Anda di halaman 1dari 8

KABARET

Penjajahan Era Teknologi

Karakter :

- Guru : Mas Lukman


- PETANI & Jurnalis: izal
- Sidekick izal: Iban
- Dokter : Dedinda
- Pemuka agama : Isal
- ACAB : Fikar
- Bos jurnalis : Padwa
- Bos dokter : Dedinda
- Bos pabrik : Zahra
- Pimpinan polisi : Agiel
- Pegawai pabrik : Regina, Andin (akhirnya jadi warlok ikut demo)
- Anak pesantren : Shofi, nadya, sahla, rudi, ridho (ikut demo)
- Warlok : Iput(laki), Ana(laki), Rafa, kamel, aul
- Barudak sma : salwa, nurin, gaida, ayu
- Asisten dokter : Sandra
- Anggota polisi : Kamil, Marin, Danan
- Pemimpin konverensi pers : Indra
- Asisten konverensi pers : Neneng / mba aisyah

Tambahan :

- Efek chaos jurnalis membangkan kepada bosnya


- Puisi diakhir dan guyub diakhir
Gagasan :
cokro : semurni murninya tauhid, setinggi tingginya ilmu, sepintar pintarnya siasat

Intro :

Ada Side kick izin kepada orang tua untuk bermain keluar, lalu dia bertemu dengan
kedua sahabatnya (Dokter,jurnalis) disebuah saung yang dekat rumahnya, lalu ketika
mereka sedang bermain mereka melihat 2 sahabat lainnya yang sedang *bekerja* dan
ketiga orang yang sedang bermain tersebut mengajak kedua sahabat tersebut yang
sedang *bekerja* untuk ikut bermain bersama mereka, tidak lama kemudian datanglah
seorang kakek, kakek itu sudah dianggap kakek sendiri oleh kelima sahabat itu, lalu
kakek itu menceritakan sebuah cerita tentang sesuatu yang harus di ingat oleh kelima
sahabat itu.

Bridge:

Zaman sudah berubah digitalisasi mulai merata disegala aspek kehidupan. Kaum tua
yang beradaptasi dengan perubahan zaman berusaha untuk tentap berbaur dengan
realitas hari ini sedangkan disisi lain kaum muda yang mulai disibukan dengan kotak
kotak bercahaya digenggaman tangannya, seolah ajaran orang tua terdahulu yang
menjunjung tinggi budi pekerti perlahan luntur, dimana kaum muda kini lebih
mementingkan dirinya sendiri dan eksistensinya didunia maya.

Scene (Perkumpulan kaum muda) : menggambarkan perkumpulan kaum muda sedang


memainkan ponselnya dan pada asik sendiri ada satu pemuda mencoba berinteraksi
karena ada keresahan dengan apa yang diliatnya di sosial media.

Dialog: melihat media dia khawatir dan mengajak berdiskusi tentang keadaan
sekarang tetapi mereka menunjukan sifat apatis

Scene : Rizal memperhatikan mereka dan dia terlihat miris terhadap keadaan yang
dimana seharusnya para pemuda memberikan ide yang solutif untuk masalah
dilingkungan mereka. Sementara itu iapun merasa kesal kepada diri sendiri lantaran ia
pun belum mempunyai solusi tentang masalah tersebut.

Tak lama kemudian Rizal pun kembali kerumah, di perjalanan Rizal pun memutuskan
untuk berkunjung ke pondok pesantren milik isal sahabat masa kecilnya.

Scene : Isal yang sedang mengajar lalu ia berhenti ketika dihampiri oleh Rizal.

Dialog : membicarakan muridnya yang terkena dampak dari limbah air pabrik. Kedua
sahabat tersebut merasakan keresahan yang sama dengan warga di kampungnya. Izal
pun berbicara tentang sikap pemerintah yang tidak segera menangani masalah yang
cukup serius ini.

Dialog: Beberapa saat setelah itu, Izal menceritakan keresehannya saat melihat
pemuda yang bersikap apatis kepada masalah lingkungan, meskipun terdapat satu
orang yang sudah memancing perbincangan untuk memberikan solusi limbah pabrik.

Dialog: Isal kemudian memberikan sarannya agar Rizal tetap berusaha untuk
memgang teguh pada sesuatu yang menurutnya benar.
Scene: Rizal yang juga merupakan jurnalis independen menceritakn situasi di
wilayahnya ke dalam sebuah artikel berita. Dia bercerita warganya banyak yang
terkena berbagai macam penyakit seperti diare, disentri, kolera bahkan hepatitis.

Dalam artikel tersebut, ia mengutarakan pendapatnya terkait polemik ini. Di sisi lain,
dirinya pun menceritakan suatu organisasi kesehatan yang menjadi sukarelawan yang
memberikan perawatan terhadap warga setempat.

Di waktu yang bersamaan, Dinda yang ikut andil dalam organisasi kesehetan itu
membaca artikel yang dibuat oleh Rizal. Namun dirinya belum tahu bahwa penulis
tersebut adalah Rizal yang merupakan sahabat masa kecilnya.

Pada saat Dinda sedang malakukan tugasnya, Rizal pergi ke tempat tersebut untuk
mengambil berita. Secara tidak sengaja, dirinya bertemu dengan sahabatnya itu. Rizal
tidak tahu Dinda ikut andil dalam aksi volenter tersebut. Dinda pun sebaliknya, tak
punya bayangan apa yang sedang dilakukan oleh Rizal.

Dialog: Mereka berdua bertanya apa yang sedang dilakukan. Rizal bercertia dirinya
seorang jurnalis independen yang memberitakan kritis yang dialami kampungnya, dan
Dinda pun menegaskan ia merupakan anggota dari anggota kesehatan yang
memberikan pertolongan kepada warga setempat.

Dialog: Dinda tidak percaya bahwa Rizal memiliki kekhawatiran sama dengan
dirinya. Mereka berdua pun sama-sama mendiskusikan solusi untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Ide yang muncul adalah menekan pihak pabrik untuk mengganti
kebijakan perusahaan mereka untuk menerapkan Go Green.

Scene: Langkah pertama dalam mewujudukan ide tersebut. Rizal menghampiri kantor
polisi setempat dan membuat laporan agar polisi membantu untuk mengutarakan
pemikirannya kepada pihak pabrik.

Di kantor itu, Rizal bertemu dengan Agil yang merupakan kepala kepolisian di
darerah tersebut. Agil yang sedang menanggapi komplemen dari Rizal, terlihat tidak
antusias dan setiap pernyataan yang dipaparkan Rizal hanya dibalas dengan jawaban
singkat.
Agil pun memanggil bawahannya, Fikar. Ketika mendatangi Rizal, Fikar terkejut
karena melihat sahabat masa kecilnya datang ke kantor polisi. Fikar pun memulai
pembicaraan dengan Rizal, dan menanyakan tujuannya datang ke kantor.

Tak disadari, keempat sahabat yang selalu bersama-sama mendengarkan petuah


gurunya dahulu, kini dipertemukan kembali oleh Rizal juga polemik yang sama serta
secara tidak disengaja.

Setelah mendengarkan penjelasan Rizal dan menuliskannya ke laporan. Fikar pun


tiba-tiba merasa tersentuh. Berbeda dengan bosnya Agil, Fikar sangat antusias dan
ingin segera membantu warga yang terdampak limbar air dari pabrik.

Dialog: yadayaydayaydayda

Scene: Setelah itu, Fikar memberikan laporannya kepada Agil. Tetapi bosnya tetap
tidak menanggapi masalah tersebut dengan serius. Namun Fikar tetap keukeuh, dan
terjadi lah perdebatan di antara keduanya.

Dialog: Setelah berdebat, Agil akhirnya setuju untuk melihat pabrik tersebut.

Scene: Sesampainya disana mereka berdua bertemu dengan Zahra, bos dari pabrik
yang berkaitan dan bertanya surat izin bebas polusi sebelum pabriknya beroperasi.
Agil dan Fikar pun terkaget setelah melihat surat izin yang memperlihatkan fakta
berbeda dengan di lapangan.

Agil dan Fikar pun mendesak keterangan dari Zahra. Karena sang bos adalah orang
yang sangat berkuasa dan memiliki harta berlimpah, tanpa basa basi Zahra pun
langsung mengeluarkan koper yang berisi uang.

Dialog: yadayaydyaya

Awalnya Fikar menolak, namun Zahra mengancam kariernya dengan mengatakan


kepada Agil agar membuat anak buahanya menurut kepada perkataanya. Fikar tidak
menerima dengan perlakuan Zahra, ia tersulut emosi namun langsung ditarik oleh
Agile keluar dengan membawa segepok uang dikoper.
Diperjalanan ke polsek Fikar berdebat dengan Agiel tentang uang yg diberi oleh
Zahra. Fikar tidak menyangka bosnya lebih memilih uang dibandingkan dengan
kesejahteraan masyarakat. Dengan tegas Agiel mengatakan kalimat yang tidak bisa
diterima Fikar, namun dirinya memilih untuk diam.

Beberapa hari kemudian, kerabat Rizal, Iban berkunjung ke polsek dan


mempertanyakan perkembangannya. Berbeda dengan sikap sebelumnya, Agil terlihat
antusias menjelaskan kunjungannya ke pabrik. Namun di sudut lain, terlihat Fikar
murung seperti memikirkan sesuatu.

Agil mengatakan ke pada Iban bahwa Zahra akan menerima saran Rizal untuk
menerapkan Go Green di pabriknya.

Dialog: yadaydyayda

Iban segera bergegas kembali ke kampung, untuk menyamoaikan kabar tersebut ke


Rizal. Namun tiba-tiba Fikar menghampirinya, dan meminta agar membawanya ke
tempat Rizal.

Dialog: zsdakakakskakka

Sesampainya di kampung tersebut, keadaan semakin krusial bahkan ada satu orang
yang meninggal dunia akibat penyakit yang diderita karena limbah. Fikar yang
melihat hal tersebut merasa sakit hati, juga kecewa kepada dirinya sendiri karena tidak
bisa mengayomi masyarakat yang sudah tentu itulah tugas dari aparat.

Fikar kemudian bertemu dengan Rizal dan juga Dinda yang sedang membantu warga.
Dinda kaget sahabat masa kecilnya ada di tempat kerjanya, lalu Rizal pun
menceritakan awal mula pertemuannya dengan Fikar.

Selang beberapa waktu, Fikar langsung mengutarakan tujuannya berkunjung. Ia


bercerita bagaimana perlakuan Agil dan juga Zahra. Iban yang baru saja berdiskusi
dengan atasan fikar malah mendengar kebenaran yg berbanding terbalik dengan yang
mereka sampaikan. Iban yang sebelumnya telah mendengar keterangan dari pihak
aparat yang mengatakan bahwa pabrik akan mempertimbangkan sarannya langsung
kecewa setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Terjadi gesekan antara iban dan Fikar. Iban merasa dibohongi dan kecewa kepada
polisi yang seharusnya mementingkan kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, Fikar
membela diri dengan mengatakan dirinya tidak bisa berbuawt apa-apa karena
atasannya yang meminta.
Dinda yang juga kecewa kepada Fikar, akhirnya memisahkan perdebatan tersebut.
Tetapi ia tetap berada di pihak Rizal karena merasakan kekhawatiran dan mengerjakan
tugas yang sama. Fikar merasa tidak ada orang lain yang mengerti posisinya, di sisi
lain rizal mencoba menengahi yang akhirnya menyuruh fikar untuk pergi dahulu dari
kampung agar tidak terjadi keributan lebih lanjut, ia pun langsung pergi dari tempat
tersebut dengan suasana hati yang tidak baik.

Hubungan di antara ketiganya pun berjalan ke arah perpecahan.

Beberapa jam berlalu, di hari yang sama, Isal mengunjungi tempat di mana
masyarakat bertemu lalu berpapasan dengan Rizal. Rizal kemudian bercerita bahwa
Dinda bekerja sebagai relawan dan langsung membawanya.

Ketiga orang itu pun bertemu. Setelah basa-basi pangjang lebar, Dinda langsung
menceritakan situasi yang semakin memburuk karena limbah pabrik, tidak lupa
dirinya juga memaparkan telah bertemu dengan Fikar yang kini sudah menjadi polisi.

Memotong pembicaraan Dinda, datanglah Iban, dia memberi tahu kepada Rizal dan
Dinda bahwa keaadaan di desa semakin memburuk korban semakin bertambah .
mereka semua langsung memikirkan langkah supaya korban tidak bertambah.

Melihat langkah awal untuk menciptakan lingkungan hidup sehat gagal, Rizal
menyarankan solusi yang bisa meraup suara rakyat luas, yakni berdemo.

Merasa masalah tidak akan bisa diselesaikan dengan bantuan polisi, Dinda,Iban dan
Isal setuju dengan saran Rizal. Rizal pun bergegas membuat ajakan kepada warga
untuk melakukan aksi melalui media online miliknya.

Dialog: aing ganteng aing ganteng aing ganteng

Scene izal isal

Izal merasa khawatir dengan langkah yang dia ambil di sisi lain ia pun belum
menemukan cara lain untuk menyuarakan apa yang terjadi di tanah tempat ia tinggal
di samping penduduk yang semakin hari semakin memprihatinkan keadaannya.

Izal berkonsultasi dengan isal tentang keadaan yang sedang terjadi dan meminta
sarannya untuk gerakan yang ia dan iban akan lakukan.

Isal tidak banyak berkomentar hanya menitip pesan tentang apa yang akan izal
rencanakan untuk tetap menjaga adab dalam aksi yang akan mereka lakukan, juga
menasehati atas apapun yang kita ushakan sekarang ini tetap menyandarkan nya pada
Allah pemilik sekalian alam.

- Iban mengkoor seluruh penduduk yang masih sanggup berjuang untuk


menyuarakan keadilan.
- (cast penduduk, poster penolakan)
“PT Kebo Air pencemar lingkungan”
“Limbahmu tak seharum nama besarmu”
“jangan korbankan kesehatanku dengan bisnismu”
“jangan biarkan bumimu ditimbuni limbah”
“tolak limbah air”
“stop! Jangan cemari lingkungan kami”
“cabut izin lingkungan!”
“seluruh warga menolak limbah!”
“sumurku digemari limbah!”
“seragam sekolahku tak seputih dulu!”

- Kelompok tani dan masyarakat yg tergerak hatinya dengan gagah berani dan
penuh harapan bergerak maju ke tempat perusahaan yang sudah dijaga barikade
ACAB
- Scene aksi (bergerak masuk dari bawah menuju panggung)
- ACAB diatas panggung
- Orasi + drama Iban dibanjur limbah
- Drama beres, orasi berlanjut semua nyatu, oknum dari pendemo coba
menerobos barikade polisi
- Iban melihat oknum tersebut dan mencoba menahannya namun terlambat,
terlanjur sudah menyentuh barikade polisi
- Polisi tersulut emosi dan timbul bentrokan dengan pendemo lain
- Iban berusaha melerai, namun polisi terlanjur menuduh Iban sebagai
provokator kerusuhan, polisi mencoba membungkam Iban dengan
memukulinya
- Tidak ada yang sadar Iban kena pukulin, dan Iban pun meninggoy karena luka
yang didapat sangat serius, banyak kehilangan darah
- Fikar yang pertama melihat Iban tergeletak tersentuh hatinya, langsung
memisahkan kelompok dengan paksa
- Demo pun berhasil dihentikan

Di hari yang sama

- Fikar berkunjung ke makam dekat pabrik. Di sana ada Dinda, Isal, Izal dan
juga istri Iban. Terlihat istri Iban menyalahkan Rizal atas kematian suaminya.
- Fikar menghampiri keempatnya, dan mengatakan bahwa dirinya sudah
mengundurkan diri dari kepolisian, juga menyampaikan bela sungkawa atas
kematian Iban
- Dinda, Isal, Izal tidak menerima kedatangan Fikar dan menyruhnya pergi. Fikar
menjelaskan semuanya, ia sadar kesalahan yang dibuat pihak kepolisian,
namun tidak memungkiri karena kesalahan tersebut dipicu oleh oknum yang
tidak bertanggung jawab
- Debat debat debat debat debat debat
- Istri Iban langsung melerai keempatnya, ia mengatakan suaminya meninggal
bukan hanya untuk melihat mereka terpecah, dirinya berkata ini hanya awal
dari langkah yang diambil untuk merubah keadaan desa menjadi lebih baik, dan
menuntut langkah selanjutnya dari keempat sahabat
- Keempat sahabat merenung, mereka mengerti akan semakin sulit menekan
pabrik yang hanya memperhatikan keuntungan semata, akan banyak rintangan,
kelompok yang menghadang, bahkan korban pun bisa kembali jatuh hanya
karena ingin mewujudukan tujuan mereka. Namun di balik semua itu, mereka
ingat perkataan guru mereka dulu........ tamat

Anda mungkin juga menyukai