Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEKNIK PELEDAKAN
PERENCANAAN PELEDAKAN

DISUSUN OLEH:

SRI HANDAYANI
201863009

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKUTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PAPUA
MANOKWARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan bagi para
pembaca yang ingin lebih memahami tentang “Teknik Peledakan”. Ada pun isi
dari makalah ini mengenai pengetahuan tentang “Perencanaan Peledakan”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis menerima kritik dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Terima kasih.

Manokwari, 7 April 2020

Sri Handayani
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pekerjaan peledakan pada massa batuan mempunyai tujuan tertentu, yaitu
untuk membongkar atau melepas,Memecah dan memindah, membuat rekahan dan
sebagainya. Teknik peledakan yang dipakai tergantung tujuan peledakan dan
pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Supaya pekerjaan peledakan
berhasil dengan baik sesuai dengan rencana perlu diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut:
 Karaktersitik atau sifat batuan yang diledakkan, termasuk data geoteknik
 Sifat-sifat bahan peledak
 Teknik/metoda peledakan yang dipakai
Suatu peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang tembak
yang diisi sejumlah bahan peledak. Dengan pengetahuan teknik/metoda peledakan
dapat dibuat rencana geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai
untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan
II. PEMBAHASAN

2.1 PERENCANAAN PELEDAKAN


Pekerjaan peledakan pada massa batuan mempunyai tujuan tertentu, yaitu:
 Membongkar atau melepas
 Memecah dan memindah
 Membuat rekahan
 Dan sebagainya

Teknik peledakan yang dipakai tergantung tujuan peledakan dan pekerjaan


atau proses lanjutan setelah peledakan. Supaya pekerjaan peledakan berhasil
dengan baik sesuai dengan rencana perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut:

 Karaktersitik atau sifat batuan yang diledakkan, termasuk data geoteknik


 Sifat-sifat bahan peledak
 Teknik/metoda peledakan yang dipakai

Suatu peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang tembak


yang diisi sejumlah bahan peledak. Dengan pengetahuan teknik/metoda peledakan
dapat dibuat rencana geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai
untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.

2.1.1 Proses pecahnya batuan akibat peledakan


Konsep yang dipakai disini adalah proses pemecahan dan reaksi-reaksi
mekanik dalam batuan homogen. Perlu ditekankan bahwa sifat mekanis dalam
batuan yang homogen akan berbeda dari sifat mekanis batuan yang mempunyai
rekahan dan heterogen seperti yang sering dijumpai dalam pekerjaan peledakan.
Proses pemecahan batuan dibagi menjadi tiga tahap:
a. Proses pemecahan tahap I
Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang ditimbulkan akan
menghancurkan batuan di daerah sekitar lubang tembak. Gelombang
kejut (shock wave) yang meninggalkan lubang tembak merambat dengan
kecepatan 9.000-17.000 ft/det akan mengakibatkan tegangan tangensial
(tangensial stresses) yang menimbulkan rekahan radial (radial cracks)
yang menjalar dari daerah lubang tembak. Rekahan radial pertama terjadi
dalam waktu 1-2 ms (lihat gambar 5A).
b. Proses pemecahan tahap II
Tekanan akibat gelombang kejut yang meninggalkan lubang tembak pada
proses pemecahan tahap I adalah positif. Apabila gelombang kejut
mencapai bidang bebas (free face), gelombang tersebut akan dipantulkan.
Bersamaan dengan itu tekanannya akan turun dengan cepat dan
kemudian berubah menjadi negatif serta menimbulkan gelombang tarik
(tension wave). Gelombang tarik (tension wave) ini merambat kembali di
dalam batuan. Oleh karena batuan lebih kecil tahanannya terhadap
tarikan (tension) daripada tekanan (compresion), maka akan terjadi
rekahan-rekahan (primary failure cracks) karena tegangan tarik (tensile
stress) yang cukup kuat sehingga menyebabkan terjadinya “scabbing”
atau spalling pada bidang bebas (lihat gambar 5B).
Dalam proses pemecahan tahap I dan II fungsi dari energi yang ditimbulkan
oleh gelombang kejut adalah membuat sejumlah rekahan-rekahan kecil pada
batuan. Secara teoritis jumlah energi gelombang kejut hanya berkisar antara 5-15
% dari energi total bahan peledak. Jadi gelombang kejut tidak secara langsung
memecahkan batuan, tetapi mempersiapkan kondisi batuan untuk proses
pemecahan tahap akhir.

Gambar 2.1
Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan
c. Proses pemecahan tahap III
Di bawah pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil
peledakan maka rekahan radial utama (tahap II) akan
diperlebar/diperbesar secara cepat oleh efek kombinasi dari tegangan
tarik yang disebabkan kompresi radial (radial compresion) dan
“pneumatic wedging” (pembajian). Apabila massa di depan lubang
tembak gagal mempertahankan posisinya dan bergerak ke depan maka
tegangan tekan (compressive stress) tinggi yang berada dalam batuan
akan dilepaskan (unloaded), seperti spiral kawat yang ditekan kemudian
dilepaskan. Akibat pelepasan tegangan tekan ini akan menimbulkan
tegangan tarik yang besar di dalam massa batuan. Tegangan tarik inilah
yang melengkapi proses pemecahan batuan yang sudah dimulai pada
tahap II. Rekahan yang terjadi dalam proses pemecahan tahap II
merupakan bidang-bidang lemah yang membantu fragmentasi utama
pada proses peledakan (gambar 5C).

2.1.2 Peledakan Jenjang


Faktor-faktor yang mempengaruhi rencana peledakan adalah: material
yang akan diledakkan, struktur geologi, muatan bahan peledak, geometri
peledakan, selang waktu tunda yang dipergunakan dan ukuran ledakan yang
direncanakan.

Suatu lubang ledak yang telah diisi bahan peledak dengan memakai
“bottom primer” diledakkan (lihat gambar 6). Selama gelombang detonasi
merambat dari “primer” ke atas dalam kolom bahan peledak, suatu gelombang
tekan (stress wave) dengan tekanan tinggi merambat ke dalam batuan. Pada
gambar 6 terlihat posisi “detonation front” dan “stress wave” pada selang waktu
yang berbeda. Untuk muatan dengan “bottom primer” bentuk “stress wave
envelope”nya seperti buah pear.

Gambar 2.2 “Stress Wave Envelope” Pada Peledakan Dengan


‘Bottom Priming’
Proses pemecahan batuan selanjutnya adalah sama seperti yang telah
diterangkan sebelumnya. Untuk jenis batuan dan muatan bahan peledak per feet
lubang ledak tertentu, terdapat ukuran maksimum “burden” yang dapat
dipergunakan dan masih menghasilkan “full crater”.
Gambar 2.4 memperlihatkan secara skematis, efek dari bermacam-macam
“burden” pada muatan yang tetap dan dalam formasi yang sama. Hasil yang
diinginkan dari peledakan adalah “burden” yang menghasilkan “full crater”.
Suatu peledakan jenjang yang terdiri dari beberapa lubang dalam satu atau
lebih deretan apabila diledakkan, baik serentak (instantaneous blasting) ataupun
tunda (delay blasting) dapat menghasilkan fragmentasi sesuai dengan yang
direncanakan.
Untuk mendapatkan fragmentasi batuan yang diinginkan maka perlu diatur
suatu pola peledakan yang tepat, sehingga energi bahan peledak dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin. Gambar 8 adalah contoh skema proses peledakan
pada jenjang.
Dalam menentukan arah jenjang dan pola peledakan supaya mendapatkan
hasil yang baik, perlu diperhatikan struktur geologi batuannya. Gambar 2.5
menunjukkan pengaruh struktur geologi terhadap peledakan jenjang.

Gambar 2.3 Pengaruh Pengurangan Burden Dalam Muatan Bahan Peledak


Pada Formasi Batuan yang Sama

Gambar 2.4 Proses Peledakan Pada Jenjang


Gambar 2.5 Pengaruh Struktur Geologi Pada Peledakan Jenjang
2.1.3 Peledakan Terowongan
Perbedaan utama antara peledakan terowongan dengan peledakan jenjang
adalah pada pembuatan terowongan peledakan dilakukan ke arah satu bidang
bebas (free face) sedangkan pada pembuatan jenjang peledakan dilakukan kearah
dua atau lebih bidang bebas.
Dalam pembuatan terowongan, batuan lebih sukar untuk diledakkan. Oleh
karena itu harus dibuat bidang bebas kedua yang merupakan arah peledakan
selanjutnya. Bidang bebas kedua ini dihasilkan dari “cut” dalam muka
terowongan. Macam-macam “cut” atau “cylinder cut”, “bum cut”, V-cut”, “fan-
cut” dan lain sebagainya (lihat gambar 2.6)

Gambar 2.6 Beberapa Jenis “Cut” Untuk Terowongan

Peledakan dalam terowongan dapat dilakukan dengan cara:

 “full face excavation” seluruh bagian dari terowongan diledakkan


dengan satu tahap ( Gambar 2.7 ).

 “Split section excavation”


“Top heading”/jenjang dengan arah lubang horizontal (Gambar 11)
“Top heading”/jenjang dengan arah lubang vertikal (gambar 12).

Setiap lubang ledak dalam “full face blasting” (yaitu: “stopping hole”,
“roof hole”, “wall hole”, dan “floor hole”) masing-masing mempunyai fungsi
yang berlainan.

Peledakan dengan cara “split section excavation”, dilakukan dalam dua


tahap yaitu: “full face blasting” dan “bench blasting”.
Gambar 2.7
“Full Face Excavation”

Gambar 2.8 “Top Heading” atau Jenjang dengan Arah


Lubang Horizontal

Gambar 2.9 Top Heading/Jenjang Dengan Arah


Lubang Vertikal

2.1.4 Merencanakan Peledakan


Dalam rangkaian pekerjaan peledakan setiap unit operasi saling
berhubungan satu terhadap yang lain. Walaupun demikian, pekerjaan pemboran
dan peledakan merupakan bagian yang paling penting. Pola pemboran dan teknik
peledakan direncanakan sedemikian rupa sehingga peledakan atau pemecahan
batuan dapat berjalan secara efisien dan tidak menimbulkan hal-hal yang kurang
baik atau merusak.
Optimasi pekerjaan lanjutan, misalnya: operasi pemuatan, pengangkutan dan
pemecahan tergantung dari fragmentasi yang dikehendaki. Keekonomian dari
hubungan satu pekerjaan dengan yang lain sangay tergantung pada operasi
pemboran dan peledakan batuan. Oleh karena itu perlu perhatian yang khusus
pada perencanaan pemboran dan peledakan serta pemilihan peralatan yang cocok.
Jumlah batuan yang harus diledakkan dan jadwal pekerjaan akan menentukan
kapasitas pemboran dan peledakan yang dibutuhkan (dinyatakan dalam meter
kubik atau ton per shift).
Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh jarak dari pemukiman,
fragmentasi batuan yang dibutuhkan, tinggi jenjang atau kemampuan (advance)
per round/ukuran bukaan, peralatan muat dan bahan peledak yang tersedia.
Setelah diameter lubang ledak dipilih, kemudian dilanjutkan dengan rencana pola
peledakan dan pemilihan metoda pemboran. Sebagai contoh adalah metode
pemboran dalam tambang terbuka ada tiga macam yaitu :”drilling-top hammer”
“Down The Hole” dan “Rotary drilling”. Pemilihan metode dipengaruhi oleh
diameter lubang dan “rock drillability”.
Kapasitas pemboran dalam satu gilir kerja (workshift) adalah kombinasi
dari karakteristik peralatan, “rock drilability”, pola peledakan dan susunan
pekerjaan didalam gilir kerja. Spesifikasi peralatan dan “rock drillability” akan
menentukan laju penembusan (net penetrasi) per menit dan kapasitas pemboran
per jam untuk alat yang dipilih.
Kapasitas peralatan per gilir kerja (dalam meter kubik) didapat dari
perhitungan hasil pembongkaran batuan per meter pemboran dalam pola
peledakan yang direncanakan. Jumlah alat bor yang diperlukan dapat dihitung
dengan memakai pedoman kapasitas pemboran dan peledakan yang dibutuhkan.
Jenis batang bor (drill steel) dipilih sesuai dengan peralatan bornya. Hasil
peledakan batuan dan umur batang bor dipengaruhi oleh “rock drillability”, dan
akan menentukan pula jumlah batang bor yang diperlukan untuk suatu pekerjaan
peledakan yang direncanakan.
a. Pemboran dan Peledakan
Lubang ledak dibor menurut pola pemboran tertentu dan ini akan
mempengaruhi jumlah batuan yang akan diperoleh per meter
pemboran.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam tahapan perencanaan
adalah sebagai berikut:
1) Kondisi batuan
 Karakteristik struktur batuan
 Sifat-sifat geoteknik batuan atau “rock blastability”, yang akan
mem- pengaruhi “burden” dan “spacing” dalam suatu pola
peledakan serta jumlah batuan yang terbongkar per meter
pemboran.
2) Pola peledakan
Rencana pola peledakan sebagian besar didasarkan pada diameter
lubang ledak. Karena jumlah batuan yang dihasilkan akan
bertambah dengan bertambahnya ukuran lubang ledak, maka
jumlah dari batuan yang terledakkan akan bertambah untuk
kapasitas pemboran yang sama. Melihat hal tersebut maka
peledakan batuan biasanya dilakukan dengan memakai diameter
lubang ledak terbesar yang masih memungkinkan, kecuali kalau ada
faktor-faktor lain yang membatasi pemilihan tersebut.
3) Pengisian dan penembakan
Pemilihan bahan peledak sebagian besar ditentukan oleh diameter
lubang ledak, kondisi lubang ledak, derajat fragmentasi yang
dibutuhkan dan “blastability” dari batuan.
Rencana pengisian selalu didasarkan pada pola peledakan dan ciri-ciri
teknis bahan peledak yang dipilih sehingga menentukan jumlah bahan peledak
dan cara memuatnya. Lubang-lubang ledak diisi dengan specific charge/charging
density tertentu dengan mempertimbangkan fragmentasi batuan yang diharapkan
dari hasil peledakan tersebut. Apabila ada batasan berkenaan dengan keselamatan
lingkungan, maka besar muatan harus disesuaikan dengan kondisi tersebut.
Sistem penembakan menentukan bagaimana bahan peledak harus
diledakkan dan bagaimana batuan dipecahkan dan dilepaskan oleh bahan peledak
untuk kemudian dipindahkan.
Sebagai contoh peledakan pada cut, pergerakan massa batuan yang telah
pecah akan terkontrol apabila muatan dalam cut diledakkan pada interval waktu
yang cukup dan dalam urutan yang sesuai dengan memakai long delay detonator.
Sedangkan sistem penembakan di permukaan dipakai Short delay detonator.
Perencanaan sistem penembakan untuk suatu kegiatan peledakan dapat
mempengaruhi:
 Ukuran fragmentasi batuan, bentuk dan letak dari tumpukan batuan.
 Arah lemparan massa batuan lepas, sehingga dapat dipilih ke arah
tertentu.
 Apabila ada batasan mengenai getaran tanah dari hasil peledaka, maka
jumlah peledakan seketika (instantaneous ignition) dibatasi dan
diganti dengan memakai pola penembakan beruntun.
b. Pelaksanaan Pemboran
Pemilihan alat bor untuk suatu pekerjaan biasanya didasarkan pada
ukuran pekerjaan peledakan dan produksi yang diperlukan untuk setiap
tahapan operasi. Kriteria yang dipakai untuk memilih alat bor pada
pekerjaan yang berukuran kecil akan berbeda dengan pekerjaan yang
berukuran besar.
Untuk pekerjaan peledakan yang berukuran kecil, tinggi jenjang
merupakan faktor yang menentukan pemilihan alat bor. Sedangkan pada
pekerjaan peledakan yang besar, kuari, tambang terbuka, faktor-faktor yang
menentukan untuk memilih alat bor adalah diameter lubang ledak, kondisi batuan,
kapasitas pemboran yang diperlukan dan kondisi relatif ekonomis dan bermacam-
macam metoda pemboran.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai