Anda di halaman 1dari 3

Kaitan Pembahasan Topik Dilihat dari Sisi Kesehatan Masyarakat

1. Fertilitas
Berdasarkan artikel tersebut, disebutkan bahwa faktor-faktor yang masih kental dalam
mempengaruhi fertilitas adalah faktor demografi, sosial ekonomi, dan budaya.
a. Bukti penemuan yang termasuk ke dalam faktor demografi yaitu usia perempuan, usia
saat menikah, tingkat pendidikan, agama, dan perceraian dengan perempuan sebagai
kepala rumah tangga. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pembentukan persepsi dan
penerimaan informasi, khususnya mengenai anak dan kesehatan. Usia lebih tua
cenderung bersifat konservatif dan tidak reaktif dengan informasi terkini. Sehingga
mereka masih mempertahankan kebiasaan untuk memiliki lebih banyak anak. Untuk
perceraian, perempuan biasanya memiliki peluang lebih sempit dalam pasar kerja
sehingga mempengaruhi jumlah pendapatannya untuk mengurus keluarga, sehingga
mengharapkan jumlah anak yang kecil. Selain itu, tingkat pendidikan berpengaruh pada
penerimaan seseorang terhadap informasi. Seseorang dengan pengetahuan baik mampu
menyerap dan mengambil keputusan dengan tepat terkait kesehatan dan perencanaan
keluarga. Karena banyak informasi yang menganjurkan untuk tidak memiliki banyak
anak dengan segala manfaatnya, tingkat fertilitasnya cenderung lebih rendah.
b. Bukti yang termasuk ke dalam faktor sosial ekonomi adalah lingkungan tempat tinggal,
serta tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Dikatakan bahwa perempuan yang tinggal di
pedesaan cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi dibandingkan perkotaan.
Lingkungan pedesaan masih bersifat konservatif dan kurang terinformasi. Hal ini
menyebabkan masyarakat pedesaan tidak terpikir merencanakan jumlah anak dan
menerima sebanyak yang mereka bisa dapatkan. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dua hal tersebut dalam masyarakat pedesaan
cenderung rendah, sehingga mereka melihat anak dari segi kebermanfaatan ekonomi,
dimana memiliki banyak anak adalah investasi yang bisa membantu kehidupan keluarga
menjadi lebih baik di masa depan. Sedangkan, orang yang tinggal di perkotaan
kebanyakan adalah orang yang merantau dan fokus pada pekerjaanya, jadi semakin
sedikit waktu untuk memikirkan perencanaan anak dan keluarga. Masyarakat perkotaan
juga terinfomasi dengan baik. Anak tidak dijadikan sebagai investasi memperbaiki hidup
namun, mereka memikirkan pengeluaran untuk memiliki anak yang berkualitas.
c. Bukti yang termasuk ke dalam faktor budaya yaitu persepsi perempuan terhadap jumlah
anak ideal. Seperti yang sudah disebutkan, perempuan memiliki persepsi tersendiri
tentang jumlah anak yang ideal menurutnya. Hal ini dibentuk dari kebiasaan zaman
dahulu untuk memiliki banyak anak. Jika keluarganya adalah keluarga yang sangat
majemuk, sangat tinggi kemungkinannya ia meneruskan untuk memiliki banyak anak
karena sudah terbentuk persepsi banyak anak adalah hal yang biasa. Memiliki banyak
anak sangat berisiko menyebabkan kematian ibu. Untuk itu, perlu adanya standar jumlah
anak dari pemerintah, sehingga persepsi yang terbentuk diantara perempuan terkait
jumlah anak yang ideal mendekati dari jumlah standar tersebut. Selain menekan jumlah
kematian ibu, negara juga berpotensi mendapatkan SDM yang berkualitas karena
perawatan anak bisa terfokus.
Tindakan yang mungkin dapat dilakukan untuk menekan pengaruh faktor demografi, sosial
ekonomi, dan budaya terhadap tingkat fertilitas yang tinggi yaitu dengan menyebarluaskan
informasi mengenai perencanaan keluarga, kontrasepsi, dan kebijakan yang mendukung ibu
dan keluarga sehat. Pemberian informasi disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang
majemuk, sehingga informasi bisa diterima dan dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Hal ini tentu sangat membantu dalam mengantisipasi ledakan fertilitas.

2. Mortalitas
Pada artikel disebutkan beberapa faktor yang meningkatkan kematian ibu yaitu
a. Ras warna kulit
Diketahui bahwa selama kehamilan, ras kult hitam berisiko mengalami kematian tiga
sampai empat kali lebih tinggi dari perempuan kulit putih karena perbedaa penerimaan
episiotomi. Perbedaan ini membutuhkan perawatan yang juga berbeda dari tenaga medis.
Tetapi, seringkali terjadi diskriminasi yang disebabkan oleh perbedaan warna kulit
tersebut. Dampaknya, ibu dengan kulit hitam tidak mendapat perawatan dan fasilitas
persalinan yang optimal. Dengan ketidakoptimalan tersebut, risiko kematian semakin
besar. Sebaiknya diberlakukan kebijakan keseteraan sosial di bidang kesehatan dengan
menstandardisasi kualitas perawatan disesuaikan dengan risiko.
b. Ketersediaan bantuan medis
Bantuan medis seringkali sangat sulit di daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).
Keadaan tersebut menyebabkan akses untuk menyalurkan fasilitas kesehatan juga
terhambat, sehingga pelayanan menjadi tidak maksimal. Ibu yang datang untuk
melakukan kunjungan menjadi kecewa dan tidak lagi percaya dengan perawatan tenaga
medis. Untuk itu, pelayanan medis dan sistem rujukan sebaiknya dibenahi sehingga bisa
lebih mudah dan cepat pengurusannya. Dengan hal tersebut, kemungkinan masyarakat
percaya pada bantuan medis lebih tinggi dan fasilitas kesehatan bisa lebih terkontrol.
c. Penyakit infeksi dan non-infeksi
Penyakit infeksi dan non-infeksi paling sering menjadi faktor utama mortalitas ibu
selama kehamilan. Hal tersebut memang tidak bisa dihindari, namun bisa diantisipasi.
Pada periode sebelum kelahiran, ibu dipersiapkan dengan pengetahuan serta obat dan
suplemen yang dapat mengurangi risiko kematian. Pengetahuan yang bisa dibagikan
yaitu tanda-tanda bahaya, tindakan pertama untuk menghadapi tanda bahaya tersebut,
serta pelatihan untuk memicu spontanitas masyarakat mencari fasilitas kesehatan bila
tanda-tanda bahaya tersebut muncul.

3. Migrasi
Pada artikel dikatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah migrasi utamanya migrant
perempuan. Walaupun kebanyakan dari mereka melakukan imigrasi atau pindah dari desa ke
desa. Namun, diketahui bahwa migrant memiliki status ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini
memungkinkan mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan yang lebih baik. Pada hasil
penelitian juga diketahui bahwa migram perempuan menunjukkan bahwa mereka menggunakan
kontrasepsi untuk mengatur fertilitasnya. Hal ini tentu sangat baik dalam menghindari morbiditas
dan mortalitas ibu, serta menekan jumlah kelahiran. Selain itu, para migran perempuan juga
sebagian besar melakukan persalinan dengan tengaa kesehatan di fasilitas kesehatan. Hal ini
mempermudah pengontrolan oleh tenaga medis sehingga mengurangi risiko kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai