Disusun Oleh :
Anisa Putri Arindra
1941320168
3MRK6 / 02
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan “Tugas Besar Perencanaan
Bangunan Irigasi” ini tepat pada waktu yang sudah ditentukan. Sholawat serta
salam juga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafaatnya di hari kiamat nanti.
Laporan ini penulis buat berdasarkan apa yang didapat dalam pembelajaran
mata kuliah Irigasi. Semoga laporan yang penulis buat dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi pembaca.
2
DAFTAR ISI
3
4.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 74
4.2. Saran ..................................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 75
LAMPIRAN..................................................................................................................... 75
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Menurut PP no. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, Irigasi adalah suatu
usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang
sejenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa, dan irigasi tambak. Daerah Irigasi merupakan kesatuan wilayah
yang mendapatkan air dari satu jaringan irigasi, sedangkan jaringan irigasi
itu sendiri adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai
dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan
pembuangannya. Untuk penyediaan air irigasi yaitu penentuan banyaknya
air per satuan waktu dan saat pemberian air yang dapat dipergunakan untuk
menunjang pertanian.
5
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada Laporan Perencanaan Jaringan Irigasi ini adalah
sebagai berikut :
3. Bagaimana cara menghitung kebutuhan air NFR dan GFR pada irigasi
?
1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan pada Laporan Perencanaan Jaringan Irigasi ini adalah sebagai
berikut :
6
7. Untuk mengetahui gambaran potongan memanjang dan melintang dari
saluran yang telah direncanakan.
7
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Sistem Irigasi
Irigasi merupakan suatu usaha teknis untuk mengontrol kandungan air pada
tanah di dalam zona akar dengan maksud agar tanaman dapat tumbuh secara baik.
Dimana usaha teknis yang dimaksud adalah penyediaan sarana dan prasarana irigasi
untuk membawa, membagi air secara teratur dengan jumlah yang cukup, waktu
yang tepat ke petak irigasi untuk selanjutnya diberikan dan dipergunakan oleh
tanaman.
Dalam perkembangannya hingga saat ini, terdapat 4 jenis sistem irigasi yang
biasa digunakan. Keempat sistem irigasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Irigasi Gravitasi
Sistem ini memanfaatkan efek dari gravitasi untuk mengalirkan air.
Bentuk rekayasa ini tidak memerlukan tambahan energi untuk mengalirkan air
sampai ke petak sawah.
2. Irigasi Bawah Tanah
Tanah akan dialiri di bawah permukaannya. Saluran yang ada di sisi
petak sawah akan mengalirkan air melalui pori-pori tanah. Sehingga air akan
sampai ke akar tanaman.
3. Irigasi Siraman
Air akan disemprotkan ke petak sawah melalui jaringan pipa dengan
bantuan pompa air. Penggunaan air akan lebih efektif dan efisien karena dapat
dikontrol dengan sangat mudah.
4. Irigasi Tetesan
Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung
diteteskan/ disemprotkan ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk
mengalirkan air.
Selain itu jaringan irigasi mempunyai klasifikasi yang didasarkan pada hal-
hal seperti dijelaskan dalam tabel berikut.
8
Tabel 1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
No Uraian
Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan permanen
1 Bangunan Utama Bangunan permanen Bangunan sementara
atau semipermanen
Kemampuan
bangunan dalam
2 Baik Sedang Jelek
mengukur dan
mengatur debit
Saluran irigasi dan
Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan
3 Jaringan saluran pembuang tidak
pembuang terpisah pembuang jadi 1
sepenuhnya terpisah
Belum dikembangakan
Belum ada jaringan
Dikembangkan atau densitas
4 Petak tersier terpisah yang
seluruhnya bangunan tersier
dikembangkan
jarang
Efisiensi secara
5 50%-60% 40-50% <40%
keseluruhan
6 Ukuran Tak ada batasan < 2000 Ha < 500 Ha
9
saluran irigasi dan pembuang bekerja secara terpisah. Sehingga pembagian air
dan pembuangan air optimum. Selain itu ada petak tersier yang menjadi ciri
khas jaringan teknis. Petak tersier kebutuhannya diserahkan petani dan hanya
perlu disesuaikan dengan saluran primer dan sekunder yang ada.
Keuntungan dari jaringan ini adalah pemakaian air yang efektif dan
efisien, menekan biaya perawatan, dan dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan.
Kelemahannya adalah biaya pembuatan yang mahal dan pegoperasian yang
tidak mudah.
2.2. Teori Perencanaan Petak, Saluran, dan Bangunan Air
2.2.1. Teori Perencanaan Petak
Petak irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari suatu
sumber air, baik waduk maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui
bangunan pengambilan bebas. Petak irigasi dibagi 3 jenis, yaitu sebagai berikut :
a. Petak Tersier
Petak ini menerima air yang disadap dari saluran tersier. Karena luasnya
yang tergolong kecil maka petak ini menjadi tanggung jawab individu untuk
eksploitasinya. Idealnya daerah yang ditanami berkisar 50-100 Ha. Jika luas
petak lebih dari itu dikhawatirkan pembagian air menjadi tidak efisien.
Petak tersier dapat dibagi menjadi petak kuarter, masing-masing seluas
8-15 Ha. Dimana bentuk dari tiap petak kuarter adalah bujur sangkar atau segi
empat. Petak tersier harus juga berbatasan dengan petak sekunder. Yang harus
dihindari adalah petak tersier yang berbatasan langsung dengan saluran irigasi
primer. Selain itu disarankan panjang saluran tersier tidak lebih dari 1500 m.
b. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang terdiri dari beberapa petak tersier
yang berhubungan langsung dengan saluran sekunder. Petak sekunder
mendapatkan airnya dari saluran primer yang airnya dibagi oleh bangunan bagi
dan dilanjutkan oleh saluran sekunder. Batas sekunder pada umumnya berupa
saluran drainase. Luas petak sekunder berbeda-beda tergantung dari kondisi
topografi.
c. Petak Primer
10
Petak primer merupakan gabungan dari beberapa petak sekunder yang
dialiri oleh satu saluran primer. Dimana saluran primer menyadap air dari
sumber air utama. Apabila saluran primer melewati daerah garis tinggi maka
seluruh daerah yang berdekatan langsung dilayani saluran primer.
2.2.2. Teori Perencanaan Saluran
Dalam mengalirkan dan mengeluarkan air ke dan dari petak sawah
dibutuhkan suatu saluran irigasi. Saluran pembawa itu dibagi menjadi 2 jenis
berdasarkan fungsinya, saluran pembawa yang membawa air masuk ke petak sawah
dan saluran pembuang yang akan mengalirkan kelebihan air dari petak-petak
sawah.
a. Saluran Pembawa
Berfungsi untuk mengairi sawah dengan mengalirkan air dari daerah
yang disadap. Berdasarkan hierarki saluran pembawa dibagi menjadi 3, yaitu
sebagai berikut :
1. Saluran Primer
Saluran ini merupakan saluran pertama yang menyadap air dari sumbernya.
Dan selanjutnya dibagikan kepada saluran sekunder yang ada. Saluran ini dapat
menyadap dari sungai atau waduk. Bangunan sadap terakhir yang terdapat di
saluran ini menunjukan batas akhir dari saluran ini.
2. Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder. Saluran
sekunder nantinya akan memberikan air kepada saluran tersier. Akan sangat baik
jika saluran sekunder dibuat memotong atau melintang terhadap garis tinggi tanah.
Sehingga air dapat dibagikan ke kedua sisi dari saluran.
3. Saluran Tersier
Merupakan hierarki terendah yang berfungsi mengalirkan air yang disadap
dari saluran sekunder ke petak-petak sawah. Saluran ini dapat mengairi kurang
lebih 75-125 Ha.
b. Saluran Pembuang
Fungsinya membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air yang
terjadi pada petak sawah. Umumnya saluran ini menggunakan saluran lembah.
11
Saluran lembah tersebut memotong garis tinggi sampai ketitik terendah daerah
sekitar.
2.2.3. Dimensi Saluran
Pada saluran terbuka dikenal berbagai macam bentuk saluran seperti
persegi, setengah lingkaran, elips, dan trapesium. Untuk pengaliran air irigasi,
penampang saluran yang digunakan adalah trapesium karena umum dipakai dan
ekonomis. Dalam mendesain saluran digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
a. Debit rencana (Q)
Q = A*a/(1000*eff.) m3/dt
b. Rumus Strickler
V = k.R2/3.S1/2
Dimana :
V = Kecepatan aliran
R = Jari-jari hidraulik
S = Kemiringan saluran
k = Koefisien saluran
c. Nilai V diperoleh melalui persamaan
V = 0,42.Q0,182 m/dt
d. Luas penampang basah
A = Q/V m2
e. Kemiringan talud (m) diperoleh dari tabel
f. Nilai perbandingan b/h (n)
N = (0,96*Q0,25)+m
g. Ketinggian air (h)
h = 3*V1,56 m
h. Lebar dasar saluran
b = n*h m
i. Lebar dasar saluran di lapangan (b’) dengan pembulatan 5 cm dari b
j. Luas basah rencana (A’)
A’ = (b+t*h)h m2
k. Keliling basah
12
P = b+(2*h((1+m2)0,5) m
l. Jari-jari hidraulis
R = A’/P m
m. Koefisien Manning diperoleh melalui tabel
n. Kecepatan aliran rencana (V’)
V’ = Q/A’ m/s
o. Kemiringan saluran pada arah memanjang (i)
I = V2/(k2*R4/3)
p. Tinggi jagaan diperoleh melalui tabel
q. Tinggi saluran ditambah freeboard (H)
H=h+W
r. Lebar saluran yang ditambah freeboard (B)
B = b+2*(h+W) m
Tabel 2. Nilai n dan m dari Fungsi Q
Tabel 4. Nilai W
13
Dalam merencanakan debit rencana efisiensi yang digunakan untuk saluran
tersier adalah 80%, sekunder 70%, dan primer 70%. Dalam penggunaan a
(kebutuhan air) dihitung berdasarkan pada perhitungan yang sudah dibahas pada
pembahasan sebelumnya. Dalam merencanakan lebar saluran yang dipergunakan
di lapangan, dari b (b perhitungan), dibulatkan 5 cm terdekat. Perhitungan dimensi
saluran dimaksudkan untuk memperoleh dimensi dari saluran yang dipergunakan
dalam jaringan irigasi serta untuk menentukan tinggi muka air yang harus ada pada
bendung agar kebutuhan air untuk seluruh wilayah irigasi dapat terpenuhi.
Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap penentuan dimensi untuk
setiap ruas saluran dan tahap perhitungan ketinggian muka air pada tiap-tiap ruas
saluran. Hasil perhitungan tersebut lebih efisien ditampilkan dalam bentuk tabel
dimana urutan pengerjaan sudah diurutkan perkolom.
2.2.4. Teori Perencanaan Bangunan Air
a. Bangunan Utama
• Bangunan bagi adalah bangunan yang terletak di saluran utama
yang membagi air ke saluran sekunder atau tersier. Dan juga dari
saluran sekunder ke tersier. Bangunan ini dengan akurat
menghitung dan mengatur air yang akan dibagi ke saluran-saluran
lainnya
• Bangunan sadap adalah bangunan yang terletak di saluran primer
ataupun sekunder yang member air ke saluran tersier
• Bangunan bagi-sadap adalah bangunan bagi yang juga bangunan
sadap. Bangunan ini merupakan kombinasi keduanya.
b. Bangunan Pelengkap
• Bangunan pengatur
Bangunan/pintu pengatur akan berfungsi mengatur taraf muka air
yang melaluinya di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap
14
dan bangunan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan
tinggi energinya harus kecil, bangunan pengatur harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan
tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan
membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai + 1,5 m/dt.
Bangunan pengatur tinggi muka air terdiri dari jenis bangunan
dengan sifat sebagai berikut :
✓ Bangunan yang dapat mengontrol dan mengendalikan
tinggi muka air di saluran. Contoh : pintu schot balk, pintu
sorong.
✓ Bangunan yang hanya mempengaruhi tinggi muka air.
Contoh : merce tetap, kontrol celah trapesium.
• Bangunan pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang digunakan untuk
membawa air melewati bawah saluran lain, jalan, sungai, ataupun
dari suatu ruas ke ruas lainnya. Bangunan ini dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu sebagai berikut :
✓ Bangunan aliran subkritis : gorong-gorong, flum, talang,
dan sipon.
✓ Bangunan aliran superkritis : bangunan pengukur dan
pengatur debit, bangunan terjun, dan got miring.
15
dapat dimanfaaatkan manusia sesuai kebutuhan. Ada 3 metode yang biasa
digunakan dalam menentukan hujan regional, yaitu :
• Metoda Thiessen
• Metoda Arithmatik
• Metoda Isohyet
2.4. Teori Perhitungan Kebutuhan Air
Penentuan kebutuhan air ditujukan untuk mengetahui berapa banyak air
yang diperlukan lahan agar dapat menghasilkan produksi optimum. Dalam
penentuan kebutuhan air diperhitungkan juga efisiensi saluran yang dilalui.
Kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman adalah berbeda tergantung koefisien
tanaman.
Berikut adalah hal yang mempengaruhi kebutuhan air :
a. Evapotranspirasi potensial
Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam
bentuk uap air yang dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Dalam
penentuan besar evapotranspirasi terdapat banyak metoda yang dapat
dilakukan.
b. Curah hujan efektif
Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah bulanan diambil
80% dari curah hujan rata-rata tengah bulanan dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%. Sedangkan untuk palawija nilai curah hujan efektif tengah
bulanan diambil P=50% Curah hujan dianalisis dengan analisis curah hujan.
Analisis curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :
• Curah hujan efektif, yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air
irigasi
• Curah hujan lebih, yang digunakan untuk menentukan besar kebutuhan
pembuangan dan debit banjir
Cara mencari curah hujan efektif adalah sebagai berikut :
• Menentukan stasiun hujan yang paling dekat dengan bending
• Mengurutkan data curah hujan dari yang terkecil sampai terbesar
• Menentukan tingkat probabilitas terlampaui tiap data
16
• Mencari nilai curah hujan dengan P=50% dan P=80%
Jika tidak adalah curah hujan dengan P=50% dan P=80% maka digunakan
interpolasi menggunakan nilai curah hujan dengan tingkat probabilitas terdekat.
c. Pola tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan pola tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel di bawah merupakan contoh
pola tanam yang biasa digunakan.
Tabel 5. Urutan Pola Tanam
d. Koefisien tanaman
Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman dalam tempo panjang
dari proyek irigasi di daerah tersebut. Harga koefisien tanaman padi diberikan pada
tabel berikut :
Tabel 6. Koefisien Tanaman Padi dan Kedelai
Nedeco/Prosida FAO
Bulan Varietas Varietas Varietas Varietas Kedelai
Biasa Unggul Biasa Unggul
0,5 1,2 1,2 1,1 1,1 0.5
1 1,2 1,27 1,1 1,1 0.75
1,5 1,32 1,33 1,1 1,05 1
2 1,4 1,3 1,1 1,05 1
2,5 1,35 1,3 1,1 0,95 0,82
3 1,24 0 1,05 0 0.45
3,5 1,12 0,95
4 0 0
17
e. Perkolasi
Perkolasi adalah peristiwa meresapnya air ke dalam tanah dimana tanah
dalam keadaan jenuh. Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah.
Data-data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah.
Tes kelulusan tanah akan merupakan bagian dari penyelidikan ini. Apabila padi
sudah ditanam di daerah proyek maka pengukuran laju perkolasi dapat
dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung
sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di
daerah-daerah miring, perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan
banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling
tidak akan terjadi kehilangan 5mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. Pada
tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
f. Penggantian Lapisan Air Tanah (WLR)
Penggantian lapisan air tanah dilakukan setengah bulan sekali. Di
Indonesia besar penggantian air ini adalah 3,3 mm/hari.
g. Masa penyiapan lahan
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan
adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan
mesin, jangka waktu 1 bulan dapat dipertimbangkan.
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200
mm. Ini meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah, pada
awal transplantasi akan ditambahkan lapisan 50 mm lagi.
Angka 200 mm diatas mengandaikan bahwa tanah itu bertekstur berat,
cocok digenangi dan bahwa lahan itu belum ditanami selama 2,5 bulan. Jika
tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi maka diambil 250 mm sebagai
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
termasuk kebutuhan air untuk persemaian.
Dalam penentuan kebutuhan air, dibedakan antara kebutuhan air pada masa
penyiapan lahan dan kebutuhan air pada masa tanam. Penjelasannya sebagai
berikut :
18
1. Kebutuhan air pada masa penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan
maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang
menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan. Yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah :
• Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah.
• Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup
waktu menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Kondisi sosial budaya yang ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi
lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah-daaerah
proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di daeah-daerah sekitaarnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu
1.5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak tersier. Bilamana
untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai mesin secara luas maka jangka
waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Kebutuhan total tersebut
bisa ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 7. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
T = 30 hr T = 45 hr
Eo + P (mm/hr) S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm
5.0 11.1 12.7 8.4 9.5
5.5 11.4 13.0 8.8 9.8
6.0 11.7 13.3 9.1 10.1
6.5 12.0 13.6 9.4 10.4
7.0 12.3 13.9 9.8 10.8
7.5 12.6 14.2 10.1 11.1
8.0 13.0 14.5 10.5 11.4
8.5 13.3 14.8 10.8 11.8
9.0 13.6 15.2 11.2 12.1
9.5 14.0 15.5 11.6 12.5
10.0 14.3 15.8 12.0 12.9
10.5 14.7 16.2 12.4 13.2
11.0 15.0 16.5 12.8 13.6
19
2. Kebutuhan air pada masa tanam untuk padi sawah
Secara umum unsur-unsur yang mempengaruhi kebutuhan air pada masa tanam
adalah sama dengan kebutuhan air pada masa penyiapan lahan. Hanya ada
tambahan yaitu :
• Penggantian lapisan air
Setelah pemupukan,di usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti
lapisan air menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu maka
dilakukan penggantian air sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm (atau 3,3
mm/hari selama 0,5 bulan) selama sebulan dan 2 bulan setelah transplantasi.
2.5. Teori Keseimbangan Air
Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan
untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk
tiap setengah bulan dan luas daerah yang bisa diairi.
Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah proyek irigasi adalah tetap
karena luas maksinum daerah layanan (command area) dan proyek akan
direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit sungai tidak
berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit maka ada 3 pilihan yang
bisa dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.
20
2.6. Sistem Tata Nama (Nomenklatur)
Pemberian nama pada daerah, petak, bangunan dan saluran irigasi haruslah
jelas, pendek, dan tidak multitafsir. Nama-nama dipilih sedemekian sehingga jika
ada penambahan bangunan baru tidak perlu untuk mengganti nama yang telah
diberikan.
a. Daerah Irigasi
Nama yang diberikan sebaiknya menggunakan nama daerah atau desa
terdekat dengan bangunan air atau dapat juga menggunakan nama sungai yang
airnya disadap. Akan tetapi ketika sumber air yang disadap lebih dari satu maka
sebaiknya menggunakan nama daerah.
b. Jaringan Irigasi Utama
Saluran primer sebaiknya dinamai dengan nama daerah irigasi yang
dilayani. Saluran sekunder menggunakan nama desa yang dialiri airnya. Petak
sekunder sebaiknya menggunakan nama saluran sekunder.
c. Jaringan Irigasi Tersier
Jaringan irigasi tersier sebaiknya dinamai sesuai dengan bangunan bagi
air tersier.
Syarat-syarat dalam menentukan indeks adalah sebagai berikut :
• Sebaiknya terdiri dari satu huruf,
• Huruf itu dapat menyatakan petak, saluran atau bangunan,
• Letak objek dan saluran beserta arahnya,
• Jenis saluran pembawa atau pembuang,
• Jenis bangunan untuk membagi atau member air, sipon, talang dan lain-lain,
• Jenis petak, primer atau sekunder.
Cara pemberian nama :
a. Bangunan utama diberi nama sesuai dengan desa terdekat daerah irigasi yang
sungainya disadap.
b. Saluran induk diberi nama sungai atau desa terdekat dengan diberi indeks 1,2,3
dan seterusnya yang menyatakan ruas saluran.
c. Saluran sekunder diberi nama sesuai kampong terdekat.
21
d. Bangunan bagi/sadap diberi nama sesuai dengan nama saluran di hulu dengan
diberi indeks 1,2,3 dan seterusnya.
e. Bangunan silang seperti sipon, talang jembatan, dan sebagainya diberi indeks
1a, 1b, 2a, 2b, dan seterusnya
Didalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran 4cm x 1,25 cm. Dalam kotak
ini diberi kode dari saluran mana petak itu mendapat air. Arah saluran tersier
kanan/kiri dari bangunan sadap melihat aliran air. Kotak dibagi 2, atas dan bawah.
Bagian atas dibagi kanan dan kiri. Bagian kiri menunjukan luas petak (Ha) dan
bagian kanan menunjukan besar debit (l/dtk) untuk menentukan dimensi saluran
tersier.
22
BAB III
PEMBAHASAN
1. Petak Primer
Dilayani oleh saluran primer, dengan baku luas > 3000 ha.
2. Petak Sekunder
Dilayani oleh saluran sekunder, dengan baku luas 100 – 3000 ha.
3. Petak Tersier
Dilayani oleh saluran tersier, dengan baku luas 50 – 100 ha, min 50 ha.
4. Petak Kuarter
23
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, untuk melanjutkan
pembuatan lay-out jaringan irigasi adalah sebagai berikut :
3. Membuat saluran primer dari intake mengikuti garis kontur (agar tidak
terlalu banyak galian) ke titik tertinggi area yang sudah diinterpolasi
sebelumnya.
4. Membagi area sama rata sesuai dengan luas area yang didapatkan di
awal. Pembagian area dengan luas 50 – 100 ha per area.
24
• Pembagian area : 68,828 ha, 69,398 ha, 69,256 ha.
25
Lambang-Lambang Bangunan Irigasi
Yang mungkin digunakan pada skema jaringan irigasi.
26
Hasil perencanaan skema jaringan irigasi :
1. Memplotkan pola tanam dan jenis tanaman sebanyak 3 kali dengan pola
tanam yang berbeda ke dalam Ms. Excel. Pola tanam yang penulis gunakan
adalah Padi Biasa – Padi Unggul – Jagung, dimana masa tanam padi biasa
adalah 4 bulan, padi unggul 3 bulan dan jagung 3 bulan. Masa tanam dimulai
pada Bulan Januari periode II. Terdapat 2 periode / 1 bulan sebagai masa
penyiapan sebelum penanaman padi, baik padi unggul maupun padi biasa,
sedangkann untuk tanaman palawija seperti jagung tidak perlu diberikan
masa penyiapan.
27
Pola Tanam
𝐾𝑡 = 0,0311. 𝑡 + 0,241
Contoh :
= 0,897
28
-Kt April = 0,959 -Kt Oktober = 0,928
-Kt Mei = 0,990 -Kt November = 0,990
-Kt Juni = 0,959 -Kt Desember = 0,959
Jadi,
29
5. Selanjutnya menghitung koefisien penyesuaian (K) yang didapatkan dari :
𝐾 = 𝐾𝑡 + 𝐾𝑐
Contoh :
Pada Bulan Januari periode II dengan jenis tanaman padi biasa, maka
Kt = 0,897
Kc = 1,000 +
K = 1,897
6. Tabel
Menghitung lamanya penyinaran
P:Perbandingan jam2yang didapatkan
hari terangdari tabel di bawah
bulanan dlm ini
setahun
Pada tabel terdapat lintang utara (+) dan lintang selatan (-), yang membedakannya
adalah pembacaan koefisien penyinarannya. Apabila mendapatkan lintang utara
maka kolom bulan yang pertama dianggap sebagai Bulan Januari, apabila
30
mendapatkan lintang selatan maka kolom bulan pertama dianggap sebagai Bulan
Juli yang selanjutnya disesuaikan oleh angka pada kolom bulan. Angka pada kolom
lintang didapatkan dari soal.
Contoh :
Untuk Koefisien Penyinaran Bulan April dengan lintang +1, maka dilihat pada
tabel. Lintang yang akan digunakan (1) tidak tertera pada tabel, maka harus
dilakukan interpolasi antara lintang 0 dan 5 pada bulan ke-4, dan didapatkan :
Lintang 0 → 0,27
Lintang 5 → 0,28
1−0
𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 1 = 0,27 + [( ) . (0,28 − 0,27)]
5−0
𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 1 = 0,272
Contoh :
K = 1,897
P = 0,27
t = 21,11
maka,
ETo = 1,897.0,27.(0,457.21,11+8,13)
31
Hasil perhitungan Evapotranspirasi Potensial (ETo)
32
Koefisien Tanaman Buncis, Jagung, Kacang-Kacangan, dan Kedelai
Contoh :
Penanaman tanaman padi biasa pada Bulan Januari Periode II memiliki koefisien
tanaman (k) = 1,2 → Pola tanam dimulai pada Bulan Januari
Periode II.
𝐸𝑇𝑐 = 𝐾. 𝐸𝑇𝑜
Contoh :
K = 1,897
= 17,264 mm/h
33
Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif (Etc)
10. Menghitung Rasio Luas Kebutuhan Air Konsumtif. Rasio luas kebutuhan
air konsumtif dapat dilihat dari pola tanam yang ada.
Contoh :
34
11. Melakukan perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif dengan Rasio Luas yaitu
dengan melakukan perhitungan sebagai berikut :
Contoh :
Maka,
= 5,755 mm/h
Karena pada soal, telah diketahui bahwa tanah yang digunakan adalah tanah liat
maka digunakan nilai perkolasi 1 mm/hari.
35
13. Melakukan perhitungan Evaporasi terbuka (Eo) dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
𝐸𝑜 = 1,1 × 𝐸𝑇𝑜
Contoh :
Eo = 1,1 x 9,103
= 10,013 mm/h
14. Menghitung nilai Penggantian air yang hilang karena evaporasi dan
perkolasi (M), perhitungan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
𝑀 = 𝐸𝑜 + 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖
Contoh :
Eo = 10,013 mm/h
P = 1,000 mm/h
Maka,
36
M = 10,013 + 1,000
= 11,013 mm/h
𝑀. 𝑇
𝑘′ =
𝑆
Contoh :
Perhitungan besarnya k’ untuk penanaman pada Bulan Januari periode II, dimana
M = 11,013 mm/h
k’ = 11,013 x 30 / 250
= 1,322
37
Hasil Perhitungan k’
16. Menghitung kebutuhan air untuk menyiapkan lahan (Pd), rumus yang
digunakan untuk menghitung Pd adalah sebagai berikut :
𝑀. 𝑒 𝑘′
𝑃𝑑 = 𝑘′
𝑒 −1
Contoh :
M = 11,013 mm/h
k’ = 1,322
11,013.𝑒 1,322
𝑃𝑑 = 𝑒 1,322 −1
Pd = 15,019 mm/h
38
17. Menghitung Rasio Luas Penyiapan Lahan. Rasio luas Penyiapan Lahan
dapat dilihat dari pola tanam yang ada.
Contoh :
𝐾𝑒𝑏𝑡. 𝑎𝑖𝑟 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑙𝑢𝑎𝑠 = 𝑃𝑑 × 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑙𝑢𝑎𝑠
Contoh :
Pada penyiapan lahan yang dilakukan pada Bulan Januari Periode II, dengan
Pd = 15,019 mm/h
Rasio = 0,667
39
Maka,
Kebt. air untuk penyiapan lahan dengan rasio luas = 15,019 x 0,667
= 10,013 mm/h
Hasil perhitungan Kebt. Air untuk penyiapan lahan dengan rasio luas
Kebutuhan air yang digunakan untuk mengganti lapisan genangan adalah 3,333
mm/h. Pada pola tanam kita masukkan masa WLR dengan menandai penggantian
lapisan genangan tiap 1 bulan setelah tanam untuk padi biasa dan untuk padi unggul
kita masukkan untuk penggantian pertama yaitu 1 bulan setelah tanam dan
penggantian kedua yaitu 2 bulan sejak masa tanam pertama. Untuk tanaman
palawija tidak ada penggantian lapisan genangan.
40
Hasil memasukkan kebutuhan air untuk WLR
Contoh :
41
21. Menghitung Kebutuhan penggantian lapisan genangan dengan Rasio Luas.
Perhitungan ini sama seperti perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif dengan
rasio luas, yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :
Contoh :
Pada penggantian lapisan genangan yang dilakukan pada Bulan Februari Periode
II, dengan
Rasio = 0,333
Maka,
= 1,111 mm/h
GFR = ETc dengan rasio luas + Perkolasi + Pd dengan rasio luas + WLR
dengan rasio luas
Contoh :
42
ETc dengan rasio luas = 5,755 mm/h
= 16,767 mm/h
23. Menghitung hujan andalan R80%. Perhitungan curah hujan andalan ini
digunakan untuk mengetahui ketersediaan air yang dapat diandalkan di
sungai sepanjang tahun, untuk R80% ini sendiri digunakan untuk
menghitung ketersediaan air untuk kegiatan pertanian. Cara yang harus
dilakukan untuk menghitung CH andalan R80% adalah sebagai berikut :
43
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2011 243 140 359 251 73 134 3 15 101 43 227 408
2012 560 504 344 209 113 4 0 0 0 0 67 453
2013 44 308 380 319 145 88 0 0 0 46 212 615
2014 295 159 384 65 66 0 0 0 0 164 270 535
2015 482 452 210 207 181 57 7 0 0 9 168 117
2016 476 471 267 618 170 169 105 102 344 219 406 377
2017 171 183 445 271 223 3 0 0 0 0 367 643
2018 275 348 326 88 91 9 4 0 0 59 143 392
2019 398 363 264 437 241 183 151 63 60 179 275 436
2020 577 344 301 347 98 70 39 25 0 0 252 388
Dari data yang tertera pada soal, penulis harus menambahkan angka 2
(dua) pada data curah hujan tahun 2019.
44
B ULAN
TANGGAL
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP O KT NO P DES
1 2 20 2 31 2 2 8 2 2 2 2 2
2 26 30 4 6 20 2 2 2 2 2 15 5
3 5 2 2 14 2 12 4 2 2 2 19 20
4 2 9 2 4 2 2 4 2 2 2 17 2
5 2 22 72 22 2 2 2 2 2 2 17 30
6 2 14 4 16 2 3 2 2 2 2 2 7
7 20 15 2 53 2 20 2 2 2 2 4 23
8 2 2 2 35 2 2 2 2 2 2 6 38
9 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 22
10 7 2 2 2 2 55 4 2 2 2 2 39
11 12 2 2 12 2 2 52 2 2 2 20 2
12 23 2 2 23 2 6 4 2 2 2 2 15
13 12 30 10 8 2 2 2 2 2 2 8 11
14 6 44 2 5 2 2 2 2 2 2 42 2
15 5 26 4 14 2 2 11 2 2 2 11 2
16 10 39 7 2 2 2 2 2 2 2 7 21
17 8 12 8 5 2 2 2 2 2 2 2 27
18 6 14 13 9 15 2 2 2 2 2 25 10
19 5 2 34 77 2 39 2 2 2 2 2 41
20 3 6 2 2 2 2 2 2 2 2 7 16
21 6 7 2 42 38 2 2 2 2 35 10 16
22 6 16 2 37 2 2 2 2 2 2 2 2
23 24 2 2 2 37 2 12 2 2 2 2 2
24 22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 34
25 23 15 2 2 17 2 8 2 2 2 2 28
26 5 2 2 2 36 2 2 2 2 13 14 2
27 2 8 2 2 2 2 2 2 2 2 17 2
28 2 16 12 2 10 2 2 2 2 26 10 2
29 9 18 2 4 2 2 2 2 19 2 2
30 2 14 2 20 2 2 3 2 17 2 2
31 137 28 2 2 2 19 9
TOTAL 398 363 264 437 241 183 151 63 60 179 275 436
Berikut hasil penambahan angka 2 (dua) pada data curah hujan tahun 2019
Presentase
Urutan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Keandalan
1 OK 140 210 65 66 0 0 0 0 0 67 117 91%
2 171 159 264 88 73 3 0 0 0 0 143 377 82%
3 243 183 267 207 91 4 0 0 0 0 168 388 73%
4 275 308 301 209 98 9 0 0 0 9 212 392 64%
5 295 344 326 251 113 57 3 0 0 43 227 408 55%
6 398 348 344 271 145 70 4 0 0 46 252 436 45%
7 476 363 359 319 170 88 7 15 0 59 270 453 36%
8 482 452 380 347 181 134 39 25 60 164 275 535 27%
9 560 471 384 437 223 169 105 63 101 179 367 615 18%
10 577 504 445 618 241 183 151 102 344 219 406 643 9%
Tahun 2011 2017 2016 2015 2018 2012 2012 2012 2012 2012 2015 2020
Hasil mengurutkan data Curah Hujan tiap tahunnya.
𝑈𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 100% − ( )
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 + 1
45
• Selanjutnya membuat rekapan curah hujan harian sesua dengan
bulan dan tahun yang telah didapat pada langkah sebelumnya, yaitu
pada Bulan Januari menggunakan data curah hujan tahun 2011,
Bulan Februari menggunakan data curah hujan tahun 2017, dan
seterusnya.
Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 0 24 0 0 21 4 0 0 0 0 0 12
2 0 7 3 17 0 0 0 0 0 0 0 5
3 0 10 0 98 0 0 0 0 0 0 0 12
4 0 21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
5 29 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0 15
6 75 0 0 16 3 0 0 0 0 0 0 20
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 85
8 0 0 5 6 67 0 0 0 0 0 0 40
9 0 0 18 0 0 0 0 0 0 0 29 0
10 0 8 2 10 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 7
12 0 31 0 5 0 0 0 0 0 0 0 17
13 11 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 8
14 57 0 13 0 0 0 0 0 0 0 9 10
15 0 0 19 0 0 0 0 0 0 0 0 5
16 0 0 14 3 0 0 0 0 0 0 16 15
17 7 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 10
18 11 11 6 0 0 0 0 0 0 0 0 5
19 27 13 0 10 0 0 0 0 0 0 0 21
20 6 27 5 13 0 0 0 0 0 0 26 10
21 0 0 6 29 0 0 0 0 0 0 18 28
22 0 8 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 3 46 0 0 0 0 0 0 0 22 16
24 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12
25 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0
27 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 8 5
28 0 15 4 0 0 0 0 0 0 0 9 8
29 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 6 16
30 2 0 25 0 0 0 0 0 0 0 6 0
31 4 0 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Contoh :
Pada Bulan Januari periode II, data yang dijumlahkan mulai dari
tanggal 16 sampai dengan tanggal 31 dengan total curah hujan yaitu
71 mm/periode.
46
Hasil perhitungan R80% tiap periode
24. Menghitung jumlah hari hujan setiap bulannya, yaitu dengan menggunakan
data rekapan curah hujan harian R80%. Pada perhitungan di Ms. Excel kita
dapat menggunakan rumus “ countif ”.
Contoh :
Pada Bulan Januari periode II didapatkan jumlah hari hujan yang terjadi dalam 1
bulan adalah 8 hari.
25. Menghitung curah hujan andalan R80% dengan satuaan mm/hari, yaitu
dengan rumus dibawah ini :
Contoh :
47
CH andalan R80% = 71 mm/periode
= 8,875 mm/hari
Contoh :
Re = 8,875 x 0,7
= 6,214 mm/hari
48
Re = 12,667 x 0,5
= 6,333 mm/hari
𝑁𝐹𝑅 = 𝐺𝐹𝑅 − 𝑅𝑒
Contoh :
Re = 30,10 mm/h
Re = 6,213 mm/h
49
Hasil perhitungan NFR
28. Mengubah satuan NFR menjadi (l/dt/ha) dan mencari nilai NFR maksimum
dari seluruh periode, yaitu dengan :
𝑁𝐹𝑅
𝑁𝐹𝑅 (𝑚𝑚⁄ℎ) = × 10000
86400
Contoh :
= 1,222 l/dt/ha
NFR Max yang didapat adalah 2,631 l/dt/ha pada Bulan Juli periode II.
50
3.4. Menghitung Debit Andalan
Debit andalan adalah ketersediaan air yang dapat diandalkan di sungai
sepanjang tahun, digunakan untuk perhitungan ketersediaan air untuk berbagai
keperluan. Langkah-langkah perhitungan debit andalan adalah sebagai berikut :
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2020 0,968 0,992 0,955 0,836 0,771 0,683 0,32 0,22 0,235 0,859 0,898 0,841
2019 0,907 1,871 0,999 0,826 0,748 0,628 0,31 0,232 0,287 0,884 0,886 0,867
2018 0,948 0,909 0,911 0,896 0,757 0,616 0,348 0,203 0,263 0,846 0,818 0,85
2017 0,941 0,982 0,916 0,862 0,769 0,697 0,4 0,215 0,209 0,861 0,837 0,865
2016 0,965 0,979 0,939 0,876 0,795 0,657 0,364 0,245 0,262 0,892 0,9 0,831
2015 0,903 0,991 0,935 0,886 0,725 0,625 0,39 0,237 0,278 0,828 0,811 0,857
2014 0,916 0,954 0,921 0,856 0,776 0,693 0,327 0,21 0,211 0,885 0,873 0,819
2013 0,914 0,901 0,982 0,823 0,779 0,609 0,377 0,281 0,273 0,9 0,801 0,835
2012 0,902 0,937 0,985 0,856 0,711 0,624 0,331 0,295 0,23 0,869 0,872 0,815
2011 0,911 0,955 0,943 0,895 0,716 0,611 0,347 0,297 0,207 0,857 0,825 0,825
2. Urutkan data dalam 1 bulan dari yang terkecil hingga terbesar selama
12 bulan. Dan ambil Q80% dengan cara sebaai berikut :
𝑛
𝑢𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑄80% = +1
5
Jadi, Q80% dapat diambil dari data urutan ke-3 dari urutan terkecil.
Debit urut
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 0,902 0,901 0,911 0,823 0,711 0,609 0,31 0,203 0,207 0,828 0,801 0,815
2 0,903 0,909 0,916 0,826 0,716 0,611 0,32 0,21 0,209 0,846 0,811 0,819
3 0,907 0,937 0,921 0,836 0,725 0,616 0,327 0,215 0,211 0,857 0,818 0,825 Q80%
4 0,911 0,954 0,935 0,856 0,748 0,624 0,331 0,22 0,23 0,859 0,825 0,831
5 0,914 0,955 0,939 0,856 0,757 0,625 0,347 0,232 0,235 0,861 0,837 0,835
6 0,916 0,979 0,943 0,862 0,769 0,628 0,348 0,237 0,262 0,869 0,872 0,841
7 0,941 0,982 0,955 0,876 0,771 0,657 0,364 0,245 0,263 0,884 0,873 0,85
8 0,948 0,991 0,982 0,886 0,776 0,683 0,377 0,281 0,273 0,885 0,886 0,857
9 0,965 0,992 0,985 0,895 0,779 0,693 0,39 0,295 0,278 0,892 0,898 0,865
10 0,968 1,871 0,999 0,896 0,795 0,697 0,4 0,297 0,287 0,9 0,9 0,867
51
saluran, petak yang dilayani, luas petak yang dilayani, NFR max, data data
tersebut harus kita penuhi sebelum melanjutkan perhitungan kapasitas
saluran. Hasil yang didapatkan :
S1 KI1 → 69,398 Ha
S1 KI2 → 69,256 Ha
; 8100%
𝑁𝐹𝑅 × 𝐴
𝑄=
𝐸𝑓𝑓
= 0,67 m³/dt
= 0,67 + 0
52
= 0,67 m³/dt
Kapasitas Saluran
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Max Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,631 90% 81,00% 0,67 0 0 0,67
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
JANUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,000 90% 81,00% 0,00 0 0 0,00
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,222 90% 81,00% 0,31 0 0 0,31
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
FEBRUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,755 90% 81,00% 0,19 0 0 0,19
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,413 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
MARET
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,387 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,976 90% 81,00% 0,25 0 0 0,25
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
53
APRIL
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,449 90% 81,00% 0,12 0 0 0,12
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,388 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
MEI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,174 90% 81,00% 0,04 0 0 0,04
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,325 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
JUNI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,755 90% 81,00% 0,45 0 0 0,45
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,079 90% 81,00% 0,53 0 0 0,53
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
JULI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,325 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,631 90% 81,00% 0,67 0 0 0,67
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
54
AGUSTUS
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,257 90% 81,00% 0,58 0 0 0,58
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,386 90% 81,00% 0,61 0 0 0,61
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
SEPTEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,502 90% 81,00% 0,64 0 0 0,64
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,863 90% 81,00% 0,48 0 0 0,48
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
OKTOBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,625 90% 81,00% 0,42 0 0 0,42
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,625 90% 81,00% 0,42 0 0 0,42
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
NOVEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,091 90% 81,00% 0,28 0 0 0,28
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,989 90% 81,00% 0,25 0 0 0,25
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
55
Qkap bulan November
DESEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,646 90% 81,00% 0,17 0 0 0,17
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,445 90% 81,00% 0,37 0 0 0,37
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
3. Apabila kebutuhan air irigasi (NFR), kebutuhan air di intake (Qint), debit
andalan (Q80%), selanjutnya tinggal menghitung neraca air menggunakan
rumus :
Contoh :
Apabila nilai neraca air < 0 maka kondisi “surplus”, neraca air > 0, maka
kondisi “defisit”. Pada hasil yang dikerjakan terdapat 5 periode defisit.
NERACA AIR
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
No. Uraian
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 Kebutuhan Air Irigasi NFR (l/dt/ha) 0,000 1,222 0,755 1,413 1,387 0,976 0,449 1,388 0,174 2,325 1,755 2,079 2,325 2,631 2,257 2,386 2,502 1,863 1,625 1,625 1,091 0,989 0,646 1,445
2 Kebutuhan air di Intake Qint (m3/dt) 0,00 0,31 0,19 0,36 0,36 0,25 0,12 0,36 0,04 0,60 0,45 0,53 0,60 0,67 0,58 0,61 0,64 0,48 0,42 0,42 0,28 0,25 0,17 0,37
3 Debit Andalan Q80%(m3/dt) 0,907 0,907 0,937 0,937 0,921 0,921 0,836 0,836 0,725 0,725 0,616 0,616 0,327 0,327 0,215 0,215 0,211 0,211 0,857 0,857 0,818 0,818 0,825 0,825
4 Neraca Air (m3/dt) 0,91 0,59 0,74 0,58 0,57 0,67 0,72 0,48 0,68 0,13 0,17 0,08 -0,27 -0,35 -0,36 -0,40 -0,43 -0,27 0,44 0,44 0,54 0,56 0,66 0,45
5 Kondisi surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus defisit defisit defisit defisit defisit defisit surplus surplus surplus surplus surplus surplus
56
Hasil grafik neraca air
Pada pola tanam Padi biasa – Padi unggul – jagung terdapat 5 periode
defisit, selanjutnnya mencoba membuat alternatif pola tanam yang lebih efisien dan
mengurangi jumlah defisit dalam satu tahun. Untuk membuat alternatif pola tanam
yang harus dilakukan antara lain :
1. Merancang pola tanam. Untuk membuat alternatif yang pertama kali diubah
adalah pola tanam. Perubahan pola tanam bisa dengan mengubah urutan
penanaman atau mengganti padi biasa menjadi padi unggul atau pun
sebaliknya. Pola tanam yang diambil adalah :
Pada pola tanam alternatif terdapat bero, yang merupakan waktu untuk tanah
beristirahat untuk kemudian kembali digunakan
2. Setelah pola tanam dirubah, kita merubah posisi koefisien tanaman (Kc).
57
Januari Februari M aret A pril M ei Juni Juli A gustus September Okto ber No vember Desember
No . Uraian
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
a Suhu t (deg C) 21,11 21,11 22,11 22,11 21,11 21,11 23,11 23,11 24,11 24,11 23,11 23,11 24,11 24,11 21,11 21,11 23,11 23,11 22,11 22,11 24,11 24,11 23,11 23,11
b Ko efisien suhu Kt 0,897 0,897 0,928 0,928 0,897 0,897 0,959 0,959 0,990 0,990 0,959 0,959 0,990 0,990 0,897 0,897 0,959 0,959 0,928 0,928 0,990 0,990 0,959 0,959
c Ko efisien tanaman B C Kc 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 - - 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
d Ko efisien penyesuaian K 1,897 1,897 1,928 1,928 1,897 1,897 1,959 1,659 1,690 1,690 1,659 1,659 1,690 0,990 0,897 1,897 1,959 1,959 1,928 1,928 1,990 1,990 1,959 1,959
e P enyinaran matahari P 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27
f Evapo transpirasi po tensial ETo (mm/h) 9,103 9,103 9,490 9,490 9,103 9,103 9,958 8,433 8,801 8,801 8,433 8,433 8,801 5,155 4,335 9,170 9,958 9,958 9,490 9,490 10,287 10,287 9,885 9,885
1 P o la tata tanam I P adi Unggul WLR WLR Jagung B ERO P adi Unggul WLR WLR
P adi Kemarau – P adi B iasa – Kedelai II P adi Unggul WLR WLR Jagung B ERO P adi Unggul WLR WLR
III P adi Unggul WLR WLR Jagung B ERO P adi Unggul WLR WLR
2 Ko efisien tanaman k - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - 0,35 0,65 0,85 0,90 0,80 0,60 - - - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - -
- - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - 0,35 0,65 0,85 0,90 0,80 0,60 - - - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 -
- - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - 0,35 0,65 0,85 0,90 0,80 0,60 - - - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30
3 Rata-rata ko efisien tanaman - 0,40 0,82 1,27 1,30 1,31 0,87 0,55 0,33 0,62 0,80 0,85 0,77 0,47 0,20 - - 0,40 0,82 1,27 1,30 1,31 0,87 0,43
4 Evapo transpirasi po tensial ETo (mm/h) 9,103 9,103 9,490 9,490 9,103 9,103 9,958 8,433 8,801 8,801 8,433 8,433 8,801 5,155 4,335 9,170 9,958 9,958 9,490 9,490 10,287 10,287 9,885 9,885
5 Kebutuhan air ko nsumtif ETc (mm/h) 17,264 17,264 18,293 18,293 17,264 17,264 19,505 13,988 14,872 14,872 13,988 13,988 14,872 5,103 3,886 17,392 19,505 19,505 18,293 18,293 20,470 20,470 19,362 19,362
6 Rasio luas kebt. air ko nsumtif 0,333 0,333 0,667 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,667 0,333 - - 0,333 0,667 1,000 1,000 1,000 1,000 0,667
7 Kebt. air ko nsumtif dg. rasio luas ETc (mm/h) 5,755 5,755 12,196 18,293 17,264 17,264 19,505 13,988 14,872 14,872 13,988 13,988 14,872 3,402 1,295 - - 6,502 12,196 18,293 20,470 20,470 19,362 12,908
8 P erko lasi P (mm/h) 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
9 P enggantian air karena Eto & P Eo (mm/h) 10,013 10,013 10,439 10,439 10,013 10,013 10,954 9,276 9,681 9,681 9,276 9,276 9,681 5,671 4,769 10,088 10,954 10,954 10,439 10,439 11,316 11,316 10,873 10,873
10 M (mm/h) 11,013 11,013 11,439 11,439 11,013 11,013 11,954 10,276 10,681 10,681 10,276 10,276 10,681 6,671 5,769 11,088 11,954 11,954 11,439 11,439 12,316 12,316 11,873 11,873
11 k' 1,101 1,101 1,144 1,144 1,101 1,101 1,195 1,028 1,068 1,068 1,028 1,028 1,068 0,667 0,577 1,109 1,195 1,195 1,144 1,144 1,232 1,232 1,187 1,187
12 Kebtutuhan air untuk penyiapan lahan P d (mm/h) 16,498 16,498 16,787 16,787 16,498 16,498 17,140 16,003 16,274 16,274 16,003 16,003 16,274 13,704 13,160 16,548 17,140 17,140 16,787 16,787 17,391 17,391 17,085 17,085
13 Rasio luas penyiapan lahan 0,667 0,667 0,333 - - - - - - - - - - - - 0,333 0,667 0,667 0,333 - - - - 0,333
14 Kebt.air penyp.lahan dg.rasio luas 10,998 10,998 5,596 - - - - - - - - - - - - 5,516 11,427 11,427 5,596 - - - - 5,695
15 P enggantian lapisan genangan WLR (mm/h) - - - 3,333 3,333 3,333 3,333 3,333 - - - - - - - - - - - 3,333 3,333 3,333 3,333 3,333
16 Rasio luas penggant.lap.genangan - - - 0,333 0,333 0,667 0,333 0,333 - - - - - - - - - - - 0,333 0,333 0,667 0,333 0,333
17 P enggant.lap.genangan dg.rasio luas - - - 1,111 1,111 2,222 1,111 1,111 - - - - - - - - - - - 1,111 1,111 2,222 1,111 1,111
18 Kebt. ko to r air di sawah GFR (mm/h) 17,75 17,75 18,79 20,40 19,38 20,49 21,62 16,10 15,87 15,87 14,99 14,99 15,87 4,40 2,30 6,52 12,43 18,93 18,79 20,40 22,58 23,69 21,47 20,71
19 Curah hujan andalan R80% (mm/perio de) 172,00 71,00 101,00 82,00 95,00 172,00 152,00 55,00 91,00 - 4,00 - - - - - - - - - 38,00 130,00 242,00 146,00
20 Jumlah hari hujan hari 4,000 8,000 6,000 7,000 9,000 11,000 6,000 4,000 3,000 - 1,000 - - - - - - - - - 3,000 9,000 13,000 11,000
21 Curah hujan andalan R80% (mm/h) 43,000 8,875 16,833 11,714 10,556 15,636 25,333 13,750 30,333 - 4,000 - - - - - - - - - 12,667 14,444 18,615 13,273
22 Curah hujan efektif Re (mm/h) 30,100 6,213 11,783 8,200 7,389 10,945 17,733 6,875 15,167 - 2,000 - - - - - - - - - 8,867 10,111 13,031 -
23 Kebt. bersih air di sawah NFR (mm/h) - 11,54 7,01 12,20 11,99 9,54 3,88 9,22 0,71 15,87 12,99 14,99 15,87 4,40 2,30 6,52 12,43 18,93 18,79 20,40 13,71 13,58 8,44 20,71
24 NFR (l/dt/ha) - 1,336 0,811 1,413 1,387 1,104 0,449 1,068 0,082 1,837 1,503 1,735 1,837 0,509 0,266 0,754 1,438 2,191 2,175 2,362 1,587 1,572 0,977 2,397
JANUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,000 90% 81,00% 0,00 0 0 0,00
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,336 90% 81,00% 0,34 0 0 0,34
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
FEBRUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,811 90% 81,00% 0,21 0 0 0,21
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,413 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
58
MARET
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,000 90% 81,00% 0,00 0 0 0,00
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,336 90% 81,00% 0,34 0 0 0,34
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
FEBRUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,811 90% 81,00% 0,21 0 0 0,21
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,413 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
MARET
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,387 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,104 90% 81,00% 0,28 0 0 0,28
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
APRIL
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,449 90% 81,00% 0,12 0 0 0,12
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,068 90% 81,00% 0,27 0 0 0,27
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
MEI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,082 90% 81,00% 0,02 0 0 0,02
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,837 90% 81,00% 0,47 0 0 0,47
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
JUNI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,503 90% 81,00% 0,39 0 0 0,39
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,735 90% 81,00% 0,44 0 0 0,44
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
59
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,082 90% 81,00% 0,02 0 0 0,02
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,837 90% 81,00% 0,47 0 0 0,47
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
JUNI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,503 90% 81,00% 0,39 0 0 0,39
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,735 90% 81,00% 0,44 0 0 0,44
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
JULI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,837 90% 81,00% 0,47 0 0 0,47
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,509 90% 81,00% 0,13 0 0 0,13
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
AGUSTUS
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,266 90% 81,00% 0,07 0 0 0,07
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,754 90% 81,00% 0,19 0 0 0,19
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
SEPTEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,438 90% 81,00% 0,37 0 0 0,37
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,191 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
OKTOBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,175 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,362 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,266 90% 81,00% 0,07 0 0 0,07
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,754 90% 81,00% 0,19 0 0 0,19
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
SEPTEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,438 90% 81,00% 0,37 0 0 0,37
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,191 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
OKTOBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,175 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,362 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
NOVEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,587 90% 81,00% 0,41 0 0 0,41
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,572 90% 81,00% 0,40 0 0 0,40
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
DESEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,977 90% 81,00% 0,25 0 0 0,25
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,397 90% 81,00% 0,61 0 0 0,61
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256
61
8. Dilanjutkan membuat neraca air.
1 Kebutuhan Air Irigasi NFR (l/dt/ha) 0,000 1,336 0,811 1,413 1,387 1,104 0,449 1,068 0,082 1,837 1,503 1,735 1,837 0,509 0,266 0,754 1,438 2,191 2,175 2,362 1,587 1,572 0,977 2,397
2 Kebutuhan air di Intake Qint (m3/dt) 0,00 0,34 0,21 0,36 0,36 0,28 0,12 0,27 0,02 0,47 0,39 0,44 0,47 0,13 0,07 0,19 0,37 0,56 0,56 0,60 0,41 0,40 0,25 0,61
3 Debit Andalan Q80%(m3/dt) 0,907 0,907 0,937 0,937 0,921 0,921 0,836 0,836 0,725 0,725 0,616 0,616 0,327 0,327 0,215 0,215 0,211 0,211 0,857 0,857 0,818 0,818 0,825 0,825
4 Neraca Air (m3/dt) 0,91 0,56 0,73 0,58 0,57 0,64 0,72 0,56 0,70 0,25 0,23 0,17 -0,14 0,20 0,15 0,02 -0,16 -0,35 0,30 0,25 0,41 0,42 0,57 0,21
5 Kondisi surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus defisit surplus surplus surplus defisit defisit surplus surplus surplus surplus surplus surplus
Neraca Air
0,70 1
0,60
0,8
0,50
0,40 0,6
0,30 0,4
0,20
0,2
0,10
0,00 0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Series1 Series2
3. Memasukkan data elevasi tanah asli bawah dan atas. Elevasi tanah
bagian bawah adalah elevasi pada embung dan elevasi tanah atas
diambil dari ketinggian intake
62
= Atas = 87,500 m
Perhitungan :
= 0,001
63
7. Selanjutnya merancang dimensi saluran. Untuk perencanaan saluran
dengan tipe saluran beton maka, dimensi saluran > 20 cm. Untuk
perencanaan dimensi saluran kali ini menggunakan :
b = 70 cm = 0,7 m
h = 70 cm = 0,7 m
B = b + 2.m.h
Perhitungan :
b = 0,70 m
h = 0,70 m
m = 0,50 m
= 1,40 m
A = (b + m.h).h
Perhitungan :
b = 0,70 m
h = 0,70 m
m = 0,50 m
64
A = (0,70 + 0,50 x 0,70)
= 0,735 m²
𝐴
𝐷=
𝐵
Perhitungan :
A = 0,735 m²
B = 1,40 m
D = 0,735 / 1,40
= 0,53 m
𝑃 = 𝑏 + 2ℎ√𝑚2 + 1
Perhitungan :
b = 0,70 m
h = 0,70 m
m = 0,50 m
P = 0,70 + 2 × 0,70√0,502 + 1
= 2,27 m
𝐴
𝑅=
𝑃
Perhitungan :
65
A = 0,735 m²
P = 2,27 m
R = 0,735 / 2,27
= 0,324 m
1 2 1
𝑉= × 𝑅 ⁄3 × 𝑆 ⁄2
𝑛
Perhitungan :
n = 0,017
R = 0,324 m
Sasli = 0,001
1 2⁄ 1⁄
V = × 0,324 3 × 0,001 2
0,017
= 0,984 m/dt
Q hit =VxA
Perhitungan :
A = 0,735 m²
V = 0,984 m/dt
= 0,723 m³/dt
66
17. Melakukan perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk mengetahui jenis
aliran. Perhitungan Fr dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :
𝑉
𝐹𝑟 =
√𝑔. 𝐷
Perhitungan :
V = 0,984 m/dt
g = 9,91
D = 0,53 m
0,984
Fr =
√9,91.0,53
= 0,431
18. Melakukan kontrol pada perhitungan Qhit, Vmin, Vmax, dan Fr.
Melakukan pengontrolan dengan syarat sebagai berikut :
Perhitungan :
= 5,99 m
67
20. Menghitung bertambahnya elevasi dasar saluran diakibatkan adanya
sawah atau bangunan irigasi lainnya disepanjang saluran irigasi yang
direncanakan. Losses yang ada dalam perencanaan saluran ini adalah
sebagai berikut :
• Sawah = 0,1 m
21. Selanjutnya mengontrol elevasi dengan Total Losses < Beda tinggi
energi.
H = h + tinggi jagaan
Perhitungan :
h = 0,70 m
H = 0,70 + 0,20
= 0,90 m
1. Membuat skala sesuai dengan rentang data yang kita miliki. Skala yang
digunakan adalah 1 : 1000 untuk horizontal dan 1 : 10 untuk vertikal.
68
2. Atur jarak antar titik sesuai data yang ada, titik yang digunakan adalah
titik dari intake dan titik letak bangunan sadap.
3. Tarik garis antar titik sesuai dengan elevasi dan skala sebagai elevasi
tanah asli.
5. Menarik garis dari satu titik ke titik yang lain sesuai dengan elevasi yang
telah dihitung.
• Pada Intake :
69
• Pada Bangunan Sendangharjo 1 :
70
Hasil penggambaran potongan melintang pada BS1
Embung
71
Bangunan Intake
Pintu Sorong
72
Alat ukur debit ambang lebar
73
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Irigasi adalah suatu usaha penyediaan air untuk menunjang pertanian. Untuk
mewujudkan fungsi irigasi itu dibuatlah jaringan irigasi yang terdiri dari saluran,
bangunan, beserta bangunan pelengkapnya untuk membagikan air secara merata ke
sistem pertanian yang ada secara merata. Perencanaan jaringan irigasi digunakan
agar air yang mengalir dapat dialirkan secara efektif dan ekonomis.
4.2. Saran
Dari hasil Analisa perhitungan serta penggambaran perencanaan jaringan
irigasi dapat diambil saran saat melakukan pembuatan skema jaringan irigasi harus
dilakukan dengan cermat agar tidak memerlukan banyak jaringan irigasi seperti
sipon, bangunan terjun, dsb. Dengan perencanaan yang cermat dapat membuat
jaringan irigasi yang akan kita buat lebih efektif dan tepat sasaran.
74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
75
IK NEGERI M
KN A
TE
LA
LI
NG
PO
IK NEGERI M
KN A
TE
LA
LI
NG
PO
+90,500 +90,500
+89,500 +89,500
+88,500 +88,500
+87,500 +87,500
+86,500 +86,500
+85,500 +85,500
+84,500 +84,500
+83,500 +83,500
+82,500 +82,500
BIDANG PERSAMAAN + 80,500 +81,500 +81,500
JARAK PROFIL
ELEVASI TANGGUL
IK NEGERI M
KN A
TE
LA
LI
NG
PO
+83,000
+82,684 +82,684
+82,484
+82,000 +81,784
+81,514 +81,514
+81,000
JARAK (m)
IK NEGERI M
KN A
TE
LA
LI
NG
PO