Anda di halaman 1dari 37

Dosen Pengampu

Mayarni, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2023
MODUL BIOLOGI KELAS XI KD 3.10

SISTEM INDERA
BIOLOGI
KELAS XI

PENYUSUN :
DWI SRI AYU ANNISA
FAHMELA AFIFAH
ULFA MARDIANTI MAHMUD
NINA AYU MUKTI
DHELVINA SYIFA DELY
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................
PENDAHULUAN.....................................................
A. Identitas Modul...............................................
B. Kompetensi Inti...............................................
C. Kompetensi Dasar............................................
D. Indikator Pencapaian Kompetensi....................
E. Tujuan Pembelajaran.......................................
F. Metode Pembelajaran......................................
G. Media Pembelajaran........................................
H. Deskripsi Singkat Materi.................................
I. Petunjuk Penggunaan Modul...........................
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1.................................
SISTEM INDERA....................................................
A. Sistem Indera Penglihatan.............................
1. Struktur Mata............................................
2. Kelainan Mata yang Bersifat Optis ...........
B. Sistem Indera Pengecap................................
1. Struktur Lidah .........................................
2. Gangguan pada Indera Pengecap ............
C. Sistem Indera Penciuman.............................
1. Fisiologi Penciuman ...............................
2. Adaptasi .................................................
3. Mekanisme Penciuman .............................
4. Gangguan pada Indera Penciuman ...........
D. Sistem Indera Pendengaran..........................
1. Struktur Anatomi Telinga .........................
2. Fisiologi Pendengaran .............................
3. Gangguan pada Indera Pendengaran ........
E. Sistem Indera Peraba...................................
1. Struktur Indera Peraba ...........................
2. Cara Kerja Kulit ......................................
3. Kelainan pada Kulit .................................
G. Rangkuman....................................................
EVALUASI...........................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kemurahannya
sehingga kami dapat menyelesaikan BPG (Buku Pedoman
Guru) ini yang berjudul “Modul Pembelajaran Biologi
Sistem Indera”.
Buku pedoman guru biologi ini menyajikan materi
tentang sistem indera pada manusia yang terdiri dari
indera penglihatan, indera pengecap, indera penciuman,
indera pendengaran, indera peraba, serta gangguan-
gangguanya. Buku ini disusun dengan harapan dapat
memberikan penjelasan materi sistem indera pada
manusia, sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh
siswa.
Kami sangat menyadari bahwa apa yang disajikan ini
masih jauh dari kesempurnaan, walaupun kami yakin
bahwa materi ini akan sangat bermaanfaat bagi para
guru guna membantu kelancaran dan kemudahan dalam
memahami materi yang disajikan. Kami senantiasa akan
berupaya memperbaiki buku pedoman guru ini sehingga
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
diharapkan penulis guna penyempurnaan buku ini.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan semoga buku
ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Januari 2023


Penulis
PENDAHULUAN
A. Identitas Modul
Mata Pelajaran : Biologi
Kelas : XI
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Judul Modul : Sistem Indera

B. Kompetensi Inti
KI-1 dan KI-2: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam
berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga,
sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional,
dan kawasan internasional”.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak
secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

C. Kompetensi Dasar
3.10 Menganalisis hubungan antarastruktur jaringan penyusun organ pada sistem
koordinasi dan mengaitkannya dengan proses koordinasi sehingga dapat menjelaskan
peran saraf dan hormon, dan alat indera dalam mekanisme koordinasi dan regulasi
serta gangguan fungsi yang mungkin terjadi pada sistem koordinasi manusia.

D. Indikator Pencapaian Kompetensi


3.10.7 Menunjukkan organ penyusun sistem indera pada manusia.
3.10.8 Menunjukkan reseptor dari setiaporgan penyusun sistem indera pada manusia.
3.10.9 Mengidentifikasi fungsi dari organ penyusun sistem indera pada manusia.
3.10.10 Menjelaskan mekanisme kerja dari sistem indera pada manusia.
3.10.11 Memberikan contoh kelainan yang dapat mengganggu kerja dari sistem indera
manusia.
E. Tujuan Pembelajaran
1. Melalui video pembelajaran, peserta didik dapat menunjukkan organ penyusun
sistem indera, reseptor setiap organ penyusun sistem indera, mengidentifikasi fungsi
organ penyusun indera, menjelaskan mekanisme kerja sistem indera, serta
memberikan contoh kelainan pada sistem indera.
2. Melalui diskusi LKPD, peserta didik dapat menganalisis cara kerja otot,
menyebutkan bagian-bagian otot, menganalisis penyakit pada sistem otot, serta
merancang gambar atau bagan mengenai tahapan mekanisme kerja otot.
PENDAHULUAN
F. Metode Pembelajaran
Model : Project Base Learning (PjBL)
Metode : Projek, tanya jawab dan diskusi
Pendekatan : Scientific

G. Media Pembelajaran
1. Power Point
2. Video pembelajaran
3. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
4. Lembar Penilaian
I. Petunjuk Penggunaan Modul
Supaya anda berhasil mencapai kompetensi maka ikuti petunjuk langkah-langkah yang
harus anda lakukan selama mempelajari modul ini :
1. Baca dan pahami kompetensi yang akan dipelajari dalam modul ini, cermati pula
tujuan pembelajaran dari masing-masing kegiatan belajar.
2. Baca dan pahami materi yang ada dalam modul ini dengan baik, jika menemukan
kesulitan, Anda dapat mendiskusikannya dengan teman-teman,dan apabila belum
terpecahkan, sebaiknya tanyakan kepada guru.
3. Jika modul ini dirasa belum cukup memberikan informasi, carilah referensi yang
menunjang Anda dalam menyelesaikan kegiatan belajar dan tugas.
4. Rangkuman materi akan mempermudah Anda untuk menemukan poin penting
materi dan menyimpulkan materi dalam setiap kegiatan belajar.
5. Kerjakan secara mandiri soal latihan dalam setiap kegiatan belajar dan soal tes
penilaian akhir guna evaluasi keberhasilan belajar Anda. Periksalah hasil kegiatan
belajar, tugas, dan latihan soal Anda dengan kunci jawaban dalam modul ini.
Apabila hasil pekerjaan Anda belum benar, maka pelajari kembali materi yang
berkaitan dengan hal tersebut dan perbaiki kesalahan Anda. Khusus untuk jawaban
soal latihan dan tes penilaian akhir, perhatikan umpan balik di setiap akhir kegiatan
dalam modul ini. Apabila hasil soal evaluasi mencapai 80% benar maka Anda dapat
melanjutkan kegiatan belajar selanjutnya.
6. Untuk keberhasilan belajar Anda, dalam mempelajari modul ini, urutan kegiatan
harus diikuti dengan benar
URAIAN MATERI
SISTEM INDERA
A. Sistem Indera Penglihatan
Mata merupakan indra penglihatan, dimana proses penglihatan ini dibantu oleh
beberapa komponen yang merupakan suatu sistem optik adaptif dimana lensa kristalin
dapat berubah ketebalannya untuk membentuk fokus cahaya pada retina (G. Tortora &
Derrickson, 2016). Terdapat dua komponen utama dalam sistem optik pada mata yaitu
kornea dan lensa, dimana keduanya berperan sebagai komponen refraksi dengan
kekuatan terbesar. Proses penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke kornea sampai
dengan pembentukan bayangan di retina, dimana energi cahaya akan diproses menjadi
sinyal elektrokimia yang akan dilanjutkan dan diproses di otak.

1.Struktur Mata

Sumber : Principles Of Anatomy And Physiology, 12th edition


a. Bola Mata
Bola mata manusiaberbentuk bulat dan agak pipih dari atas ke bawah. Hal ini
sebabkan oleh selama berhubungan sejak bayi bola mata selalu tertekan oleh
kelopak mata atas dan bawah. Bola mata mempunyai diameter 24 – 25 mm, 5/6
bagiannya terbenam dalam rongga mata dan hanya 1/6 bagian yang tampak dari
luar.
Bola mata dilindungi oleh pelupuk mata atas dan bawah. Untuk melihat mata
dapat terbuka dan bila tidur mata akan menutup. Bola mata ini dapat bergerak ke
kiri, ke kanan, dan ke bawah. Gerakan ini dilakukan oleh otot mata.
Bola mata ini terdiridari dua lengkunglingkaran :
a) Lengkung lingkaran bahagian depan yang disebut kornea, bersifat transparan
(bening) dan tembus cahaya.
b) Lengkung lingkaran bahagian belakang yang disebut jaringan pengikat atau
padat tidak tembus cahaya dan berfungsi untuk penyokong bola mata yang disebut
dengan sclera.
Bola mata dibagi dua oleh suatu sumbu yang disebut sumbu Anatomis(Anatomical
Axis). Bila suatu cahayamasuk ke bola mata, cahayatersebut tidak mengikutisumbu
anatomis, melainkanmengikuti suatu sumbu yang jatuh tepat pada bintik kuning.
Sumbu tersebut dinamakan sumbu penglihatan (Visual axis). Sumbu anatomis
dengan sumbu penglihatan tidak berhimpitan, tapi keduanya perpotongan
membentuk sudut penglihatan sebesar 1’ (satu menit) dan disebut sumbu
penglihatan Minimal. Pada mata normal dengan sudut 1’ seseorang mempunyai
sudut penglihatan secara jelas.
Bola mata terdiri dari tiga lapisan:
1) Sklera (tunika fibrosa), lapisan terluar yang berwarna putih dan tidak bening.
2) Koroid (tunika vaskulosa), lapisan tengah yang mengandung pembuluh darah
dan pigmen. Pembuluh darah mensuplai nutrisi bagi mata dan pigmen berfungsi
menyerap refleksi cahaya pada mata.
3) Retina (tunika nervosa), lapisan terdalam mata yang banyak mengandung sel-
sel fotoreseptor, antara lain:
a) Sel kerucut (konus), peka terhadap intensitas cahaya tinggi dan warna. Sel
konus terdiri dari sel yang peka terhadap warna merah, biru dan hijau. Sel konus
menghasilkan iodopsin berupa retinin untuk melihat saat terang.
b) Sel batang (basil), peka terhadap intensitas cahaya rendah dan tidak peka
terhadap warna. Sel basil menghasilkan rhodopsin berupa retinin dan opsin untuk
melihat saat gelap. Mata butuh adaptasi untuk memproduksi rhodopsin saat gelap
mendadak, sehingga mata mengalami kebutaan sementara.

Sumber : Principles Of Anatomy And Physiology, 12th edition


b. Kornea Mata
Kornea adalah bagian sklera yang bening dan dilindungi oleh lapisan konjungtiva
yang melindungi kornea dari gesekan. Fungsi kornea adalah memfokuskan
bayangan yang masuk ke mata.

Sumber : Principles Of Anatomy And Physiology, 12th edition

c. Aqueous humor
Aqueous humor adalah cairan yang dihasilkan badan siliaris dan mengisi bagian
depan lensa. Fungsi aqueous humor adalah memberi nutrisi bagi kornea dan lensa,
dan membiaskan cahaya yang masuk ke mata.

Sumber : Principles Of Anatomy And Physiology, 12th edition


d. Kanal Schlemm
Kanal Schlemm adalah pengatur volume aqueous humor dengan mengalirkannya ke
pembuluh darah.
e. Pupil
Pupil adalah jalan masuknya cahaya ke mata.
f. Iris (selaput pelangi)
Iris adalah bagian koroid yang mengatur diameter pupil yang mempengaruhi
jumlah cahaya masuk. Saat terang, iris akan mempersempit pupil, dan saat gelap,
iris akan memperlebar pupil. Otot yang mengatur diameter pupil adalah otot
sfingter (sirkuler) dan dilator (radial).
g. Lensa mata
Lensa mata adalah lensa bikonkaf bening dari serat protein. Daya akomodasi adalah
kemampuan lensa mata untuk mengubah kecembungan sehingga bayangan jatuh
tepat pada retina.
h. Badan siliaris
Badan siliaris adalah kumpulan ligamen suspensor yang berfungsi mengubah
cembung-cekung lensa mata dengan kontraksi-relaksasi
i. Vitreous humor
Vitreous humor adalah cairan yang mengisi bagian belakang lensa mata (isi bola
mata). Fungsi vitreous humor adalah menjaga bentuk dan tekanan bola mata.
j. Makula
Makula lutea (bintik kuning) adalah bagian retina berpigmen kuning dan terdapat
fovea sentralis yang mengandung sel konus dan sangat peka dan tajam dalam
menerima rangsangan cahaya.
k. Bintik Buta
Bintik buta adalah bagian yang tidak mengandung selsel fotoreseptor. Bintik buta
adalah daerah awal saraf optik meninggalkan bola mata.
l. Alis dan Bulu Mata
Alis dan bulu mata, berfungsi menghindari mata dari air, benda asing dan kotoran.
m. Kelopak Mata
Kelopak mata, terdiri dari lapisan konjungtiva dan otot orbikularis okuli, berfungsi
untuk melindungi mata dan memejamkan mata.
n. Aparatus lakrimalis
Aparatus lakrimalis, terletak di sudut mata, terdiri dari kelenjar lakrimal (air mata)
dan saluran air mata. Kelenjar lakrimal menghasilkan air mata yang berfungsi
sebagai penjaga kelembapan mata, pembunuh benda asing (enzim lisozim), dan
membersihkan mata saat berkedip.
2. Kelainan Mata yang Bersifat Optis
a. Kelainan Fisiologis
Kelainan itu terjadi pada usia 40 tahun ke atas dan dinamakan Presbyopia (cacat
mata tua), yaitu lensa mata mulai kaku tidak bisa berakomodasi sehingga tidak
dapat melihat dekat. Hal ini disebabkan oleh lensa kehilangan elastisitasnya karena
bertambahnya usia. Presbiopi dapat ditolong menggunakan kacamata berlensa
bifokal/rangkap, yaitu terdiri dari lensa cembung di bagian atas dan lensa cekung di
bagian bawah Presbiopi
b. Kelainan Patologis
Kelainan ini tidak selalu terjadi pada setiap orang. Adapun kelainannya adalah:
1) Myopia (Rabun Jauh)
Pada kasus ini sinar sejajar yang berasal dari tempat yang tak terhingga, oleh lensa
dibiaskan langsung jatuh di depan retina, sehingga bayangan menjadi kabur.
Penyebabnya adalah sumbu mata lebih panjang dari mata normal, sedangkan indeks
bias dari lensa mata normal, sehingga bayangannya jatuh pada retina. (Myopia
Axis/sumbu). Bila indeks bias dari lensa mata lebih kuat, sedangkan sumbu mata
normal, sehingga bayangan benda difokuskan di depan retina (Myopia indeks
bias). Koreksi untuk myopia digunakan lensa negatif (-)

Sumber : Principles Of Anatomy And Physiology, 12th edition


2) Hypermetropia (Rabun Dekat)
Pada keadaan ini sinar sejajar yang diterima dibiaskan oleh lensa ke belakang
retina, sehingga bayangannya akan kabur. Penyebabnya adalah sumbu mata lebih
pendek dari mata normal padahal indeks bias dari lensa mata normal bayangannya
jatuh pada retina (hipermetropia axis). Jika indeks bias dari lensa mata terlalu
lemah, sedangkan sumbu mata normal, maka bayangan benda jatuh di belakang
retina (hypermetropia indeks bias). Untuk kelainan ini dikoreksi dengan lensa
positif (+).

Sumber : Principles Of Anatomy And Physiology, 12th edition


3) Astigmatisme (Mata Silindris)
Yaitu tidak sesuainya lengkung vertikal dengan lengkung horizontal bola mata.
Fisiologisnya terdapat pada semua orang namun hal ini tidak mengganggu
penglihatan. Koreksi untuk orang astigmatisme adalah menggunakan lensa silindris.
4) Katarak: Keruhnya lensa mata karena penumpukan glukosa (diabetes mellitus),
dan lain-lain.
5) Trakoma: Peradangan lapisan konjungtiva mata yang dapat menyebabkan
kebutaan.
6) Rabun senja: Kebutaan karena defisiensi vitamin A.
7) Buta saraf: Terjadi karena kerusakan retina, saraf optik, atau korteks otak yang
bertanggung jawab atas penglihatan.
8) Buta warna: Terjadi karena salah satu jenis atau lebih selsel reseptor cahaya
tidak dapat menerima atau mengenali warna tertentu

B. Sistem Indera Pengecap


Rasa yang dapat dirasakan indera pengecap yaitu manis, asin, asam dan pahit yang
dikenal dengan istilah sensasi rasa primer, selain itu ada rasa kelima yang teridentifikasi
yaitu, umami yang dominan ditemukan dalam L-glutamat. Semua rasa lain, seperti
cokelat, lada, dan kopi, adalah kombinasi dari lima rasa utama, ditambah sensasi
penciuman dan sentuhan. Indera pengecap sangat berhubungan erat dengan indera
penciuman. Bau dari makanan dapat menyebar ke atas dari mulut ke dalam rongga
hidung, di mana mereka merangsang reseptor penciuman.
Karena penciuman jauh lebih sensitif daripada rasa, konsentrasi zat makanan tertentu
dapat merangsang sistem penciuman ribuan kali lebih kuat daripada merangsang sistem
pengecapan. Ketika menderita influenza atau alergi dan tidak dapat mencicipi makanan
(terasa hambar) itu sebenarnya penciuman yang terhalang, bukan rasa. Dengan kata
lain, kualitas rasa sangat dipengaruhi oleh kualitas bau. Namun demikian, indera
pengecap merupakan indera tersendiri sebagaimana indera yang lain.
1. Struktur Lidah
Reseptor lidah adalah papilla (tonjolan) yang terletak di permukaan lidah dan di
dalamnya terdapat tunas pengecap yang peka terhadap molekul yang dapat larut
dalam air liur (Sistem Indera, 2013). Permukaan atas lidah bludru dan ditutupi
papil-papil yang terdiri atas beberapa jenis papil, yaitu:
1) Papila sirkumvalatae, yang terletak pada pangkal lidah atau dasar lidah,
Berbentuk cincin/lingkaran dan kurang peka terhadap rasa.
2) Papapila fungiformis, yang menyebar pada permukaan ujung sisi lidah dan
berbentuk jamur.
3) Papila filiformis, yang menyebar di seluruh permukaan lidah, dan lebih berfunsi
untuk menerima rasa sentuhan daripada rasa pengecapan yang sebenarnya.
Berbentuk benang halus panjang, tidak mengandung tunas pengecap, tetapi
merasakan tekstur makanan.
4) Papilla foliata, yang berbentuk lipatan pendek/palu, banyak terdapat di bagian
samping lidah dan paling peka terhadap rasa.

Sumber : Principles Of Anatomy And Physiology, 12th edition


Lidah memiliki sensitifitas terhadap empat rasa dasar, yang masing-masing berada
pada lokasi yang berbeda, yaitu :
a) Rasa pahit. Terdapat pada pangkal lidah
b) Rasa manis, terdapat pada ujung lidah
c) Rasa asin, terdapat pada ujung, samping kiri dan kanan lidah
d) Rasa asam, terletak pada samping kiri dan kanan lidah
e) Rasa umami disebabkan oleh bumbu dan saus tertentu yang bersifat gurih.
f) Penyebab munculnya rasa-rasa lain tidak berhubungan dengan papilla lidah.
Contoh: Rasa pedas disebabkan oleh zat yang mengiritasi permukaan lidah dan
memberi sensasi terbakar/panas.

Sumber :
https://materi78.files.wordp
ress.com/2013/06/indra_bi
o3_3.pdf
2. Gangguan pada Indera Pengecap
a) Sariawan lidah
Disebabkan oleh jamur Candida albicans.
b) Kanker lidah
Disebabkan oleh merokok, konsumsi alkohol dan obat-obatan berlebih.
c) Fisura lidah
Retak-retak dan lekukan pada lidah yang lebih besar yang mudah menimbulkan
rasa perih dan iritasi.
d) Mikroglossi
Ukuran lidah dan papilla yang lebih kecil daripada normal.
e) Makroglossi
Ukuran lidah dan papilla yang lebih besar daripada normal

C. Sistem Indera Penciuman


Hidung mengandung 10-100 juta reseptor untuk rasa bau atau penciuman, yang
terkandung dalam area tersebut disebut olfactory epithelium (G. J. Tortora &
Derrickson, 2016). Sekresi inilah yang akan melarutkan gas yang sampai pada ara
olfaktoria sehingga dapat merangsang saraf penciuman (Iswari & Nurhastuti, 2019).
Bau dapat mempengaruhi area otak yang berhubungan dengan emosi, perasaan, memori
dan motivasi, yang dapat menyebabkan respon perilaku tertentu (Wulandari et al.,
2015).
1. Fisiologi Penciuman
Epitel penciuman (olfactory epithelium) terdiri dari dari tiga jenis sel: reseptor
penciuman, sel pendukung, dan sel basal (G. J. Tortora & Derrickson, 2016).
Reseptor penciuman adalah neuron orde pertama dari jalur penciuman. Reseptor
penciuman menanggapi rangsangan kimia dari molekul bau dengan menghasilkan
potensi generator, sehingga memulai respon penciuman. Reseptor penciuman
terletak di bagian atas dari rongga hidung, pada gerak pernafasan biasa aliran gerak
udara pernafasan hanya melalui bagian bawah rongga hidung (Iswari & Nurhastuti,
2019). Sel pendukung adalah sel epitel kolumnar dari mukosa selaput yang
melapisi hidung. Mereka memberikan dukungan fisik, makanan, dan isolasi listrik
untuk reseptor penciuman, dan membantu detoksifikasi bahan kimia yang
bersentuhan dengan epitel penciuman. Sel basal adalah sel induk yang terletak di
antara pangkal sel pendukung. Mereka terus-menerus menjalani pembelahan sel
untuk menghasilkan reseptor penciuman baru, yang hidup hanya untuk sebulan
atau lebih sebelum diganti.

Sumber : Principles Of
Anatomy And Physiology,
12th edition
2. Adaptasi
Adaptasi (penurunan sensitivitas) terhadap bau terjadi dengan cepat. Reseptor
penciuman beradaptasi sekitar 50% pada detik pertama atau lebih setelah stimulasi
tetapi beradaptasi sangat lambat setelahnya (G. J. Tortora & Derrickson, 2016).
Maka pada saat seseorang berada pada tempat yang bau pada awalnya reseptor
penciuman akan beradaptasi dengan cepat sehingga setelah beberapa waktu bau
tersebut tidak akan tercium lagi. Ternyata hal tersebut dapat terjadi karena
pengurangan sensitivitas yang melibatkan adaptasi proses di sistem saraf pusat.

3. Mekanisme Penciuman
Proses penciuman pada manusia dimulai dari modulasi pernapasan yang masuk ke
dalam cavitas nasalis, dan bau merupakan satu kesatuan dari proses tersebut. Aliran
udara yang masuk berikutnya berada pada celah olfaktorius menembus sel-sel epitel
yang memuat N. olfactorius. Transmisi signal yang diterima selanjutnya dilanjutkan
langsung ke bulbus olfactorius dan diterjemahkan langsung oleh otak untuk
dimunculkan presepsi. Pada tingkat molekuler proses penciuman melibatkan
komponen protein yang berfungsi sebagai biosensor mengenali jenis-jenis molekul
dari bau. Deteksi bau secara kimiawi dimulai dengan pengikatan ligan dari bau
pada spesifik protein resesptor pada membran cilliaris neuron olfactorius (Aditya,
2020).

4. Gangguan pada Indera Penciuman


a. Anosmia
Anosmia merupakan kondisi ketika seseorang mengalami pengurangan bahkan
kehilangan daya penciumannya. Ada banyak penyebab misalnya, penyumbatan
mekanis yang mencegah bau mencapai saraf penciuman dapat menyebabkan
hilangnya indra penciuman (Kiay et al., 2021). Kondisi ini bisa disebabkan oleh
faktor usia, penyakit sinonasal, gegar otak, infeksi saluran pernapasan atas, maupun
neurodegeneratif system (Boesveldt et al., 2017).
b. Hyposmia
Hiposmia adalah berkurangnya sensitivitas indra penciuman untuk mengenali bau.
Hiposmia dapat disebabkan oleh perubahan neurologis, seperti cedera kepala,
Alzheimer, penyakit Parkinson, obat-obatan tertentu, seperti antihistamin,
analgesik, atau steroid, dan efek merusak dari merokok (G. J. Tortora &
Derrickson, 2016).
c. Parosmia
Parosmia adalah gejala gangguan penghidu/penciuman yang membuat seseorang
merasa membau secara berbeda dari yang seharusnya (Ika, 2021).
d. Phantosmia
Phantosmia adalah halusinasi penciuman Pasien dengan masalah hidung lokal
seperti infeksi atau trauma mungkin mengeluh bau yang tidak menyenangkan terus
menerus atau intermiten (phantosmia ) tanpa adanya rangsangan eksternal
(Hawkes, 2003).
D. Sistem Indera Pendengaran
Indera pendengar manusia adalah telinga, selain sebagai indera pendengar telinga
berfungsi sebagai alat keseimbangan. Telinga manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu
telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian dalam.

Sumber; https://belajarmandiriyuk.com/indra-pendengaran-
manusia-telinga.html

1. Struktur Anatomi Telinga


a. Telinga bagian luar
Telinga bagian luar terdiri dari aurikula (pinna, daun telinga) dan meatus
auditorius eksternus (meatus akustikus eksternus, liang telinga). Aurikula
terdiri dari kartilago elastin (tulang rawan) yang ditutupi kulit. Aurikula dapat
digerakkan sedikit oleh tiga otot kecil yang berjalan menuju aurikula dari
aponeurosis cranial dan tengkorak. Sedangkan meatus auditorius eksternus
adalah saluran dari daun telinga menuju membrana timpani, yang panjangnya
sekitar 2,5 cm dan terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Sepertiga luar
tersusun oleh tulang rawan, yang bersambungan dengan daun telinga, disebut
dengan pars kartilaginosa. Dua pertiga bagian dalam tersusun oleh tulang,
disebut dengan pars osseus. Pars osseus sedikit lebih sempit dari pada pars
kartilaginosa. Meatus dan permukaan luar membran timpani dilapisi oleh
kulit. Di dalam jaringan sub kutan pars kartilaginosa, terdapat kelenjar
seruminosa yang menghasilkan serumen.(Asiyah, 2014).
b. Telinga tengah

Telinga bagian tengah adalah rongga kecil agak memanjang di dalam pars
petrosa os temporal. Di dalam telinga tengah (cavum timpani) terdapat
bagian-bagian:
1. Membran timpani (gendang telinga) yang membatasi antara telinga luar
dan telinga tengah. Membran ini merupakan membrane translussen abu-
abu seperti mutiara yang tersusun oblik dan melintasi ujung dalam meatus
auditorius eksternus, dengan permukaan luarnya menghadap ke bawah, ke
depan dan keluar. Membran ini tersusun atas jaringan ikat, pada
permukaan luar ditutupi oleh epitel yang bersambungan dengan epitel
meatus auditorius eksternus dan sisi dalam yang bersambungan dengan
epitel seluruh telinga tengah. Bagian atas (pars flaccid, membrana
shrapnel) agak flaksid. Membrane ini berfungsi untuk menerima getaran
suara dari luar telinga, memproses getaran suara dan menyalurkannya ke
tulang-tulang pendengaran, menghasilkan suara yang jernih untuk
didengar, dan menjadi pemisah antara telinga bagian luar dan tengah agar
benda asing tidak masuk ke dalam telinga.
2. Ossikel adalah tiga tulang kecil yang menempati sebagian besar rongga,
terlentang melintasi rongga dari membrane timpani pada dinding lateral
ke fenestrum ovale pada dinding medial. Tiga tulang pendengaran ini
adalah maleus, inkus dan stapes
3. Tuba auditiva eustachii (tuba faringo-tympanicum) adalah saluran tulang
dan tulang rawan yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah
dan memungkinkan udara lewat dari nasofaring ke telinga bagian tengah.
Saluran ini panjangnya kira-kira 3,7 cm berjalan miring ke bawah agak
depan, dan dilapisi oleh lapisan mukosa. Saluran ini bermuara ke dalam
dinding anterior telinga tengah
c. Telinga bagian dalam

Telinga dalam terletak di dalam pars petrosus os temporale dan terdiri atas
organ pendengaran dan organ keseimbangan. Struktur telinga dalam terdiri
atas labirintus osseus dan labirintus membranosus.
Labirintus osseus merupakan serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh
cairan yang disebut perilimfe. Bagian ini terdiri dari:
Vestibulum, Yaitu ruangan kecil yang berhubungan dengan koklea pada
sisi anterior, dengan telinga tengah pada sisi lateral melalui fenestra ovale
dan fenestra rotundum, dan dengan kanalis semisirkularis pada sisi
posterior.
Koklea, yang berbentuk seperti rumah siput. Bagian dalam tulang koklea,
tabung membranosa berjalan dari dasar apeks dan ke arah bawah kembali.
Tabung yang mengarah ke atas dimulai dari fenestra rotundum dan
disebut skala vestibuli. Sedangkan tabung yang mengarah ke bawah
disebut skala timpani dan berakhir pada fenestra rotundum. Diantara dua
skala tersebut adalah skala media yang merupakan tabung berisi endolimf.
Di dalam koklea terdapat organ korti yaitu struktur yang berjalan secara
spiral kearah atas pada koklea, dan dalam perjalanannya disokong oleh
pilar sentralis yang melekat pada membrana basalis.
Kanalis semisirkularis, merupakan saluran setengah lingkaran yang terdiri
dari tiga saluran, yang satu dengan lainnya membentuk sudut 90 derajat,
yaitu kanalis semisirkularis superior, kanalis semisirkularis posterior, dan
kanalis semisirkularis lateralis.
Labirintus membranosus, terdiri dari:
Utrikulus, berbentuk seperti kantong lonjong dan agak gepeng, terpaut pada
tempatnya oleh jaringan ikat, di sini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian
depan, dan sampingnya ada daerah yang lonjong disebut macula akustika. Pada
dinding belakang utrikulus, ada muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding
depannya ada tabung halus disebut utrikulosa sirkularis, saluran yang
menghubungkan utrikulus dan sakulus.
Sakulus, berbentuk agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak pada bagian
depan dan bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh jaringan ikat, dimana
terdapat nervus akustikus. Pada bagian depan sakulus ditemukan serabut serabut
halus cabang nervus akustikus berakhir pada macula akustika sakuli. Pada
permukaan bawah sakulus ada ductus reunien yang menghubungkan sakulus
dengan ductus koklearis, dibagian sudut sakulus ada saluran halus, disebut ductus
endolimfatikus yang berjalan melalui aquaduktus vetibularis menuju permukaan
bagian bawah tulang temporalis berakhir sebagai kantong buntu yang disebut sakus
endolimfatikus, yang terletak tepat di lapisan otak durameter.
Duktus semisirkularis, terdiri dari tiga tabung selaput semisirkularis yang berjalan
dalam kanalis semisirkularis (superior, posterior dan lateralis). Bagian duktus yang
melebar disebut ampula selaput. Setiap ampula mengandung satu celah sulkus
ampularis yang merupakan tempat masuknya cabang ampula nervus akustikus,
sebelah dalam ada Krista ampularis yang terlihat menonjol ke dalam yang menerima
ujung-ujung saraf.
Duktus koklearis, merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga seolah-olah
membuat batas pada koklea timpani, atap duktus koklearis terdapat membrane
vestibularis, pada alasnya terdapat membrane basilaris. Duktus koklearis mulai dari
kantong buntu dan berakhir tepat diseberang kanalis lamina spiralis pada kantong
buntu.
2. Fisiologi Pendengaran

Sumber; https://belajarmandiriyuk.com/indra-pendengaran-
manusia-telinga.html
Suara merupakan suatu sinyal analog/kontinyu yang secara teoritis mengandung
informasi yang tak terhingga jumblahnya, yang direpresentaasikan pada tak
terhingga banyak jumbalah frekuensi dan tiap frekuensi tersebut memiliki informasi
fasa dan magnitude. Suara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan dari
siyal akustik yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang diteruskan syaraf
pendengaran ke otak. proses mendengar ini tentuya tidak lepas dari organ
pendengaran manusia yakni telinga.
Proses pendengaran ini diawali dengan masuknya gelombang bunyi yang ditangkap
oleh daun telinga melewati meatus acusticus eksternus. Daun telinga dan meatus
acusticus eksternus ini meyerupai pipa kira-kira sepanjang 2cm sehingga memiliki
mode resonansi dasar pada frekuensi sekitar 4 khz. Kemudian gelombang suara yang
telah ditangkap akan membuat membran timpani telinga bergetar. Seseorang
menerima suara berupa getaran pada membrane tyampani dalam daerah frekuensi
pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumalah variasi tekanan
udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya,
yang dikenal sebagai medan akustik. Variasi tekanan pada atmosfer disebut tekanan
suara, dalam satuan pascal (pa). setelah melalui membrane tympani, getaran tersebut
akan menggetarkan ketiga tulang pendengaran (maleus, incus, stapes). Pada saat
maleus bergerak, incus ikut bergerak karena maleus terikat kuat dengan inkus oleh
ligamen-ligamen. Artikulasi dari incus dan stapes menyebabkan stapes terdorong
kedepan pada cairan cochlear. Ketiga tulang pendengaran tadi mengubah gaya kecil
dari partikel udara pada gendang telinga menjadi gaya bear yang menggerakan flida
dalam koklea. Impedansi matcing antara udara dan cairan koklea ialah sekitar 1 khz.
Pada telinga bagian dalam terdapat koklea dan didalam koklea terdapat membrane
basiliar yang bentuknya seperti serat panjangnya sekitar 32 mm. getaran dari tulang
pendengaran diteruskan melalui jendela oval, yang kemudian akan mengerakan
fluida sehingga membran basiliar ikut bergetar akibat resonansi. Bentuk membaran
basiliar meemberikan frekuensi rasonansi yang berbeda pada suatu bagian membran
gelombang dengan frekuensi tertentu akan beresonansi secara sempurna dengan
membaran basiliar pada titik tertentu, menyebabkan titik tersebut bergetar dengan
keras. prinsip ini sama dengan nada tertentu yang akan membuat garputala bergetar.
Frekuensi tinggi menyebabkan resonansi pada titik yang berada didekat jendela oval
dan frekuensi rendah menyebabkan resonansi pada titik yang berada lebih jauh dari
jendela oval. Organ korti yang terletak dipermukan membrane basiliar yang terdiri
dari sel-sel rambut ini akan mengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik. Laju
firing (firing rate) sel rambut dirangsang oleh getaran membrane basiliar. Kemudian
sel saraf (aferen) menerima pesan dari sel rambut dan meneruskannya ke saraf
auditori, yang akan membawa informasi tersebut ke otak, yaitu korteks serebri area
pendengaran (area 41 dan 42) dan disadari sebagai rangsang pendengaran.
3. Gangguan pada sistem pendengaran
a. Otitis eksterna
Otitis eksterna atau swimmer’s ear merupakan peradangan pada telinga luar.
Gangguan ini bisa terjadi jika telinga Anda sering kemasukan air, misalnya karena
berenang.Telinga yang sering kemasukan air akan menjadi basah dan lembap,
sehingga memudahkan bakteri atau jamur untuk lebih mudah berkembang biak di
liang telinga.Selain karena liang telinga yang sering basah, otitis eksterna juga bisa
disebabkan oleh hal lain, seperti terlalu sering atau terlalu kuat membersihkan
telinga, luka atau cedera, kemasukan benda asing, atau masalah pada kulit telinga,
misalnya kulit kering atau eksim.
Otitis eksterna dapat menimbulkan beberapa gejala berikut ini:
 Gatal pada telinga
 Sakit, terutama saat telinga disentuh atau ditarik
 Telinga tampak kemerahan dan bengkak
 Keluar cairan dari telinga
 Gangguan pendengaran
 Telinga terasa penuh atau tersumbat
 Demam
 Muncul benjolan di leher atau sekitar telinga karena pembengkakan kelenjar
getah bening

b. Otitis media
Otitis media merupakan gangguan pada telinga bagian tengah yang disebabkan
oleh infeksi virus atau bakteri. Otitis media lebih sering dialami oleh anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan oleh otitis media antara lain
sakit telinga, gangguan pendengaran, demam, serta keluarnya cairan dari telinga
yang berwarna kekuningan, kehijauan, atau kecokelatan, dan berbau busuk.

c. Otitis interna
Otitis interna adalah infeksi pada telinga dalam yang mengendalikan fungsi
pendengaran dan menjaga keseimbangan tubuh. Gangguan pada telinga ini dapat
terjadi akibat otitis media yang tidak diobati dan infeksi virus atau bakteri di
telinga. Gejala infeksi telinga bagian dalam meliputi vertigo, pusing, sulit berdiri
atau duduk, mual, muntah, telinga berdenging, sakit telinga, dan kehilangan
pendengaran.

d. Telinga berdenging
Telinga berdenging atau tinnitus ditandai dengan sensasi berdenging pada telinga
yang dapat berlangsung dalam waktu singkat atau lama. Gangguan telinga ini bisa
disebabkan oleh banyak hal, antara lain:
Ø Gangguan pada sel saraf di dalam telinga
Ø Penuaan
Ø Kebiasaan mendengar suara dengan volume kencang, baik dalam jangka waktu
sebentar atau lama
Ø Penyumbatan kotoran telinga
e. Gendang telinga pecah
Gendang telinga atau membran timpani merupakan selaput tipis yang
memisahkan saluran telinga dan telinga bagian tengah. Jika terjadi gangguan pada
telinga, gendang telinga bisa saja pecah.Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
gendang telinga pecah, di antaranya:
ØInfeksi telinga tengah atau otitis media parah yang tidak diobati
ØTelinga kemasukan benda asing
ØKebiasaan mengorek telinga terlalu dalam menggunakan benda tertentu, seperti
cotton bud atau tusuk gigi
ØSuara yang sangat keras, seperti ledakan
ØBenturan atau cedera di bagian kepala atau telinga
ØBarotrauma atau perubahan tekanan udara secara mendadak, misalnya saat di
dalam pesawat atau menyelam
ØGendang telinga pecah dapat menimbulkan gejala berupa sakit telinga, keluar
cairan dari telinga, gangguan pendengaran, telinga berdenging, dan vertigo atau
pusing berputar.
f. Kolesteatoma
Gangguan pada telinga ini disebabkan oleh pertumbuhan jaringan kulit yang tidak
normal di dekat gendang telinga atau ruang telinga bagian tengah. Pertumbuhan
jaringan kulit ini dapat mengakibatkan jaringan dan tulang di sekitar telinga
tengah mengalami kerusakan, sehingga fungsi telinga terganggu. Kolesteatoma
dapat menimbulkan berbagai gejala, seperti nyeri, telinga berbau busuk, keluar
cairan dari telinga, telinga terasa penuh atau tersumbat, gangguan pendengaran,
serta melemahnya otot wajah di bagian sisi telinga yang terkena kolesteatoma.
g. Otosklerosis
Ketika telinga menangkap suara, gendang telinga dan tulang pendengaran di
dalam telinga bagian tengah akan bergetar untuk menciptakan impuls atau
rangsang pendengaran agar dapat dikirim ke otak. Ketika rangsangan tersebut
sampai ke otak, terjadilah proses pendengaran. pada kondisi otosklerosis, tulang-
tulang pendengaran di dalam telinga tengah kaku dan tidak dapat bergerak
dengan baik. Gangguan pada telinga ini dapat membuat penderitanya sulit
mendengar dan sering mengalami telinga berdenging.masih ada beberapa macam
gangguan pada telinga lainnya, misalnya neuroma akustik atau tumor pada saraf
telinga dan prebiakusis, yaitu kondisi menurunnya fungsi pendengaran akibat
penuaan.
E. Sistem Indera Peraba
Indra peraba adalah satu dari lima panca indra manusia yang membuat kita bisa
merasakan sesuatu yang kasar, halus, panas dan juga dingin dari permukaan benda
melalui bagian tubuh manusia yaitu kulit. Kulit manusia sendiri bisa merasakan segala
jenis ragam tekanan, tekstur, rasa sakit dan juga gerakan.

1. Struktur bagian indra peraba


Struktur bagian dari indra peraba terdiri dari beberapa bagian yakni epidermis, dermis
dan juga hipodermis.

Sumber; https://belajarmandiriyuk.com/indra-pendengaran-
manusia-telinga.html
a. Epidermis
Epidermis merupakan beberapa macam lapisan kulit manusia terluar yang
dinamakan kulit ari yakni lapisan kulit yang tahan terhadap air dengan
ketebalan berbeda beda disesuaikan dengan fungsinya. Untuk bagian kulit
yang tebal ada di bagian telapak tangan dan juga telapak kaki. Sementara
untuk kulit yang tipis ada di bagian tubuh lain selain kulit telapak tangan dan
juga kaki. (Nur, 2014)
Ada beberapa fungsi dari lapisan epidermis, yakni:
Sebagai penghalang untuk melindungi tubuh terhadap patogen atau
mikroba yang berbahaya untuk tubuh.
Untuk memberikan ketahanan mekanis tubuh.
Untuk memberikan warna kulit.
Untuk melindungi tubuh dari risiko paparan berlebih sinar ultraviolet atau
UV.
Lapisan epidermis sendiri terdiri dari 4 lapisan, yakni lapisan tanduk, lapisan malphigi,
lapisan spinosum dan juga lapisan basal.
Lapisan tanduk (stratum korneum): Lapisan kulit terluar yang mengalami
deskuamasi yakni pengelupasan lapisan paling luar yang terjadi terus menerus.
Lapisan ini tidak dilapisi pembuluh darah sehingga pengelupasan tidak
menimbulkan rasa sakit dan tidak mengeluarkan darah yang berguna untuk
mencegah masuknya bakteri dan mengurangi penguapan cairan.
Lapisan malphigi (stratum granulosum): Lapisan kulit yang tersusun dari sel hidup
dan memperoleh nutrisi dari pembuluh kapiler di lapisan dermis. Lapisan malphigi
ini berguna untuk memberikan warna pada kulit manusia.
Lapisan Spinosum (stratum germinativum): Lapisan kulit yang tersusun dari sel
dengan bentuk tak beraturan yang bisa membelah diri berguna untuk menjaga
kekuatan serta kelenturan kulit.
Lapisan basal (stratum germinativum): Lapisan kulit yang terus membelah diri
untuk memperbarui epidermis yang sudah rusak. Ini adalah lapisan terbawah
epidermis yang akan membentuk kulit baru.

b Dermis
Dermis merupakan lapisan kulit yang ada pada bagian bawah lapisan
epidermis. Lapisan ini lebih tebal dibandingkan lapisan epidermis yakni sekitar
2.5 mm yang terdiri dari 3 bagian, yakni:
Fibrolas: Sel di dermis dengan fungsi untuk mensintesis matriks
ekstraseluler dan juga kolagen.
Makrofag: Sel yang berfungsi di jaringan yang berasal dari sel darah putih
atau leukosit.
Adiposit: Sel di dermis yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan
lemak. Sel tersebut merupakan penyusun dari jaringan adipose dan juga
jaringan penghantar areolar.

c. Hipodermis
Hipodermis merupakan bagian kulit yang ada di bawah lapisan dermis yakni
lapisan yang paling banyak mengandung lemak yang berguna untuk membantu
memberikan perlindungan tubuh dari benturan dan fungsi lain yakni untuk
menahan di bagian tubuh. Hipodermis ini merupakan lapisan paling dalam
dari kulit yang memiliki pembuluh darah, limfa dan juga sistem saraf yang
letaknya sejajar dengan permukaan kulit. Beberapa fungsi dari hipodermis
tersebut diantaranya adalah:
a) Membantu menyangga tubuh bagian dalam terhadap benturan.
b) Memberikan bentuk tubuh.
c) Menyediakan makanan karena merupakan tempat lemak berkumpul.
d) Membantu untuk mempertahankan suhu tubuh.
2. Fungsi indra peraba
a. Pelindung Tubuh
Dengan adanya indra peraba yakni kulit sebagai bagian paling luar dari tubuh, maka
tubuh akan terlindung dari segala ancaman seperti sinar matahari, mikroorganisme
berbahaya, mengurangi kerusakan karena benturan dan juga melindungi tubuh dari
kontak langsung bahan bahan kimia.
b. Indra Peraba
Kulit memiliki begitu banyak ujung persarafan sehingga pada saat menerima
rangsangan akan langsung dirasakan tubuh. Contohnya adalah panas, dingin, sentuhan,
nyeri dan masih banyak lagi.
c. Alat Pembuangan
Indra peraba yakni kulit adalah tempat keluarnya keringat yakni sisa dari
metabolisme yang terdiri dari banyak unsur yang sudah tidak diperlukan tubuh. Kulit
manusia akan mengeluarkan keringat setiap hari lewat pori pori yakni rongga kecil
yang ada di permukaan kulit.
d. Mengatur Suhu Tubuh
Indra peraba yakni kulit juga akan menjaga supaya suhu tubuh tidak terpengaruh
dengan suhu disekitarnya. Ini mengartikan jika kulit akan mengusahakan supaya suhu
tubuh tidak berubah meski sedang terjadi perubahan suhu di lingkukngan sekitar.
Proses tersebut terjadi dengan cara menyeimbangkan pengeluaran serta pemasukan
panas tubuh dari kulit. Dalam kondisi normal, suhu tubuh manusia adalah antara 36.6
hingga 37.2 derajat celcius, sedangkan suhu kulit sedikit lebih rendah dari suhu tubuh.
e. Untuk Tempat Menyimpan Lemak
Pada bagian bawah lapisan dermis kulit berguna untuk menyimpan lemak berbentuk
tetesan lemak yang akan dipakai jika sedang dibutuhkan seperti ketika membutuhkan
energi lebih banyak karena memang berfungsi sebagai cadangan energi.
f.Tempat Membuat Vitamin D
Kulit juga memiliki pro vitamin D yang diperoleh dari makanan dengan bantuan
sinar ultraviolet sinar matahari. Pro vitamin D ini nantinya akan diubah menjadi
vitamin D yang kemudian digunakan untuk kebutuhan tubuh.

3. Cara kerja kulit


Rangsang yang dapat diterima kulit berupa sentuhan panas, dingin, tekanan, dan
nyeri. Ketika kulit menerima rangsang, rangsang tersebut diterima oleh sel-sel
reseptor. Selanjutnya, rangsang akan diteruskan ke otak melalui urat saraf. Oleh otak,
rangsang akan diolah. Akibatnya, kita merasakan adanya suatu rangsang. Otak pun
memerintahkan tubuh untuk menanggapi rangsang tersebut. Indera peraba memiliki
kepekaan terhadap tiga sensasi yang berbeda, sesuai dengan stimulus dan reseptor
yang dimiliki oleh indera peraba. Stimulus yang akan direspon oleh indera peraba
adalah tekanan, baik tekanan ringan (perabaan) maupun tekanan dengan intensitas
tinggi, temperature dan nyeri.
Stimulus berupa tekanan akan direspon oleh reseptor tekan dan menmbulkan
sensasi tekan. Stimuls untuk sensasi tekan adalah tekanan fisik pada kulit.
Walaupun manusia seringkali tidak menyadari adanya tekanan stabil diseluruh
tubuh, namun manusia dapat membedakan variasi tekanan di atas permukaan
tubuh. Stimulus berupa tekanan ini akan direspon oleh badan vater paccini di
epidermis. Sedangkan tekanan yang lebih ringan berupa perabaan akan direspon
oleh badan taktil meissner yang terletak pada papilla dermis dan badan mercel
ranvier yang terletak pada epidermis.
Stimulus berupa perubahan suhu akan menghasilkan sensasi panas dan dingin.
Reseptor nya adalah neuron dengan ujung saraf bebas yang terletak tepat di
bawah kulit. Di dalam stadium transduksi, reseptor dingin akan menciptakan
impuls saraf bila terjadi penurunan temperature kulit. Sedangkan reseptor hangat
akan menciptakan impuls saraf bila terjadi peningkatan temperature pada kulit.
Akan tetapi, spesisifitas reaksi nueral ini memiliki keterbatasan. Reseptor dingin
tidak hanya berespons terhadap temperature rendah, tetapi juga terhadap
temperature yang sangat tinggi (di atas 45 derajat celcius). Dengan demikian
stimulus yang sangat panas akan mengaktivasi reseptor panas dan dingin, yang
selanjutnya menimbulkan sensasi panas. Reseptor ini diperankan oleh badan-
badan ruffini di dermis subkutis. Sedangkan reseptor terhadap dingin diperankan
oleh badan-badan krause yang terletak di dermis
Stimulus nyeri adalah semua stimulus yang cukup kuat untuk menimbulkan
kerusakan jaringan.Stimulus itu dapat berupa tekanan, perubahan temperature,
kejutan listrik, maupun zat kimia iritan. Adanya stimulus tersebut akan
menyebabkan lepasnya substansi kimia di kulit, yang selanjutnya menstimulasi
reseptor untuk melakukan transduksi. Reseptor itu adalah neuron dengan ujung
saraf bebas khusus. Intensitas dan kualitas nyeri, oleh para ahli dibedakan menjadi
2 jenis nyeri, yaitu nyeri fasik dan nyeri tonik. Nyeri fasik adalah nyeri yang
dirasakan segera setelah cedera terjadi. Sedangkan nyeri tonik adalah nyeri yang
dirasakan setelah sedera terjadi. Nyeri fasik biasanya terjadi dalam waktu singkat,
dengan intesitas nyeri yang meningkat dan menurun secara cepat.Sebaliknya nyeri
tonik seringkali berlangsung lama dan stabil.

4. Kelainan pada kulit


Eksim (Dermatitis), Penyakit kulit eksim akan menimbulkan rasa gatal berlebih
yang dibarengi dengan kulit memerah, bersisik, serta pecah-pecah. Selain itu juga
akan muncul gelembung gelembung kecil yang mengandung air atau nanah.
Biasanya penyakit eksim terjadi pada bagian tangan, lipatan paha, dan telinga.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh alergi karena adanya rangsangan kimia
seperti detergen, sabun, obat-obatan, atau kosmetik. Biasanya penyakit ini sering
menyerang orang-orang yang memiliki kencenderungan terhadap alergi
Melanoma, Penyakit kulit melanoma merupakan salah satu penyakit berbahaya.
Melanoma adalah kanker kulit yang bisa mengakibatkan kematian bila tidak
diobati. Melanoma akan berisiko bila muncul pada bagian leher atau kulit kepala.
Penyakit ini juga menunjukkan gejala peradangan.
Campak (Rubella), Campak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
virus. Umumnya penyakit ini kerap menyerang anak-anak. Gejala awal yang
muncul yaitu demam, pilek, bersin, badan lesu, dan sakit kepala. Ruam berwarna
merah kecokelatan akan muncul setelah beberapa hari kemudian. Bercak ini akan
mulai dari belakang telinga, sekitar kepala, kemudian ke leher
Bisul (Furunkel)Bisul berbentuk merah dan dapat membesar yang disebabkan
oleh infeksi bakteri stafilokokus aureus pada kulit. Bisul kerap ditemukan di
bagian tubuh yang lembap, seperti lipatan paha, sela bokong, leher, ketiak, hingga
kepala. Faktor lain yang menjadi penyebab yaitu kebersihan yang buruk, luka yang
terinfeksi, pelemahan diabetes, serta penggunaan bahan kimia. Tetap jaga
kebersihan diri dan lingkungan, serta mengonsumsi gizi yang seimbang agar
terhindar dari bisul.
Kudis (Skabies), Kudis disebabkan oleh parasit tungau yang biasanya sering
diderita oleh orang yang tinggal ditempat kumuh. Selain itu, orang yang tidak
menjaga kebersihan tubuhnya juga dapat terserang penyakit kudis. Kudis dimulai
dari rasa gatal pada sela jari kaki, tangan, bawah ketiak, alat kelamin, pinggang,
dan sebagainya. Rasa gatal akan semakin terasa pada saat malam hari.
Herpes, Penyakit kulit herpes biasanya sering menjangkit orang dewasa.
Munculnya ruam tidak rata dan berukuran kecil yang akhirnya melepuh. Penyakit
kulit ini akan membuat rasa gatal serta kulit menjadi lebih sensitif. Biasanya
herpes akan sering muncul di bagian kulit yang lembap seperti lipatan paha,
bokong, atau bagian tubuh lainnya.
EVALUASI
Melalui link quizizz, berikut ini ;
https://quizizz.com/join/quiz/63bd4570df3ec7001d61c65c/start
?studentShare=true
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)
SISTEM INDERA

NAMA :
KELAS :
MATA PELAJARAN :
KELAS/SEMESTER :

A. KOMPETISI INTI (KI)

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.


KI 2 : Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotongroyong, kerja
sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektifdengan lingkungan sosial dan
alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, sertamenerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuaidengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrakterkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secaramandiri dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B. KOMPETISI DASAR (KD)

3.10 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem
koordinasi(saraf, hormone dan alatindera) dalam kaitannya dengan mekanisme
koordinasi dan regulasi serta gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem
koordinasi manusia.
4.10 Menyajikan hasil analisis pengaruh pola hidup terhadap kelainan pada struktur
dan fungsi organ sistem koordinasi yangmenyebabkan gangguan sistem saraf dan
hormon padamanusia berdasarkan studi literatur

D. TUJUAN PEMBELAJARAN

Peserta didik mampu mengkaitkan hubungan sistem saraf dan sistem indra
Peserta didik mampu menganalisis kerja sistem indra
Peserta didik mampu menganalisis ganguan-ganguan pada sistem indra
E. RINGKASAN MATERI

1. SISTEM PENGLIHATAN
Mata merupakan indra penglihatan, dimana proses penglihatan ini dibantu oleh beberapa komponen
yang merupakan suatu sistem optik adaptif dimana lensa kristalin dapat berubah ketebalannya untuk
membentuk fokus cahaya pada retina (G. Tortora & Derrickson, 2016). Terdapat dua komponen utama
dalam sistem optik pada mata yaitu kornea dan lensa, dimana keduanya berperan sebagai komponen
refraksi dengan kekuatan terbesar. Proses penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke kornea sampai
dengan pembentukan bayangan di retina, dimana energi cahaya akan diproses menjadi sinyal
elektrokimia yang akan dilanjutkan dan diproses di otak.
Bola mata terdiri dari tiga lapisan:
1) Sklera (tunika fibrosa), lapisan terluar yang berwarna putih dan tidak bening.
2) Koroid (tunika vaskulosa), lapisan tengah yang mengandung pembuluh darah dan pigmen.
Pembuluh darah mensuplai nutrisi bagi mata dan pigmen berfungsi menyerap refleksi cahaya pada mata.
3) Retina (tunika nervosa), lapisan terdalam mata yang banyak mengandung sel-sel fotoreseptor, antara
lain:
a) Sel kerucut (konus), peka terhadap intensitas cahaya tinggi dan warna. Sel konus terdiri dari sel
yang peka terhadap warna merah, biru dan hijau. Sel konus menghasilkan iodopsin berupa retinin
untuk melihat saat terang.
b) Sel batang (basil), peka terhadap intensitas cahaya rendah dan tidak peka terhadap warna. Sel basil
menghasilkan rhodopsin berupa retinin dan opsin untuk melihat saat gelap. Mata butuh adaptasi untuk
memproduksi rhodopsin saat gelap mendadak, sehingga mata mengalami kebutaan sementara.

a. Kelainan Fisiologis
Kelainan itu terjadi pada usia 40 tahun ke atas dan dinamakan Presbyopia (cacat mata tua), yaitu
lensa mata mulai kaku tidak bisa berakomodasi sehingga tidak dapat melihat dekat. Hal ini disebabkan
oleh lensa kehilangan elastisitasnya karena bertambahnya usia. Presbiopi dapat ditolong menggunakan
kacamata berlensa bifokal/rangkap, yaitu terdiri dari lensa cembung di bagian atas dan lensa cekung di
bagian bawah Presbiopi
b. Kelainan Patologis
Kelainan ini tidak selalu terjadi pada setiap orang. Adapun kelainannya adalah:
1) Myopia (Rabun Jauh)
Pada kasus ini sinar sejajar yang berasal dari tempat yang tak terhingga, oleh lensa dibiaskan langsung
jatuh di depan retina, sehingga bayangan menjadi kabur. Penyebabnya adalah sumbu mata lebih panjang
dari mata normal, sedangkan indeks bias dari lensa mata normal, sehingga bayangannya jatuh pada
retina. (Myopia Axis/sumbu). Bila indeks bias dari lensa mata lebih kuat, sedangkan sumbu mata
normal, sehingga bayangan benda difokuskan di depan retina (Myopia indeks bias). Koreksi untuk
myopia digunakan lensa negatif (-)
2) Hypermetropia (Rabun Dekat)
Pada keadaan ini sinar sejajar yang diterima dibiaskan oleh lensa ke belakang retina, sehingga
bayangannya akan kabur. Penyebabnya adalah sumbu mata lebih pendek dari mata normal padahal
indeks bias dari lensa mata normal bayangannya jatuh pada retina (hipermetropia axis). Jika indeks
bias dari lensa mata terlalu lemah, sedangkan sumbu mata normal, maka bayangan benda jatuh di
belakang retina (hypermetropia indeks bias). Untuk kelainan ini dikoreksi dengan lensa positif (+).
3) Astigmatisme (Mata Silindris)
Yaitu tidak sesuainya lengkung vertikal dengan lengkung horizontal bola mata. Fisiologisnya terdapat
pada semua orang namun hal ini tidak mengganggu penglihatan. Koreksi untuk orang astigmatisme
adalah menggunakan lensa silindris.
4) Katarak: Keruhnya lensa mata karena penumpukan glukosa (diabetes mellitus), dan lain-lain.
5) Trakoma: Peradangan lapisan konjungtiva mata yang dapat menyebabkan kebutaan.
6) Rabun senja: Kebutaan karena defisiensi vitamin A.
7) Buta saraf: Terjadi karena kerusakan retina, saraf optik, atau korteks otak yang bertanggung jawab
atas penglihatan.
8) Buta warna: Terjadi karena salah satu jenis atau lebih selsel reseptor cahaya tidak dapat menerima
atau mengenali warna tertentu

2. SISTEM INDRA PENGECAP


Rasa yang dapat dirasakan indera pengecap yaitu manis, asin, asam dan pahit yang dikenal
dengan istilah sensasi rasa primer, selain itu ada rasa kelima yang teridentifikasi yaitu, umami
yang dominan ditemukan dalam L-glutamat. Semua rasa lain, seperti cokelat, lada, dan kopi,
adalah kombinasi dari lima rasa utama, ditambah sensasi penciuman dan sentuhan. Indera
pengecap sangat berhubungan erat dengan indera penciuman. Bau dari makanan dapat
menyebar ke atas dari mulut ke dalam rongga hidung, di mana mereka merangsang reseptor
penciuman.

Lidah memiliki sensitifitas terhadap empat rasa dasar, yang masing-masing berada pada lokasi yang
berbeda, yaitu :
a) Rasa pahit. Terdapat pada pangkal lidah
b) Rasa manis, terdapat pada ujung lidah
c) Rasa asin, terdapat pada ujung, samping kiri dan kanan lidah
d) Rasa asam, terletak pada samping kiri dan kanan lidah
e) Rasa umami disebabkan oleh bumbu dan saus tertentu yang bersifat gurih.
f) Penyebab munculnya rasa-rasa lain tidak berhubungan dengan papilla lidah.
Contoh: Rasa pedas disebabkan oleh zat yang mengiritasi permukaan lidah dan memberi sensasi
terbakar/panas.
E. Cara Kerja

1. Bacalah materi pada LKPD, Modul, Video pembelajaran, dan sumber belajar lainnya

mengenai sistem indra

2. Jawablah pertanyaan yang ada pada LKPD dengan benar

F. Kegiatan

1. Andi melihat ayah yang sedang membaca koran dengan kedua tangan direntangkan ke

depan untuk memberi jarak tertentu sehingga ayah dapat membaca dengan jelas. ketika

ayah menggunakan kacamata saat membaca buku, posisi tangan tidak direntangkan

kedepan seperti sebelum menggunakan kacamata. menurut pendapat kalian apa yang

terjadi pada penglihatan ayah, sehingga harus melakukan dua cara untuk baca buku?

mengapa pada saat ayah menggunakan kacamata ayah terlihat lebih mudah membaca,

apakah itu pengaruh dari kacamata yang digunakan? jika mempengaruhi menggunakan

prinsip apa kacamata itu?

2. Sinta mempunyai keluhan tidak bisa melihat dengan jelas ke arah papan tulis

karena dia duduk dibangku paling belakang, ternyata setelah diperiksa bayangan

jatuh di depan retina atau sebelum retina, menurut pendapat kalian anak tersebut

menderita kelainan apa ? dan bagaimana solusinya? (C4)

3. Simak video pembelajaran dibawah ini mengenai sistem indra,

https://www.youtube.com/watch?v=yrL9ycnErbQ. kemudian simpulkan sistem indra

berdasarkan video tersebut. (C4)

4. Salah satu gejala penderita yang terkena virus covid 19 adalah hilangnya rasa dan

bau, bisakah kalian jelaskan virus covid 19 menyerang ke bagian apa sehingga

penderita mengalami hilang rasa dan bau dalam jangka waktu lama? (C4)
TUGAS PROYEK
1. TUJUAN

Menentukan jarak bintik buta pada mata

2. ALAT DAN BAHAN

penggaris panjang/meteran

Jarum

Penentu titik buta

3. CARA KERJA

Buat jarak penentu bintik buta dengan menyediakan kertas berukuran lebar 1 cm dan

panjang 15 cm. Dibuat sebuah garis tengah kertas dengan panjang 10 cm. Diberi tanda X

pada ujung kiri dan Y pada ujung kanan.

Pegang gambar penetu bintik buta dengan jarak 50 cm dari wajah sejajar dengan

pandangan mata. Mata diarahkan pada titik y, mata kanan ditutup.

Kertas digerakan secara perlahan mendekati wajah dengan mata kiri tetep fokus pada titik

Tepat pada hilangnya tanda X , jarak antara penetu bintik buta dengan mata diukur (dalam

bentuk cm)

Lakukan hasil yang sama pada mata sebelahnya. Catat data pada tabel hasil pengamatan.

4. HASIL PENGAMATAN
Jarak Bintik Buta
Nama Jarak Bintik Buta
( Mata Kanan) ( Mata Kiri)

5. KESIMPULAN
RUBRIK
PENILAIAN

1) Kontraksi otot
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, D. M. N. (2020). Anosmia pada COVID-19: Studi Neurobiologi.
KELUWIH: Jurnal Kesehatan Dan Kedokteran, 2(1), 50–55.
https://doi.org/10.24123/kesdok.v2i1.3098
Asiyah, S. N. (2014). Fungsi indera pendengaran. Kuliah Psikologi Faal, 49–62.
Boesveldt, S., Postma, E. M., Boak, D., Welge-Luessen, A., Schöpf, V., Mainland, J.
D., Martens, J., Ngai, J., & Duffy, V. B. (2017). Anosmia-A clinical review.
Chemical Senses, 42(7), 513–523. https://doi.org/10.1093/chemse/bjx025
Hawkes, C. (2003). Disorders of Smell and Taste. In Office Practice of Neurology:
Second Edition (p. 102). https://doi.org/10.1016/B0-44-306557-8/50012-5
Ika. (2021). Parosmia as the New Covid-19 Symptom. Universitas Gadjah Mada,
January, 1–2.
Iswari, M., & Nurhastuti. (2019). Anatomi, Fisiologi Dan Genetika. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1.
Kiay, M., Pelealu, O. C. P., & Mengko, S. K. (2021). Anosmia pada Coronavirus
Disease 2019 (Covid-19). Jurnal Biomedik : Jbm, 13(2), 167–174.
https://doi.org/10.35790/jbm.13.2.2021.31827
Nur, A. S. (2014). Fungsi Indera Peraba. Kuliah Psikologi Faal, 75–88.
Pratiwi, Fithria. 2019. 11 Jenis Penyakit Kulit yang Rentan Menyerang Tubuh.
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4615777/11-jenis-penyakit-kulit-
yang-rentan-menyerang-tubuh (diakses tanggal 10 Desember 2021)
Ruang, Biimbel. 2020. Pengertian Indra Peraba. https://ruangbimbel.co.id/indra-
peraba/ (diakses tanggal 10 Desember 2021)
Rumaratu, Eresyen Lodowina. 2018. Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada
Manusia. http://docplayer.info/71587948-Struktur-dan-mekanisme-pendengaran-
pada-manusia.html (diakses tanggal 5 Desember 2021)
Sistem Indera. (2013, June 25). Materi78. (diakses tanggal 1 Desember 2021)
Tortora, G., & Derrickson, B. (2016). Principles of Anatomy & Physiology. In
Journal of Chemical Information and Modeling (12th ed., Vol. 53, Issue 9). John
Wiley & Sons, Inc.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2016). Tortora. In Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Wulandari, H., Kusumarini, Y., & Linggajaya, S. (2015). Perancangan Interior
“Five Senses” di Surabaya. Jurnal Intra, 3(2), 167–175.

Anda mungkin juga menyukai