpulan data hidrologi, klimatologi, social ekonomi, dan lain –
lain.
c. Pengukuran situasi 1:5000 atas izin masyarakat petani yang tanahnya
terkena proyek, serta pendataan pemilik lahan.
d. Survey geologi dan mekanika tanah.
e. Penggambaran situasi.
f. Lay out definitive.
g. Pengukuran trase atas izin masyarakat yang terkena proyek.
h. Penggambaran trase.
6

i. Perencanaan trase saluran dan bangunan.


j. Penggambaran saluran dan bangunan.
k. Sosialisai dengan masyarakat serta pejabat setampat.
3. Pembuatan
a. Bill of quantities dan rencana anggaran biaya (RAB).
b. Dokumen tender.
c. Dokumen pra qualifikasi.
4. Pelaksanaan Fisik
Pelaksanaan fisik maksudnya adalah melaksanakan pembangunan
system jaringan irigasi pada lahan yang telah ditentukan.

Untuk pelaksanaan proyek seringkali dipakai akronim SIDLACOM untuk


mengidentifikasi berbagai tahapan proyek.

S  Survey

I  Investigation

D  Design

La  Land acquisition

C  Construction

O  Operation

M  Maintenance

Tahap perencanaan merupakan tahap pembahasan proyek pekerjaan irigasi


secara mendetail. Tahapan perencanaan ini meliputi:

1. Tahap Studi

Pada tahap studi ada tujuh persyaratan perencanaan proyek irigasi yang
akan dianalisis dan dievalusi yaitu:

a. Lokasi dan perkiraan daerah irigasi.


b. Garis besar rencana pertanian.
7

c. Sumber air irigasi mengenai banyaknya air yang tersedia serta


perkiraan kebutuhan air.
d. Deskripsi tentang pekerjaan baik yang sedang direncanakan maupun
yang belum.
e. Program pelaksanaan dan skala prioritas pengembangannya.
f. Terpenuhinya persyaratan dari direktorat jendral pengairan.
g. Dampaknya terhadap pembangunan sosial ekonomi dan lingkungan.

Pada tahap studi ini terdiri dari :

a. Studi awal

Merupakan tahap pencetusan ide untuk menjadikan suatu daerah menjadi


daerah irigasi, ide tersebut timbul baik dari pengamatan langsung di
apangan atau melalui analisis data.

b. Studi identifikasi
1) Identifikasi proyek dengan menentukan nama dan luas, garis besar
skema irigasi alternatif, pemberitahuan kepada instansi yang
bewenang.
2) Pekerjaan teknik dan perencanaan pertanian dilakukan di kantor atau
lapangan.
c. Studi pengenalan
1) Kelayakan teknis dari proyek yang sedang dipelajari.
2) Komponen dan aspek multisektor dirumuskan.
3) Penjelasan mengenai aspek yang belum dapat dipecahkan.
4) Penentuan ruang lingkup studi.
5) Pekerjaan lapangan dan kantor.
6) Perbandingan proyek dilihat dari perkiraan biaya dan keuntungan yang
diperoleh.
7) Pemilihan alternatif.
8) Penentuan pengukuran dan penyelidikan yang diperlukan.
d. Studi kelayakan
1) Analisis dari segi teknis dan ekonomis untuk proyek yang sedang
dirumuskan.
8

2) Menentukan batasan atau definisi proyek sekaligus menentapkan


prasarana.
3) Mengajukan program pelaksanaan.
4) Ketepatan yang diisyaratkan.
5) Pengukuran topografi, geoteknik dan kualitas tanah secara eksentif
C. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini dimulai setelah diambil keputusan untuk melaksanakan


proyek. Disini dibedakan menjadi dua tahap yaitu :

1. Tahap perencanaan pendahuluan


a. Pengukuran
1) Peta topografi

Peta tofografi ini digunakan dalam pembuatan tata letak pendahuluan


jaringan irigasi yang bersangkutan. Peta-peta topografi dibuat dengan
skala 1 : 25 000 untuk tata letak umum, dan 1 : 5000 untuk tata letak
detail.

2) Penelitian tentang kemampuan tanah

Penelitian kemampuan tanah dapat dilaksanakan sebelum pembuatan


tata letak pendahuluan.

b. Perencanaan pendahuluan

Pada taraf perencanaan pendahuluan akan diambil keputusan mengenai :

1) Lokasi bangunan utama dan bangunan silang utama.


2) Tata letak jaringan.
3) Perencanaan petak-petak tersier.
4) Pemilihan tipe-tipe bangunan.
5) Trase dan potongan memanjang saluran.
6) Jaringan dan bangunan pembuang.
2. Tahap perencanaan akhir
a. Pengukuran dan penyelidikan
Untuk melaksanakan perencanaan akhir sejumlah pengukuran dan
penyelidikan harus dilakukan. Kegiatan ini meliputi:
9

1) Pengukuran topografi (pengukuran trase saluran dan pengukuran


situasi bangunan-bangunan khusus).
2) Peyelidikan geologi teknik (geologi dan mekanika tanah).
3) Penyelidikan model hidrolis.
b. Perencanaan dan laporan akhir
Perencanaan akhir merupakan taraf akhir dalam perencanaan jaringan
irigasi. Dalam taraf ini gambar tata letak, saluran dan bangunan akan
dibuat detail akhir. Pada taraf ini di susul dengan perkiraan biaya, program
dan metode pelaksanaan, pembuatan dokumen tender dan pelaksanaan.

D. Layout Saluran dan Bangunan

Peta yang menggambarkan layout saluran dan bangunan adalah peta yang
menggambarkan dan menunjukkan lokasi dan arah saluran, lokasi bangunan-
bangunan baik bangunan utama, bangunan pembagi maupun bangunan pelengkap,
lokasi jalan batas petak irigasi, daerah yang dapat diairi maupun tidak, serta
seluruh jaringan drainase.

Perencanaan peta petak biasanya menggunakan peta situasi skala 1 : 5.000,


dibuat petak-petak yang terdiri dari:

1. Petak Tersier, yaitu kumpulan dari sawah-sawah yang menerima air irigasi
dari saluran tersier yang disadap dari saluran induk/sekunder di satu tempat
pengambilan. Hal ini dibuat untuk memp okasi seluruh daerah yang diairi
dengan membuat batas-batas daerah dan garis-garis kontir secara lengkap.
Luas satu petak tersier sedapat mungkin merata antara 50 – 100 ha dan tidak
boleh lebih dari 150 ha, juga jarak sawah terjauh dari bangunan sadap tidak
boleh lebih dari 3 km. Hal ini untuk memudahkan pengelolaan air oleh
petugas dari para petani pemakai air.

2. Petak Sekunder, yaitu suatu petak yang terdiri dari kumpulan dari beberapa
petak tersier yang dapat air irigasi dari satu saluran sekunder. Setiap petak
sekunder harus mendapatkan air hanya dari satu bangunan bagi yang terletak
di saluran induk atau saluran sekunder lainnya, kecuali pada hal-hal tertentu
harus mendapatkan air irigasi suplesi dari saluran lain.
10

3. Petak Primer, yaitu suatu petak gabungan dari beberapa petak tersier yang
dapat air langsung dari saluran induk dan beberapa petak sekunder. Setiap
petak primer sedapat mungkin dekat dengan bangunan utama bendung agar
tidak terlalu panjang dalam membuat saluran induknya.

4. Nomenklatur, ialah nama petunjuk (indeks) yang jelas dan singkat dari suatu
obyek, baik petak, saluran, bangunan bagi/sadap, bangunan pelengkap,
bangunan silang dan sebagainya, sehingga akan memudahkan dalam
pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan dari tiap-tiap bagian jaringan irigasi.
Syarat dalam menentukan pemberian nama antara lain, yaitu:

a. Sebaiknya terdiri dari satu huruf untuk menyatakan petak, saluran atau
bangunan.
b. Saluran induk diberi nama sesuai dengan nama sungainya atau nama
kampung terdekat.
c. Begitu pula untuk bangunannya, baik bangunan utama, pembagi/sadap
maupun bangunan pelengkap lainnya diberi nama sesuai dengan nama
saluran di hulunya dan diberi indeks 1, 2, 3 dan seterusnya.
d. Di dalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran panjang 4 cm dan lebar
1,5 cm.

Di dalam kotak diberi kode dari saluran mana kotak tesebut mendapat air
irigasi, arah salurannya (kiri atau kanan) dilihat dari arah aliran. Kotak ini dibagi
dua bagian, atas untuk nama petak tersier yang bersangkuran, sedangkan bagian
bawahnya dibagi dua pula, yaitu sebelah kiri untuk luas areal sawah yang diairi
(ha) dan sebelah kanannya untuk menunjukkan besarnya debit yang diperlukan
(l/det). Sebagai contoh dapat dilihat pada berikut:

Luas Gt2Ki
areal
50,86 ha 134,802 l/det debit
sawah

Gambar 2.2 Nomenklatur Petak Tersier


11

Dimana:

Gt = nama petak tersier

2 = nomor bangunan

Ki = arah petak tersier sebelah kanan

50,86 ha = luas petak sawah yang diairi

134,802 l/det = besar debit yang dibutuhkan.


12

1. Bendung

Beberapa kriteria dalam pemilihan lokasi bendung adalah sebagai berikut:

a. Morfologi sungai yang mantap, alur sungai relatif lurus, gejala agradasi dan
degradasi seimbang, sungai tidak terlalu diam, tebing-tebingnya stabil dan
penampang relatif simetris.
b. Topografi lokasi yang baik yakni tidak memerlukan tanggul banjir/tanggul
penutup yang panjang. Akibat pengempangan sebesar-besarnya air masih
dapat tertampung pada badan sungai.
c. Kondisi geologi stabil, tidak berada pada daerah patahan, sesar, longsor.
Tanah tidak terlalu poros, namun mempunyai daya dukung yang baik.
d. Debit air cukup besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan, namun kualitas
tetap memenuhi syarat sebagai air irigasi. Kandungan sedimen tidak boleh
terlalu tinggi (5% x debit air).
e. Karena tujuan pemebendungan adalah untuk menaikkan muka air, maka akan
sangat baik jika dapat sepenuhnya gravitasional. Namun lokasi yang terlalu
jauh akan menyebabkan saluran primer panjang.
f. Mudah mendapatkan bahan konstruksi, bahan pondasi, bahan timbunan, bahan
batu kosong, agregat untuk beton dan kondisi mekanika tanah yang baik untuk
konstruksi.

Aspek lingkungan, yaitu sedikit mungkin menimbulkan dampak negatif


seperti memindahkan penduduk, mengubah ekologi dan bentang alam. Sedangkan
elevasi mercu bendung harus ditentukan sehingga mendapatkan nilai optimal
kebutuhan pengairan, operasi bangunan pelengkap, kesempurnaan aliran menuju
dan meninggalkan bendung serta keterkaitannya dengan bangunan lain dalam satu
sistem pengaruh dinamika sungai. Data yang diperlukan untuk dapat menentukan
elevasi mercu bendung meliputi:
a. Jaringan dan petak irigasi, kebutuhan air, data hidraulik dan geometri struktur
bangunan bagi pertama, serta data hidraulik bangunan pengambilan dan sistem
pengelak sedimen.
13

b. Tentang pengaruh terhadap lingkungan sungai dan keterkaitan bendung yang


direncanakan dengan bangunan air yang ada di sungai dalam satu sistem
pembinaan sumberdaya sungai.

Lebih jauh, aspek fungsinya, elevasi bendung harus memperhatikan:

a. Memenuhi pencapaian pengaliran dalam volume, aktu dan cara pengaturan


tertentu ke seluruh wilayah pengairan yang diinginkan, dengan
memperhatikan kehilangan tinggi tekan di sistem pengelak sedimen, bangunan
pengambilan, bangunan bagi dan bangunan ukur.
b. Pencapaian keadaan aliran yang menguntungkan menuju sawah, pada dan
meninggalkan bendung dengan memanfaatkan pengaruh arus aliran baik
(back water) akibat pembendungan.
c. Perubahan kualitas dan kuantitas angkutan muatan dasar atau angkutan
muatan layang sungai sebagai fungsi tinggi pembendungan dalam kaitannya
dengan pengelakan sedimen.
d. Luas dan jangkauan daerah pengempangan pada berbagai debit sungai yang
mungkin terjadi serta dampak pengempangan terhadap lingkungan sungai,
desain saluran pembawa, bangunan bagi, snad trap, alat ukur, bangunan ukur
debit dan sejenisnya.
e. Kestabilan struktur secara keseluruhan, keadaan tanah dasar dan pondasi biaya
pembangunan.

2. Saluran
a. Saluran Pembawa
Dalam perencanaan saluran pembawa, beberapa kriteria yang
digunakan yaitu:
1) Saluran induk umumnya terletak pada garis tinggi, sedangkan saluran
sekunder berupa saluran garis punggung.
2) Untuk saluran yang merupakan saluran punggung agar diusahakan untuk
dapat mengikuti medan lapanganan dengan memperhatikan batas
kecepatan yang diijinkan.
14

3) Agar efisien, dimensi daluran pembawa ditentukan berdasarkan


kapasitas penampang saluran yang ideal sesuai dengan kebutuhan areal
yang diairi.

Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan saluran


pembawa meliputi :
1) Bentuk Penampang
Bentuk penampang saluran yang umum dapat dipilih adalah penampang
persegi empat, bulat, setengah lingkaran, trapesium dan penampang lain sesuai
kebutuhan. Pertimbangan umum pemilihan bentuk penampang meliputi segi
teknik dan ekonomis baik dalam pelaksanaan konstruksi maupun operasinya.Agar
efisiensi saluran relatif tinggi, saluran berpenampang trapesium dengan pasangan
batu kali adalah bentuk saluran yang paling optimal untuk mengalirkan air irigasi
di DI Tolinggula dan DI Didingga.

2) Kriteri Hidrolis

Dua faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran yaitu


perbandingan kedalaman air dalam lebar dasar saluran dan kemiringan
memanjang.
Beberapa kriteria hidrolis untuk perencanaan saluran dengan diantaranya:
a) Sedimentasi : kecepatan minimum yang disarankan adalah kecepatan
terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan
diameter yang diijinkan (0,006 – 0,070 mm). Untuk perencanaan saluran
irigasi yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yuang terbaik adalah
menjaga kapasitas angkutan sedimen persatuan debit masing-masing ruas
saluran disebelah hilir setidak-tidaknya konstan.
b) Erosi : kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan aliran (rata-
rata) maksimum yang tidak akan menimbulkan erosi di permukaan saluran
baik di dasar maupung di lereng saluran.
c) Kemiringan memanjang : Keadaan topografi merupakan faktor utama dalam
menentukan kemiringan memanjang saluran dan akan sebanyak mungkin
mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih. Usaha pencegahan
15

terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang minimum,


sedangkan untuk menjaga terjadinya erosi kecepatan maksimum aliran harus
dibatasi.
d) Tinggi jagaan : tinggi jagaan berfungsi untuk menaikkan muka air di atas
tinggi muka air maksimum dan mencegah kerusakan tanggul saluran.
Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncanakan bisa
disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini
akan bertambah dengan mebesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula
diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam saluran. Tinggi jagaan
minimum pada saluran untuk saluran primer dan sekunder didasarkan pada
besarnya debit pada masing-masing saluran seperti tercantum dalam Tabel
2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran

Debit (m3/det) Jagaan (m)

< 0,50 0,40

0,50 – 1,50 0,50

1,50 – 5,00 0,60

5,00 – 10,00 0,75

10,00 – 15,00 0,85

> 15,00 1,00

e) Lebar tanggul : untuk keperluan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi,


maka diperlukan tanggul sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti
yang tercantum dalam Tabel 2.2.
16

Tabel 2.2 Lebar Minimum Tanggul

Lebar Tanggul (m)


No. Debit (m3/det)
Tanpa jalan Dengan jalan

1 Q < 1,00 1,00 3,00

2 1,00 < Q < 5,00 1,50 5,00

3 5,00 < Q < 10,00 2,00 5,00

4 10,00 < Q < 15,00 3,50 5,00

5 Q > 15,00 3,50 5,00

Jalan inspeksi terletak ditepi saluran petak yang diairi agar bangunan
sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit
dilakukan.Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,00 m atau lebih
dengan lebar perkerasan minimum 3,00 m.

b. Saluran Pembuang

Air irigasi yang tidak dipakai lagi akan dibuang ke tempat pembuangan
melalui saluran pembuang. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
perencanaan saluran pembuang adalah:
1) Dibuat pada tempat yang terendah, sehingga pembuangan dapat berjalan
dengan lancar.
2) Saluran pembuang dapat dibuat secara sejajar atau tegak lurus dengan garis
tinggi yang terletak di lembah.
Saluran pembuang hendaknya berdekatan dengan pembuang alam (sungai).
17

Tahapan-tahapan untuk perencanaan saluran pembuang sama dengan


dipakai dalam perencanaan saluran pembawa. Tetapi untuk menentukan dimensi
saluran pembuang debit rencana yang dipakai adalah debit pembuang atau
modulus pembuang/drainase.
Jumlah kelebihan air permukaanyang harus dikeringkan per petak disebut
modulus drainase atau modulus pembuang. Besarnya modulus ini tergantung
pada: (a) curah hujan selama periode tertentu, (b) pemberian air irigasi pada waktu
itu, (c) kebutuhan air tanaman, (d) perkolasi tanah, (e) tampungan di sawah
selama atau pada akhir periode yang bersangkutan, (f) luas daerah, (g) sumber
kelebihan air yang lain.

3. Bangunan Bagi/Sadap
Bangunan bagi/sadap yang berfungsi sebagai bangunan
pembagi/penyadapan air dilengkapi dengan pintu pengatur dan bangunan
pengukur debit.Agar pengelolaan air efektif, debit harus diatur dan diukur pada
hulu saluran. Secara spesifik, pertimbangan pemilihan pembangunan bangunan
ukur didasarkan pada faktor-faktor:
a. Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit
b. Ketelitian pengukuran di lapangan
c. Konstruksi yang kokoh sederhana dan ekonomis
d. Eksploitasi dan pemeliharaan yang sederhana dan murah
e. Cocok dengan kondisi setempat dan mudah dioperasikan oleh petani

a. Bangunan Pengatur Muka Air


Bangunan pengatur tinggi muka air dimaksudkan untuk mengatur tinggi
muka air di saluran primer, sekunder dan tersier serta cabang-cabangnya sehingga
tercapai pada batas-batas tinggi air tertentu yang dibutuhkan. Ada beberapa jenis
bangunan pengatur seperti:
1) Pintu Sorong Pintu
Pintu Sorong Pintu sorong terbuat dari plat besi yang dapat bergerak vertikal
secara manual sepanjang batang ulit yang digunakan untuk mengatur atau
menutup sama sekali aliran air melalui bangunan.
18

2) Pintu Stop Log

Stop log merupakan bilah kayu sederhana yang dipasang secara mendatar
dalam satu susunan untuk menutup sama sekali atau sebagian aliran. Setiap
balok dapat dipasang dan dibuka secara manual, biasanya mempunyai lebar
antara 15 – 20 cm. Fungsi utama stop log adalah untuk menahan muka
minimal di daluran tergantung pada pengaturan air yang diinginkan. Di atas
stop log alirannya bebas, misalnya untuk tindakan drainase, atau memasukan
air pada saat pasang. Pengoperasian dilakukan sesuai dengan pengaturan
jumlah blok pada bangunan. Untuk drainase maksimum, semua blok dapat
diangkat dari bangunan, sementara untuk menahan agar muka air maksimum
dengan muka air tinggi, semua daun pintu stop log dapat dipasang.

b. Alat Ukur Debit Aliran


Di Indonesia telah digunakan berbagai tipe alat ukur yang masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Syarat utama alat ukur debit adalah:
(a) pembuatannya dibuat sederhana, (b) ketelitian pengukuran cukup baik, (c)
mudah dioperasikan oleh petugas, (d) tinggi tekanan yang tersedia pada saluran,
(e) murah biaya pemeliharaannya.

4. Bangunan Terjun
Bangunan terjun diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam
dari pada kemiringan maksimum saluran yang diijinkan. Bangunan terjun
mempunyai empat bagian fungsional yang masing-masing memiliki sifat-sifat
yang khas, antara lain: (a) bangunan hulu pengontrol yaitu dimana aliran menjadi
super kritis, (b) bagian pembawa ke elevasi yang lebih rendah, (c) peredam energi,
(d) bagian peralihan, dimana diperlukan perlindungan untuk mencegah erosi.

5. Bangunan Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
(saluran irigasi atau pembuang) melewati jalan air lainnya (biasanya saluran),
bawah jalan atau kereta api. Bangunan gorong-gorong mempunyai potongan
19

melintang yang lebih kecil dari pada luas penampang basah saluran hulu maupun
hilir.

Dari jenis alirannya, gorong-gorong dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Gorong-gorong Terbuka

Untuk saluran yang membawa air irigasi, pengalirannya merupakan aliran


bebas pada saluran terbuka, sehingga gorong-gorong sendiri umumnya dibuat
persegi dari pasangan batu kali maupun beton bertulang dan bagian atasnya
ditutup dengan plat beton bertulang. Kehilangan energi diusahakan sekecil
mungkin, sehingga kecepatan aliran dibatasi, dan diperkirakan V = 1,00 – 2,00
m/det.

b. Gorong-gorong Tertutup

Bentuk gorong-gorong pada umumnya bulat atau persegi empat.Karena


seluruh potongan melintang pada gorong-gorong tertutup ini berada di bawah
permukaan air, maka semua potongan melintang tersebut dianggap terisi
penuh air sehingga kriterianya berbeda dengan goron-gorong
terbuka.Umumnya gorong-gorong ini digunakan untuk mengalirkan saluran
pembuang yang membutuhkan kecepatan aliran lebih besar. Untuk keperluan
perencanaan diambil V = 1,50 – 3,00 m/det.

6. Bangunan Talang
Talang merupakan saluran buatan yang melintas dan berada di atas
permukaan lembah, saluran pembuang, saluran irigasi, sungai, jalan atau rel kereta
api atau disepanjang
Bukit dan sebagainya.Air yang mengalir di dalamnya bergerak pada
kondisi permukaan bebas.Bahan yang sering digunakan untuk konstruksi talang
adalah pasangan beton, baja atau kayu.
Agar diperoleh talang yang ekonomis dalam mengalirkan air yang ada di
dalamnya, maka perlu diperhatikan persyaratan berikut:
20

a. Potongan melintang talang dapat ditentukan berdasarkan nilai banding b/h,


dimana b adalah lebar bangunan dan h adalah kedalaman air. Perbandingan
yang paling ekonomis berkisar 1 sampai 3.
b. Kecepatan di dalam bangunan harus lebih tinggi daripada kecepatn di saluran
biasa. Tetapi kemiringan dan kecepatan dipilih sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi aliran superkritis atau mendekati kritis.
c. Pada bagian peralihan dibuat perlu diperhatikan nilai koefisien kehilangan
energi sesuai dengan bentuk penampang yang direncanakan.
d. Diperlukan tinggi jagaan yang disesuaikan dengan besarnya debit. Tinggi
jagaan dapat diambil dari KP-03 pada saluran.
e. Penggunaan bahan diambil berdasarkan besaran bentang dan debit yang
direncanakan.
7. Bangunan Sipon
Sipon merupakan bangunan yang membawa air melewati bawah
saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Perencanaan hidrolis sipon harus
mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan pada peralihan masuk,
kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku sipon serta kehilangan
pada peralihan keluar. Diameter minimum sipon adalah 0,60 m untuk
memungkinkan pembersihan dan inspeksi. Biasanya sipon dikombinasikan
dengan pelimpah tepat di sebelah hulu agar air tidak meluap di atas tanggul
saluran hulu. Hal lain yang perlu diperhatikan adanya penyumbatan atau
masuknya orang/binatang yang masuk secara kebetulan, maka mulut sipon
ditutup dengan kisi-kisi penyaring (trashrack).
8. Bangunan Pelimpah
Pangunan pelimpah dibuat untuk membuang kelebihan debit baik di
saluran maupun pada bangunan talang atau sipon. Kelebihan debit tersebut
diharapkan tidak sampai melimpas di atas tanggul, karena akan mengakibatkan
kerusakan baik pada badan tanggul maupun bangunan lainnya.

9. Bangunan Jembatan

Jembatan yang akan dibagun dimaksudkan adalah jembatan kendaraan


yang dipakai di jalan inspeksi, penyeberangan saluran, pembuang atau sungai,
21

jembatan orang (footbridge), jembatan ternak dan jembatan eksploitasi.


Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jembatan adalah:

a. Pembebanan, digunakan pedoman pembebanan yang ada pada bagian


Parameter Bangunan (KP-06).
b. Bangunan atas, untuk jembatan-jembatan yang bentangnya kurang dari 5
meter, dapat digunakan jembatan beton sedangkan yang lebih besar dari
5 meter, harus mengacu pada peraturan Bina Marga.
c. Ruang bebas jembatan paling tidak harus 0,30 m atau sama dengan
selisih tinggi jagaan saluran.
10. Trashrack (Saringan)

Kisi-kisi penyaring harus dipasang pada bukaan/lubang masuk bangunan


yang mungkin akan menjadi penyumbatan dan mengganggu kelancaran air
masuk. Kisi-kisi dibuat dari jeruji baja dan mencakup seluruh bukaan.Jeruji tegak
dipilih agar bisa dibersihkan dengan penggaruk.

E. Sistem Irigasi di Indonesia


1. Trase Saluran

Pada jaringan irigasi Trase saluran dapat dibagi dua, yaitu trase penyusun
saluran-saluran irigasi pembawa dan trase penyusun pembuangan air.

a. Trase penyusunan saluran-saluran irigasi pembawa

Dalam penyusunan saluran irigasi seolah-olah kita harus memperhatikan


kehematan pembiayaannya, akan tetapi berhubungan dengan formasi dan letak
geografi tanah, keadaan setempat dan lain-lain hal lagi, seringkali terpaksa kita
menetapkan susunan saluran yang memerlukan biaya tinggi, karena dipandang
dari sudut teknis tidak ada cara pemecahan soal lain yang dapat mencukupi
terhadap syarat-syarat yang diperlukannya.

Jika ada 2 cara pemecahan soal susunan saluran yang kiranya dapat
mencukupi terhadap syarat-syaratnya, maka perihal ini kita harus
mempertimbangkan terhadap soal pembiayaannya, kemungkinan
penyelenggaraanya. Kehematan pemeliharaannya berhubungan dengan
22

panjangnya atau letaknya saluran-saluran dan banyaknya atau besarnya bangunan-


bangunan.

Susunan saluran irigasi seharusnya terpisah dari susunan pembangunan


air.Pada keadaan yang memaksa ada kalanya saluran irigasi dialirkan ke saluran
pembuangan dan kemudian dipergunakan, selain untuk membuang air, juga untuk
penyaluran air guna mengairi sawah-sawah di sebelah hilir.

Jaring-jaring saluran itu harus mencukupi terhadap syarat untuk saluran


pembawa dan syarat-syarat untuk saluran pembuangan. Jika salah satu syarat tidak
dicukupi maka beberapa kesulitan tentu akan dialaminya. Karena itu jika keadaan
masih memungkinkan pembiayaannya tidak terlalu tinggi janganlah
merencanakan susunan saluran penyaluran dengan pembuangan.

b. Trase penyusunan pambuangan air

Daerah irigasi teknis membutuhkan saluran panyaluran air yang baik dan
juga susunan pembuangan air yang baik dan teratur. Pembuangan air yang tidak
baik atau tidak terpelihara akan merugikan sangat terhadap tanaman bahkan
seringkali merusak tanaman. Terutama di tanah datar harus mendapat perhatian
benar-benar terhadap kebaikan dan pemeliharaan pembuangan air itu.

Pembuangan yang sewaktu-waktu dipasang bendung sementara untuk


diambil airnya untuk membantu penyaluran air, atau dipasang sero guna mendapat
ikan akan menimbulkan kerugian besar terhadap tanaman.

Seringkali pada waktu menyusun petak-petak tersier dengan mengambil


serokan-serokan pembuangan air sebagai batas-batasnya maka dengan sendirinya
terbentuklah susunan pembuangan air yang baik.Ukuran saluran pembuangan
didasarkan atas penghiliran air terbesar dari daerah pengalirannya.

Adapun untuk merintis jalannya saluran adalah sebagai berikut :

1) Setelah dibuatnya petak-petak tersier dan petak-petak sekunder dalam peta


dengan skala tertentu lalu direncanakan jalannya saluran-saluran irigasi
sebagai rintisan sementara. Pada merintis saluran di peta ikhtisar harus
diperhatikan syarat-syarat berikut :
23

a) Letak saluran harus cukup tinggi guna mengairi seluruh daerah irigasi dan
airnya dapat mudah dibagi-bagi ke petak-petak tersier dengan perantara
bangunan-bangunan sadap.
b) Harus diusahakan jangan terletak di tanah urugan yang tinggi, juga jangan
ada di tanah galian yang dalam.
c) Carilah rintisan yang sependek-pendeknya dengan mengingat syarat-syarat
kemungkinan penyelenggaraan dan penghematan pembiayaanya.
d) Hindarkan sedapat mungkin rintisan pada tanah lunak atau tanah cadas
keras, supaya menghindarkan pengeluaran biaya guna perbaikan tanah.
e) Sedapat mungkin rintisan saluran pertama dan sekunder ditempatkan di
tepi jalan raya atau direncanakan dengan pembuatan jalan, supaya
pengangkutan bahan-bahan guna pembuatan bangunan-bangunan mudah
dilakukan dan juga memudahkan terhadap pengurusan dan pemeliharaan
saluran-saluran dan bangunan-bangunannya.
f) Karena luasnya dan susunannya dari petak-petak tersier telah ditetapkan,
maka kita dapat menghitung kekuatan dan ukuran dan saluran-salurannya
dan juga dapat ditetapkan tinggi muka air ditiap-tiap bangunan yang
didasarkan atas tinggi tanah yang akan dialirkannya.
g) Setelah rintisan sementara ditetapkan lalu dilakukan pengukuran tanah
yang lebih teliti sepanjang rintisan (trace) jalannya dan penampang-
penampang melintang dalam skala 1 : 500, 1 : 200 atau 1 : 100.
h) Sebaiknya tinggi muka air saluran induk dan sekunder seolah-olah
direncanakan di bawah tanah lapangan misalnya 0,10 sampai 0,25 m.
Supaya airnya tidak mudah hilang karena bocoran atau mudah diambil
dengan secara tidak sah. Hal ini tentunya tidak selalu mungkin.
i) Seringkali permulaan arah saluran induk mengikuti garis tinggi tanah.
Setelah saluran induk itu sampai di tempat yang tepat, maka ia dibelokan
ke punggung tanah, dan terbagi dalam dua saluran sekunder; yang satu
dari padanya mengikuti garis tinggi sedang yang lain dibelokan ke
punggung tanah yang arahnya hampir siku dengan garis tanah.
24

Menurut letak saluran dapat dibedakan dalam “saluran di lereng tanah”,


terkenal sebagai saluran trace dengan terjemahan saluran garis tinggi dan
“saluran di punggung tanah”.

Kedua saluran termaksud di atas mempunyai sifat berlainan dan tentunya


mempunyai syarat-syarat yang berlainan pula.

j) Saluran di lereng tanah mengikuti garis tanah yang biasanya tidak


membutuhkan terjunan air, jadi tidak memerlukan pembuatan bangunan
penerjun atas saluran miring dan kecepatan alirannya dapat disesuaikan
dengan syarat formasi tanah setempat sedang tanah galiannya dapat
dipergunakan untuk membuat tanggul di sebelahnya yang tentunnya dapat
menghemat pengeluaran biaya. Di samping keuntungan tersebut di atas
terdapat beberapa kesulitan, misalnya saluran di lereng tanah biasanya
bersilangan dengan lembah-lembah tanah serokan-serokan pembangunan
atau sungai yang walaupun biasanya tidak begitu besar akan tetapi sering
sekali curam. Pada persilangan itu dibutuhkan bangunan, antara lain
gorong-gorong, talang atau sipon yang biaya penyelenggaraannya tidak
sedikit. Saluran di lereng tanah biasanya berbelok-belok dengan sendirinya
saluran itu menjadi panjang juga karena harus membuat tanggul di lereng
tanah yang biasanya harus diberi perkuatan atau pertahanan, karena
tanggul mudah longsor.

Saluran di lereng tanah menghalang-halangi air yang mengalir di lereng


tanah misalnya air hujan.Untuk menghindarkan masuknya air hujan
kedalam saluran, maka perlu dibuatnya serokan pembuang di sebelah
atasnya saluran yang sejalan dengan saluran.Air hujan termasuk di atas
sering kali tidak dapat seluruhnya dihindarkan dan terpaksa sebagian dari
air hujan itu masuk ke dalam saluran yang biasanya benda-benda padat,
misalnya koral, pasir dan tanah ke dalam saluran yang mengakibatkan
banyak endapan di saluran dan dsasar saluran menjadi dangkal.Pada waktu
hujan di saluran terdapat penambahan banyaknya aliran yang tidak
dibutuhkan guna pengairan dan agar saluran lanjutannya tidak menjadi
rusak karena kebanyakan air maka di tempat di mana air kelebihan itu
25

dapat dibuang, dibuatnya bangunan guna membuang air yang kelebihan


itu.Bangunan mana disebut bangunan pelimpah atau peluap dengan atau
tidak dengan alat penahan banjir.

k) Saluran di punggung tanah tidak menemui kesukaran terhadap adanya


persilangan dengan lembah tanah serokan pembangunan atau sungai.
Saluran dapat dibuat pendek karena biasanya dapat dibuat lurus.
Pembuatan saluran pembuangan di sebelah atasnya yang sejajar dengan
saluran irigasi tidak diperlukan, jadi juga kemungkinan mendapat
tambahan air dan endapan ke dalam saluran itu tidak akan ada. Saluran di
punggung tanah dapat mengairi sawah-sawah ke kanan dan ke kiri, jadi
kesulitan yang dialami dalam pembuatan saluran di lereng tanah di sini
tidak akan dapat. Perhatian yang harus dicurahkan terhadap pembuatan
saluran itu, berhubung dengan formasi tanah, maka untuk menurunkan
muka air diperlukan pembuatan bangunan-bangunan antara lain bendung
curahan atau saluran miring. Bangunan-bangunan itu sering kali
membutuhkan biaya yang besar.

2. Petak Tersier

Daerah irigasi teknis dibagi-bagi dalam beberapa bidang tanah yang


disebut petak-petak penghabisan, petak-petak pengairan atau petak-petak tersier
dan ditetapkan tempat pengambilan air dari saluran irigasi untuk tiap-tiap bidang
tanah (petak tersier) itu.

Bentuk dari suatu petak tersier harus tertentu dan luasnya petak-petak
tersier jangan terlalu banyak perbedaan.

Luas petak tersier dapat diambil :

Di tanah datar 200 – 300 ha

Di tanah agak miring 100 – 200 ha

Di tanah perbukitan (pengunungan) 150 – 100 ha

(Perhatikan : Majalah Ing. In NI 1939 No. 1 dan 1941 No. 9 tentang besarnya
petak tersier).
26

Petak tersier yang besar menyulitkan pengurusan pembagian airnya dalam


petak itu, sedang petak tersier yang kecil membutuhkan banyaknya bangunan-
bangunan penyadap tersier yang menjadikan mahal dalam pembuatannya.

Petak-petak tersier untuk pengairan teknis harus mencukupi terhadap


syarat-syaratnya :

a. Harus mempunyai bentuk dan luas tertentu.


b. Jika bentuknya atau luasnya dari petak-petak tersier terlalu berbeda, maka
kehilangan airnya, jadi juga kebutuhan airnya dalam petak-petak itu akan
berbeda sekali.
c. Batas petak tersier harus jelas dan pemberian airnya harus ditetapkan di satu
tempat.
d. Dari tempat pemberian air seluruh tanah di dalam petak itu harus bisa
mendapat air.
e. Air yang telah dipergunakan dan air hujan harus dapat dibuang dengan tidak
terganggu.
f. Petak tersier harus merupakan satu bidang tanah yang tidak terpisah-pisah.
g. Petak tersier seolah-olah harus terletak dalam satu desa, jika tidak mungkin
baru direncanakan dalam 2 sampai 3 desa.
h. Bangunan penyadap tersier (pemberian air) harus seolah-olah di perbatasan
petak tersier, jika tidak mungkin supaya letak petak itu tidak jauh dari
bangunan penyadap tersier.

3. Kapasitas Saluran

Dalam mendimensi saluran irigasi ini terlebih dahulu harus mengetahui


berapa besar debit yang akan dialirkan melewati saluran itu. Seperti telah kita
ketahui tanaman padi memerlukan air lebih banyak dari pada tanaman tebu
maupun palawija.
27

Berdasarkan percobaan yang dilakukan di daerah irigasi Pemali (yang di


jadikan pedoman sampai saat ini), maka pemakaian air untuk tanaman padi adalah
sebagai berikut :

Untuk padi dalam (rendangan).Sebanyak 0.3 a l/det/ha guna pengolahan


tanah/pembibitan yang luasnya 1/8 × sampai 1/12 × luas sawah yang akan
ditanami selama ½ bulan pertama. Selama itu hanya tempat-tempat pembibitan
yang diberi air.

a. Sebanyak a l/det/ha guna pengolahan tanah dan menanam selama ½ bulan ke-
2, ke-3 dan ke-4.
b. Sebanyak 0,70 a l/det/ha guna tumbuhnya tanaman selama ½ bulan ke-5
sampai dengan ke-10.
c. Sesudah itu tanaman tidak memerlukan air hingga saat panen.

Satuan a merupakan kebutuhan air maksimum dalam proses penanaman.


Untuk menentukan besarnya a ini dapat dilihat dalam perhitungan water
requirement.

Sebenarnya memakai metode ini untuk menghemat penggalian saluran


yang besar.Seperti yang diketahui dalam suatu daerah irigasi kadang-kadang
luasnya sangat besar, sehingga kita tidak dapat melaksanakan penanaman secara
serentak.Adapun hal-hal yang tidak dapat melaksanakan penanaman serentak itu,
ialah keterbatasan tenaga manusia, hewan penggarap serta mungkin pula
kekurangan air yang tersedia untuk irigasi itu sendiri. Dengan keadaan yang
demikian itu, maka direncanakan penggiliran pemakaian air atau cara rotasi secara
alamiah.

Untuk itulah dalam menghitung kapasitas saluran ini kita tidak perlu
mengalikan luas areal dengan a (atau A × a), melainkan kita harus mengalikan
lagi dengan suatu faktor (koefisien) yang menurut ordinat lengkung tegal.

Lengkung kapasitas tegal ini dari 0 ha sampai 140 ha merupakan garis


lengkung, dan dari 140 ha sampai 700 ha merupakan garis miring lurus,
sedangkan untuk daerah yang lebih besar dari 700 ha merupakan garis datar lurus
dengan ordinat 0,80.
28

Pada perhitungan ini digunakan koefisien lengkung tegal. Dengan


demikian untuk menghitung kapasitas saluran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q=axA

Keterangan : Q = debit saluran (l/det)

a = kebutuhan air normal dari tumbuhan (l/det/ha)

A = luas daerah yang akan diairi (ha)

4. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran irigasi ini tergantung pada sistem irigasi yang digunakan,
misalnya kecepatan pada sistem irigasi permukaan akan berbeda dengan
kecepatan sistem irigasi bawah permukaan begitu pula dengan sistem irigasi
penyiraman. Hal tersebut dapat dikarenakan karena beberapa faktor antara lain
tekanan yang ditimbulkan, keadaan tofografi, kapasitas air dan lain sebagainya.

Sehubungan dengan perbedaan tekanan, kecepatan aliran irigasi maka


kecepatan dapat dibagi menjadi dua yaitu kecepatan pada saluran terbuka dan
kecepatan pada saluran tertutup. Namun disini kita akan membahas kecepatan
yang terjadi pada saluran terbuka, dimana pada umumnya sistem irigasi di
Indonesia menggunakan saluran terbuka (sistem irigasi permukaan/surface
irrigation) dan inipun sesuai dengan tugas struktur perencanaan irigasi yang
diberikan oleh dosen mata kuliah tersebut.

Dalam aliran melalui saluran terbuka, distribusi kecepatan tergantung pada


banyak faktor pula seperti bentuk saluran, kekasaran dinding dan juga debit aliran.
Distribusi kecepatan tidak merata di setiap titik pada tampang lintang.

Saluran segitiga Pipa

Saluran trapesium Saluran dangkal Saluran persegi


29

Gambar 2.3 Berbagai bentuk saluran pada penampang melintang

Pada Gambar 2.3 menunjukan distribusi kecepatan pada tampang lintang


saluran dengan berbagai bentuk saluran, yang digambarkan garis kontur
kecepatan. Terlihat bahwa kecepatan minimum terjadi di dekat dinding batas
(dasar dan tebing) dan bertambah besar dengan jarak menuju kepermukaan. Hal
ini terjadi karena adanya gesekan antara zat cair dan tebing saluran dan juga
karena adanya gesekan dengan udara pada permukaan. Untuk saluran yang sangat
lebar, distribusi kecepatan disekitar bagian tengah lebar saluran adalah sama.

Hal ini disebabkan karena sisi-sisi saluran tidak berpengaruh pada daerah
tersebut, sehingga saluran di bagian itu dapat dianggap 2 dimensi
(vertikal).apabila lebar saluran lebih besar dari 5–10 kali kedalaman aliran yang
tergantung pada kekasaran dinding. Dalam praktik, saluran dapat dianggap sangat
lebar (lebar tak terhingga) apabila lebar saluran lebih besar dari 10 kali
kedalaman.

Distribusi kecepatan pada vertikal dapat ditentukan dengan melakukan


pengukuran pada berbagai kedalaman. Semakin banyak titik pengukuran akan
memberikan hasil semakin baik. Biasanya pengukuran kecepatan dilapangan
dilakukan dengan menggunakan currentmeter. Alat ini berupa baling-baling yang
akan berputar karena adanya aliran, yang kemudian akan memberikan hubungan
antara kecepatan sudut baling-baling dengan kecepatan aliran.

Untuk keperluan praktis dan ekonomis, dimana sering diperlukan


kecepatan rerata pada vertikal, pengukuran kecepatan dilakukan hanya pada satu
atau dua titik tertentu. Kecepatan rerata dapat diuku pada 0,6 kali kedalaman dari
permukaan air, atau harga rerata dari kecepatan pada 0,2 dan 0,8 kali kedalaman.
Ketentuan ini hanya berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan tidak ada
30

penjelasan secara teoritis. Besar kecepatan rerata ini bervariasi antara 0,8 dan 0,95
kecepatan di permukaan dan biasanya diambil sekitar 0,85.

5. Dimensi Saluran

Dalam perencanaan, semua saluran baik saluran induk, sekunder maupun


tersier direncanakan dengan konstruksi tanah atau dengan perkataan lain
salurannya adalah saluran tanah.

a. Bentuk hidraulis dan kriteria


1) Penampang saluran berbentuk trapesium.
2) Kecepatan minimum (V) = 0,25 m/det.
3) Lebar dasar minimum (b) = 0,30 m.
4) Perbandingan antara b; h; v; dan kemiringan talud (m) tergantung dari
debit.

Hal tersebut dapat dilihat hubungannya pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Hubungan Q, V (kecepatan air), b/h, dan m (kemiringan talud)

Q b/h Kecepatan air Kemiringan talud

(m3/det) V(m/det) (m)

0,00 – 0,15 1 0,25 – 0,30 1:1

0,15 – 0,30 1 0,30 – 0,35 1:1

0,30 – 0,40 1,5 0,35 – 0,40 1:1

0,40 – 0,50 1,5 0,40 – 0,45 1:1

0,50 – 0,75 2 0,45 – 0,50 1:1

0,75 – 1,50 2 0,50 – 0,55 1:1

1,50 – 3,00 2,5 0,55 – 0,60 1:1½

3,00 – 4,50 3 0,60 – 0,65 1:1½


31

4,50 – 6,00 3,5 0,65 – 0,70 1:1½

6,00 – 7,50 4 0,70 1:1½

7,50 – 9,00 4,5 0,70 1:1½

5) Free board (W), tergantung pada debit.

Tabel 2.4 Hubungan Q (m3/det) dengan F (m)

Q (m3/det) F (m)

0,00 – 0,30 0,30

0,30 – 0,50 0,40

0,50 – 1,50 0,50

1,50 – 15,0 0,60

6) Lebar tanggul (b)

Tabel 2.5 Hubungan Saluran dan W (m)

Saluran W (m)

Induk 2,00

Sekunder 1,50

Tersier 0,50

7) Jari-jari belokan pada as saluran 3-7 kali lebar muka air


32

8) Kapasitas saluran ditentukan oleh luas areal (A), angka pemberian air dan
koefisien lengkung tegal.
b. Rumus saluran terbuka dengan penampang trapesium.

Q = F.V Dimana :Q = Debit saluran (m3/det)

F = (b + mh)h F = Luas penampang basah saluran (m2)

O = b + 2h m +1√ 2 V = Kecepatan aliran air (m/det)

O = Keliling basah saluran (m)


R = F/O
2/3
R = Jari-jari hidraulis (m)
Rumus Strickler :V = K.R .I1/2

Dimana :

Q = Debit saluran (m3/det)

F = Luas penampang basah saluran (m2)

V = Kecepatan aliran air (m/det)

O = Keliling basah saluran (m)

R = Jari-jari hidraulis (m)

K = Koefisien kekasaran strickler

Untuk nilai debit tertentu nilai K dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.6 Hubungan Saluran dan K

Saluran K

Saluran Induk dan Sekunder Q > 10 m3/det 50

Saluran Induk dan Sekunder 5 ≤ Q ≤ 10 m3/det 47,50

Saluran Induk dan Sekunder Q < 5 m3/det 45

Saluran muka 40,50

Saluran tersier 40
33

F. Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah susunan dari bangunan air, saluran pembawa dan
pembuang, petak-petak dan jalan infeksi yang mana satu sama lain saling
berhubungan untuk dapat mengalirkan air irigasi yang dibutuhkan. Suatu
jaringan irigasi dapat kita lihat pada peta ikhtisar proyek irigasi yang
memperlihatkan:

1. Bangunan utama

Bangunan utama sebagai jumlah bangunan yang direncanakan dan


dibangun di sepanjang sungai atau aliran air. Bangunan utama dapat berupa :

a. Bendung atau bendung gerak.


b. Pengambilan bebas.
c. Pengambilan dari waduk.
d. Stasiun pompa.
2. Bangunan bagi dan sadap

Bangunan bagi dan sadap ini dapat berupa :

a. Bangunan bagi.
Terletak disaluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan
berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
b. Bangunan sadap tersier.
Berfungsi mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder kesaluran
tersier primer.
c. Box tersier.
34

Berfungsi membagi aliran untuk dua saluran tersier atau kuarter atau
lebih.

3. Bangunan pengukur atau pengatur


a. Bangunan pengukur
Berfungsi mengukur aliran dibagian hulu saluran primer, dicabang saluran
jaringan primer dan pada bangunan sadap sekunder atau tersier. Alat – alat
yang dapat digunakan adalah :
Ambang lebar
1) Alat ukur parshal
2) Alat ukur Cipoletti
3) Alat ukur Romijn
4) Alat ukur Crump de gruyter
5) Bangunan sadap pipa sederhana
6) Constan Head Orifice (CHO)
b. Pemakaian alat ukur
1) Di bagian hulu saluran primer
2) Di bagian bagi/sadap sekunder
3) Di bangunan sadap sekunder

4. Bangunan pembawa

Bangunan pembawa adalah bangunan yang bertujuan untuk dapat


membawa atau mengalirkan air dari ruas bagian udik kebagian hilir saluran.
Aliran ini terdiri dari :

a. Bangunan pembawa dengan aliran super kritis.


1) Bangunan terjun
2) Got miring
b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis.
1) Gorong-gorong
2) Talang
3) Sipon
4) Jembatan sipon
5) Flum
6) Saluran tertutup
7) Terowongan

5. Bangunan lindung
Berfungsi untuk melindungi saluran baik terhadap limpasan buangan maupun
terhadap aliran untuk irigasi.

35
36

G. Tingkat Jaringan Irigasi


Berdasarkan cara pengaturan, pengkuran aliran air dan kelengkapan fasilitas,
jaringan irigasi dibedakan kedalam tiga tingkatan yaitu :

1. Jaringan irigasi sederhana

Sistem irigasi ini baik bangunan maupun pemeliharaannya dilakukan oleh para
petani dan pada umumnya jumlah arealnya relatife kecil. Biasanya terdapat di
pegunungan, sedangkan sumber airnya didapat dari sungai sungai kecil yang
airnya mengalir sepanjang tahun. Bangunan bendungnya dibuat dari bronjong atau
tumpukkan batu dan bangunan – bangunannya dibuat sangat sedehana serta tidak
dilengkapi dengan pintu air dan alat ukur debit air sehingga pembagian airnya
tidak dapat dilakukan dengan baik.

Pada jaringan ini pembagian air tidak diukur dan diatur, dan air akan mengalir
ke selokan pembuang. Kelemahan jaringan irigasi sederhana adalah :
a. Terjadi pemborosan air
b. Terlalu banyak penyadapan karena setiap desa membuat jaringan
masing-masing
c. Umur dari jaringan relatif pendek

2. Jaringan irigasi semi teknis

Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada di dalamnya telah setengah teknis,
kontruksinya bisa permanent atau setengah permanent hanya tidak dilengkapi
dengan pintu air dan alat pengukur debit. Untuk pengaturan air cukup dipasang
balok sekat saja, sehingga pembagian dan pengaturan debitnya tidak dapat
dilakukan dengan baik. Namun demikian, irigasi ini dapat ditingkatkan secara
bertahap menjadi Sistem irigasi teknis. Pada Sistem ini pembangunannya
dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum.

Pada jaringan semi teknis bendung terletak pada sungai lengkap dengan pintu
pengambilan serta bangunan pengukuran pada bagian hilir. Dan pada jaringan
ini memungkinkan untuk mengairi daerah yang agak luas.
37

3. Jaringan irigasi teknis

Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada dalam jaringan irigasi
teknis semua, kontstruksinya permanent dan juga dilengkapi dengan pintu –
pintu air dan alat ukur debit. Pembagian airnya bisa diatur dan diukur
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga pembagian atau pemberian air ke
sawah – sawah dilakukan dengan tertib dan merata.

Saluran Sistem ini menjamin tidak terjadinya banjir dengan cara


dibuatkan jaringan pembuang tersier, sekunder dan induk, yang nantinya
mengalirkan air langsung ke sungai. Saluran ini juga berfungsi untuk
membuang air sisa pemakaian dari sawah.

Pekerjaan teknis irigasi pada umumnya terdiri dari :

a) Pembuatan bangunan penyadap yang berupa bendung atau penyadap


bebas.
b) Pembuatan saluran primer (induk) termasuk bangunan – bangunan di
dalamnya seperti : bangunan bagi, bangunan bagi sadap, dan bangunan
sadap. Bangunan air ini dikelompokkan sebagai bangunan air pengatur,
disamping itu ada kelompok bangunan air pelengkap diantaranya
bangunan terjun, got miring, gorong – gorong, pelimpah, talang, jembatan
dan lain – lain.
c) Pembuatan saluran sekunder, termasuk bangunan – bangunan di dalamnya
seperti : bangunan bagi-sadap, sadap dan bangunan pelengkap seperti yang
ada pada saluran induk.
d) Pembuatan saluran tersier termasuk bangunan – bangunan di dalamnya
seperti : boks tersier, boks kuarter, dan lain- lain.
e) Pembuatan saluran pembuang sekunder dan tersier termasuk bangunan
gorong pembuang.

Prinsip pada jaringan teknis adalah dipisahkannya antara jaringan irigasi dan
jaringan pembuang.Saluran irigasi mengalirkan air ke petak-petak sawah dan
saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah ke selokan–selokan
pembuang. Keuntungan jaringan irigasi teknis:
38

a. Pemanfaatan air lebih ekonomis.


b. Banyaknya bangunan pembawa pada saluran yang mempunyai sifat
hidrolis yang sama dengan bendung, sehingga memerlukan biaya yang
cukup tinggi.
c. Untuk mengatur sistem jaringan irigasi diperlukan organisasi yang
terpadu.

H. Saluran Irigasi
1. Jaringan irigasi utama
a. Saluan primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan
ke petak-petak tersier yang diairi.
b. Saluan sekunder membawa air dari saluran primer ke petak–petak tersier.
c. Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air ke jaringan irigasi
primer.
d. Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak diserang petak tersier lainnya.

2. Jaringan saluran tersier


a. Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter.
b. Saluran kuarter membawa air dari blok bagi kuarter melalui bangunan
sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.

3. Saluran pembuang
a. Saluran pembuang tersier
b. Saluran pembuang utama

I. Petak Tersier, Sekunder, dan Primer


1. Petak tersier
Petak tersier adalah unit tanah yang menerima air irigasi yang dialirkan
dan diukur dari bangunan sadap tersier.
39

2. Petaksekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang ke semuanya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air
dari bangunan bagi yang terletak disaluran primer atau sekunder.

3. Petak primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer.

J. Standar Tata Nama


1. Daerah Irigasi
Daerah irigasi diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat atau desa
penting di daerah itu atau dapat juga dengan nama sungai yang airnya diambil
untuk keperluan irigasi.

2. Jaringan Irigasi
a. Saluran irigasi primer diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayani.
b. Saluran irigasi sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang
terletak di petak sekunder.

3. Tata warna peta


a. Warna biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk pembawa yang ada
dan garis putus-putus untuk jaringan yang direncanakan.
b. Warna merah untuk sungai dan jaringan pembuang, garis penuh untuk
jaringan pembuang yang ada, garis putus-putus untuk jaringan pembuang
yang sedang direncanakan.
c. Warna coklat untuk jaringan jalan.
d. Warna kuning untuk daerah yang tidak diairi (daerah tinggi atau rawa-
rawa).
e. Warna hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa atau kampung.
f. Warna hitam untuk jalan kereta api,
40

g. Warna bayangan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, petak tersier


diberi warna yang lebih muda dan diberi arsir.

K. Definisi Daerah Irigasi

1. Daerah studi
Daerah studi adalah daerah proyek ditambah dengan seluruh daerah aliran
sungai (DAS).

2. Daerah proyek
Daerah proyek adalah daerah dimana pelaksanaan pekerjaan dipertimbangkan
atau diusulkan.

3. Daerah irigasi total


Daerah proyek dikurangi dengan perkampungan dan tanah-tanah yang
didirikan untuk bangunan daerah yang tidak dialiri.

4. Daerah irigasi netto


Daerah yang bisa diairi di kurangi dengan saluran-saluran irigasi dan
pembuang, jalan inspeksi, jalan setapak, tanggul dan sawah.

5. Daerah potensial.
Daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk dikembangkan.

6. Daerah fungsional.
Daerah potensial yang telah memilki jaringan irigasi yang telah
dikembangkan.
41
BAB III
PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN IRIGASI CIKAMIRI
A. Dasar-dasar perencanaan
1. Pembuatan Peta Petak Irigasi

Peta petak adalah kumpulan dari sawah-sawah yang menerima air dari sumber.
Dari peta petak ini dapat dilihat dari mana petak tersebut diberikan airnya. Atau
dengan perkataan lain peta petak adalah suatu dasar akan pembagian air guna
pertanian yang baik melalui saluran-saluran tertentu. Peta petak ini dapat dibagi
menjadi dalam tiga kelompok, yaitu:

a. Petak Tersier
Petak tersier ini adalah kumpulan dari sawah-sawah yang menerima air
irigasi dari saluran tersier disadap dari saluran induk atau sekunder di
satu tempat pengambilan. Dalam peta petak ini akan terlihat seluruh
daerah atau lokasi yang dialiri oleh sebuah pintu pada bangunan sadap.
Dalam peta ini akan terlihat batas-batas daerah, garis-garis contur
secara lengkap
b. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah suatu petak, kumpulandari pada beberapa petak
tersier yang mendapat air irigasi dari satu saluran sekunder.
c. Petak Primer
Petak primer atau jaringan irigasi adalah gabungan dari petak tersier
dan beberapa petak sekunder yang mendapat air langsung dari saluran
induk.
2. Pekerjaan Persiapan
Untuk merencanakan suatu daerah irigasi dalam hal ini perencanaan
peta petak maka hal-hal yang harus disediakan adalah :
a) Peta topografi dengan skala : 1 : 50.000
Untuk peta topografi dengan skala seperti di atas, dipergunakan untuk
merencanakan peta petak atau jaringan irigasi.
b) Data curah hujan
c) Data klimatologi
d) Data kesuburan tanah

42
43

3. Langkah – Langkah Perencanaan


Setelah mendapat peta lokasi, maka langkah-langkah pekerjaan
perencanaan irigasi adalah sebagai berikut :

 Langkah Pertama :
1. Pemberian warna merah pada seluruh sungai atau selokan-selokan
alam yang terdapat dalam peta lokasi.
2. Pemberian warna hijau pada kampung-kampung yang terdapat
dalam peta lokasi.
3. Pemberian warna kuning pada bukit-bukit atau daerah-daerah yang
diperkirakan tidak dapat diairi dalam peta lokasi.
4. Pemberian warna coklat untuk jalan raya.
 Langkah Kedua :
1. Menempatkan bendung pada tempat yang lurus.
2. Dengan adanya bukit yang mengapit di kiri dan kanan bendung,
maka tidak perlu membuat tanggul penutup bendung.
3. Bila tidak terdapat palung sungai yang lurus, dapat juga bendung
dibuat pada sudetan (caupure).
4. Bila bukit yang mengapit tidak ada atau hanya sebelah saja, maka
bendung sebaiknya digeser lebih keudik.
5. Tetapi bilamana tidak dapat digeser, terpaksa memilih alternatif
lain yaitu dengan membuat tanggul kesebelah kiri dan kanan
bendung atau membuat tanggul yang menyusut sepanjang sungai
sebelah udik, sejauh batas pengempangan (backwater curve).
 Langkah Ketiga :
1. Dimulai dengan merencanakan bendung, tariklah garis titik–garis
titik yang menyusuri kontur tertinggi dimana diperkirakan sawah
akan diairi.
2. Garis titik–garis titik tersebut diatas perlu sejajar dengan kontur,
akan tetapi dibuat menurun lebih kurang 30 cm setiap satu
kilometer.
3. Garis titik–garis titik tersebut adalah rencana saluran induk.Pada
tempat tertentu dimana diperkirakan ada sawah yang akan dialiri,
44

maka dibuat satu bangunan sadap, atau bilamana ternyata dapat


mengairi sawah yang luas dan letaknya lebih jauh dari bangunan
tadi, maka dapat dibuat saluran sekunder.
Jadi fungsi bangunan tadi berubah yaitu disamping menyadap dia juga
membagi kesaluran sekunder dan nama bangunan tersebut adalah
bangunan bagi sadap.

Bangunan sadap maupun bangunan bagi diletakkan pada tempat


yang tinggi atau lebih tinggi dari sawah yang akan dialiri.
Pada umumnya trase (rencana) saluran induk mengikuti garis
tinggi, dan trase saluran sekunder mengikuti punggung.
 Langkah Keempat :
1. Merencanakan petak tersier, hal yang perlu diperhatikan adalah :
a) Setiap batas petak tersier harus sedapat mungkin kelihatan jelas.
b) Batas–batas tersebut dapat berupa kampung/desa, jalan raya,
sungai atau selokan, bukit-bukit atau berupa saluran pembawa itu
sendiri.
c) Luas petak tersier ± 50-100 Hektar.
d) Usahakan lebar dan panjang petak sama besar.
e) Usahakan panjang saluran baik induk maupun sekunder kurang
dari 3000 meter.
f) Usahakan jangan sampai saluran tersier melewati bangunan sadap
atau bangunan bagi sadap berikutnya.
g) Setiap petak tersier harus mendapat air hanya dari atau bangunan
sadap yang terletak di saluran induk atau sekunder.
h) Petak yang direncanakan harus mudah diairi dan mudah juga
dibuang bilamana air tersebut tidak digunakan lagi.
i) Air dibuang bilamana air tersebut tidak digunakan lagi. Atau
saluran drainase, baik yang sengaja dibuat maupun melewati
saluran atau selokan-selokan alam.
j) Saluran pembuang ini sedapat mungkin bermuara ke sungai atau
laut.
45

4. Menempatkan bangunan – bangunan silang.


Menempatkan bangunan-bangunan silang ini sangat perlu diperhatikan
oleh karena bangunan silang seperti gorong-gorong pembuang kadang-
kadang merupakan batas dari suatu petak tersier.
5. Pemberian nama
Pemberian nama ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam
pelaksanaan maupun eksploitasi. Dalam memberikan nama harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Sebaiknya mempergunakan satu huruf saja disamping huruf yang
menyatakan bangunan (B), Contoh : BA.
b) Huruf-huruf ini dapat menyatakan petak, saluran atau bangunan.
c) Letak objek dan saluran beserta arahnya.
d) Jenis saluran, pengangkut atau pembuang.
e) Jenis bangunan, pembagian air, penyadap atau bangunan silang.
f) Jenis petak, sekunder atau induk.
Adapun urutan pemberian nama itu adalah :

1) Berilah nama bendung sesuai dengan nama sungai dimana air tersebut
diambil. Dapat juga diberi nama kampung atau desa yang terbesar
pada lokasi bendung tersebut.Berilah nama saluran induk dengan nama
sungai atau yang sesuai dengan nama Bendung. Bangunan Bagi atau
Sadap diberi nama sesuai dengan nama saluran.
2) Berilah nama saluran sekunder ini sesuai dengan nama desa yang
dilalui oleh saluran tersebut, apabila tidak terdapat desa pada daerah
irigasi tersebut, maka berilah nama saluran tersebut dengan urutan
abjad.
3) Berilah nama petak tersier sesuai dengan nama bangunan sadapnya
tetapi ditambah dengan arah pengambilannya seperti Kr dan Kn.
4) Untuk membedakan yang kiri dan yang kanan adalah sebagai berikut :
 Bila kita berdiri pada sebuah jembatan dan arah pandang kita
tertuju pada arus sungai yang meninggalkan kita, maka kanan
kita sebelah kanan sungai dan sebaliknya.
46

Kiri

sungai

Kanan

 Bila bangunan Sadap atau Bagi terdapat satu saluran tersier,


maka namanya sebagai berikut :

A1. Kr

A1. Kn

 Bila pada bangunan sadap tersebut terdapat dua saluran seperti


terlihat pada gambar ini, maka :

A1. Kr

A1. Kn

A1. Kr.kr A1. Kr.kn

A1. Kn.kn A1. Kn.kn

 Bila terdapat saluran lebih dari dua, maka nama saluran tersebut
adalah sebagai berikut :
47

A1. Kr
s.m.
A1. Kn.kr A1.Tg
A1. Kn.kn A1. Kn.tg

A1. Kr
A1.tg

A1. Kn

 Dalam petak tersier pada jaringan irigasi dibuat sebuah kotak


yang berukuran panjang 4 cm dan lebar 1,5 cm yang memuat
nama petak tersier tersebut, luas serta besarnya debit yang
dibutuhkan untuk mengairi petak tersebut

A1Kr

Luas Debit
ha l/dt/
ha

1. Kapasitas Saluran Irigasi

Pada perhitungan ini digunakan koefisien lengkung tegal. Dengan demikian


untuk menghitung kapasitas saluran dapat dirumuskan sebagai berikut :

NFR x A
Qt =
et
Keterangan :

Qt = debit rencana (l/det)

NFR = kebutuhan air bersih disawah (l/det/ha)

A = luas daerah yang akan diairi (ha)

et = efisiensi irigasi dipetak tersier


48

0,80 dipetak tersier

0,90 dipetak sekunder (saluran sekunder)

0,90 dipetak primer (Saluran induk)

Saluran Tersier Saluran Sekunder Saluran Primer

NFR x A NFR x A NFR x A


Qt = Qt = Qt =
0,8 0,8 x 0,9 0,8 x 0,9 x 0,9

2. Perhitungan Dimensi Saluran

Dalam perencanaan, semua saluran baik saluran induk, sekunder maupun


tersier direncanakan dengan konstruksi tanah atau dengan perkataan lain
seluruhnya adalah saluran tanah.

 Bentuk hidraulis dan kriteria.


- Penampang saluran berbentuk trapesium.
- Kecepatan dasar minimum (V) = 0,25 m/det.
- Lebar dasar minimum (b) = 0,30 m.
- Perbandingan antara b:h, dan kemiringan talud (m) tergantung dari
debit. :
- Free board (F) tergantung dari debit.
- Lebar tanggul (W)
- Jari-jari belokan pada as saluran 3 – 7 kali lebar muka air.
- Kapasitas saluran ditentukan oleh luas area (A), angka pemberian air
(a) dan koefisien lengkung tegal (c).
 Rumus Saluran Terbuka dengan penampang trapesium.

Hidrolis saluran, digunakan rumus STRIKLER :

V = k x R 2/3 x I 1/2
Q=v x A
A = b. h + m .h 2 = (n+m) x h2
P = b + 2 . h √1+m = (n+2 √1+m )h
2 2

A h .(n+m)
R= =
P n+2 . √1+m2
49

Keterangan :

Q = Debit saluran (m3/det)

F = Luas penampang basah saluran (m2)

V = Kecepatan aliran air (m/det)

P = Keliling basah saluran (m)

R = Jari – jari hidraulis (m)

K = Koefisien kekasaran Stricler (m1/3/det)

m = kemiringan talud (1 vertikal, m horizontal)

A = Luas penampang basah (m2)

I = Kemiringan saluran

b = Lebar dasar saluran (m)

h = Tinggi air (m)

n = Rasio b dan h

K dipengaruhi oleh Kekasaran permukaan saluran, ketidakteraturan


permukaan saluran, trase, vegetasi, dan sedimentasi. Untuk debit tertentu nilai
k dapat dilihat pada tabel 2.5

w
m
h
1

Untuk menghitung h dan b digunakan cara coba-coba, tahapan perhitungan

 Andaikan kedalaman air h = h0


 Hitung kecepatan yang sesuai V0

[ ]
2 /3

V 0 = k. h0 .(n+m) n+2 √ 1+m 2
x Ia 1/2
50

 Hitung luas basah yang diperlukan A0

A0 = Q/V0

 Hitung kedalaman air yang baru h1

h1 = √ A0
n+ m

 Bandingkan h1 dengan h0

Jika h1 – h0 < 0,005, maka h1 = h rencana

Jika h1 – h0 > 0,005, maka h1 sebagai andaian baru dan perhitungan dimulai
lagi sampai dengan h1 – h0 < 0,005.

 Hitung lebar dasar (b).

b = n x hrencana

A. Perencanaan Jaringan Irigasi


Dalam merencanakan system irigasi terdapat langkah-langkah yang harus
dilaksanak diantaranya yaitu :

1. Tentukan letak bendung di sungai, berikan nama bendung sesuai dengan nama
sungai . pada jaringan irigasi dengan sungai utama Krueng Peulalu maka
digunakan nama BKP untuk bendung.

Gambar 3.1 Ilustrasi Bendung BKP

2. Tarik saluran pembuang di lembah atau saluran pembuang alami dengan


warna merah.
51

3. Tarik saluran induk dengan warna biru, garis – titik – garis. Sejajar garis
kontur, setiap 1 km turunkan 40 – 50 cm. Nama saluran induk disesuaikan
dengan nama sungai yaitu saluran induk Krueng Peulalu.
4. Tentukan tempat untuk bangunan bagi atau sadap di saluran induk tadi.
Berikan nama bangunan itu sesuai dengan urutan bangunan sejak bangunan
pertama yaitu :
5. Ruas antara bendung dan bangunan pertama (BKP – BPM) merupakan saluran
induk Cikamiri kanan ruas 1, antara BPM – BSJ merupakan saluran induk
Cikamiri kanan ruas 2, dan demikian seterusnya.
6. Tarik saluran sekunder melalui punggung atau tegak lurus kontur. Beri nama
saluran dengan nama kampung yang dilewati atau yang dekat dengan saluran
sekunder tersebut. Beri nama bangunan – bangunan yang ada pada saluran
sekunder dengan inisial nama kampung yang terlewati maupun yang dekat
dengan saluran atau bila tidak kampung maka dapat diberi nama yang sesuai
dengan keinginan tapi dalam jaringan irigasi tidak boleh ada nama yang sama,
penamaan bisa dimulai dari huruf abjad A

Saluran
sekunder

Gambar 3.5 Saluran Sekunder melalui punggung atau tegak lurus kontur

7. Tentukan luas petak tersier maksimum 100 ha. Beri nama petak tersier sesuai
dengan nama saluran sekunder. Contoh Lb1ki untuk sebelah kiri dan =Lb1ka
untuk sebelah kanan.
52

Gambar 3.6 Penamaan Petak Tersier sesuai dengan Nama Saluran Sekunder

8. Beri warna – warna muda pada petak yang sudah direncanakan.

Gambar 3.7 Beri warna muda pada masing-masing petak tersier

9. Hindari menggunakan warna kuning karena, sebab warna kuning digunakan


untuk daerah yang tidak terairi yang berada di daerah irigasi yang
direncanakan, misalnya bukit, semak belukar yang tidak dapat diairi. Hijau tua
khusus untuk perkampungan/pedesaan. Jangan menggunakan warna hitam.
10. Warna merah digunakan untuk sungai/saluran pembuang.
11. Garis coklat untuk jalan raya.
12. Garis hitam untuk rel kereta api.
13. Kalau aliran air menjauhi kita, maka sisi kanan saluran sesuai dengan sisi
kanan kita dan sisi kiri saluran sesuai dengan sisi kiri kita.

 Semua tahapan tersebut dilampirkan pada (LAMPIRAN )


1. Skema irigasi
53

Merupakan suatu skema yang menggambarkan keadaan saluran


induk,sekunder dan tersier yang akan direncanakan ( LAMPIRAN )

2. Skema Bangunan

Merupakan suatu skema yang menggambarkan keadaan bangunan


induk,sekunder dan tersier yang akan direncanakan (LAMPIRAN )

B. Perhitungan Sistem Jaringan Irigasi

Perencanaan sistem jaringan irigasi bukan sekedar penggambaran saja.


Tapi juga pengolahan data – data yang ada untuk selanjutnya digunakan dalam
merancang saluran yang akan digunakan. Dalam perencanaan sistem jaringan
irigasi tersebut terdapat rumus – rumus yang digunakan untuk mengolah data –
data yang ada. Penggunaan rumus – rumus tersebut adalah untuk membantu
dalam perancangan atau mendesain saluran.

1. Data yang diperukan

a. Skala peta.

Skala peta yang dipilih pada jaringan irigasi sungai Cikamiri kanan
adalah 1:50.000.

b. Netto Field Requirement (NFR).

NFR adalah nilai kebutuhan air di sawah. NFR yang ditentukan pada
perencanaan sistem jaringan irigasi krueng peulalu adalah 2,12 lt/det/ha.

2. Mencari Luas Area Irigasi

Pada saat kita akan menentukan petak – petak yang akan diairi, kita
harus mengacu pada batasan wilayah yang dijinkan yaitu 50-100 ha sehingga
petak yang kita tentukan tidak boleh lebih besar dari 100 ha. Untuk
menentukan besar petak – petak tersebut, maka kita dapat menggunakan
bantuan autoCAD dengan menggunakan perintah AREA, maka akan muncul
angka yang kita perlukan. Selanjutnya nilai luas yang didapat dikonversikan
sesuai dengan skala peta yang kita gunakan. Misalnya untuk skala 1: 10.000
54

→ 1cm2 = 10 ha sehingga bila luas yang kita peroleh dari peta sebesar 4,5 cm 2
maka : 4,5 x 10 = 45 ha.
Selain itu, kita juga harus menentukan luas area saluran yang
didapatkan dengan cara menjumlahkan luas area petak – petak yang diairi oleh
saluran sekunder yang dimaksud. Misalnya : untuk saluran sekunder krueng
peulalu BKD4 terdapat bangunan BLb1 yang mengairi Lb1ka dan Lb2ki
masing – masing 76,1235 ha dan 79,6119 ha, maka luas BLb1 sebesar
155,7354 ha.

3. Mencari Panjang Saluran (L)

Panjang saluran induk dapat dicari dengan bantuan autoCAD yaitu


dengan menggunakan perintah LIST. Setelah mendapatkan panjang saluran
yang dimaksud kemudian dikonversikan ke dalam satuan yang digunakan
dalam pengolahan data juga mengacu pada skala peta yang kita gunakan
karena satuan pada autoCAD akan berbeda dengan satuan yang digunakan
pada pengolahan data.
Contoh : pada autoCAD kita memperoleh nilai panjang 90,123 mm
menjadi → (90,123 / 1000) x 10000 = 901,23 m

4. Menentukan Tinggi Bangunan Irigasi (H)

Tinggi bangunan irigasi dapat ditentukan dengan melihat posisi


bangunan terhadap garis tinggi (kontur). Bila posisi bangunan tidak tepat pada
kontur, maka harus dilakukan interpolasi dengan menggunakan rumus
interpolasi, yaitu:
H X =( L1 /∆ H )+ H 1

Dimana : Hx = kontur yang dicari


H1 = kontur yang diketahui
L1 = jarak bangunan terhadap H1
∆H = beda kontur
55

5. Mencari Selisih Kontur Antar Bangunan

Selisih kontur antar bangunan diperoleh dengan cara mengurangi


kontur pada bangunan 1 dengan bangunan 2, misalnya : H BKD3 = 111,7 m
dengan HBKD2 = 112,6 maka selisihnya adalah 0,814.

6. Mencari Kemiringan Saluran (I0) pada Saluran Induk

Kemiringan saluran dapat ditentukan dengan rumus :

I 0=∆ H /L

7. Mencari Debit (Q)

Untuk mencari debit yang diperlukan dapat menggunakan rumus :

( NFR x A ( Luas) x 0,001) 3


Q= m /det → untuk saluran tersier
0,8
( NFR x A ( Luas) x 0,001) 3
Q= m /det → untuk saluran sekunder
(0,8 x 0,9)
( NFR x A ( Luas) x 0,001) 3
Q= m /det → untuk saluran induk
(0,8 x 0,9 x 0,9)

8. Mencari Kemiringan Rencana (Ia)

Untuk mendapatkan kemiringan rencana kita harus menggunakan


grafik kemiringan dasar saluran pada grafik di bawah ini.
56

-4
IVR = 4,0 X 10
0,7
-4
IVR = 3,5 X 10
kecepatan dasar rencana Vbd dalam m/det
0,6
-4
IVR = 3,0 X 10 0,7 0,8 0,9 1,0
0,6
0,5
-4
IVR = 2,5 X 10

0,4
-4
IVR = 2,0 X 10

0,3
-4
IVR = 1,5 X 10

0,2

0,0
0,0 0,2 0,40,5 1 2 3 4 5 6 7 10 20 30 4050 100

Debit rencana sauran Q dalam m3/detik

Gambar 3.8 Grafik Kemiringan Dasar Saluran

9. Menentukan nilai k, m, dan n

Menentukan nilai k, m dan n dapat melihat table berikut ini :

Tabel 3.1Untuk Saluran Induk

Q (m3/det) m N K

0.15 - 0.30 1 1 35

0.30 - 0.50 1 1.0 - 1.2 35

0.50 - 0.75 1 1.2 - 1.3 35

0.75 - 1.00 1 1.3 - 1.5 35

1.00 - 1.50 1 1.5 - 1.8 40

1.50 - 3.00 1.5 1.8 - 2.3 40


57

3.00 - 4.50 1.5 2.3 - 2.7 40

4.50 - 5.00 1.5 2.7 - 2.9 40

5.00 - 6.00 1.5 2.9 - 3.1 42.5

6.00 - 7.50 1.5 3.1 - 3.5 42.5

7.50 - 9.00 1.5 3.5 - 3.7 42.5

9.00 - 10.00 1.5 3.7 - 3.9 42.5

10.00 -11.00 2 3.9 - 4.2 45

11.00 -15.00 2 4.2 - 4.9 45

15.00 -25.00 2 4.9 - 6.5 45

25.00 -40.00 2 6.5 - 9.0 45

Tabel 3.2Untuk Saluran Sekunder dan Tersier

Q (m3/det) M n = b/h V k

0.00 - 0.15 1 1 0.25 - 0.30 35

0.15 - 0.30 1 1 0.30 - 0.35 35

0.30 - 0.40 1 1.5 0.35 - 0.40 35

0.40 - 0.50 1 1.5 0.40 - 0.45 35

0.50 - 0.75 1 2 0.50 - 0.55 35

0.75 - 1.50 1 2 0.55 - 0.60 35


58

1.50 - 3.00 1 2.5 0.60 - 0.65 40

3.00 - 4.50 1.5 3 0.65 - 0.70 40

4.50 - 6.00 1.5 3.5 0.7 40

6.00 - 7.50 1.5 4 0.7 42.5

7.50 - 9.00 1.5 4.5 0.7 42.5

9.00 - 11.00 1.5 5 0.7 42.5

11.00 - 15.00 1.5 6 0.7 45

15.00 - 25.00 2 8 0.7 45

25.00 - 40.00 2 10 0.75 45

40.00 - 80.00 2 12 0.8 45

10. Perhitungan Dimensi Saluran Induk

Rumus Strickler
V =k x R2 /3 x I 1/ 2
Q=VxA
2
A=h + ( n+m )=h(b+ mh)
P = h (n + 2 √(1+ m2) = b + 2h√(1 + m2)
R=A / P=h ( n+ m) /{n+2 √(1+m )}
2

Langkah selanjutnya :
59

Dimisalkan kedalaman air : h = ho

{ }
2/ 3
h( b+mh ) 1 /2
V =k x x I Mencari luas penampang basah
b+ 2 h √(1+ m2)
A0 =Q/v 0

a. Kedalaman air yang baru h1 =√ A 0 / ( n+m )


b. Bandingkan h1 dengan ho

jika: h1 – ho ≤ 0.005 ……maka memenuhi syarat , sehingga h1 = h rencana


jika: h1 – ho > 0.005…... maka tidak memenuhi syarat , sehingga harus dicari
h1 yang baru sampai memenuhi syarat.

c. Masukkan harga – harga b, h, k, m, n kedalam rumus strickler hingga


didapat V dan I.
d. Jika saluran belum ada (khusus saluran induk)

Untuk mendesain saluran yang belum ada, harus melalui langkah –


langkah perencanaan sebagai berikut :

a. Tentukan Qd dan I. hal ini menghasilkan titik – titik dengan harga khusus
Qd dan I.
b. Plot titik – titik Qd – I untuk masing – masing saluran berikutnya sampai
ruas terakhir.
c. Tentukan V dasar yang diizinkan untuk setiap ruas saluran atau < 0,70
m/det atau 0,60 m /det.
d. Garis Qd – I makin kehilir atau Qd makin kecil, I√R menjadi semakin
besar.
11. Perhitungan Dimensi Saluran dan Rencana Muka Air Sungai Krueng
Peulalu

Dalam menghitung dimensi saluran sekunder dan tersier, kita harus


terlebih dahulu menentukan nilai v 0, sehingga diperoleh nilai k,n dan m.
Rumus – rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Q=v 0 x F atau F =Q/v 0
Dimana : F = luas area
Q = debit (m3/det)
60

a. Mencari nilai h

F = (b + mh) h .karena nilai F, b dan m telah diketahui maka nilai h akan


diperoleh.

b. Mencari nilai b

b=nxh

c. Mencari F baru dan V baru

F baru = (b + mh)h
V baru = Q/Fbaru

d. Mencari Keliling Basah (P) dan Jari – Jari (R)

P = (b + 2h√(1 + m2)) R = F/P

e. Mencari V dan I

V = k x R2/3 x I1/2
I = (V/ (k x R2/3))2

f. Mencari DWL dan UWL

DWL = elevasi saluran tersier + 0,18h


UWL = DWL + (Ia x L)

Pengolahan data pada perencanaan sistem jaringan irigasi Krueng


Peulalu dilakukan secara tabelaris dengan menggunakan bantuan software
Microsoft excel. Hasil pengolahan data ditampilkan secara terpisah pada
lampiran .

C. Perhitungan deminsi saluran irigasi krueng peulalu


1. Perhitungan Dimensi Saluran
a. Perhitungan Dimensi Saluran Induk
Saluran Induk BPM

Diketahui : A = 219,53 ha
L =894, KM
NFR = 1,50 lt/det/ha
61

Efesiensi Saluran Induk = 0,8 x 0,9 x 0,9 = 0,648


Elevasi =111,7 meter
Selisih tinggi(∆ H ) = 0,814 meter

Q=( NFR × A)/(efesiensi sal . sekunder)=(1,50 × 219,53)/0,648=508,17 M 3 /det

Dari Q = 508,17 M 3 /det diambil nilai :


k = 42,5, m = 1,5, dan n = 3 (hasil melihat Tabel 3.2)
Dicoba H = 1,38 dan b = 4,14
I0 = selisih tinggi / L = 0,82 / 5500 = 0,000164

Dari nilai Q = 508,17 m3 /det dan Io = 0,000149


didapat Ia grafik = 0,00016
v 0=42,5 ¿ ¿

Q 6,6 2
Fo= = =1,24 m
Vo 0,31

h 1=
√ F0
(n+ m)
=
√ 1,24
(3+1)
=0,635 m

b. Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder

Saluran Sekunder BSPA


Diketahui : A = 91,1354 ha
L = 982,59 meter
NFR = 1,50 lt/det/ha
Efesiensi Saluran Sekunder = 0,8 x0,9 = 0,72

N FR × A 1,50 ×91,1354
Q= = =245.3426 I /det
efesiensi sal . sekunder (0,8 x 0,9)

Untuk Q =245.3426 l/det = 0.245 m3 / dt,

diambil nilai :

k = 40, m = 1, dan n =2,5 (hasil melihat Tabel 3.2)


62

Ditetapkan V0 = 0,14 m / dt (hasil melihat Tabel 3.2 dan interpolasi)

Q 0,245
= =1 ,75
F = V 0 ,14 m2

Saluran yang direncanakan berbentuk trapesium

Untuk bentuk trapesium F = (b + mh). h

F = (h + 1h).h

F = 2 h2

Jadi h= √ √F 1,75
2 = 2 = 0,66 m

b = h x n, maka b = 0,66 m x 1= 0,66 m

O atau P = 2.h √ m2+1 √ 2


+ b= 2. 0,66 1 +1 + 0,66= 2,405 m

F 0 ,789
=( )
R= O 2 , 405 = 1,45 m
2 2
V 0 , 34
4/3
=
I = k. R (35 x 0 ,328 2/3 )2 = 0,0000077

c. Perhitungan Dimensi Saluran Tersier

Saluran Tersier BSP 1 kn


Diketahui : A = 50,3562 ha
NFR = 1,50 lt/det/ha
Efesiensi Saluran Tersier = 0,8

NFR × A 1,50 ×50,3562


Q= = =94,41 l/det
efesiensi sal . sekunder 0,8

Untuk Q =94,41 l/det =0,94 m3 / dt,

diambil nilai :
63

k = 35, m = 1, dan n = 1 (hasil melihat Tabel 3.2)

Ditetapkan V0 = 0,28 m / dt (hasil melihat Tabel 3.2 dan interpolasi)

Q 0,1334439
= =0 , 477
F = V0 0 ,234 m2

Saluran yang direncanakan berbentuk trapesium

Untuk bentuk trapesium F = (b + mh). h

F = (h + 1h).h

F = 2 h2

Jadi h= √ √
F
2 =
0, 477
2 = 0,488 m

b = h x n, makab = 0,488 m x 1 m= 0,488 m

O atau P = 2.h √ m2+1 + b= 2. 0,488 √ 12+1 + 0,488 = 1,869 m

F 0 , 477
=( )
R= O 1, 869 = 0,255 m
2 2
V 0 , 28
4/3
=
I = k. R (35 x 0,255 2/3 )2 = 0,0004

2. Perhitungan Skema Muka Air

Saluran Induk BPP

Diketahui : A = 219,53 ha
L = 894 meter
NFR = 2,12 lt/det/ha
Elevasi = 111,7 meter
Selisih tinggi(∆ H ) = 0,814 meter
h = 0,842 meter
Ia = 0,00043
64

 0.18 x h = 0,18 x 0,842 = 0,152 m


 Dwl = (0,18 x h ) + elevasi = 0,152 + 111,7 = 111,89 m
 Ia x L = 0,00043 x 894 = 0,378 m
 Uwl = Dwl + (Ia x L) = 111,89 + 0,378 = 112,28

D. Penggambaran Sistem Jaringan Irigasi Sungai Krueng Peulalu


1. Skema Muka Air

Untuk dapat menggambarkan skema muka air kita harus terlebih


dahulu menghitung dimensi saluran dan kemudian dari hasil perhitungan
dimensi saluran tersebut didapatkan data-data yang dibutuhkan untuk mencari
Dwl dan Uwl yang akan kita cari. Nilai Dwl dan Uwl inilah yang kita gunakan
dalam penggambaran skema muka air.

Penggambaran Sekema Muka Air dilakukan di software AutoCAD dan


hasil dari penggambaran tersebut dilampirkan pada.

CONTOH PERHITUNGAN
Saluran Sekunder BSP 4 KN Diketahui :
BSP Dwl = 111,89 meter

Uwl = 112,69 meter

Ia = 0,00043

L = 894 meter

Ia x L =0,387

BSP Dwl = 91,62

 ∆H = Dwl BSCD – Dwl BSC


= 111,89 –91,62 = 20,22m
65

 ∑Z = ∆H - Ia x L = 20,22- 0,387 = 19,83 m


Z1 = 19,83 m

 L1 = L x Ia = 894 x 0,00043= 0,384 m


 Muka Air = 0,387 + 111,89 = 112,28 m
 Z2 = muka air + Z1 = 112,28+ 19,89 = 132,17 m
2. Penggambaran Situasi

Penggambaran situasi merupakan gambaran jaringan irigasi secara


detail, untuk dapat menggambarkan situasi kita harus mendapatkan data-data
yang dibutukan, dan data-data tersebut merupakan data yang terdapat dalam
perhitungan dimensi saluran dan perhitungan skema muka air

Penggambaran Skema Muka Air dilakukan di software AutoCAD dan


hasil dari penggambaran tersebut dilampirkan pada.

3. Penggambaran Profil Memanjang

Penggambaran Profil Memanjang merupakan gambaran perhitungan


elevasi tanggul, muka air, dan dasar saluran .di penggambaran ini kita diminta
untuk menentukan dimana bangunan terjun yang kita rencanakan diletakan,
penempatan tersebut haruslah seimbang antara galian dan timbunan.

Penggambaran Profil Memanjang dilakukan di software AutoCAD dan


hasil dari penggambaran tersebut dilampirkan pada .

4. Penggambaran Profil Melintang

Dalam penggambaran ini langkah yang harus kita lakukan yaitu


kitatentukan terlebih dahulu center poin yang akan dijadikan gambar, lalu
kemudian liat data yang ada pada point tersebut data tersebut terdapat di
66

penggambaran profil memanjang dan diambil nilai atau angka elevasi


tanggul,muka air dan dasar saluran.

Penggambaran Profil Melintang dilakukan di softwareAutoCAD dan hasil


dari penggambaran tersebut dilampirkan pada.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan di atas dapat ditarik


kesimpulan bahwa dalam merencanakan suatu system jaringan irigasi maka
kita harus bisa menggambarkan system yang kita rencanakan serata dapat
mengolah data – data yang ada dengan baik. Pada langkah penggambaran,
mahasiswa dituntut untuk mampu menggambarkan system jaringan irigasi
dengan jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Selain itu, dalam
pengolahan data mahasiswa dituntut untuk dapat merancang dimensi saluran –
saluran yang akan digunakan.

Prosedur singkat di dalam pekerjaan merencanakan jaringan irigasi


antara lain sebagai berikut :

1. Mencari objek (peta kontur).


2. Menentukan bangunan utama, skala peta, dan nilai NFR (kebutuhan air
dalam liter/detik).
3. Membuat saluran pembuang dengan memberi warna merah.
4. Membuat saluran pembawa/ induk, sejajar dengan kontur dan saluran
sekunder direncanakan di punggung kontur.
5. Menentukan bangunan-bangunan bagi/ sadap.
6. Menghitung luas petak-petak tersier (maksimal s/d 100 Ha) dengan
bantuan Planimeter atau program AutoCad.
7. Memberi penamaan pada bangunan-bangunan irigasi, biasanya nama
disesuaikan dengan desa/ kampung yang ada di sekitarya.
8. Memberi warna sesuai dengan ketentuan.
9. Menghitung dan merencanakan dimensi saluran, skema irigasi, skema
bangunan, dan skema muka air .
10. Membuat gambar hasil perencanaan dengan cara manual atau bantuan
program AutoCad.

67
68

B. Saran

Untuk dapat merencanakan suatu system jaringan irigasi yang baik dan benar,
maka alangkah lebih baik jika kita mempelajari terlebih dahulu langkah –
langkah yang harus ditempuh agar rancangan kita tidak menyebabkan
kekeliruan. Selain itu, untuk dapat meningkatkan pemahaman akan tata cara
perencanaan, maka kita harus membaca literature – literature mengenai
perencanaan system jaringan irigasi yang akan sangat membantu kita.
DAFTAR PUSTAKA

Radjulaini. 2009. “Panduan Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi”.Bandung :


Prodi PTS/PTB/D3 TS. Jurusan Pendidikan Teknik Sipil. Fakultas
Pendidikan Teknik dan Kejuruan.Universitas Pendidikan Indonesia.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai