Anda di halaman 1dari 4

Penerapan Surveilans Haji

Surveilans Haji diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
442/Menkes/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia.
Penyelenggaraan surveilans epidemiologi berbasis sistem informasi bertujuan untuk memperoleh
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan perencanaan, pengendalian, monitoring, dan
evaluasi penyelenggaraan haji, utamanya di bidang kesehatan. Penyelenggaraan surveilans
tersebut juga bertujuan untuk menunjang sistem kewaspadaan dini dan respon KLB serta
keracunan (Kemenkes RI, 2009).
Penyelenggaraan Sistem Informasi Manajemen (SIM) memanfaatkan teknologu berbasis
computer yang dinamakan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan
(SISKOHATKES). SISKOHATKES merupakan bagian dari SISKOHAT khusus bidang
kesehatan, sehingga semua sumber data jemaah haji diperoleh dari SISKOHAT, mulai dari
identitas, data status kesehatan, data morbiditas dan mortalitas di embarkasi/debarkasi, riwayat
perjalanan di Arab Saudi, BPHI, dan unit layanan lainnya seperti informasi distribusi obat dan
alat kesehatan, serta kesehatan lingkungan sekitar jemaah (Puskeshaji, 2019).
SISKOHATKES adalah serangkaian software dan hardware yang digunakan untuk
pengelolaan data kesehatan jemaah haji. Perangkat ini disediakan dan dikelola oleh Pusat Data
dan Informasi (Pusdatin), sedangkan Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaji) menjadi pengguna yang
mengoperasikan dan mengembankannya. Cakupan pengguna SISKOHATKES meliputi Operator
Puskesmas, baik kabupaten/kota dan provinsi, embarkasi/debarkasi, Kantor Urusan Haji (KUH),
Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), Tim Kesehatan Haji Indonesia di Arab Saudi, dan
Panitia Penyelenggara Ibadah Haju (PPIH) (Puskeshaji, 2019).
Mekanisme Surveilans Haji menggunakan SISKOHATKES
Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Indonesia menggunakan SISKOHATKES dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Indonesia (Puskeshaji, 2019)

1. Pemeriksaan kesehatan tahap I. Pemeriksaan ini dilakukan pada calon jemaah yang
mendaftar. Pemeriksaan pada tahap pertama merupakan pemeriksaan mendasar yang
bertujuan untuk menyiapkan kondisi kesehatan jemaah haji. Biasanya pemeriksaan tahap
I dilakukan paling lambat 2 tahun dari perkiraan keberangkatan.
2. Pembinaan kesehatan haji pada masa tunggu. Pembinaan kesehatan pada masa tunggu
dilakukan pada jemaah yang telah mendaparkan nomor kloter keberangkatannya.
Pembinaan ini diharapkan mampu meningkatkan kesehatan jemaah bila pada
pemeriksaan tahap I jemaah memiliki status kesehatan yang kurang baik.
3. Pemeriksaan kesehatan tahap kedua. Pemeriksaan kesehatan tahap II dilakukan paling
lambat tiga bulan sebelum waktu keberangkatan jemaah.
4. Pembinaan kesehatan haji di masa keberangkatan. Hampir sama seperti pembinaan
pertama, para jemaah mendapatkan pembinaan kesehatan agar status kesehatannya tetap
terjaga hingga waktu keberangkatan tiba. Pada tahap ini, jemaah sudah dipastikan
keberangkatannya setela dikonfirmasi oleh Kementerian Agama.
5. Pemeriksaan kesehatan tahap 3. Pemeriksaan tahap III adalah konfirmasi terakhir untuk
memastikan apakah jemaah dalam kondisi prima untuk melakukan penerbangan ke Arab
Saudi atau tidak.
Selanjutnya, adalah proses pertukaran data antara SISKOHAT dan SISKOHATKES, dimana
data-data yang dikumpulkan berupa (Kemenkes RI, 2009):
1. Data estimasi keberangkatan jemaah lengkap dengan identitas, nomor porsi, dan waktu
keberangkatan
2. Data jemaah haji berhak lunas yang berisi status pelunasan. Data ini dijadikan dasar pada
saat pemeriksaan kesehatan tahap II
3. Data jemaah di embarkasi
4. Data jumlah jemaah yang berangkat.
5. Data pemeriksaan kesehatan tahap pertama, kedua, dan ketiga
6. Data vaksinasi meningitis meningokokus yang dijadikan acuan dalam proses pembuatan
visa
7. Data jemaah yang mendapat rawat jalan di KKHI dan RSAS
8. Data jemaah haji yang wafat
SISKOHATKES juga dirancang menjadi aplikasi berbasis sistem android yang bisa digunakan
oleh petugas TKHI dalam melakukan pencatatan dan pelaporan selama perjalanan. Dengan
adanya sistem mobile ini dapat memudahkan TKHI dalam melakukan pencatatan dan
mengurangi risiko kesalahan data pada database pusat di SISKOHAT Kementerian Agama.
Beberapa fitur yang terdapat pada aplikasi SISKOHATKES yaitu (Puskeshaji, 2020):
1. Jemaah. Pada fitur ini berisi daftar jemaah sesuai dengan kloter yang dipegang oleh
TKHI
2. Pelayanan. Pada fitur ini terdapat sub menu lainnya berupa menu rawat jalan, rujukan,
visitasi, dan pengawasan makanan selama berada di Arab Saudi
3. Farmasi. Pada menu farmasi terdapat sub menu berupa pelaporan sisa stok obat dan
jumlah stok obat yang tersedia
4. Scan Kartu
5. Logout
Mekanisme pelaporan sistem informasi manajemen kesehatan haji yaitu Puskesmas sebagai
operator yang melakukan pencatatan mulai dari entri data sampai pelaporan. Data-data diperoleh
berdasarkan catatan TKHI menggunakan SISKOHATKES Mobile. Selanjutnya, Puskesmas
memberikan laporan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota paling lambat tiga minggu
sebelum penyelenggaran haji dimulai. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian melakukan
pencatatan terkait hasil pemeriksaan kesehatan pertama dan kedua. Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota memberikan laporan kerpada Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian, dari Dinas
Kesehatan Provinsi diserahkan Direktorat Jenderal PP & PL dan dilanjutkan mengirimkan
laporan ke Arab Saudi (Kemenkes RI, 2009)
Referensi:
Kemenkes RI. (2009). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
442/Menkes/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaran Kesehatan Haji Indonesia.
Puskeshaji. (2019). Petunjuk Teknis Operasionalisasi SISKOHATKES bagi Petugas Kesehatan
Haji di Kabupaten/Kota dan Embarkasi. Kementerian Kesehatan RI.
Puskeshaji. (2020). Petunjuk Teknis Operasional SISKOHATKES Mobile bagi Petugas di
Kloter. Kementerian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai