Anda di halaman 1dari 79

TUGAS BESAR

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI

Disusun Oleh :
Anisa Putri Arindra
1941320168
3MRK6 / 02

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PRODI D-IV MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan “Tugas Besar Perencanaan
Bangunan Irigasi” ini tepat pada waktu yang sudah ditentukan. Sholawat serta
salam juga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafaatnya di hari kiamat nanti.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ratih


Indri Hapsari, S.T., M.T., Ph.D. selaku dosen mata kuliah Irigasi dan teman – teman
yang turut membantu dalam pembuatan laporan ini.

Laporan ini penulis buat berdasarkan apa yang didapat dalam pembelajaran
mata kuliah Irigasi. Semoga laporan yang penulis buat dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi pembaca.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, berdasarkan kalimat tersebut


penulis menyadari masih memiliki banyak kekurangan baik dalam praktik di
lapangan maupun dalam penulisan laporan ini. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk laporan ini agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi.

Surabaya, 30 November 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


BAB 1 ................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 5
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 5
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 6
1.3. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 6
BAB II ................................................................................................................................ 8
DASAR TEORI ................................................................................................................. 8
2.1. Sistem Irigasi .......................................................................................................... 8
2.2. Teori Perencanaan Petak, Saluran, dan Bangunan Air ................................... 10
2.2.1. Teori Perencanaan Petak ............................................................................. 10
2.2.2. Teori Perencanaan Saluran.......................................................................... 11
2.2.3. Dimensi Saluran ............................................................................................ 12
2.2.4. Teori Perencanaan Bangunan Air ............................................................... 14
2.3. Teori Perhitungan Ketersediaan Air.................................................................. 15
2.4. Teori Perhitungan Kebutuhan Air ..................................................................... 16
2.5. Teori Keseimbangan Air ..................................................................................... 20
2.6. Sistem Tata Nama (Nomenklatur)...................................................................... 21
BAB III............................................................................................................................. 23
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 23
3.1. Melakukan Perencanaan Layout Saluran Irigasi ............................................. 23
3.2. Membuat Skema Jaringan Irigasi ...................................................................... 25
3.3. Menghitung Kebutuhan Air NFR dan GFR...................................................... 27
3.4. Menghitung Debit Andalan ................................................................................. 51
3.5. Menghitung Neraca Air ....................................................................................... 51
3.6. Melakukan perhitungan dimensi saluran. .................................................... 62
3.7. Melakukan Penggambaran Potongan Memanjang dan Melintang ........... 68
3.7.1. Potongan Memanjang ............................................................................. 68
3.7.2. Potongan Melintang ................................................................................ 70
3.8. Mengetahui realisasi bangunan irigasi. ........................................................ 71
BAB IV ............................................................................................................................. 74
PENUTUP ........................................................................................................................ 74

3
4.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 74
4.2. Saran ..................................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 75
LAMPIRAN..................................................................................................................... 75

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Menurut PP no. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, Irigasi adalah suatu
usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang
sejenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa, dan irigasi tambak. Daerah Irigasi merupakan kesatuan wilayah
yang mendapatkan air dari satu jaringan irigasi, sedangkan jaringan irigasi
itu sendiri adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai
dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan
pembuangannya. Untuk penyediaan air irigasi yaitu penentuan banyaknya
air per satuan waktu dan saat pemberian air yang dapat dipergunakan untuk
menunjang pertanian.

Dapat disimpulkan bahwa irigasi adalah suatu usaha penyediaan air


untuk menunjang pertanian, daerah irigasi merupakan wilayah yang dialiri,
jaringan irigasi merupakan media penyalur air, sedangkan penyediaan air
irigasi merupakan penentuan banyaknya air yang akan dialiri.

Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras yang cukup besar dan


juga negara penghasil beras terbesar nomor 3 dengan total produksi 70,6
juta kg setiap tahunnya pada tahun 2004 dan masih melakukan kegiatan
impor beras, Indonesia sampai dengan tahun 2015 juga telah membangun
jaringan irigasi seluas 7.145.168 Ha yang kondisi jaringannya 46,11%
rusak.

Hal-hal tersebut menandakan semakin meningkatnya jumlah


penduduk di Indonesia, kebutuhan akan jaringan irigasi akan bertambah
pula. Untuk itu diperlukan pembangunan jaringan irigasi yang tepat mutu
dan tepat fungsi agar jaringan irigasi yang sudah ada sebelumnya akan
bertahan lama dan sesuai dengan kebutuhan pengairan yang diminta.

5
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada Laporan Perencanaan Jaringan Irigasi ini adalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana cara melakukan perencanaan layout saluran irigasi ?

2. Bagaimana cara membuat skema jaringan irigasi ?

3. Bagaimana cara menghitung kebutuhan air NFR dan GFR pada irigasi
?

4. Bagaimana cara menghitung debit andalan ?

5. Bagaimana cara menghitung neraca air ?

6. Bagaimana cara melakukan perencanaan dimensi saluran ?

7. Bagaimana cara melakukan penggambaran potongan memanjang dan


melintang saluran irigasi ?

8. Apa saja bangunan yang ada pada jaringan irigasi ?

1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan pada Laporan Perencanaan Jaringan Irigasi ini adalah sebagai
berikut :

1. Untuk mengetahui cara melakukan perencanaan layout saluran irigasi.

2. Untuk mengetahui cara membuat skema jaringan irigasi.

3. Untuk mengetahui cara dalam melakukan perhitugan kebutuhan air


NFR dan GFR pada irigasi.

4. Untuk mengetahui bagaimana cara menghitung debit andalan.

5. Untuk mengetahui cara menghitung neraca air.

6. Untuk mengetahui cara melakukan perencanaan dimensi saluran.

6
7. Untuk mengetahui gambaran potongan memanjang dan melintang dari
saluran yang telah direncanakan.

8. Untuk mengetahui realisasi bangunan yang telah direncanakan.

7
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Sistem Irigasi
Irigasi merupakan suatu usaha teknis untuk mengontrol kandungan air pada
tanah di dalam zona akar dengan maksud agar tanaman dapat tumbuh secara baik.
Dimana usaha teknis yang dimaksud adalah penyediaan sarana dan prasarana irigasi
untuk membawa, membagi air secara teratur dengan jumlah yang cukup, waktu
yang tepat ke petak irigasi untuk selanjutnya diberikan dan dipergunakan oleh
tanaman.
Dalam perkembangannya hingga saat ini, terdapat 4 jenis sistem irigasi yang
biasa digunakan. Keempat sistem irigasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Irigasi Gravitasi
Sistem ini memanfaatkan efek dari gravitasi untuk mengalirkan air.
Bentuk rekayasa ini tidak memerlukan tambahan energi untuk mengalirkan air
sampai ke petak sawah.
2. Irigasi Bawah Tanah
Tanah akan dialiri di bawah permukaannya. Saluran yang ada di sisi
petak sawah akan mengalirkan air melalui pori-pori tanah. Sehingga air akan
sampai ke akar tanaman.
3. Irigasi Siraman
Air akan disemprotkan ke petak sawah melalui jaringan pipa dengan
bantuan pompa air. Penggunaan air akan lebih efektif dan efisien karena dapat
dikontrol dengan sangat mudah.
4. Irigasi Tetesan
Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung
diteteskan/ disemprotkan ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk
mengalirkan air.
Selain itu jaringan irigasi mempunyai klasifikasi yang didasarkan pada hal-
hal seperti dijelaskan dalam tabel berikut.

8
Tabel 1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
No Uraian
Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan permanen
1 Bangunan Utama Bangunan permanen Bangunan sementara
atau semipermanen
Kemampuan
bangunan dalam
2 Baik Sedang Jelek
mengukur dan
mengatur debit
Saluran irigasi dan
Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan
3 Jaringan saluran pembuang tidak
pembuang terpisah pembuang jadi 1
sepenuhnya terpisah
Belum dikembangakan
Belum ada jaringan
Dikembangkan atau densitas
4 Petak tersier terpisah yang
seluruhnya bangunan tersier
dikembangkan
jarang
Efisiensi secara
5 50%-60% 40-50% <40%
keseluruhan
6 Ukuran Tak ada batasan < 2000 Ha < 500 Ha

a. Jaringan Irigasi Sederhana


Prasarana yang ada seperti bangunan pengatur debit atau pembagi sama
sekali tidak ada. Hal ini terjadi karena sumber air sangat berlimpah sehingga
hampir sama sekali tidak diperlukan rekayasa irigasi. Jaringan utama air hanya
perlu disadap sesuai keinginan sehingga petak-petak sawah dapat tergenangi
air. Selain itu tidak ada pembagi antara saluran pembuang dan irigasi.
Kelemahan dari tipe jaringan ini adalah pemborosan air, karena
penyadapan yang sesuka hati. Selain itu biaya untuk penyadapan sangat mahal
karena saluran tersebut harus dapat mengairi seluruh petak sawah tanpa
sebelum direkayasa sehingga efisiensinya sangat rendah.
b. Jaringan Irigasi Semi Teknis
Tidak banyak perbedaan dengan jaringan sederhana kecuali bangunan-
bangunan irigasi mulai digunakan pada jaringan ini. Jaringan pembuangan dan
irigasi masih menyatu. Akan tetapi sudah dapat mengairi petak sawah yang
lebih besar daripada irigasi sederhana.
c. Jaringan Irigasi Teknis
Jaringan ini jauh lebih maju daripada 2 jaringan lainnya dalam hal
rekayasa irigasi. Bangunan air banyak digunakan pada jaringan ini. Sepenuhnya

9
saluran irigasi dan pembuang bekerja secara terpisah. Sehingga pembagian air
dan pembuangan air optimum. Selain itu ada petak tersier yang menjadi ciri
khas jaringan teknis. Petak tersier kebutuhannya diserahkan petani dan hanya
perlu disesuaikan dengan saluran primer dan sekunder yang ada.
Keuntungan dari jaringan ini adalah pemakaian air yang efektif dan
efisien, menekan biaya perawatan, dan dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan.
Kelemahannya adalah biaya pembuatan yang mahal dan pegoperasian yang
tidak mudah.
2.2. Teori Perencanaan Petak, Saluran, dan Bangunan Air
2.2.1. Teori Perencanaan Petak
Petak irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari suatu
sumber air, baik waduk maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui
bangunan pengambilan bebas. Petak irigasi dibagi 3 jenis, yaitu sebagai berikut :
a. Petak Tersier
Petak ini menerima air yang disadap dari saluran tersier. Karena luasnya
yang tergolong kecil maka petak ini menjadi tanggung jawab individu untuk
eksploitasinya. Idealnya daerah yang ditanami berkisar 50-100 Ha. Jika luas
petak lebih dari itu dikhawatirkan pembagian air menjadi tidak efisien.
Petak tersier dapat dibagi menjadi petak kuarter, masing-masing seluas
8-15 Ha. Dimana bentuk dari tiap petak kuarter adalah bujur sangkar atau segi
empat. Petak tersier harus juga berbatasan dengan petak sekunder. Yang harus
dihindari adalah petak tersier yang berbatasan langsung dengan saluran irigasi
primer. Selain itu disarankan panjang saluran tersier tidak lebih dari 1500 m.
b. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang terdiri dari beberapa petak tersier
yang berhubungan langsung dengan saluran sekunder. Petak sekunder
mendapatkan airnya dari saluran primer yang airnya dibagi oleh bangunan bagi
dan dilanjutkan oleh saluran sekunder. Batas sekunder pada umumnya berupa
saluran drainase. Luas petak sekunder berbeda-beda tergantung dari kondisi
topografi.
c. Petak Primer

10
Petak primer merupakan gabungan dari beberapa petak sekunder yang
dialiri oleh satu saluran primer. Dimana saluran primer menyadap air dari
sumber air utama. Apabila saluran primer melewati daerah garis tinggi maka
seluruh daerah yang berdekatan langsung dilayani saluran primer.
2.2.2. Teori Perencanaan Saluran
Dalam mengalirkan dan mengeluarkan air ke dan dari petak sawah
dibutuhkan suatu saluran irigasi. Saluran pembawa itu dibagi menjadi 2 jenis
berdasarkan fungsinya, saluran pembawa yang membawa air masuk ke petak sawah
dan saluran pembuang yang akan mengalirkan kelebihan air dari petak-petak
sawah.
a. Saluran Pembawa
Berfungsi untuk mengairi sawah dengan mengalirkan air dari daerah
yang disadap. Berdasarkan hierarki saluran pembawa dibagi menjadi 3, yaitu
sebagai berikut :
1. Saluran Primer
Saluran ini merupakan saluran pertama yang menyadap air dari sumbernya.
Dan selanjutnya dibagikan kepada saluran sekunder yang ada. Saluran ini dapat
menyadap dari sungai atau waduk. Bangunan sadap terakhir yang terdapat di
saluran ini menunjukan batas akhir dari saluran ini.
2. Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder. Saluran
sekunder nantinya akan memberikan air kepada saluran tersier. Akan sangat baik
jika saluran sekunder dibuat memotong atau melintang terhadap garis tinggi tanah.
Sehingga air dapat dibagikan ke kedua sisi dari saluran.
3. Saluran Tersier
Merupakan hierarki terendah yang berfungsi mengalirkan air yang disadap
dari saluran sekunder ke petak-petak sawah. Saluran ini dapat mengairi kurang
lebih 75-125 Ha.
b. Saluran Pembuang
Fungsinya membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air yang
terjadi pada petak sawah. Umumnya saluran ini menggunakan saluran lembah.

11
Saluran lembah tersebut memotong garis tinggi sampai ketitik terendah daerah
sekitar.
2.2.3. Dimensi Saluran
Pada saluran terbuka dikenal berbagai macam bentuk saluran seperti
persegi, setengah lingkaran, elips, dan trapesium. Untuk pengaliran air irigasi,
penampang saluran yang digunakan adalah trapesium karena umum dipakai dan
ekonomis. Dalam mendesain saluran digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
a. Debit rencana (Q)
Q = A*a/(1000*eff.) m3/dt
b. Rumus Strickler
V = k.R2/3.S1/2
Dimana :
V = Kecepatan aliran
R = Jari-jari hidraulik
S = Kemiringan saluran
k = Koefisien saluran
c. Nilai V diperoleh melalui persamaan
V = 0,42.Q0,182 m/dt
d. Luas penampang basah
A = Q/V m2
e. Kemiringan talud (m) diperoleh dari tabel
f. Nilai perbandingan b/h (n)
N = (0,96*Q0,25)+m
g. Ketinggian air (h)
h = 3*V1,56 m
h. Lebar dasar saluran
b = n*h m
i. Lebar dasar saluran di lapangan (b’) dengan pembulatan 5 cm dari b
j. Luas basah rencana (A’)
A’ = (b+t*h)h m2
k. Keliling basah

12
P = b+(2*h((1+m2)0,5) m
l. Jari-jari hidraulis
R = A’/P m
m. Koefisien Manning diperoleh melalui tabel
n. Kecepatan aliran rencana (V’)
V’ = Q/A’ m/s
o. Kemiringan saluran pada arah memanjang (i)
I = V2/(k2*R4/3)
p. Tinggi jagaan diperoleh melalui tabel
q. Tinggi saluran ditambah freeboard (H)
H=h+W
r. Lebar saluran yang ditambah freeboard (B)
B = b+2*(h+W) m
Tabel 2. Nilai n dan m dari Fungsi Q

Tabel 3. Kekasaran Saluran

Tabel 4. Nilai W

13
Dalam merencanakan debit rencana efisiensi yang digunakan untuk saluran
tersier adalah 80%, sekunder 70%, dan primer 70%. Dalam penggunaan a
(kebutuhan air) dihitung berdasarkan pada perhitungan yang sudah dibahas pada
pembahasan sebelumnya. Dalam merencanakan lebar saluran yang dipergunakan
di lapangan, dari b (b perhitungan), dibulatkan 5 cm terdekat. Perhitungan dimensi
saluran dimaksudkan untuk memperoleh dimensi dari saluran yang dipergunakan
dalam jaringan irigasi serta untuk menentukan tinggi muka air yang harus ada pada
bendung agar kebutuhan air untuk seluruh wilayah irigasi dapat terpenuhi.
Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap penentuan dimensi untuk
setiap ruas saluran dan tahap perhitungan ketinggian muka air pada tiap-tiap ruas
saluran. Hasil perhitungan tersebut lebih efisien ditampilkan dalam bentuk tabel
dimana urutan pengerjaan sudah diurutkan perkolom.
2.2.4. Teori Perencanaan Bangunan Air
a. Bangunan Utama
• Bangunan bagi adalah bangunan yang terletak di saluran utama
yang membagi air ke saluran sekunder atau tersier. Dan juga dari
saluran sekunder ke tersier. Bangunan ini dengan akurat
menghitung dan mengatur air yang akan dibagi ke saluran-saluran
lainnya
• Bangunan sadap adalah bangunan yang terletak di saluran primer
ataupun sekunder yang member air ke saluran tersier
• Bangunan bagi-sadap adalah bangunan bagi yang juga bangunan
sadap. Bangunan ini merupakan kombinasi keduanya.
b. Bangunan Pelengkap
• Bangunan pengatur
Bangunan/pintu pengatur akan berfungsi mengatur taraf muka air
yang melaluinya di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap

14
dan bangunan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan
tinggi energinya harus kecil, bangunan pengatur harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan
tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan
membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai + 1,5 m/dt.
Bangunan pengatur tinggi muka air terdiri dari jenis bangunan
dengan sifat sebagai berikut :
✓ Bangunan yang dapat mengontrol dan mengendalikan
tinggi muka air di saluran. Contoh : pintu schot balk, pintu
sorong.
✓ Bangunan yang hanya mempengaruhi tinggi muka air.
Contoh : merce tetap, kontrol celah trapesium.
• Bangunan pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang digunakan untuk
membawa air melewati bawah saluran lain, jalan, sungai, ataupun
dari suatu ruas ke ruas lainnya. Bangunan ini dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu sebagai berikut :
✓ Bangunan aliran subkritis : gorong-gorong, flum, talang,
dan sipon.
✓ Bangunan aliran superkritis : bangunan pengukur dan
pengatur debit, bangunan terjun, dan got miring.

2.3. Teori Perhitungan Ketersediaan Air


Sumber air yang digunakan untuk pengairan atau untuk irigasi umumnya
berasal dari sungai. Sungai tersebut memperoleh tambahan air dari air hujan yang
jatuh ke sungai dan daerah di sekitar sungai tersebut. Daerah di sekitar sungai yang
mempengaruhi jumlah air yang ada di sungai dan bilamana curah hujan yang jatuh
di daerah tersebut mengalir ke sungai, maka daerah tersebut dinamakan daerah
aliran sungai.
Untuk menganalisis ketersediaan air diperlukan data-data curah hujan
selama beberpa tahun minimal dari tiga stasiun pengamat hujan yang ada di daerah
aliran sungai. Dari data-data tersebut dapat diketahui debit air yang dapat mengairi
luas daerah aliran sungai. Debit tersebut merupakan sejumlah air yang tersdia dan

15
dapat dimanfaaatkan manusia sesuai kebutuhan. Ada 3 metode yang biasa
digunakan dalam menentukan hujan regional, yaitu :
• Metoda Thiessen
• Metoda Arithmatik
• Metoda Isohyet
2.4. Teori Perhitungan Kebutuhan Air
Penentuan kebutuhan air ditujukan untuk mengetahui berapa banyak air
yang diperlukan lahan agar dapat menghasilkan produksi optimum. Dalam
penentuan kebutuhan air diperhitungkan juga efisiensi saluran yang dilalui.
Kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman adalah berbeda tergantung koefisien
tanaman.
Berikut adalah hal yang mempengaruhi kebutuhan air :
a. Evapotranspirasi potensial
Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam
bentuk uap air yang dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Dalam
penentuan besar evapotranspirasi terdapat banyak metoda yang dapat
dilakukan.
b. Curah hujan efektif
Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah bulanan diambil
80% dari curah hujan rata-rata tengah bulanan dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%. Sedangkan untuk palawija nilai curah hujan efektif tengah
bulanan diambil P=50% Curah hujan dianalisis dengan analisis curah hujan.
Analisis curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :
• Curah hujan efektif, yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air
irigasi
• Curah hujan lebih, yang digunakan untuk menentukan besar kebutuhan
pembuangan dan debit banjir
Cara mencari curah hujan efektif adalah sebagai berikut :
• Menentukan stasiun hujan yang paling dekat dengan bending
• Mengurutkan data curah hujan dari yang terkecil sampai terbesar
• Menentukan tingkat probabilitas terlampaui tiap data

16
• Mencari nilai curah hujan dengan P=50% dan P=80%
Jika tidak adalah curah hujan dengan P=50% dan P=80% maka digunakan
interpolasi menggunakan nilai curah hujan dengan tingkat probabilitas terdekat.
c. Pola tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan pola tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel di bawah merupakan contoh
pola tanam yang biasa digunakan.
Tabel 5. Urutan Pola Tanam

d. Koefisien tanaman
Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman dalam tempo panjang
dari proyek irigasi di daerah tersebut. Harga koefisien tanaman padi diberikan pada
tabel berikut :
Tabel 6. Koefisien Tanaman Padi dan Kedelai
Nedeco/Prosida FAO
Bulan Varietas Varietas Varietas Varietas Kedelai
Biasa Unggul Biasa Unggul
0,5 1,2 1,2 1,1 1,1 0.5
1 1,2 1,27 1,1 1,1 0.75
1,5 1,32 1,33 1,1 1,05 1
2 1,4 1,3 1,1 1,05 1
2,5 1,35 1,3 1,1 0,95 0,82
3 1,24 0 1,05 0 0.45
3,5 1,12 0,95
4 0 0

17
e. Perkolasi
Perkolasi adalah peristiwa meresapnya air ke dalam tanah dimana tanah
dalam keadaan jenuh. Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah.
Data-data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah.
Tes kelulusan tanah akan merupakan bagian dari penyelidikan ini. Apabila padi
sudah ditanam di daerah proyek maka pengukuran laju perkolasi dapat
dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung
sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di
daerah-daerah miring, perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan
banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling
tidak akan terjadi kehilangan 5mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. Pada
tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
f. Penggantian Lapisan Air Tanah (WLR)
Penggantian lapisan air tanah dilakukan setengah bulan sekali. Di
Indonesia besar penggantian air ini adalah 3,3 mm/hari.
g. Masa penyiapan lahan
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan
adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan
mesin, jangka waktu 1 bulan dapat dipertimbangkan.
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200
mm. Ini meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah, pada
awal transplantasi akan ditambahkan lapisan 50 mm lagi.
Angka 200 mm diatas mengandaikan bahwa tanah itu bertekstur berat,
cocok digenangi dan bahwa lahan itu belum ditanami selama 2,5 bulan. Jika
tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi maka diambil 250 mm sebagai
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
termasuk kebutuhan air untuk persemaian.
Dalam penentuan kebutuhan air, dibedakan antara kebutuhan air pada masa
penyiapan lahan dan kebutuhan air pada masa tanam. Penjelasannya sebagai
berikut :

18
1. Kebutuhan air pada masa penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan
maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang
menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan. Yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah :
• Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah.
• Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup
waktu menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Kondisi sosial budaya yang ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi
lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah-daaerah
proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di daeah-daerah sekitaarnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu
1.5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak tersier. Bilamana
untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai mesin secara luas maka jangka
waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Kebutuhan total tersebut
bisa ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 7. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
T = 30 hr T = 45 hr
Eo + P (mm/hr) S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm
5.0 11.1 12.7 8.4 9.5
5.5 11.4 13.0 8.8 9.8
6.0 11.7 13.3 9.1 10.1
6.5 12.0 13.6 9.4 10.4
7.0 12.3 13.9 9.8 10.8
7.5 12.6 14.2 10.1 11.1
8.0 13.0 14.5 10.5 11.4
8.5 13.3 14.8 10.8 11.8
9.0 13.6 15.2 11.2 12.1
9.5 14.0 15.5 11.6 12.5
10.0 14.3 15.8 12.0 12.9
10.5 14.7 16.2 12.4 13.2
11.0 15.0 16.5 12.8 13.6

19
2. Kebutuhan air pada masa tanam untuk padi sawah
Secara umum unsur-unsur yang mempengaruhi kebutuhan air pada masa tanam
adalah sama dengan kebutuhan air pada masa penyiapan lahan. Hanya ada
tambahan yaitu :
• Penggantian lapisan air
Setelah pemupukan,di usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti
lapisan air menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu maka
dilakukan penggantian air sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm (atau 3,3
mm/hari selama 0,5 bulan) selama sebulan dan 2 bulan setelah transplantasi.
2.5. Teori Keseimbangan Air
Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan
untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk
tiap setengah bulan dan luas daerah yang bisa diairi.

Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah proyek irigasi adalah tetap
karena luas maksinum daerah layanan (command area) dan proyek akan
direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit sungai tidak
berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit maka ada 3 pilihan yang
bisa dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.

1. Luas daerah irigasi dikurangi


Bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum
daerah layanan) tidak akan diairi.
2. Melakukan modifikasi dalam pola tanam
Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal
tanam untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada
kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia.
3. Rotasi teknis golongan
Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau
golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya
untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10.000 ha atau lebih.

20
2.6. Sistem Tata Nama (Nomenklatur)
Pemberian nama pada daerah, petak, bangunan dan saluran irigasi haruslah
jelas, pendek, dan tidak multitafsir. Nama-nama dipilih sedemekian sehingga jika
ada penambahan bangunan baru tidak perlu untuk mengganti nama yang telah
diberikan.
a. Daerah Irigasi
Nama yang diberikan sebaiknya menggunakan nama daerah atau desa
terdekat dengan bangunan air atau dapat juga menggunakan nama sungai yang
airnya disadap. Akan tetapi ketika sumber air yang disadap lebih dari satu maka
sebaiknya menggunakan nama daerah.
b. Jaringan Irigasi Utama
Saluran primer sebaiknya dinamai dengan nama daerah irigasi yang
dilayani. Saluran sekunder menggunakan nama desa yang dialiri airnya. Petak
sekunder sebaiknya menggunakan nama saluran sekunder.
c. Jaringan Irigasi Tersier
Jaringan irigasi tersier sebaiknya dinamai sesuai dengan bangunan bagi
air tersier.
Syarat-syarat dalam menentukan indeks adalah sebagai berikut :
• Sebaiknya terdiri dari satu huruf,
• Huruf itu dapat menyatakan petak, saluran atau bangunan,
• Letak objek dan saluran beserta arahnya,
• Jenis saluran pembawa atau pembuang,
• Jenis bangunan untuk membagi atau member air, sipon, talang dan lain-lain,
• Jenis petak, primer atau sekunder.
Cara pemberian nama :
a. Bangunan utama diberi nama sesuai dengan desa terdekat daerah irigasi yang
sungainya disadap.
b. Saluran induk diberi nama sungai atau desa terdekat dengan diberi indeks 1,2,3
dan seterusnya yang menyatakan ruas saluran.
c. Saluran sekunder diberi nama sesuai kampong terdekat.

21
d. Bangunan bagi/sadap diberi nama sesuai dengan nama saluran di hulu dengan
diberi indeks 1,2,3 dan seterusnya.
e. Bangunan silang seperti sipon, talang jembatan, dan sebagainya diberi indeks
1a, 1b, 2a, 2b, dan seterusnya
Didalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran 4cm x 1,25 cm. Dalam kotak
ini diberi kode dari saluran mana petak itu mendapat air. Arah saluran tersier
kanan/kiri dari bangunan sadap melihat aliran air. Kotak dibagi 2, atas dan bawah.
Bagian atas dibagi kanan dan kiri. Bagian kiri menunjukan luas petak (Ha) dan
bagian kanan menunjukan besar debit (l/dtk) untuk menentukan dimensi saluran
tersier.

22
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Melakukan Perencanaan Layout Saluran Irigasi


Lay-out jaringan irigasi adalah tata letak jaringan lengkap dengan topografi
daerah, digunakan untuk membedakan bagian-bagian yang terdapat dalam system
jaringan irigasi dalam bentuk penggambaran. Oleh karena itu, untuk melakukan
perencanaan layout saluran irigasi diperlukan gambar area yang akan kita
rencanakan beserta kontur pada area tersebut. Selain itu juga diperlukan luas area
yang akan kita rencanakan untuk menggolongkan jenis petak irigasi.

Jenis petak irigasi dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Petak Primer

Dilayani oleh saluran primer, dengan baku luas > 3000 ha.

2. Petak Sekunder

Dilayani oleh saluran sekunder, dengan baku luas 100 – 3000 ha.

3. Petak Tersier

Dilayani oleh saluran tersier, dengan baku luas 50 – 100 ha, min 50 ha.

4. Petak Kuarter

Dilayani oleh saluran kuarter (petak-petak sawah), dengan baku luas 8


– 15 ha.

area yang akan direncanakan

23
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, untuk melanjutkan
pembuatan lay-out jaringan irigasi adalah sebagai berikut :

1. Melakukan interpolasi pada setiap sudut untuk mengetahui elevasi mana


yang tertinggi dari area tersebut untuk dapat mengaliri air.

2. Menentukan lokasi bendung yang menyadap aliran sungai, dengan


elevasi kontur di tepi sungai lebih tinggi dari titik tertinggi pada area
yang akan kita rencanakan.

3. Membuat saluran primer dari intake mengikuti garis kontur (agar tidak
terlalu banyak galian) ke titik tertinggi area yang sudah diinterpolasi
sebelumnya.

4. Membagi area sama rata sesuai dengan luas area yang didapatkan di
awal. Pembagian area dengan luas 50 – 100 ha per area.

Hasil Perencanaan Lay-out

Hasil perencanaan lay-out didapatkan :


• Luas area total : 207,482 ha

24
• Pembagian area : 68,828 ha, 69,398 ha, 69,256 ha.

• Elevasi bendung : +87,500 m

• Elevasi titik tertinggi : +81,514 m

Elevasi bendung dan elevasi titik tertinggi

3.2. Membuat Skema Jaringan Irigasi


Skema jaringan irigasi digunakan untuk menampilkan jaringan saluran
dimulai dari bendung, saluran primer, saluran sekunder, bangunan bagi, bangunan
sadap, dan petak-petak tersier dengan standar sistem tata nama. Jadi, secara ringkas
skema jaringan irigasi digunakan untuk mempermudah pemahaman akan gambaran
bangunan apa saja yang akan ada pada jaringan irigasi yang akan direncanakan.
Pembuatan skema jaringan irigasi disesuaikan dengan lay-out yang telah kita buat
sebelumnya, apakah jarigan irigasi yang direncanakan melewati sungai atau tidak,
apakah ada bangunan-bangunan yang harus dibuat dalam perencanaan jaringan
irigasi atau tidak.

25
Lambang-Lambang Bangunan Irigasi
Yang mungkin digunakan pada skema jaringan irigasi.

Setelah mengetahui lambing-lambang yang mungkin akan digunakan pada


skema jaringan irigasi yang telah direncanakan langkah yang harus dilakukan untuk
membuat skema jaringan irigasi adalah sebagai berikut :

1. Melihat kembali lay-out jaringan irigasi yang telah direncanakan


sebelumnya.

2. Melakukan penamaan saluran berdasarkan jenis salurannya, apakah saluran


yang direncanakan memiliki saluran primer atau saluran sekunder, ataupun
dua-duanya.

3. Menganalisis bangunan yang akan digunakan pada perencanaan jaringan


irigasi.

4. Melakukan penamaan ruas dan bangunan irigasi yang digunakan.

5. Memberikan penamaan petak berdasarkan nama daerah letak jaringan


irigasi ditambahan penamaan ruas (kanan atau kiri dilihat dari posisi
menghadap hilir).

6. Memberikan hasil perhitungan luas sesuai dengan pengukuran


menggunakan AutoCad sesuai dengan area lay-out yang telah dibagi pada
tahap sebelumnya.

Hasil Perencanaan Skema Jaringan Irigasi

26
Hasil perencanaan skema jaringan irigasi :

1. Nama Sungai : Sungai Loroksuren

2. Nama Bendung : Bendungan Loroksuren

3. Jenis dan Nama Saluran : Saluran Primer Sendangharjo

4. Nama Ruas : Ruas Sendangharjo 1 (RS1)

5. Nama Bangunan Irigasi : Bangunan Sendangharjo 1 (BS1)

6. Nama Area Pengaliran : Sendangharjo 1 Kanan (S1 KA, 68,828 ha)

Sendangharjo 1 Kiri 1 (S1 KI1, 69,398 ha)

Sendangharjo 1 Kiri 2 (S1 KI2, 69,256 ha)

3.3. Menghitung Kebutuhan Air NFR dan GFR


Kebutuhan air NFR (Net Field Requirement) adalah kebutuhan bersih air di
sawah sedangkan kebutuhan air GFR (Gross Field Requirement) adalah kebutuhan
kotor air di sawah. Data-data yang harus disiapkan untuk menghitung kebutuhan
air antara lain :

1. Mengetahui pola tanam dan jenis tanaman untuk menentukan koefisien


tanaman.

2. Mengetahui data klimatologi.

Cara melakukan perhitungan kebutuhan air adalah sebagai berikut :

1. Memplotkan pola tanam dan jenis tanaman sebanyak 3 kali dengan pola
tanam yang berbeda ke dalam Ms. Excel. Pola tanam yang penulis gunakan
adalah Padi Biasa – Padi Unggul – Jagung, dimana masa tanam padi biasa
adalah 4 bulan, padi unggul 3 bulan dan jagung 3 bulan. Masa tanam dimulai
pada Bulan Januari periode II. Terdapat 2 periode / 1 bulan sebagai masa
penyiapan sebelum penanaman padi, baik padi unggul maupun padi biasa,
sedangkann untuk tanaman palawija seperti jagung tidak perlu diberikan
masa penyiapan.

27
Pola Tanam

2. Memasukkan data suhu (t) pada data klimatologi dengan ditambahkan


angka yang tertera pada soal. (absen 2 = temperature + 0,11).

Tabel data klimatologi

Hasil memasukkan data Temperature (t)

3. Melakukan perhitungan koefisien temperature (Kt) dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :

𝐾𝑡 = 0,0311. 𝑡 + 0,241

Contoh :

Pada Bulan Januari, t = 21,11 ˚C

Maka, Kt = 0,0311(21,11) + 0,241

= 0,897

Jadi, Hasil yang didapatkan :

-Kt Januari = 0,897 -Kt Juli = 0,990


-Kt Februari = 0,928 -Kt Agustus = 0,897
-Kt Maret = 0,897 -Kt September = 0,959

28
-Kt April = 0,959 -Kt Oktober = 0,928
-Kt Mei = 0,990 -Kt November = 0,990
-Kt Juni = 0,959 -Kt Desember = 0,959

Hasil Perhitungan Koefisien Temperatur (Kt)

4. Memasukkan Koefisien Tanaman Blaney – Criddle (Kc) sesuai dengan jenis


tanaman yang digunakan.
Tabel Kc : Koefisien tanaman Blaney - Criddle

Tabel Kc : Koefisien Tanaman Blaney – Criddle

Jadi,

Kc tanaman padi beserta penyiapannya = 1,00

Kc tanaman palawija jagung = 0,70

Hasil memasukkan Koefisien Tanaman (Kc)

29
5. Selanjutnya menghitung koefisien penyesuaian (K) yang didapatkan dari :

𝐾 = 𝐾𝑡 + 𝐾𝑐

Contoh :

Pada Bulan Januari periode II dengan jenis tanaman padi biasa, maka

Kt = 0,897

Kc = 1,000 +

K = 1,897

Hasil Perhitungan Koefisien Penyesuaian (K)

6. Tabel
Menghitung lamanya penyinaran
P:Perbandingan jam2yang didapatkan
hari terangdari tabel di bawah
bulanan dlm ini
setahun

Tabel P : Perbandingan jam-jam hari terang bulanan dalam setahun

Pada tabel terdapat lintang utara (+) dan lintang selatan (-), yang membedakannya
adalah pembacaan koefisien penyinarannya. Apabila mendapatkan lintang utara
maka kolom bulan yang pertama dianggap sebagai Bulan Januari, apabila

30
mendapatkan lintang selatan maka kolom bulan pertama dianggap sebagai Bulan
Juli yang selanjutnya disesuaikan oleh angka pada kolom bulan. Angka pada kolom
lintang didapatkan dari soal.

Contoh :

Untuk Koefisien Penyinaran Bulan April dengan lintang +1, maka dilihat pada
tabel. Lintang yang akan digunakan (1) tidak tertera pada tabel, maka harus
dilakukan interpolasi antara lintang 0 dan 5 pada bulan ke-4, dan didapatkan :

Lintang 0 → 0,27

Lintang 5 → 0,28

1−0
𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 1 = 0,27 + [( ) . (0,28 − 0,27)]
5−0
𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 1 = 0,272

Hasil perhitungan Penyinaran Matahari (P)

7. Menghitung nilai Evapotranspirasi Potensial (ETo) dengan menggunakan


rumus di bawah ini

𝐸𝑇𝑜 = 𝐾. 𝑃. (0,457. 𝑡 + 8,13)

Contoh :

Pada bulan Januari periode II

K = 1,897

P = 0,27

t = 21,11

maka,

ETo = 1,897.0,27.(0,457.21,11+8,13)

ETo = 9,103 mm/h

31
Hasil perhitungan Evapotranspirasi Potensial (ETo)

8. Selanjutnya memasukkan koefisien tanaman (k) dan merata-rata sesuai


dengan jenis tanaman sesuai dengan periode dan bulan penanamannya.

Tabel Koefisien Tanaman (k)


untuk Padi Nedeco Varian Biasa dan Unggul

32
Koefisien Tanaman Buncis, Jagung, Kacang-Kacangan, dan Kedelai

Contoh :

Penanaman tanaman padi biasa pada Bulan Januari Periode II memiliki koefisien
tanaman (k) = 1,2 → Pola tanam dimulai pada Bulan Januari

Periode II.

Hasil Memasukkan Koefisien Tanaman (k) dan Merata-rata

9. Menghitung kebutuhan air konsumtif (Etc) dengan menggunakan rumus


sebagai berikut :

𝐸𝑇𝑐 = 𝐾. 𝐸𝑇𝑜

Contoh :

Pada perhitungan Bulan Januari periode II :

K = 1,897

ETo = 9,103 mm/h

Etc = 1,897 x 9,103

= 17,264 mm/h

33
Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif (Etc)

10. Menghitung Rasio Luas Kebutuhan Air Konsumtif. Rasio luas kebutuhan
air konsumtif dapat dilihat dari pola tanam yang ada.

Contoh :

• Pada Bulan Januari Periode II terdapat 1 kali penanaman dan 2 Kali


penyiapan.

Maka rasio luas kebutuhan air konsumtifnya = 1/3 atau 0,333

• Pada Bulan Februari Periode I terdapat 2 kali penanaman dan 1 Kali


penyiapan.

Maka rasio luas kebutuhan air konsumtifnya = 2/3 atau 0,667

• Pada Bulan Februari Periode II terdapat 3 kali penanaman dan 0 Kali


penyiapan.

Maka rasio luas kebutuhan air konsumtifnya = 3/3 atau 1,000

Hasil Perhitungan Rasio Kebutuhan Air Konsumtif

34
11. Melakukan perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif dengan Rasio Luas yaitu
dengan melakukan perhitungan sebagai berikut :

𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑡𝑖𝑓 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐿𝑢𝑎𝑠 = 𝐸𝑇𝑐 × 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐿𝑢𝑎𝑠

Contoh :

Pada Bulan Januari Periode II :

Etc = 17,264 mm/h

Rasio = 0,333 → hanya 1 kali penanaman

Maka,

Kebutuhan Air Konsumtif dengan Rasio Luas = 17,265 x 0,333

= 5,755 mm/h

Hasil perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif dengan Rasio Luas

12. Memasukkan asumsi kehilangan air di dalam tanah (Perkolasi). Daya


perkolasi berbeda berdasarkan jenis tanah, berikut Daya Perkolasi
berdasarkan jenis tanah :

• Tanah berpasir = 3 – 6 mm / hari

• Tanah Lempung = 2 – 3 mm / hari

• Tanah Liat = 1 – 2 mm / hari

Karena pada soal, telah diketahui bahwa tanah yang digunakan adalah tanah liat
maka digunakan nilai perkolasi 1 mm/hari.

35
13. Melakukan perhitungan Evaporasi terbuka (Eo) dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

𝐸𝑜 = 1,1 × 𝐸𝑇𝑜

Contoh :

Pada Bulan Januari Periode II,

ETo = 9,103 mm/h

Eo = 1,1 x 9,103

= 10,013 mm/h

Hasil Perhitungan nilai Evaporasi Terbuka (Eo)

14. Menghitung nilai Penggantian air yang hilang karena evaporasi dan
perkolasi (M), perhitungan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

𝑀 = 𝐸𝑜 + 𝑃𝑒𝑟𝑘𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖

Contoh :

Pada Bulan Januari Periode II,

Eo = 10,013 mm/h

P = 1,000 mm/h

Maka,

36
M = 10,013 + 1,000

= 11,013 mm/h

Hasil perhitungan Penggantian Air yang Hilang (M)

15. Menghitung besarnya k’ dengan menggunakan rumus :

𝑀. 𝑇
𝑘′ =
𝑆

Contoh :

Perhitungan besarnya k’ untuk penanaman pada Bulan Januari periode II, dimana

M = 11,013 mm/h

T (Waktu Penyiapan lahan) = 30 hari

S ( Air untuk penjenuhan) = 250 mm → tidak ada bero

= 300 mm → jika ada bero

S yang digunakan = 250 mm

Maka, besarnya k’ adalah

k’ = 11,013 x 30 / 250

= 1,322

37
Hasil Perhitungan k’

16. Menghitung kebutuhan air untuk menyiapkan lahan (Pd), rumus yang
digunakan untuk menghitung Pd adalah sebagai berikut :

𝑀. 𝑒 𝑘′
𝑃𝑑 = 𝑘′
𝑒 −1

Contoh :

Perhitungan pada Bulan Januari Periode II, dengan

M = 11,013 mm/h

k’ = 1,322

Maka, nilai Pd adalah

11,013.𝑒 1,322
𝑃𝑑 = 𝑒 1,322 −1

Pd = 15,019 mm/h

Hasil perhitungan Kebutuhan Air Untuk Penyiapan (Pd)

38
17. Menghitung Rasio Luas Penyiapan Lahan. Rasio luas Penyiapan Lahan
dapat dilihat dari pola tanam yang ada.

Contoh :

• Pada Bulan Januari Periode II terdapat 2 kali penyiapan lahan.

Maka rasio luas penyiapan lahannya = 2/3 atau 0,667

• Pada Bulan Februari Periode I terdapat 1 kali penyiapan lahan.

Maka rasio luas penyiapan lahannya = 1/3 atau 0,333

• Pada Bulan Februari Periode II terdapat 0 kali penyiapan lahan.

Maka rasio luas penyiapan lahannya = 0/3 atau 0,000

Hasil Perhitungan Rasio Luas Penyiapan Lahan

18. Menghitung Kebutuhan Air Penyiapan Lahan dengan Rasio Luas.


Perhitungan ini sama seperti perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif dengan
rasio luas, yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :

𝐾𝑒𝑏𝑡. 𝑎𝑖𝑟 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑙𝑢𝑎𝑠 = 𝑃𝑑 × 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑙𝑢𝑎𝑠

Contoh :

Pada penyiapan lahan yang dilakukan pada Bulan Januari Periode II, dengan

Pd = 15,019 mm/h

Rasio = 0,667

39
Maka,

Kebt. air untuk penyiapan lahan dengan rasio luas = 15,019 x 0,667

= 10,013 mm/h

Hasil perhitungan Kebt. Air untuk penyiapan lahan dengan rasio luas

19. Menghitung Penggantian Lapisan Genangan (WLR). Penggantian lapisan


genangan dilakukan setelah pemupukan atau 2 kali selama masa tanam padi,
yaitu :

• 1 bulan setelah tanam, selama 15 hari / 1 periode, dan

• 2 bulan setelah tanam, selama 15 hari / 1 periode.

Kebutuhan air yang digunakan untuk mengganti lapisan genangan adalah 3,333
mm/h. Pada pola tanam kita masukkan masa WLR dengan menandai penggantian
lapisan genangan tiap 1 bulan setelah tanam untuk padi biasa dan untuk padi unggul
kita masukkan untuk penggantian pertama yaitu 1 bulan setelah tanam dan
penggantian kedua yaitu 2 bulan sejak masa tanam pertama. Untuk tanaman
palawija tidak ada penggantian lapisan genangan.

40
Hasil memasukkan kebutuhan air untuk WLR

20. Menghitung Rasio luas penggantian lapisan genangan. Rasio luas


penggantian lapisan genangan dapat dilihat dari pola tanam yang ada.

Contoh :

• Pada Bulan Januari Periode II terdapat 0 kali penggantian lapisan


genangan.

Maka rasio luas penggantian lapisan genangannya = 0/3 atau 0,000

• Pada Bulan Februari Periode I terdapat 0 kali penggantian lapisan


genangan.

Maka rasio luas penggantian lapisan genangannya = 0/3 atau 0,000

• Pada Bulan Februari Periode II terdapat 1 kali penggantian lapisan


genangan.

Maka rasio luas penggantian lapisan genangannya = 1/3 atau 0,333

Hasil rasio luas penggantian lapisan genangan

41
21. Menghitung Kebutuhan penggantian lapisan genangan dengan Rasio Luas.
Perhitungan ini sama seperti perhitungan Kebutuhan Air Konsumtif dengan
rasio luas, yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :

𝐾𝑒𝑏𝑡𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 penggantian lapisan genangan = 𝑊𝐿𝑅 × 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑙𝑢𝑎𝑠

Contoh :

Pada penggantian lapisan genangan yang dilakukan pada Bulan Februari Periode
II, dengan

WLR = 3,333 mm/h

Rasio = 0,333

Maka,

Kebt penggantian lapisan genangan dengan rasio luas = 3,333x0,333

= 1,111 mm/h

Hasil perhitungan Penggantian lapisan genangan dengan rasio luas

22. Menghitung Kebutuhan Kotor Air di Sawah (GFR). Perhitungan GFR


menggunakan rumus sebagai berikut :

GFR = ETc dengan rasio luas + Perkolasi + Pd dengan rasio luas + WLR
dengan rasio luas

Contoh :

Perhitungan pada Bulan Januari Periode II dengan,

42
ETc dengan rasio luas = 5,755 mm/h

Perkolasi = 1,000 mm/h

Pd dengan rasio luas = 10,013 mm/h

WLR dengan rasio luas = 0,000 mm/h

Maka, hasil yang didapatkan adalah

GFR = 5,755 + 1,000 + 10,013 + 0,000

= 16,767 mm/h

Hasil Perhitungan GFR

23. Menghitung hujan andalan R80%. Perhitungan curah hujan andalan ini
digunakan untuk mengetahui ketersediaan air yang dapat diandalkan di
sungai sepanjang tahun, untuk R80% ini sendiri digunakan untuk
menghitung ketersediaan air untuk kegiatan pertanian. Cara yang harus
dilakukan untuk menghitung CH andalan R80% adalah sebagai berikut :

• Membuat data rekapan jumlah curah hujan sepanjang tahun selama


10 tahun dari data yang ada.

43
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2011 243 140 359 251 73 134 3 15 101 43 227 408
2012 560 504 344 209 113 4 0 0 0 0 67 453
2013 44 308 380 319 145 88 0 0 0 46 212 615
2014 295 159 384 65 66 0 0 0 0 164 270 535
2015 482 452 210 207 181 57 7 0 0 9 168 117
2016 476 471 267 618 170 169 105 102 344 219 406 377
2017 171 183 445 271 223 3 0 0 0 0 367 643
2018 275 348 326 88 91 9 4 0 0 59 143 392
2019 398 363 264 437 241 183 151 63 60 179 275 436
2020 577 344 301 347 98 70 39 25 0 0 252 388

Hasil rekap jumlah curah hujan sepanjang tahun.

Dari data yang tertera pada soal, penulis harus menambahkan angka 2
(dua) pada data curah hujan tahun 2019.

44
B ULAN
TANGGAL
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP O KT NO P DES
1 2 20 2 31 2 2 8 2 2 2 2 2
2 26 30 4 6 20 2 2 2 2 2 15 5
3 5 2 2 14 2 12 4 2 2 2 19 20
4 2 9 2 4 2 2 4 2 2 2 17 2
5 2 22 72 22 2 2 2 2 2 2 17 30
6 2 14 4 16 2 3 2 2 2 2 2 7
7 20 15 2 53 2 20 2 2 2 2 4 23
8 2 2 2 35 2 2 2 2 2 2 6 38
9 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 22
10 7 2 2 2 2 55 4 2 2 2 2 39
11 12 2 2 12 2 2 52 2 2 2 20 2
12 23 2 2 23 2 6 4 2 2 2 2 15
13 12 30 10 8 2 2 2 2 2 2 8 11
14 6 44 2 5 2 2 2 2 2 2 42 2
15 5 26 4 14 2 2 11 2 2 2 11 2
16 10 39 7 2 2 2 2 2 2 2 7 21
17 8 12 8 5 2 2 2 2 2 2 2 27
18 6 14 13 9 15 2 2 2 2 2 25 10
19 5 2 34 77 2 39 2 2 2 2 2 41
20 3 6 2 2 2 2 2 2 2 2 7 16
21 6 7 2 42 38 2 2 2 2 35 10 16
22 6 16 2 37 2 2 2 2 2 2 2 2
23 24 2 2 2 37 2 12 2 2 2 2 2
24 22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 34
25 23 15 2 2 17 2 8 2 2 2 2 28
26 5 2 2 2 36 2 2 2 2 13 14 2
27 2 8 2 2 2 2 2 2 2 2 17 2
28 2 16 12 2 10 2 2 2 2 26 10 2
29 9 18 2 4 2 2 2 2 19 2 2
30 2 14 2 20 2 2 3 2 17 2 2
31 137 28 2 2 2 19 9
TOTAL 398 363 264 437 241 183 151 63 60 179 275 436

Berikut hasil penambahan angka 2 (dua) pada data curah hujan tahun 2019

• Selanjutnya, mengurutkan curah hujan terkecil hingga terbesar dari


bulan yang sama selama 10 tahun, menghitung presentase keandalan
dan mencari R80% ada pada tahun berapa di tiap bulannya.

Presentase
Urutan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Keandalan
1 OK 140 210 65 66 0 0 0 0 0 67 117 91%
2 171 159 264 88 73 3 0 0 0 0 143 377 82%
3 243 183 267 207 91 4 0 0 0 0 168 388 73%
4 275 308 301 209 98 9 0 0 0 9 212 392 64%
5 295 344 326 251 113 57 3 0 0 43 227 408 55%
6 398 348 344 271 145 70 4 0 0 46 252 436 45%
7 476 363 359 319 170 88 7 15 0 59 270 453 36%
8 482 452 380 347 181 134 39 25 60 164 275 535 27%
9 560 471 384 437 223 169 105 63 101 179 367 615 18%
10 577 504 445 618 241 183 151 102 344 219 406 643 9%
Tahun 2011 2017 2016 2015 2018 2012 2012 2012 2012 2012 2015 2020
Hasil mengurutkan data Curah Hujan tiap tahunnya.

Untuk perhitungan presentase keandalan digunakan rumus dibawah


ini :

𝑈𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 100% − ( )
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 + 1

45
• Selanjutnya membuat rekapan curah hujan harian sesua dengan
bulan dan tahun yang telah didapat pada langkah sebelumnya, yaitu
pada Bulan Januari menggunakan data curah hujan tahun 2011,
Bulan Februari menggunakan data curah hujan tahun 2017, dan
seterusnya.

Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 0 24 0 0 21 4 0 0 0 0 0 12
2 0 7 3 17 0 0 0 0 0 0 0 5
3 0 10 0 98 0 0 0 0 0 0 0 12
4 0 21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
5 29 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0 15
6 75 0 0 16 3 0 0 0 0 0 0 20
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 85
8 0 0 5 6 67 0 0 0 0 0 0 40
9 0 0 18 0 0 0 0 0 0 0 29 0
10 0 8 2 10 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 7
12 0 31 0 5 0 0 0 0 0 0 0 17
13 11 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 8
14 57 0 13 0 0 0 0 0 0 0 9 10
15 0 0 19 0 0 0 0 0 0 0 0 5
16 0 0 14 3 0 0 0 0 0 0 16 15
17 7 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 10
18 11 11 6 0 0 0 0 0 0 0 0 5
19 27 13 0 10 0 0 0 0 0 0 0 21
20 6 27 5 13 0 0 0 0 0 0 26 10
21 0 0 6 29 0 0 0 0 0 0 18 28
22 0 8 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 3 46 0 0 0 0 0 0 0 22 16
24 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12
25 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0
27 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 8 5
28 0 15 4 0 0 0 0 0 0 0 9 8
29 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 6 16
30 2 0 25 0 0 0 0 0 0 0 6 0
31 4 0 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Hasil dari rekapan curah hujan harian

• Selanjutnya memasukkan data R80%, pada tabel yang diminta


adalah data R80% tiap periode/15 hari kalender, perhitungan dengan
menjumlahkan curah hujan selama 15 hari tiap periode.

Contoh :

Pada Bulan Januari periode II, data yang dijumlahkan mulai dari
tanggal 16 sampai dengan tanggal 31 dengan total curah hujan yaitu
71 mm/periode.

46
Hasil perhitungan R80% tiap periode

24. Menghitung jumlah hari hujan setiap bulannya, yaitu dengan menggunakan
data rekapan curah hujan harian R80%. Pada perhitungan di Ms. Excel kita
dapat menggunakan rumus “ countif ”.

Contoh :

Pada Bulan Januari periode II didapatkan jumlah hari hujan yang terjadi dalam 1
bulan adalah 8 hari.

Hasil perhitungan jumlah hari hujan.

25. Menghitung curah hujan andalan R80% dengan satuaan mm/hari, yaitu
dengan rumus dibawah ini :

𝐶𝐻𝑎𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑅80% (𝑚𝑚⁄𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒)


𝐶𝐻𝑎𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑅80% (𝑚𝑚⁄ℎ𝑎𝑟𝑖 ) =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒

Contoh :

Pada Bulan Januari periode II,

47
CH andalan R80% = 71 mm/periode

Jumlah hari hujan = 8 hari

CH andalan R80% per hari = 71/8

= 8,875 mm/hari

Hasil perhitungan CH andalan R80% perhari

26. Melakukan perhitungan curah hujan efektif (Re) dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :

𝑅𝑒 = 𝐶𝐻 𝑎𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑛 × 0,7 (mm / hari) → untuk padi

𝑅𝑒 = 𝐶𝐻 𝑎𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑛 × 0,5 (mm / hari) → untuk palawija

Contoh :

• Pada Bulan Januari periode II,

CH andalan = 8,875 mm/hari

Tanaman Padi = 0,7

Re = 8,875 x 0,7

= 6,214 mm/hari

• Pada Bulan November periode I,

CH andalan = 12,667 mm/hari

Tanaman Jagung = 0,5

48
Re = 12,667 x 0,5

= 6,333 mm/hari

Hasil perhitungan curah hujan efektif (Re)

27. Selanjutnya melakukan perhitungan kebutuhan bersih air di sawah (NFR),


yaitu dengan cara sebagai berikut :

𝑁𝐹𝑅 = 𝐺𝐹𝑅 − 𝑅𝑒

Contoh :

• Pada Bulan Januari Periode I,

GFR = 16,77 mm/h

Re = 30,10 mm/h

NFR = 16,77 – 30,10 = 0 mm/h

• Pada Bulan Januari Periode II,

GFR = 16,77 mm/h

Re = 6,213 mm/h

NFR = 10,55 mm/h

49
Hasil perhitungan NFR

28. Mengubah satuan NFR menjadi (l/dt/ha) dan mencari nilai NFR maksimum
dari seluruh periode, yaitu dengan :

𝑁𝐹𝑅
𝑁𝐹𝑅 (𝑚𝑚⁄ℎ) = × 10000
86400

Contoh :

Pada Bulan Januari periode II,

NFR = 10,55 mm/h

NFR (l/dt/ha) = 10,55/86400 * 10000

= 1,222 l/dt/ha

NFR Max yang didapat adalah 2,631 l/dt/ha pada Bulan Juli periode II.

Hasil perhitungan NFR dan NFR Max

50
3.4. Menghitung Debit Andalan
Debit andalan adalah ketersediaan air yang dapat diandalkan di sungai
sepanjang tahun, digunakan untuk perhitungan ketersediaan air untuk berbagai
keperluan. Langkah-langkah perhitungan debit andalan adalah sebagai berikut :

1. Menghitung debit rata-rata bulanan

Debit Sungai Rata-Rata Bulanan (m3/dt)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2020 0,968 0,992 0,955 0,836 0,771 0,683 0,32 0,22 0,235 0,859 0,898 0,841
2019 0,907 1,871 0,999 0,826 0,748 0,628 0,31 0,232 0,287 0,884 0,886 0,867
2018 0,948 0,909 0,911 0,896 0,757 0,616 0,348 0,203 0,263 0,846 0,818 0,85
2017 0,941 0,982 0,916 0,862 0,769 0,697 0,4 0,215 0,209 0,861 0,837 0,865
2016 0,965 0,979 0,939 0,876 0,795 0,657 0,364 0,245 0,262 0,892 0,9 0,831
2015 0,903 0,991 0,935 0,886 0,725 0,625 0,39 0,237 0,278 0,828 0,811 0,857
2014 0,916 0,954 0,921 0,856 0,776 0,693 0,327 0,21 0,211 0,885 0,873 0,819
2013 0,914 0,901 0,982 0,823 0,779 0,609 0,377 0,281 0,273 0,9 0,801 0,835
2012 0,902 0,937 0,985 0,856 0,711 0,624 0,331 0,295 0,23 0,869 0,872 0,815
2011 0,911 0,955 0,943 0,895 0,716 0,611 0,347 0,297 0,207 0,857 0,825 0,825

Tabel debit rata-rata bulanan

2. Urutkan data dalam 1 bulan dari yang terkecil hingga terbesar selama
12 bulan. Dan ambil Q80% dengan cara sebaai berikut :

𝑛
𝑢𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑄80% = +1
5

Jadi, Q80% dapat diambil dari data urutan ke-3 dari urutan terkecil.
Debit urut
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 0,902 0,901 0,911 0,823 0,711 0,609 0,31 0,203 0,207 0,828 0,801 0,815
2 0,903 0,909 0,916 0,826 0,716 0,611 0,32 0,21 0,209 0,846 0,811 0,819
3 0,907 0,937 0,921 0,836 0,725 0,616 0,327 0,215 0,211 0,857 0,818 0,825 Q80%
4 0,911 0,954 0,935 0,856 0,748 0,624 0,331 0,22 0,23 0,859 0,825 0,831
5 0,914 0,955 0,939 0,856 0,757 0,625 0,347 0,232 0,235 0,861 0,837 0,835
6 0,916 0,979 0,943 0,862 0,769 0,628 0,348 0,237 0,262 0,869 0,872 0,841
7 0,941 0,982 0,955 0,876 0,771 0,657 0,364 0,245 0,263 0,884 0,873 0,85
8 0,948 0,991 0,982 0,886 0,776 0,683 0,377 0,281 0,273 0,885 0,886 0,857
9 0,965 0,992 0,985 0,895 0,779 0,693 0,39 0,295 0,278 0,892 0,898 0,865
10 0,968 1,871 0,999 0,896 0,795 0,697 0,4 0,297 0,287 0,9 0,9 0,867

Hasil mengurutkan data dan menentukan Q80

3.5. Menghitung Neraca Air


Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan perhitungan
neraca air adalah sebagai berikut :

1. Melakukan perhitungan kapasitas saluran. Perhitungan kapasitas saluran ini


dengan cara memasukkan nomor saluran, titik bawah dan titik atas, jenis

51
saluran, petak yang dilayani, luas petak yang dilayani, NFR max, data data
tersebut harus kita penuhi sebelum melanjutkan perhitungan kapasitas
saluran. Hasil yang didapatkan :

• Nomor Saluran : RS1

• Titik Bawah : BS1

• Titik Atas : Intake

• Jenis Saluran : Saluran Primer

• Petak yang dilayani : S1 KA, S1 KI1, S1 KI2

• Luas daerah yang dilayani : S1 KA → 68,828 Ha

S1 KI1 → 69,398 Ha

S1 KI2 → 69,256 Ha

• Luas daerah total : 207,482 Ha

• NFR max : 2,631 l/dt/ha

• Efisiensi Irigasi : 90% primer dan 90% sekunder

; 8100%

Menghitung kapasitas saluran menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑁𝐹𝑅 × 𝐴
𝑄=
𝐸𝑓𝑓

Perhitungan Q = 2,6311 x 207,482 / 8100/100

= 0,67 m³/dt

Melanjutkan perhitungan Q saluran dibawahnya, tapi dalam kasus ini, hanya


terdapat 1 saluran, jadi tidak ada Q saluran dibawahnya, maka

Qkap = Q + Qsal dibawahnya

= 0,67 + 0

52
= 0,67 m³/dt

Kapasitas Saluran
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Max Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,631 90% 81,00% 0,67 0 0 0,67
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

2. Selanjutnya, melakukan perhitungan Qkap per periode, yang membedakan


hanyalah NFR karena NFR mengikuti NFR per periode.

JANUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,000 90% 81,00% 0,00 0 0 0,00
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,222 90% 81,00% 0,31 0 0 0,31
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Januari

FEBRUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,755 90% 81,00% 0,19 0 0 0,19
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,413 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Februari

MARET
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,387 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,976 90% 81,00% 0,25 0 0 0,25
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Maret

53
APRIL
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,449 90% 81,00% 0,12 0 0 0,12
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,388 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan April

MEI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,174 90% 81,00% 0,04 0 0 0,04
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,325 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Mei

JUNI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,755 90% 81,00% 0,45 0 0 0,45
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,079 90% 81,00% 0,53 0 0 0,53
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Juni

JULI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,325 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,631 90% 81,00% 0,67 0 0 0,67
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Juli

54
AGUSTUS
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,257 90% 81,00% 0,58 0 0 0,58
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,386 90% 81,00% 0,61 0 0 0,61
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Agustus

SEPTEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,502 90% 81,00% 0,64 0 0 0,64
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,863 90% 81,00% 0,48 0 0 0,48
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan September

OKTOBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,625 90% 81,00% 0,42 0 0 0,42
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,625 90% 81,00% 0,42 0 0 0,42
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Oktober

NOVEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,091 90% 81,00% 0,28 0 0 0,28
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,989 90% 81,00% 0,25 0 0 0,25
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

55
Qkap bulan November

DESEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,646 90% 81,00% 0,17 0 0 0,17
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,445 90% 81,00% 0,37 0 0 0,37
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Qkap bulan Desember

3. Apabila kebutuhan air irigasi (NFR), kebutuhan air di intake (Qint), debit
andalan (Q80%), selanjutnya tinggal menghitung neraca air menggunakan
rumus :

𝑁𝑒𝑟𝑎𝑐𝑎 𝑎𝑖𝑟 = 𝑄80% − 𝑄𝑖𝑛𝑡

Contoh :

Pada Bulan Januari Periode II,

NFR = 1,222 l/dt/ha

Qint = 0,31 m³/dt

Q80% = 0,907 m³/dt

Neraca air = 0,907 – 0,31

= 0,59 m³/dt → surplus

Apabila nilai neraca air < 0 maka kondisi “surplus”, neraca air > 0, maka
kondisi “defisit”. Pada hasil yang dikerjakan terdapat 5 periode defisit.
NERACA AIR
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
No. Uraian
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II

1 Kebutuhan Air Irigasi NFR (l/dt/ha) 0,000 1,222 0,755 1,413 1,387 0,976 0,449 1,388 0,174 2,325 1,755 2,079 2,325 2,631 2,257 2,386 2,502 1,863 1,625 1,625 1,091 0,989 0,646 1,445
2 Kebutuhan air di Intake Qint (m3/dt) 0,00 0,31 0,19 0,36 0,36 0,25 0,12 0,36 0,04 0,60 0,45 0,53 0,60 0,67 0,58 0,61 0,64 0,48 0,42 0,42 0,28 0,25 0,17 0,37
3 Debit Andalan Q80%(m3/dt) 0,907 0,907 0,937 0,937 0,921 0,921 0,836 0,836 0,725 0,725 0,616 0,616 0,327 0,327 0,215 0,215 0,211 0,211 0,857 0,857 0,818 0,818 0,825 0,825
4 Neraca Air (m3/dt) 0,91 0,59 0,74 0,58 0,57 0,67 0,72 0,48 0,68 0,13 0,17 0,08 -0,27 -0,35 -0,36 -0,40 -0,43 -0,27 0,44 0,44 0,54 0,56 0,66 0,45
5 Kondisi surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus defisit defisit defisit defisit defisit defisit surplus surplus surplus surplus surplus surplus

Hasil perhitungan Neraca Air

56
Hasil grafik neraca air

Pada pola tanam Padi biasa – Padi unggul – jagung terdapat 5 periode
defisit, selanjutnnya mencoba membuat alternatif pola tanam yang lebih efisien dan
mengurangi jumlah defisit dalam satu tahun. Untuk membuat alternatif pola tanam
yang harus dilakukan antara lain :

1. Merancang pola tanam. Untuk membuat alternatif yang pertama kali diubah
adalah pola tanam. Perubahan pola tanam bisa dengan mengubah urutan
penanaman atau mengganti padi biasa menjadi padi unggul atau pun
sebaliknya. Pola tanam yang diambil adalah :

Pola Tanam Awal Pola Tanam Alternatif


Padi biasa - Padi unggul - Jagung → Padi unggul – Jagung - Padi unggul

Pola tanam alternatif

Pada pola tanam alternatif terdapat bero, yang merupakan waktu untuk tanah
beristirahat untuk kemudian kembali digunakan

2. Setelah pola tanam dirubah, kita merubah posisi koefisien tanaman (Kc).

3. Selanjutnya merubah koefisien tanaman (K)

4. Merubah seluruh rasio

5. Mengubah k’ dengan mengubah S menjadi 300 karena terdapat bero.

6. Menyesuaikan koefisien curah hujan efektif.

57
Januari Februari M aret A pril M ei Juni Juli A gustus September Okto ber No vember Desember
No . Uraian
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II

a Suhu t (deg C) 21,11 21,11 22,11 22,11 21,11 21,11 23,11 23,11 24,11 24,11 23,11 23,11 24,11 24,11 21,11 21,11 23,11 23,11 22,11 22,11 24,11 24,11 23,11 23,11

b Ko efisien suhu Kt 0,897 0,897 0,928 0,928 0,897 0,897 0,959 0,959 0,990 0,990 0,959 0,959 0,990 0,990 0,897 0,897 0,959 0,959 0,928 0,928 0,990 0,990 0,959 0,959

c Ko efisien tanaman B C Kc 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 - - 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

d Ko efisien penyesuaian K 1,897 1,897 1,928 1,928 1,897 1,897 1,959 1,659 1,690 1,690 1,659 1,659 1,690 0,990 0,897 1,897 1,959 1,959 1,928 1,928 1,990 1,990 1,959 1,959

e P enyinaran matahari P 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,272 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27

f Evapo transpirasi po tensial ETo (mm/h) 9,103 9,103 9,490 9,490 9,103 9,103 9,958 8,433 8,801 8,801 8,433 8,433 8,801 5,155 4,335 9,170 9,958 9,958 9,490 9,490 10,287 10,287 9,885 9,885

1 P o la tata tanam I P adi Unggul WLR WLR Jagung B ERO P adi Unggul WLR WLR

P adi Kemarau – P adi B iasa – Kedelai II P adi Unggul WLR WLR Jagung B ERO P adi Unggul WLR WLR

III P adi Unggul WLR WLR Jagung B ERO P adi Unggul WLR WLR

2 Ko efisien tanaman k - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - 0,35 0,65 0,85 0,90 0,80 0,60 - - - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - -

- - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - 0,35 0,65 0,85 0,90 0,80 0,60 - - - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 -

- - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30 - 0,35 0,65 0,85 0,90 0,80 0,60 - - - - 1,20 1,27 1,33 1,30 1,30

3 Rata-rata ko efisien tanaman - 0,40 0,82 1,27 1,30 1,31 0,87 0,55 0,33 0,62 0,80 0,85 0,77 0,47 0,20 - - 0,40 0,82 1,27 1,30 1,31 0,87 0,43

4 Evapo transpirasi po tensial ETo (mm/h) 9,103 9,103 9,490 9,490 9,103 9,103 9,958 8,433 8,801 8,801 8,433 8,433 8,801 5,155 4,335 9,170 9,958 9,958 9,490 9,490 10,287 10,287 9,885 9,885

5 Kebutuhan air ko nsumtif ETc (mm/h) 17,264 17,264 18,293 18,293 17,264 17,264 19,505 13,988 14,872 14,872 13,988 13,988 14,872 5,103 3,886 17,392 19,505 19,505 18,293 18,293 20,470 20,470 19,362 19,362

6 Rasio luas kebt. air ko nsumtif 0,333 0,333 0,667 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,667 0,333 - - 0,333 0,667 1,000 1,000 1,000 1,000 0,667

7 Kebt. air ko nsumtif dg. rasio luas ETc (mm/h) 5,755 5,755 12,196 18,293 17,264 17,264 19,505 13,988 14,872 14,872 13,988 13,988 14,872 3,402 1,295 - - 6,502 12,196 18,293 20,470 20,470 19,362 12,908

8 P erko lasi P (mm/h) 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

9 P enggantian air karena Eto & P Eo (mm/h) 10,013 10,013 10,439 10,439 10,013 10,013 10,954 9,276 9,681 9,681 9,276 9,276 9,681 5,671 4,769 10,088 10,954 10,954 10,439 10,439 11,316 11,316 10,873 10,873

10 M (mm/h) 11,013 11,013 11,439 11,439 11,013 11,013 11,954 10,276 10,681 10,681 10,276 10,276 10,681 6,671 5,769 11,088 11,954 11,954 11,439 11,439 12,316 12,316 11,873 11,873

11 k' 1,101 1,101 1,144 1,144 1,101 1,101 1,195 1,028 1,068 1,068 1,028 1,028 1,068 0,667 0,577 1,109 1,195 1,195 1,144 1,144 1,232 1,232 1,187 1,187

12 Kebtutuhan air untuk penyiapan lahan P d (mm/h) 16,498 16,498 16,787 16,787 16,498 16,498 17,140 16,003 16,274 16,274 16,003 16,003 16,274 13,704 13,160 16,548 17,140 17,140 16,787 16,787 17,391 17,391 17,085 17,085

13 Rasio luas penyiapan lahan 0,667 0,667 0,333 - - - - - - - - - - - - 0,333 0,667 0,667 0,333 - - - - 0,333

14 Kebt.air penyp.lahan dg.rasio luas 10,998 10,998 5,596 - - - - - - - - - - - - 5,516 11,427 11,427 5,596 - - - - 5,695

15 P enggantian lapisan genangan WLR (mm/h) - - - 3,333 3,333 3,333 3,333 3,333 - - - - - - - - - - - 3,333 3,333 3,333 3,333 3,333

16 Rasio luas penggant.lap.genangan - - - 0,333 0,333 0,667 0,333 0,333 - - - - - - - - - - - 0,333 0,333 0,667 0,333 0,333

17 P enggant.lap.genangan dg.rasio luas - - - 1,111 1,111 2,222 1,111 1,111 - - - - - - - - - - - 1,111 1,111 2,222 1,111 1,111

18 Kebt. ko to r air di sawah GFR (mm/h) 17,75 17,75 18,79 20,40 19,38 20,49 21,62 16,10 15,87 15,87 14,99 14,99 15,87 4,40 2,30 6,52 12,43 18,93 18,79 20,40 22,58 23,69 21,47 20,71

19 Curah hujan andalan R80% (mm/perio de) 172,00 71,00 101,00 82,00 95,00 172,00 152,00 55,00 91,00 - 4,00 - - - - - - - - - 38,00 130,00 242,00 146,00

20 Jumlah hari hujan hari 4,000 8,000 6,000 7,000 9,000 11,000 6,000 4,000 3,000 - 1,000 - - - - - - - - - 3,000 9,000 13,000 11,000

21 Curah hujan andalan R80% (mm/h) 43,000 8,875 16,833 11,714 10,556 15,636 25,333 13,750 30,333 - 4,000 - - - - - - - - - 12,667 14,444 18,615 13,273

22 Curah hujan efektif Re (mm/h) 30,100 6,213 11,783 8,200 7,389 10,945 17,733 6,875 15,167 - 2,000 - - - - - - - - - 8,867 10,111 13,031 -

23 Kebt. bersih air di sawah NFR (mm/h) - 11,54 7,01 12,20 11,99 9,54 3,88 9,22 0,71 15,87 12,99 14,99 15,87 4,40 2,30 6,52 12,43 18,93 18,79 20,40 13,71 13,58 8,44 20,71

24 NFR (l/dt/ha) - 1,336 0,811 1,413 1,387 1,104 0,449 1,068 0,082 1,837 1,503 1,735 1,837 0,509 0,266 0,754 1,438 2,191 2,175 2,362 1,587 1,572 0,977 2,397

NFR Max 2,397

Hasil perhitungan kebutuhan air

7. Perhitungan Kapasitas Saluran juga ikut berubah dikarenakan NFR max


juga berubah.

Kapasitas Saluran ALTERNATIVE


Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Max Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,397 90% 81,00% 0,61 0 0 0,61
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Perhitungan Kapasitas Saluran

JANUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,000 90% 81,00% 0,00 0 0 0,00
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,336 90% 81,00% 0,34 0 0 0,34
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

FEBRUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,811 90% 81,00% 0,21 0 0 0,21
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,413 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

58
MARET
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,000 90% 81,00% 0,00 0 0 0,00
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,336 90% 81,00% 0,34 0 0 0,34
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

FEBRUARI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,811 90% 81,00% 0,21 0 0 0,21
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,413 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

MARET
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,387 90% 81,00% 0,36 0 0 0,36
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,104 90% 81,00% 0,28 0 0 0,28
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

APRIL
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,449 90% 81,00% 0,12 0 0 0,12
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,068 90% 81,00% 0,27 0 0 0,27
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

MEI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,082 90% 81,00% 0,02 0 0 0,02
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,837 90% 81,00% 0,47 0 0 0,47
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

JUNI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,503 90% 81,00% 0,39 0 0 0,39
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,735 90% 81,00% 0,44 0 0 0,44
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

59
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,082 90% 81,00% 0,02 0 0 0,02
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,837 90% 81,00% 0,47 0 0 0,47
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

JUNI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,503 90% 81,00% 0,39 0 0 0,39
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,735 90% 81,00% 0,44 0 0 0,44
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

JULI
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,837 90% 81,00% 0,47 0 0 0,47
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,509 90% 81,00% 0,13 0 0 0,13
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

AGUSTUS
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,266 90% 81,00% 0,07 0 0 0,07
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,754 90% 81,00% 0,19 0 0 0,19
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

SEPTEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,438 90% 81,00% 0,37 0 0 0,37
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,191 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

OKTOBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,175 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,362 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,266 90% 81,00% 0,07 0 0 0,07
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,754 90% 81,00% 0,19 0 0 0,19
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

SEPTEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,438 90% 81,00% 0,37 0 0 0,37
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,191 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

OKTOBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,175 90% 81,00% 0,56 0 0 0,56
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,362 90% 81,00% 0,60 0 0 0,60
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

NOVEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,587 90% 81,00% 0,41 0 0 0,41
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 1,572 90% 81,00% 0,40 0 0 0,40
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

DESEMBER
Periode 1
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 0,977 90% 81,00% 0,25 0 0 0,25
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Periode 2
Petak Qsal di
Titik A total Sal di Qkap
No. Sal Titik Atas Jenis Sal yang A (Ha) NFR Ef (%) Q (m3/dt) bawahnya
Bawah (Ha) bawahnya (m3/dt)
dilayani (m3/dt)
RS1 BS1 Intake Primer S1 KA 68,828
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI1 69,398 207,482 2,397 90% 81,00% 0,61 0 0 0,61
RS1 BS1 Intake Primer S1 KI2 69,256

Hasil Perhitungan Kap. Saluran per Periode

61
8. Dilanjutkan membuat neraca air.

NERACA AIR ALTERNATIVE


Januari Februari M aret April M ei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
No. Uraian
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II

1 Kebutuhan Air Irigasi NFR (l/dt/ha) 0,000 1,336 0,811 1,413 1,387 1,104 0,449 1,068 0,082 1,837 1,503 1,735 1,837 0,509 0,266 0,754 1,438 2,191 2,175 2,362 1,587 1,572 0,977 2,397
2 Kebutuhan air di Intake Qint (m3/dt) 0,00 0,34 0,21 0,36 0,36 0,28 0,12 0,27 0,02 0,47 0,39 0,44 0,47 0,13 0,07 0,19 0,37 0,56 0,56 0,60 0,41 0,40 0,25 0,61
3 Debit Andalan Q80%(m3/dt) 0,907 0,907 0,937 0,937 0,921 0,921 0,836 0,836 0,725 0,725 0,616 0,616 0,327 0,327 0,215 0,215 0,211 0,211 0,857 0,857 0,818 0,818 0,825 0,825
4 Neraca Air (m3/dt) 0,91 0,56 0,73 0,58 0,57 0,64 0,72 0,56 0,70 0,25 0,23 0,17 -0,14 0,20 0,15 0,02 -0,16 -0,35 0,30 0,25 0,41 0,42 0,57 0,21
5 Kondisi surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus surplus defisit surplus surplus surplus defisit defisit surplus surplus surplus surplus surplus surplus

Hasil perhitungan neraca air alternative

Neraca Air
0,70 1
0,60
0,8
0,50
0,40 0,6
0,30 0,4
0,20
0,2
0,10
0,00 0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Series1 Series2

Hasil grafik antara Qint dengan Q80%

3.6.Melakukan perhitungan dimensi saluran.


Langkah yang harus dilakukan untuk melakukan perhitungan dimensi saluran
adalah sebagai berikut :

1. Memasukkan data nomor saluran, data yang didapatkan adalah

No. Saluran = RS1

2. Memasukkan data debit kapasitas

Qkap = 0,614 m³/dt

3. Memasukkan data elevasi tanah asli bawah dan atas. Elevasi tanah
bagian bawah adalah elevasi pada embung dan elevasi tanah atas
diambil dari ketinggian intake

El. Tanah Asli = Bawah = 81,514 m

62
= Atas = 87,500 m

4. Memasukkan data panjang saluran dengan melakukan pengukuran ada


aplikasi AutoCad.

Panjang Sal (L) = 4767,677 m

5. Melakukan pehitungan S asli dengan menggunakan rumus sebagai


berikut :

𝐸𝑙. 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐴𝑡𝑎𝑠 − 𝐸𝑙. 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑤𝑎ℎ


𝑆 𝑎𝑠𝑙𝑖 =
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛

Perhitungan :

S asli = 87,500 – 81,514 / 4767,677

= 0,001

6. Memasukkan koefisien manning (n) sesuai dengan jenis saluran yang


akan dibuat.

Tabel Koefisien Kekasaran Manning

Pada perencanaan saluran irigasi ini menggunakan beton maka koefisien


yang digunakan adalah 0,017 yaitu dengan Tipe Saluran Beton Dipoles.

63
7. Selanjutnya merancang dimensi saluran. Untuk perencanaan saluran
dengan tipe saluran beton maka, dimensi saluran > 20 cm. Untuk
perencanaan dimensi saluran kali ini menggunakan :

b = 70 cm = 0,7 m

h = 70 cm = 0,7 m

8. Menghitung kemiringan talud. Untuk menghitung kemiringan talud


pada perencanaan saluran dengan tipe saluran terbuat dari beton, maka
batas izin kemiringan talud (m) adalah 0,50 sampai dengan 1,00 m.
Kemiringan talud yang digunakan adalah 0,5 m.

9. Selanjutnya menghitung lebar saluran bagian atas (B) dengan


menggunakan rumus sebagai berikut :

B = b + 2.m.h

Perhitungan :

b = 0,70 m

h = 0,70 m

m = 0,50 m

B = 0,70 + 2 x 0,50 x 0,70

= 1,40 m

10. Melakukan perhitungan luas saluran (A) dengan menggunakan rumus


sebagai berikut :

A = (b + m.h).h

Perhitungan :

b = 0,70 m

h = 0,70 m

m = 0,50 m

64
A = (0,70 + 0,50 x 0,70)

= 0,735 m²

11. Melakukan perhitungan faktor hidrolis (D) dengan menggunakan rumus


sebagai berikut :

𝐴
𝐷=
𝐵

Perhitungan :

A = 0,735 m²

B = 1,40 m

D = 0,735 / 1,40

= 0,53 m

12. Melakukan perhitungan keliling basah (P) dengan menggunakan rumus


sebagai berikut :

𝑃 = 𝑏 + 2ℎ√𝑚2 + 1

Perhitungan :

b = 0,70 m

h = 0,70 m

m = 0,50 m

P = 0,70 + 2 × 0,70√0,502 + 1

= 2,27 m

13. Melakukan perhitungan jari-jari hidrolis (R) dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :

𝐴
𝑅=
𝑃

Perhitungan :

65
A = 0,735 m²

P = 2,27 m

R = 0,735 / 2,27

= 0,324 m

14. Melakukan perhitungan tinggi jagaan. Ketentuan yang digunakan untuk


tipe saluran dengan Qkap < 1,5 m³/dt adalah 0,20 m. Maka tinggi jagaan
yang digunakan adalah 0,20 m.

15. Melakukan perhitungan kecepatan aliran (V) dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :

1 2 1
𝑉= × 𝑅 ⁄3 × 𝑆 ⁄2
𝑛

Perhitungan :

n = 0,017

R = 0,324 m

Sasli = 0,001

1 2⁄ 1⁄
V = × 0,324 3 × 0,001 2
0,017

= 0,984 m/dt

16. Melakukan perhitungan debit hitungan (Qhit) dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :

Q hit =VxA

Perhitungan :

A = 0,735 m²

V = 0,984 m/dt

Qhit = 0,984 x 0,735

= 0,723 m³/dt

66
17. Melakukan perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk mengetahui jenis
aliran. Perhitungan Fr dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

𝑉
𝐹𝑟 =
√𝑔. 𝐷

Perhitungan :

V = 0,984 m/dt

g = 9,91

D = 0,53 m

0,984
Fr =
√9,91.0,53

= 0,431

18. Melakukan kontrol pada perhitungan Qhit, Vmin, Vmax, dan Fr.
Melakukan pengontrolan dengan syarat sebagai berikut :

• Qhit > Qkap

• V min < 0,60 m/dt

• V max < 3,00 m/dt untuk pasangan beton

• Fr < 1 → untuk saluran subkritis.

19. Melakukan perhitungan beda tinggi energi. Perbedaan tinggi energi


dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Beda tinggi energi = Elev. Atas – Elev Bawah

Perhitungan :

Elevasi tanah atas = 87,500 m

Elevasi tanah bawah = 81,514 m

Beda tinggi energi = 87,500 – 81,514

= 5,99 m

67
20. Menghitung bertambahnya elevasi dasar saluran diakibatkan adanya
sawah atau bangunan irigasi lainnya disepanjang saluran irigasi yang
direncanakan. Losses yang ada dalam perencanaan saluran ini adalah
sebagai berikut :

• Sawah = 0,1 m

• Bangunan Sadap = 0,1 m

• Bangunan Irigasi = 0,0 m

• Variasi h = 0,1 x h = 0,07 m

• Total Losses = 0,027

21. Selanjutnya mengontrol elevasi dengan Total Losses < Beda tinggi
energi.

22. Menghitung tinggi tanggul dengan rumus sebagai berikut :

H = h + tinggi jagaan

Perhitungan :

h = 0,70 m

Tinggi jagaan = 0,20 m

H = 0,70 + 0,20

= 0,90 m

3.7.Melakukan Penggambaran Potongan Memanjang dan Melintang


3.7.1. Potongan Memanjang
Untuk melakukan penggambaran potongan memanjang yang harus
dilakukan adalah mengetahui panjang saluran dari hulu ke hilir, elevasi
dasar saluran, elevasi muka air, dan elevasi tanggul selanjutnya yang
dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Membuat skala sesuai dengan rentang data yang kita miliki. Skala yang
digunakan adalah 1 : 1000 untuk horizontal dan 1 : 10 untuk vertikal.

68
2. Atur jarak antar titik sesuai data yang ada, titik yang digunakan adalah
titik dari intake dan titik letak bangunan sadap.

3. Tarik garis antar titik sesuai dengan elevasi dan skala sebagai elevasi
tanah asli.

4. Melakukan perhitungan elevasi dasar saluran, muka air, dan tanggul


pada setiap titiknya.

5. Menarik garis dari satu titik ke titik yang lain sesuai dengan elevasi yang
telah dihitung.

Hasil penggambaran potongan memanjang

6. Elevasi yang didapat dari penggambaran adalah sebagai berikut :

• Pada Intake :

Elevasi tanah asli = +87,500 m

Elevasi dasar saluran = +87,770 m

Elevasi muka air = +88,470 m

Elevasi tanggul = +88,670 m

69
• Pada Bangunan Sendangharjo 1 :

Elevasi tanah asli = +81,514 m

Elevasi dasar saluran = +82,784 m

Elevasi muka air = +82,484 m

Elevasi tanggul = +82,684 m

3.7.2. Potongan Melintang


Untuk melakukan penggambaran potongan melintang kita sudah harus
melakukan penggambaran potongan memanjang, karena pada
penggambaran potongan melintang kita harus menggunakan salah satu
titik dari gambaran potongan memanjang. Selain kita sudah harus
melakukan penggambaran potongan memanjang, kita juga harus
mengetahui lebar saluran, tebal pasangan, tinggi losses, dsb. Untuk
melakukan penggambaran potongan melintang yang harus kita lakukan
adalah sebagi berikut :

1. Menyiabkan data B, h, H, Losses, Elevasi tanah asli

2. Membuat penampang melintang sesuai dengan data yang telah kita


ketahui seluruhnya mengacu pada contoh penggambaran yang sudah
ada.

3. Ambil salah satu titik untuk dilakukan penggambaran

70
Hasil penggambaran potongan melintang pada BS1

3.8. Mengetahui realisasi bangunan irigasi.


Untuk mengetahui realisasi bangunan irigasi yang ada pada skema
penggambaran. Bangunan irigasi yang terdapat pada skema dibawah ini
adalah :

Hasil skema jaringan irigasi

1. Yang pertama adalah Embung, Embung Loroksuren,


menggunakan embung karena debit air tidak terlalu besar.

Embung

2. Bangunan intake yang akan digunakan pada perencanaan


jaringan irigasi adalah

71
Bangunan Intake

3. Pintu Air Saluran 1 kanan, saluran 1 kiri 1, saluran 1 kiri 2


menggunakan pintu sorong sebagai pintu airnya karena pintu
sorong adalah yang paling banyak digunakan di pasaran.

Pintu Sorong

4. Alat pengukur debit yang digunakan adalah ambang lebar


dikarenakan pembuatan ambang lebar memiliki biaya yang
murrah, kokoh, dan mudah dibangun.

72
Alat ukur debit ambang lebar

73
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Irigasi adalah suatu usaha penyediaan air untuk menunjang pertanian. Untuk
mewujudkan fungsi irigasi itu dibuatlah jaringan irigasi yang terdiri dari saluran,
bangunan, beserta bangunan pelengkapnya untuk membagikan air secara merata ke
sistem pertanian yang ada secara merata. Perencanaan jaringan irigasi digunakan
agar air yang mengalir dapat dialirkan secara efektif dan ekonomis.

Di dalam perancangan jaringan irigasi hal yang paling utama yang


diperluakan adalah pola tanam dan curah hujan, dengan pola tanam kita mengetahui
kapan saat-saat diperlukan pengaliran air dengan jumlah banyak dan kapan
dibutuhkan pengaliran yang tidak terlalu banyak. Pada curah hujan diperlukan
untuk mengetahui kapan intensitas hujan tertinggi dan terendah untuk selanjutnya
disesuaikan dengan pola tanam untuk dibuat pola tanam alternatif. Penempatan
posisi pola tanam yang disesuaikan dengan curah hujan dan jenis tanam akan
berpengaruh pada surplus dan defisitnya pada neraca air. Untuk itum perancangan
jaringan drainase yang tepat, efektif, dan ekonomis akan sangat membantu para
petani saat melakukan penanaman karena ketersediaan air akan berpengaruh pada
hasil tanam para petani.

4.2. Saran
Dari hasil Analisa perhitungan serta penggambaran perencanaan jaringan
irigasi dapat diambil saran saat melakukan pembuatan skema jaringan irigasi harus
dilakukan dengan cermat agar tidak memerlukan banyak jaringan irigasi seperti
sipon, bangunan terjun, dsb. Dengan perencanaan yang cermat dapat membuat
jaringan irigasi yang akan kita buat lebih efektif dan tepat sasaran.

74
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Penunjang untuk Standar Perencanaan Irigasi. 1986. Buku


Petunjuk Perencanaan Irigasi. Departemen Pekerjaan Umum.

LAMPIRAN

75
IK NEGERI M
KN A
TE

LA
LI

NG
PO
IK NEGERI M
KN A
TE

LA
LI

NG
PO
+90,500 +90,500
+89,500 +89,500
+88,500 +88,500
+87,500 +87,500
+86,500 +86,500
+85,500 +85,500
+84,500 +84,500
+83,500 +83,500
+82,500 +82,500
BIDANG PERSAMAAN + 80,500 +81,500 +81,500

NOMOR PATOK Intake BS1

JARAK PROFIL

ELEVASI TANGGUL

ELEVASI MUKA AIR

ELEVASI DASAR SALURAN

ELEVASI TANAH ASLI


DIMENSI DAN DATA b
h
B
H
Q
V
b = 0,700 m
h = 0,700 m
B = 1,400 m
H = 0,900 m
Q = 0,614 m3/dt
V = 0,984 m/dt
TAMBAHAN LAIN m L m = 0,500 L = 4767,677 m

Skala Horizontal 1 : 1000 Skala Vertikal 1 : 10

IK NEGERI M
KN A
TE

LA
LI

NG
PO
+83,000
+82,684 +82,684
+82,484

+82,000 +81,784
+81,514 +81,514

+81,000

BIDANG PERSAMAAN +80,000

ELEVASI TANAH ASLI (m)

JARAK (m)

Skala Horizontal 1 : 2 Skala Vertikal 1 : 2

IK NEGERI M
KN A
TE

LA
LI

NG
PO

Anda mungkin juga menyukai