Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKHLAK DAN BUDAYA BUTON


Pasali “Untuk Perangkat Kesultanan & Perangkat Masjid Agung Keraton”

Oleh Kelompok 6:
Ld. Muhammad Rizal 22650009
Wa Iin Afriani 22650017
Jihan 22650018

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pasali (Untuk Perangkat Kesultanan & Perangkat Masjid Agung
Keraton) tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari teman-teman sekalian agar makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian, apabila terdapat
kesalahan dari makalah ini mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian kami
ucapkan terima kasih.

Baubau, 04 Desember 2022

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….….. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………..................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………................. 1
B. Rumusan Masalah……………………………........................... 2
C. Tujuan Penulisan….……………………………........................ 2
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian Pasali………………………………………………. 3
B. Nilai Pasali Masyarakat Buton………………………………… 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………….......... 9
B. Saran…………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 10
DOKUMENTASI…………………………………………………………….. 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya tercipta atau terwujud dari hasil interaksi manusia dengan
segala kejadian yang ada di alam ini. Manusia diciptakan oleh Tuhan dibekali
dengan akal pikiran sehinga mampu untuk berkarya di muka bumi. Manusia
memiliki akal inteligensia, intuisi, perasaan, emosi, kemauan, fantasi, dan
perilaku, dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia sehingga
manusia bisa menciptakan kebudayaan, dengan kata lain kebudayaan ada
karena manusia yang menciptakannya. Manusia merupakan pencipta
kebudayaan namun di sisi lain manusia juga merupakan produk kebudayaan.
Awal terbentuknya kebudayaan atau munculnya kebudayaan erat
hubungannya dengan usaha manusia untuk memecahkan permasalahan atau
persoalan yang dihadapinya sehari-hari, dan yang paling pokok adalah usaha
manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Kemudian guna
mempertahankan suatu kondisi yang dianggap baik dan menguntungkan ia
membentuk kondisi buatan dan terus dipertahankannya sehingga diikuti oleh
orang lain dalam sebuah masyarakat yang kemudian dikenal dengan istilah
budaya, norma dan nilai sebagai unsur kebudayan.
Ada tujuh unsur kebudayaan menurut Warsito (2012: 71) diantaranya
sebagai berikut:
1. Sistem teknologi dan peralatan;
2. Sistem mata pencaharian hidup;
3. Sistem dan organisasi kemasyarakatan;
4. Bahasa;
5. Kesenian;
6. Sistem pengetahuan; dan
7. Sistem kepercayaan.
Dari tujuh unsur kebudayaan tersebut semuanya terdapat di seluruh
penjuru masyarakat yang ada di dunia, baik itu yang masih terisolasi maupun

1
yang paling moderen sekalipun, dari tujuh unsur kebudayaan ini yang paling
mendasar adalah mengenai sistem kepercayaan. Hal ini seperti yang
dijelaskan oleh Begreson bahwa kita menemukan masyarakat atau manusia
tanpa sains, seni dan filsafat, tetapi tidak pernah menemukan masyarakat atau
manusia tanpa sistem kepercayaan (Bustanuddin, 2006: 3).
Pendapat tersebut di atas memang merupakan suatu fakta yang
ditemukan dalam kehidupan kita dewasa ini, bahwa sistem kepercayaan dapat
ditemui dan dijumpai dalam setiap kehidupan masyarakat yang berada di
dunia ini. Oleh karena itu sebagai bagian dari masyarakat yang berada di
dunia ini, masyarakat Buton juga memiliki kepercayaan tertentu yang dapat
dilihat perwujudannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Masyarakat
Buton memiliki suatu kepercayaan yang dapat dilihat proses penerapannya
dalam kehidupan keseharian mereka yang diperlihatkan oleh mereka dalam
prosesi adat-istiadat.
Salah satu bentuk daripada kebiasaan yang dianut oleh masyarakat
buton yakni “Pasali (Untuk Perangkat Kesultanan & Perangkat Masjid Agung
Keraton)” Pemberian pasali merupakan ucapan terimakasih kepada tokoh
adat karena telah memanjatkan doa kepada yang maha kuasa dan ucapan
terimakasih kepada kerabat yang telah meluangkan waktunya untuk hadir
bersama-sama menyaksikan acara hajatan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah
pada makalah ini adalah bagaimanakah Pasali (Untuk Perangkat Kesultanan
& Perangkat Masjid Agung Keraton)?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yakni untuk mendeskripsikan tentang
Pasali (Untuk Perangkat Kesultanan & Perangkat Masjid Agung Keraton).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pasali
Secara bahasa pasali adalah uang. Secara praktis pasali merupakan
uang datang, ketika seseorang datang kedalam suatu acara tertentu maka akan
diberikan pasali yang jumlahnya sesuai dengan jabatan orang tersebut, makin
tinggi jabatannya makan akan tinggi juga besaran pasali yang diterima dan
semakin rendah jabatan maka semakin rendah juga uang pasali yang diterima.
Pasali asal katanya yakni “pasalita” yang berarti menyesuaikan.
Tempo dulu sultan buton menyelenggarakan acara, tetapi acara tersebut
bertepatan dengan bulan ramadhan. Sehingga makan-Nya diganti dengan
uang, maka keluarlah pasali sebagai pengganti daripada makan tersebut.
Uang pasali berasal dari penyelenggara kegiatan diberikan kepada orang yang
datang ke acara. (Hasil Wawancara dengan Imbran Qudus, 2022).
Pemberian pasali merupakan ucapan terimakasih kepada tokoh adat
karena telah memanjatkan doa kepada yang maha kuasa dan ucapan
terimakasih kepada kerabat yang telah meluangkan waktunya untuk hadir
bersama-sama menyaksikan acara hajatan tersebut.
Berdasarkan wawancara dengan informan, dalam tradisi pasali
masyarakat Buton besaran pasali yang diterima oleh syara hukumu,
masyarakat dan keluarga yang hadir dalam suatu hajatan yang diadakan oleh
yang berhajat. Berikut ini merupakan pasali perangkat masjid keraton, hal ini
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Lakina agama = 5 suku (1 suku = 3 see, 1 see = 5.000). Jadi pasali
yang diterima oleh lakina agama yakni 75.000
Imam = 1 Boka (1 boka = 12 see). Jadi pasali imam = 60.000
Khatib = 3 suku (1 suku = 3 see). Jadi pasali khatib = 45.000
Moji = 2 suku, Jadi pasalinya = 30.000
Tungguna = 2 see, Jadi pasalinya = 10.000
Ganda
Mukim = 1 see, Jadi pasalinya = 5.000

3
Dalam pasali masyarakat Buton terdapat konsep proporsi yang mereka
gunakan. Konsep proporsi masyarakat Buton mereka pakai untuk menetapkan
proporsi pasali dari syara hukumu, masyarakat dan keluarga yang dipanggil
dalam suatu acara hajatan berdasarkan tingkatan jabatan yang dilakoni
seseorang tokoh adat atau masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat di
Buton. Konsep proporsi yang dipakai dalam pasali masyarakat Buton ini
dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pemerintahan Kesultanan
a. Sultan = 10 boka = 40 suku
b. Sapati = 2 boka = 8 suku
c. Kenepulu = 6 suku
d. Kapitalao = 1 boka = 4 suku
e. Lakina Baadia = 1 boka = 4 suku
f. Lakina Sora Wolio = 1 boka = 4 suku
g. Bonto Ogena = 1 boka = 4 suku
h. Kepala Distrik/Camat = 1 boa = 4 suku
i. Para Bonto dan Bobato = 2 suku
j. Sio Limbona = 2 suku
k. Bonto Yinunca = 2 suku
l. Bonto Yisara = 2 suku
m. Baana Kompanyia = 1 suku
n. Letunani, Alfirisi, Sara Ginti = 2 see
o. Tamburu, Sele Yibawo = 1 see
2. Pegawai masjid agung keraton
a. Lakina Agama = 5 suku
b. Imam = 1 boka = 4 suku
c. Khatib = 3 suku
d. Moji = 2 suku
e. Tungguna Ganda = 2 see
f. Mukum = 1 see

4
3. Pegawai Masjid Baadia/Sora Wolio
a. Imam = suku = 9 see
b. Khatib = 2 suku = 6 see
c. Moji = 4 see
d. Tungguna Ganda = 2 see
4. Pegawai Masjid Kalimbo-Limbo
a. Imam = 5 see
b. Khatib = 4 see
c. Moji = 3 see
d. Tungguna Ganda = 2 see

B. Nilai Pasali Masyarakat Buton


1. Nilai Praktis/Nilai Guna
Pasali pada masyarakat Buton mempunyai nilai praktis, hal ini
dapat dilihat dari penggunaan konsep proporsi dalam menentukan besaran
proporsi yang diperoleh syarana hukumu, masyarakat atau keluarga yang
dipanggil dalam suatu acara hajatan serta dengan matematika masyarakat
Buton (syarana hukumu) dapat memetakan besaran proporsi berdasarkan
tingkatan jabatan seseorang karna dengan memetakan besaran proporsi
berdasarkan jabatan akan melahirkan prinsip keadilan seperti halnya
ideologi masyarakat Buton yang selalu dipertahankan hingga sekarang.
Kegunaan lain dari pasali adalah untuk meningkatkan kebutuhan ekonomi
sebagian orang tua yang dipanggil dalam acara hajatan dikarenakan tidak
mempunyai pekerjaan yang tetap dalam menjalankan aktifitas ditengah-
tengah kehidupan bermasyarakat.
2. Nilai Budaya
Nilai budaya yang terdapat dalam pasali masyarakat Buton terlihat
dari penetapan besaran pasali yang diberlakukan oleh syara kidina yang
proporsinya tetap sama dari dulu hingga sekarang. Dengan penetapan
besaran pasali yang konsisten, maka masyarakat Buton yang sekarang dan
generasi penerus dari masyarakat Buton akan tetap memelihara dan

5
mempertahankan budaya masyarakat Buton yaitu pemberian pasali dalam
suatu acara hajatan.
3. Nilai Sosial
Pemberlakuan pasali dalam masyarakat Buton dapat membentuk
pola pikir dalam berinteraksi guna meningkatkan hubungan silahturahmi
dalam kehidupan bermasyarakat, meningkatkan kepedulian antar sesama
masyarakat, dan meningkatkan rasa saling menghormati antar sesame
dalam lingkungan hidup bermasyarakat. Sikap sosial ini tertuang dalam isi
pasali (antona pasali) yang diberikan pihak yang mengadakan hajatan
kepada yang menerima pasali. Pemberian pasali merupakan ucapan
terimakasih kepada tokoh adat karena telah memanjatkan doa kepada
Yang Maha Kuasa dan ucapan terimakasih kepada kerabat yang telah
meluangkan waktunya untuk hadir bersama-sama menyaksikan acara
hajatan tersebut.
4. Nilai Moral
Nilai moral yang tertuang dalam pasali masyarakat Buton dapat
dilihat dari rasa penghargaan yang punya hajatan kepada syara hukumu,
masyarakat atau keluarga karna telah menyempatkan diri untuk datang
menghadiri acara yang diadakan oleh yang berhajat sehingga keluarga
yang berhajat dengan rasa keihklasan memberikan pasali kepada yang
bersangkutan dan besaran dari pasali tersebut telah diatur dalam tatanan
adat yang ditetapkan oleh syara hukumu di Masjid Agung Kertaon yang
diketahui oleh pihak pemerintah yang turun temurun telah diberlakukan
oleh masyarakat Buton tanpa ada unsur paksaan karna mereka
menganggap semua itu telah diatur dalam adat masyarakat Buton dan
besarannya pun tidak dapat dilebihkan ataupun dikurangi. Pemikiran inilah
yang selaludipertahankan dan dilestarikan masyarakat Buton hingga
sekarang ini.

6
5. Nilai Kedisiplinan
Nilai kedisiplinan yang tertuang dalam tradisi pasali masyarakat
Buton berkaitan dengan penetapan proporsi pasali yang diterima oleh
syara hukumu, masyarakat dan keluarga yang dipanggil dalam suatu acara
hajatan. Besaran proporsi yang ditetapkan oleh syara hukumu ini
merupakan warisan yang tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini
menjadi bukti bahwa masyarakat Buton tetap disiplin dan konsisten
dengan ketetapan adat yang telah menjadi warisan karena mereka
beranggapan adat bukan hanya sekedar kebiasaan tetapi merupakan syarat
kehidupan manusia. Pandangan inilah yang membuat masyarakat Buton
tidak merubah atau melanggar adat yang telah ditetapkan. Jika ada
perubahan, masyarakat Buton selalu merujuk pada kebiasaan orang tua
terdahulu dan melihat kemampuan dari yang melakukan hajatan. Kasus
lain yang dapat ditemukan dari perubahan adat yang dilakukan masyarakat
Buton adalah pada adat istiadat dalam menempuh jalan perkawinan.
6. Nilai Spritual
Nilai spiritual dalam tradisi pasali masyarakat Buton tertuang
dalam doa yang dipanjatkan Syara Kidhina kepada orang yang berhajat
serta tertuang dalam hitungan besaran pasali yang diperoleh sultan yang
tidak melebihi dari nilai 10 boka, karna dalam menetapkan besaran pasali
ini berdasarkan pada hitungan ise, jua, talu, apa, lima, ana, pitu, walu, sio,
sapuluakamo yingko oanaku La Ode.
7. Nilai Ekonomi
Nilai ekonomi dalam tradisi masyarakat Buton tertuang pada
besaran pasali yang diberikan yang mempunyai manfaat sebagai imbalan
dari jabatan Syara Ogena maupun Syara Kidhina serta sebagai salah satu
penunjang kebutuhan dalam menjalani hidup.
8. Nilai Keadilan
Nilai kadilan dalam tradisi pasali masyarakat Buton tertuang dalam
besaran pasali yang diberikan kepada golongan kaomu dan golongan
walaka yang disamaratakan tanpa memandang perbedaan strata dalam

7
menjalin kehidupn bermasyarakat serta penetapannya yang diberlakukan
hingga sekarang guna menghindari perselisihan dan rasa kepedulian yang
tertanam dalam diri masyarakat Buton yang tertuang dalam prinsip po
binci-binciki kuli, po angkata-kataka, po piarapiara, po mamasiaka, po
mae-maeaka.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam makalah ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam tradisi pasali masyarakat Buton yaitu memuat,
konsep proporsi serta terdapat nilai praktis/nilai guna, nilai budaya, nilai
sosial, nilai moral, nilai kedisiplinan, nilai spritual, nilai ekonomis, dan nilai
keadilan.

B. Saran
Saran kami bagi kita semua, marilah menjaga adat budaya kita ini
“pasali” dari perkembangan jaman agar tidak punah, dan tetap eksis
dilingkungan masyarakat, terutama di kawasan buton/kerato Baubau.

9
DAFTAR PUSTAKA

Safarudin, Fahinu & Kadir, 2020. Eksplorasi Etnomatematika Pasali Masyarakat


Buton. Universitas Haluoleo Kendari

Ima & Nindi, 2021. Adat Wandalea dan Posambu Bagi Calon Ibu Pada
Masyarakat Suku Buton Wally Di Dusun Kahena Negeri Batu Merah
Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Jurnal Lani:Kajian Ilmu Sejarah &
Budaya.

Wawancara : Imbran Qudus, S.Pd., M.S.C, Minggu 04 Desember 2022.

10
DOKUMENTASI

(Wawancara bersama bapak Imbran Qudus, S.Pd., M.S.C,)

11

Anda mungkin juga menyukai