Anda di halaman 1dari 11

Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal

Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

DEFISIENSI VITAMIN B12: TINJAUAN ASPEK FISIOLOGI DAN DAMPAK SPESIFIK


TERHADAP GINJAL
VITAMIN B12 DEFICIENCY: INSIGHT OF PHYSIOLOGICAL ASPECT AND THE SPECIFIC
IMPACT TO THE KIDNEY

Patwa Amani1*
1
Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia
*Penulis koresponden: patwa.amani@trisakti.ac.id

ABSTRAK SEJARAH ARTIKEL

Defisiensi vitamin B12 (VB12) saat ini masih merupakan masalah kesehatan ● Diterima
22 Oktober 2021
masyarakat di seluruh dunia baik negara maju maupun berkembang. Selain karena
● Revisi
kurangnya intake, terdapat berbagai penyebab terjadinya defisiensi VB12 yang 22 November 2021
berkaitan dengan fisiologi absorbsi dan utilisasi seluler vitamin B12. Dampak dari
● Disetujui
defisiensi VB12 bukan saja terjadi pada sistem hematologi yang secara klasik sudah 10 Desember 2021
diketahui, namun memiliki dampak pada berbagai sistem tubuh salah satunya organ ● Terbit online
ginjal. Beberapa laporan kasus menunjukan adanya hubungan antara kelainan gen 31 Januari 2022
yang terlibat dalam proses absorbsi vitamin B12 dengan penyakit ginjal progresif
kronis. Review ini bertujuan membahas defisiensi VB12 yang ditinjau dari aspek KATA KUNCI
fisiologi serta dampak khususnya pada organ ginjal.
● Vitamin B12,
● Fisiologi,
● Ginjal,

ABSTRACT

Currently, vitamin B12 (VB12) deficiency is still a major health problem throughout the
world, both in developed and developing countries. Apart from lacking of intake, there
are various causes of VB12 deficiency related to the physiology of absorption and
cellular utilization of vitamin B12. The impact of VB12 deficiency does not only occur as KEYWORDS
the classical form of hematological symptoms, but also has an impact on various body
● Vitamin B12,
systems, one of which is the kidney. Several case reports suggest an association ● Physiology,
between gene that involved in the absorption of vitamin B12 and chronic progressive ● Kidney,
kidney disease. This review aims to discuss VB12 deficiency in terms of physiology and
its impact especially on the kidney.

90
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

1. PENDAHULUAN

Defisiensi vitamin B12 (VB12) atau cobalamin saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia baik negara maju maupun berkembang. Studi epidemiologi yang
melibatkan 2999 subjek di Amerika menunjukan bahwa sekitar 16,5% dari total subjek dengan rentang
usia 26-83 tahun memiliki kadar VB12 plasma di bawah normal dan sekitar 39% lainnya memiliki kadar
suboptimal (Tucker et al., 2000). Penelitian di Australia tahun 2014 dengan 2210 subjek usia 20-90
tahun memberi data sekitar 5% populasi mengalami defisiensi VB12 dan 28% diantaranya tergolong
defisiensi subklinis dengan kadar plasma VB12 level normal-rendah (Moore et al., 2014). Menurut
WHO prevalensi defisiensi vitamin B12 sekitar 15% di Jerman pada kelompok usia reproduksi, angka
ini lebih rendah di United Kingdom yakni sekitar 0-3% dan di Jepang justru kurang dari 1% (WHO, 2006).

Di negara berkembang defisiensi vitamin B12 masih menjadi masalah gizi yang nyata. Dilaporkan
sekitar 46% penduduk dewasa India mengalami kekurangan mikronutrien ini, sedangkan di Kenya
prevalensinya sekitar 40% pada anak usia sekolah (WHO, 2006). Di Indonesia masih sulit untuk
mendapatkan data pasti prevalensi defisiensi vitamin B12.

Defisiensi vitamin B12 utamanya terjadi pada kelompok lanjut dengan laporan sekitar 40%
populasi ini terlibat (Tucker et al., 2000). Kelompok yang juga rentan mengalami kondisi ini adalah ibu
hamil dan menyusui dengan perkiraan prevalensi 27-46% di negara berkembang (J Siddiqua, 2014).
Permasalahan defisiensi vitamin B12 kini menghadapi tantangan baru dengan perubahan populasi
yang risiko tinggi akibat penggunaan obat-obat jangka panjang, pola penyakit serta gaya hidup. Gaya
hidup vegan diketahui menyebabkan defisiensi vitamin B12 hingga 45 % pada anak, 33% pada dewasa,
serta mencapai 80% pada lansia (Pawlak, Lester and Babatunde, 2014).

Sepertiga pasien diabetes melitus yang rutin mengkonsumsi metformin akan mengalami
kekurangan mikronutrien ini (Ahmed, Muntingh and Rheeder, 2016). Pasien dengan konsumsi harian
proton pump inhibitor dan atau antagonis H2 jangka panjang akan masuk pada kondisi ini dalam jangka
waktu dua tahun (Lam et al., 2013). Pasien dengan infeksi Helicobacter pylori, AIDS, kondisi obesitas
dan alkoholisme juga merupakan kelompok yang rentan mengalami defisiensi vitamin B12 (Balt, 2000;
Herrmann and Obeid, 2011; Fragasso, 2013; Ho et al., 2014)

Dengan semakin banyaknya kelompok risiko tinggi terjadinya defisiensi vitamin B12 maka perlu
pengetahuan lebih mengenai efek kekurangan mikronutrien ini terhadap fungsi fisiologis tubuh
sehingga dapat dilakukan pencegahan penyakit. Pada era Dorothy Hodgkin mendapatkan hadiah Nobel
tahun 1948 atas keberhasilannya menemukan struktur molekul vitamin B12, fokus utama defisiensi

91
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

VB12 adalah gambaran klasik berupa anemia megaloblastik (Moreira, 2010). Namun seiring
perkembangan ilmu pengetahuan, diketahui bahwa kekurangan B12 akan mengakibatkan gangguan
yang luas pada sistem hematologi, saraf, psikiatri, metabolisme energi, bahkan kardioserebrovaskuler
(Herrmann and Obeid, 2011).

Penelitian terhadap beberapa metabolit yang berkaitan dengan fungsi vitamin B12, yaitu
homosistein dan asam metilmalonat (AMM) memperlihatkan ada hubungan dengan perubahan fungsi
ginjal. Meskipun demikian penelitian tersebut masih sepotong-sepotong dan sebagian besar dikaitkan
dengan kondisi kelainan metabolik lainnya. Hingga saat ini belum jelas hubungan langsung defisiensi
vitamin B12 dengan perubahan fungsi dan struktur ginjal, terlebih lagi pada kondisi defisiensi B12
merupakan satu-satunya kondisi patologis yang berperan.

2. PEMBAHASAN

Struktur molekul Vitamin B12 sangat berkaitan dengan sifat biologis dan fisiologisnya. Vitamin
B12 merupakan vitamin larut air yang esensial bagi tubuh. VB12 merupakan vitamin dengan struktur
kimia paling besar dan kompleks diantara 13 jenis vitamin yang saat ini telah diketahui. Cbl dengan
berat molekul 1355,4 Da memiliki struktur unik yang tidak dimiliki oleh vitamin yang lain, yakni
komponen ion logam berupa atom kobalt (Co) sebagai pusat molekulnya dengan dua ligan yang
berikatan dengan atom Co tersebut (Herrmann and Obeid, 2011; Kozyraki and Cases, 2013).

Ligan bagian bawah (α-axial) terdiri atas cincin grup benzimidazole yang terikat pada struktur
corrin melalui grup fosfat-ribosa. Struktur ligan bagian atas (β-axial) akan berbeda pada setiap
vitamernya dan merupakan dasar penamaan turunan VB12. Struktur VB12 termasuk dalam keluarga
corrinoid dengan cincin corrin yang terdiri dari empat cincin pirol yang berikatan secara langsung.
Struktur ini mirip dengan cincin porfirin yang ada pada heme hemoglobin dan sitokrom (Kräutler, 2005;
Kozyraki and Cases, 2013).

Terdapat beberapa vitamer VB12, yakni cyanocobalamin (CNCbl), hydroxocobalamin (OHCbl),


methylcobalamin (MeCbl) dan adenosylcobalamin (AdoCbl). Hydroxocobalamin merupakan bentuk
vitamer yang alamiah ada di alam hasil sintesis bakteri sedangkan cyanocobalamin diproduksi di
laboratorium sebagai suplemen baik dalam bentuk tablet maupun sediaan injeksi intramuskular.
Cyanocobalamin di dalam tubuh akan diubah menjadi hydroxocobalamin, sedangkan
hydroxocobalamin akan diubah menjadi methylcobalamin atau adenosylcobalamin. Pada manusia

92
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

turunan vitamin B12 yang aktif secara metabolik adalah methylcobalamin dan adenosylcobalamin
(Kräutler, 2005; Powar, C.B., and Chatwal, 2016).

Vitamin B12 tidak dapat disintesis oleh tumbuhan, hewan ataupun manusia. Proses biosintesis
mikronutrien ini hanya dapat dilakukan oleh bakteri, oleh karena itu sumber bagi hewan adalah dari
pakan yang mengandung bakteri produsen vitamin B12 lalu tubuh hewan mencadangkan pada
jaringan. Pada manusia asupan Cbl didapat dari diet yang berasal dari produk hewani. Sumber vitamin
B12 terutama terdapat dalam daging, unggas, ikan serta dairy product seperti susu, keju, dan telur
(Oregon State University, 2015).

Nilai normal serum vitamin B12 pada manusia adalah > 300 pmol/L. Definisi defisiensi vitamin B12
bila nilai total serum vitamin B12 antara 150-249 pmol/L, dan termasuk defisiensi akut bila kadar
vitamin B12 serum < 149 pmol/L (Hannibal et al., 2016). Secara umum rekomendasi asupan vitamin
B12 harian adalah sekitar 1-5µg untuk menjaga kadar vitamin B12 tetap dalam tingkat normal (Hunt,
Harrington and Robinson, 2014). Di Indonesia angka kecukupan gizi vitamin B12 untuk dewasa
menurut Departeman Kesehatan adalah 2,4µg per hari. Kebutuhan ini meningkat sekitar 0,2µg pada
ibu hamil dan 0,4µg pada ibu menyusui (Depkes RI, 2013).

Kadar vitamin B12 yang optimal dalam tubuh penting karena berperan penting dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta memengaruhi produksi energi pada tingkat seluler
di seluruh tubuh. juga penting dalam proses sintesis DNA, maturasi dan proliferasi sel, proses
hematopoesis, serta menjaga berlangsungnya fungsi sistem saraf yang normal (Kozyraki and Cases,
2013). Tubuh manusia dapat menyimpan cadangan vitamin B12 di hepar dalam jumlah yang relatif
besar, yakni sekitar 1-5mg, oleh karena itu defisiensi vitamin B12 akan bermanifestasi klinis setelah
beberapa bulan bahkan tahun. Meskipun demikian defisiensi vitamin B12 merupakan kondisi yang
banyak ditemukan pada populasi tertentu (Kozyraki and Cases, 2013).

Defisiensi vitamin B12 terutama terjadi pada kelompok lanjut usia dengan laporan sekitar 40%
populasi mengalami kondisi ini. Kelompok lanjut usia menjadi sangat rentan karena kurangnya asupan
dari makanan, gangguan fungsi fisiologis lambung akibat atropi sel parietal lambung, serta interaksi
berbagai obat yang biasanya dikonsumsi jangka panjang (Tucker et al., 2000). Kelompok yang juga
rentan mengalami kondisi ini adalah ibu hamil dan menyusui dengan perkiraan prevalensi 27-46% di
negara berkembang. Meningkatnya kebutuhan harian bagi populasi ini meningkatkan risiko terjadinya
defisiensi (J Siddiqua, 2014). Gaya hidup vegan diketahui menyebabkan defisiensi VB12 hingga 45%
pada anak, 33% pada dewasa, serta mencapai 80% pada lansia (Pawlak, Lester and Babatunde, 2014).

93
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

Ibu menyusui yang vegetarian dan tidak mengkonsumsi suplemen akan meningkatkan risiko defisiensi
vitamin B12 bagi bayi nya, terlebih saat pemberian ASI ekslusif (Hannibal et al., 2016)

Pasien yang menggunakan beberapa obat-obatan juga diketahui menjadi rentan terjadi defisiensi
VB12. Penggunaan metformin jangka panjang akan mengakibatkan gangguan absorbsi vitamin B12 di
ileum, hal ini terjadi karena proses ambilan kompleks B12 dan faktor intrinsik oleh reseptor permukaan
sel ileum bergantung pada konsentrasi ion Ca++ di lumen. Metformin diketahui memberikan muatan
positif pada permukaan membran sel usus, sehingga akan menyingkirkan ion positif seperti
Ca++.(Hannibal et al., 2016). Secara epidemiologi diketahui sepertiga pasien diabetes melitus yang
rutin menggunakan metformin akan mengalami defisiensi vitamin B12 (Ahmed, Muntingh and
Rheeder, 2016)

Jenis obat yang bersifat menekan produksi asam lambung juga mengakibatkan gangguan absorbsi
vitamin B12 karena lingkungan asam dalam lambung penting untuk memecah ikatan vitamin B12 dari
protein pembawa pada diet. Pasien dengan konsumsi harian proton pump inhibitor dan atau antagonis
H2 jangka panjang akan masuk pada kondisi defisiensi B12 dalam jangka waktu dua tahun (Lam et al.,
2013). Pasien dengan infeksi Helicobacter pylori, AIDS serta kondisi obesitas dan alkoholisme juga
merupakan kelompok yang rentan mengalami defisiensi vitamin B12 (Balt, 2000; Herrmann and Obeid,
2011; Fragasso, 2013; Ho et al., 2014)

Selain karena kurangnya intake, gangguan pada proses absorbsi merupakan penyebab utama
terjadinya defisiensi vitamin B12. Tubuh manusia tidak dapat mensintesis vitamin B12 oleh karena itu
intake seluruhnya didapat dari diet. Absorbsi VB12 membutuhkan fungsi normal rongga mulut,
lambung, pankreas, dan usus kecil. Dengan bantuan asam lambung dan pepsin, VB12 yang terikat pada
protein makanan akan dipecah menjadi bentuk bebas. Bentuk bebas VB12 selanjutnya akan berikatan
dengan haptocorrin, suatu protein yang terdapat dalam saliva dan dikode oleh gen TCN I. Haptocorrin
akan melindungi Cbl dari lingkungan asam dalam lambung (Kozyraki and Cases, 2013). Ketika sampai
di duodenum yang bersuasana basa, haptocorrin akan didegradasi oleh enzim pankreas (tripsin)
sehingga VB12 akan lepas untuk selanjutnya akan terikat dengan faktor intrinsik (FI), suatu glikoprotein
yang disintesis oleh sel parietal lambung. Faktor intrinsik disekresikan dengan stimulasi dari makanan,
diproduksi sebanding dengan sekresi asam lambung dan dihambat oleh obat golongan proton pump
inhibitor (PPi) dan penghambat pompa H2. Faktor intrinsik dan vitamin B12 akan membentuk kompleks
FI-VB12 dan ketika tiba di distal ileum kompleks ini akan dikenali oleh kompleks reseptor yang disebut
cubam. Cubam merupakan kompleks reseptor pada bagian apikal enterosit yang terdiri atas protein
cubilin dan protein amnionless. Protein cubilin bertindak sebagai reseptor yang mengenali dan

94
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

mengikat kompleks FI-VB12 sedangkan protein amnionless bertanggungjawab pada proses endositosis
(Herrmann and Obeid, 2011; Kozyraki and Cases, 2013).

Setelah kompleks VB12-FI-cubam diendositosis, kompleks akan masuk ke lisosom. Selanjutnya


cubam akan dilepas dan FI didegradasi menyisakan VB12 yang keluar dari lisosom masuk ke sitoplasma
enterosit dan akan berikatan dengan transkobalamin untuk kemudian masuk dalam plasma.
Transkobalamin merupakan protein yang disekresi oleh membran enterosit pada bagian basolateral
dan berperan untuk mentransport vitamin ke seluruh sel tubuh. Dalam plasma vitamin B12 akan
terikat pada dua protein, yaitu transkobalamin dan haptocorrin. Sekitar 80% vitamin B12 plasma
terikat pada haptocorrin (holo-HC), meskipun demikian bentuk ini tidak dapat digunakan oleh sel-sel
tubuh, hanya vitamin B12 yang berikatan dengan transkobalamin (holo-TC) yang memiliki aktifitas
biologis (Herrmann and Obeid, 2011; Kozyraki and Cases, 2013).

Gambar 1. Absorbsi dan Transport Seluler Vitamin B12 (Green, 2017)

Fungsi Holo-HC hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, diduga merupakan kompleks
vitamin B12 yang telah dimetabolisme dan diubah menjadi bentuk inaktif. Selanjutnya kompleks ini

95
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

akan keluar dari sistem plasma menuju hepar untuk kemudian diekskresikan dari tubuh melalui sistem
empedu (Quadros and Sequeira, 2013). Kompleks aktif vitamin B12, yakni Holo-TC akan beredar dalam
plasma dan akan masuk ke sel melalui proses endositosis dengan perantaraan reseptor transkobalamin
pada permukaan sel (TCblR; CD320) (Quadros and Sequeira, 2013; Hannibal et al., 2016). Setelah
mengalami endositosis, kompleks holo-TC akan dipisahkan dari reseptor transkobalamin di endosom,
lalu masuk ke lisosom. Selanjutnya VB12 akan dibebaskan dari TC lalu ditransport menuju sitoplasma
sel untuk diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu methylcobalamin (MeCbl) atau ke mitokondria sebagai
bentuk adenosylcobalamin (AdoCbl) sehingga dapat melaksanakan fungsi nya sebagai kofaktor enzim
MS dan MMM (Herrmann and Obeid, 2011; Hannibal et al., 2016).

Secara fisiologis, vitamin B12 yang aktif hanya dalam bentuk grup metil (MeCbl) atau grup 5’-
deoxyadenosyl (AdoCbl) yang terikat secara kovalen pada atom kobalt. Hingga saat ini diketahui pada
tubuh manusia terdapat dua jenis enzim yang fungsinya bergantung pada vitamin B12, yakni enzim
Metionin Sintase (MS) dan Metil Malonil co-A Mutase (MMM) (Combs, 2008). Gangguan fungsi kedua
enzim tersebut menjadi dasar patogenesis pada pasien defisiensi vitamin B12. Pada review ini
pembahasan akan difokuskan pada dampak defisiensi vitamin B12 pada fungsi dan struktur histologis
organ ginjal.

Metionin sintase (MS) merupakan enzim metiltransferase yang ada di sitoplasma, dengan
bantuan MeCbl berperan sebagai katalisator proses transfer gugus metil dari metiltetrahidrofolat
(MeTHF) ke homosistein sehingga menghasilkan metionin dan tetrahidrofolat (THF). Metionin
merupakan asam amino penting dalam pembentukan S-adenosilmetionin (SAM) yang merupakan
sumber donor metil universal yang penting digunakan dalam reaksi biologis tubuh termasuk reaksi
metilasi DNA, RNA, protein, fosfolipid, neurotransmiter, dll. Pada sistem saraf pusat manusia seluruh
reaksi metilasi secara eksklusif tergantung pada enzim VB12-dependent MS, hal ini menjelaskan
terjadinya gangguan saraf dan psikiatrik pada defisiensi VB12 (Combs, 2008; Powar, C.B., and Chatwal,
2016).

Gangguan fungsi enzim MS juga akan menyebabkan akumulasi homosistein. Pada kondisi normal
kadar homosistein akan dipertahankan pada nilai yang rendah pada sel melalui proses re-metilasi oleh
enzim MS sehingga menjadi metionin. Homosistein juga dapat diubah menjadi sistein melalui jalur
trans-sulfurasi yang memerlukan enzim Cystathionine β-Synthase (CBS) dan vitamin B6. Jalur ini
aktifitasnya akan sangat meningkat dengan adanya SAM, sehingga kondisi defisiensi B12 juga akan
memperlambat bersihan homosistein dari siklus ini (McCaddon et al., 2002; Combs, 2008).

96
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

Peran lain enzim MS adalah mengubah metil-THF menjadi THF. THF akan diubah menjadi metilen-
THF yang kemudian akan berperan dalam sintesis timin. Pada proses ini deoxyuridine monophosphat
(dUMP) dan metilen-THF diubah oleh enzim timidilat sintase menjadi dihidrofolat (DHF) dan
deoksitimidin monofosfat (dTMP) atau timidilat. Timin merupakan salah satu basa pirimidin yang
membedakan DNA dan RNA, oleh karena itu tidak diproduksinya timin menyebabkan gangguan
sintesis DNA. Pada kondisi defisiensi vitamin B12 metil-THF tidak dapat diubah kembali menjadi THF,
oleh karena itu terjadi penumpukan metil-THF di dalam sel, hal yang dikenal dengan istilah methyl-
trap. Kondisi ini menimbulkan gejala klinis yang mirip dengan defisiensi folat meskipun asupan folat
dari diet sudah adekuat (Combs, 2008; Castellanos-Sinco et al., 2015; Powar, C.B., and Chatwal, 2016).

Metilmalonil-KoA mutase (MMM) merupakan enzim isomerase VB12-dependent yang terdapat di


mitokondria, diperlukan untuk mengkatalisis konversi metilmalonil-KoA menjadi suksinil-KoA yang
akan masuk dalam siklus tricarboxylic acid (TCA). Metilmalonil-KoA berasal dari propionil-KoA yang
merupakan hasil katabolisme asam amino rantai cabang (valin, leusin, isoleusin, metionin), asam lemak
rantai ganjil dan kolesterol, timin serta urasil. Kelainan pada enzim ini akan mengakibatkan gangguan
metabolisme energi terutama proses glukoneogenesis (Combs, 2008).

dUMP
Folate DHF
ATP
Methionine THF
dTMP

SAM MS + B12 Methylene-THF Sintesis dan


Perbaikan
DNA
Methyl-THF
CH3 SAH Hcy
SAM
+++ SAM

Metilasi Cystathionine
DNA, RNA,
protein, dll Cysteine Glutathione

Gambar 2. Skema Fungsi Enzim Metionin Sintase (MS) pada Siklus Metionin dan Siklus Folat (McCaddon et al.,
2002; Oliveira et al., 2008; Rainero et al., 2013)

97
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

Defisiensi vitamin B12 akan mengakibatkan penumpukan asam metil malonat (AMM) serta terjadi
metabolisme alternatif dari propionil-KoA. Propionil-KoA dapat mengalami hidrolisis menjadi
propionat. Propionat dan propionil-KoA dapat mengalami β oksidasi menjadi 3-OH-propionat.
Propionil-KoA yang menumpuk dapat masuk ke siklus TCA dan membentuk 2-metilsitrat. Metabolit
lain yang juga menumpuk akibat kegagalan fungsi MMM adalah metilmalonat yang merupakan hasil
hidrolisis metilmalonil-KoA (Morath et al., 2008).

Berbagai penelitian telah melihat hubungan antara peningkatan metabolit AMM dan perubahan
fungsi ginjal. Hewan coba tikus yang menenerima injeksi AMM subkutan selama satu bulan
menunjukkan adanya peningkatan TNFα sebagai marker proinflamsi pada korteks ginjal. Fungsi ginjal
juga mengalami penurunan yang tampak dari peningkatan kadar kreatinin plasma (Goyenechea et al.,
2012). Riset lain menggunakan metode yang hampir sama membuktikan adanya kerusakan DNA
korteks ginjal yang dinilai dengan metode comet assay setelah 24 jam injeksi MMA (Andrade et al.,
2014)

Penelitian menggunakan tikus transgenik mutasi enzim MMM menunjukan adanya


tubulointerstitial nephritis (TIN) dengan gambaran mitokondria abnormal pada tubulus proksimal dan
penebalan matriks. Gangguan fungsi ginjal juga dilaporkan dengan adanya penurunan laju filtrasi
glomerulus yang signifikan, peningkatan kadar kreatinin serum dan gangguan reabsorbsi tubulus
proksimal. Lebih jauh penanda kerusakan ginjal yakni lipocalin-2 dan kidney injury marker-1 (KIM-1)
juga mengalami upregulasi yang apabila diberikan terapi antioksidan kadarnya akan mengalami
penurunan. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa AMM juga menyebabkan kerusakan ginjal dari jalur
stress oksidatif (Manoli et al., 2013).

Sebuah review mengenai hubungan methylmalonic aciduria dengan kejadian neurodegenerasi


dan gagal ginjal kronis menyimpulkan bahwa AMM dapat bersifat nefrotoksik karena strukturnya yang
mirip dengan asam maleat, menyebabkan disfungsi mitokondria terutama karena hambatan di
kompleks II (succcinate dehydrogenase) sehingga terjadi gangguan metabolisme energi dan
peningkatan produksi ROS. Akumulasi AMM dan metilsitrat juga menyebabkan disfungsi hNaC3
(human Na+-coupled carboxylate transporter), suatu kanal pada tubulus proksimal yang terlibat dalam
reabsorbsi asam dikarboksilat dan asam trikarboksilat hasil antara siklus TCA. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme energi pada sel parenkim ginjal. Kanal lain pada tubulus ginjal yang
juga tergangggu adalah DCC (Dicarboxylic Acid Carrier) yang fungsinya mentransport glutation (GSH)
dan dikarboksilat lain dari sitosol ke mitokondria. Karena mitokondria hanya sedikit sekali mensistesis

98
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

GSH secara de novo maka gangguan transport ini akan mengganggu keseimbangan redoks jaringan
ginjal (Morath et al., 2008).

3. KESIMPULAN

Permasalahan defisiensi vitamin B12 tidak hanya faktor kurangnya asupan, namun banyak kondisi
lain yang secara fisiologis memengaruhi proses absorbsi dan utilisasi molekulernya. Fungsi utama VB12
pada fisiologi enzim metionine sintase dan metilmalonil-KoA mutase menjadi dasar patofisiologi
terjadinya berbagai manifestasi klinis pasien defisiensi VB12. Kelainan fungsi dan struktur histologis
ginjal dapat terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 sehingga perlu penelitian lebih lanjut
mengenai hal tersebut.

4. DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M. A., Muntingh, G. and Rheeder, P. 2016. Vitamin B12 deficiency in metformin-treated type-
2 diabetes patients, prevalence and association with peripheral neuropathy. BMC Pharmacology
and Toxicology, 17(44), pp. 1–10. doi: 10.1186/s40360-016-0088-3.
Andrade, V. M. et al. 2014. Methylmalonic acid administration induces DNA damage in rat brain and
kidney. Molecular and Cellular Biochemistry, 391(1–2), pp. 137–145. doi: 10.1007/s11010-014-
1996-4.
Balt, C. A. 2000. An Investigation of the Relationship Between Vitamin B12 Deficiency and HIV
Infection. Journal of the Association of Nurses in AIDS Care, 11(1), pp. 24–35. doi:
10.1016/S1055-3290(06)60419-6.
Castellanos-Sinco, H. B. et al. 2015. Megaloblastic anaemia: Folic acid and vitamin B12 metabolism.
Revista Médica Del Hospital General De México, 78(3), pp. 135–143. doi:
10.1016/j.hgmx.2015.07.001.
Combs, G. F. 2008. Vitamin B12. in The Vitamins: Fundamental Aspect in Nutrition and Health. Third.
USA: Elsevier, pp. 381–395.
Depkes RI 2013. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia.
Fragasso, A. 2013. Vitamin B12 Deficiency in Alcoholics. in Alcohol, Nutrition, and Health
Consequences. New York: Humana Press, pp. 131–134. doi: 10.1007/978-1-62703-047-2.
Goyenechea, E. et al. 2012. Expression of proinflammatory factors in renal cortex induced by
methylmalonic acid. Renal failure, 34(7), pp. 885–91. doi: 10.3109/0886022X.2012.684554.
Hannibal, L. et al. 2016. Biomarkers and Algorithms for the Diagnosis of Vitamin B12 Deficiency.
Frontiers in Molecular Biosciences, 3(June), p. 27. doi: 10.3389/fmolb.2016.00027.
Herrmann, W. and Obeid, R. 2011. Vitamin B12-Cobalamin. in Bor, M. V. B. and Nexo, E. (eds) Vitamins
in the prevention of human diseases. Boston: De Gruyter, pp. 187–271.
Ho, M. et al. 2014. Vitamin B12 in obese adolescents with clinical features of insulin resistance.
Nutrients, 6(12), pp. 5611–5618. doi: 10.3390/nu6125611.
Hunt, A., Harrington, D. and Robinson, S. 2014. Clinical Review: Vitamin B12 Deficiency. BMJ (Online),
pp. 1–10. doi: 10.1136/bmj.g5226.
J Siddiqua, T. 2014. Vitamin B12 Deficiency in Pregnancy and Lactation: Is there a Need for Pre and
Post-natal Supplementation? Journal of Nutritional Disorders & Therapy, 04(2). doi:
10.4172/2161-0509.1000142.

99
Defisiensi Vitamin B12: Tinjauan Aspek Fisiologi dan Dampak Spesifik terhadap Ginjal
Amani
p-ISSN 0853-7720; e-ISSN 2541-4275, Volume 7, Nomor 1, Halaman 90 – 100, Januari 2022
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/pdk.v7i1.10769

Kozyraki, R. and Cases, O. 2013. Vitamin B12 absorption: Mammalian physiology and acquired and
inherited disorders. Biochimie, 95(5), pp. 1002–1007. doi: 10.1016/j.biochi.2012.11.004.
Kräutler, B. 2005. Vitamin B12: chemistry and biochemistry. Biochemical Society Transactions, 33, pp.
806–10. doi: 10.1042/BST0330806.
Lam, J. R. et al. 2013. Proton Pump Inhibitor and Histamine 2 Receptor Antagonist Use and Vitamin B
12 Deficiency. Journal of the American Medical Association, 310(22), pp. 2435–2442. doi:
10.1001/jama.2013.280490.
Manoli, I. et al. 2013. Targeting proximal tubule mitochondrial dysfunction attenuates the renal
disease of methylmalonic acidemia. Proceedings of the National Academy of Sciences of the
United States of America, 110(33), pp. 13552–7. doi: 10.1073/pnas.1302764110.
McCaddon, A. et al. 2002. Functional vitamin B 12 deficiency and Alzheimer disease. Neurology, 58,
pp. 1395–1399. doi: 10.1212/WNL.58.9.1395.
Moore, E. et al. 2014. The prevalence of vitamin B12 deficiency in a random sample from the Australian
population. Journal of investigational biochemistry, 3(3), pp. 95–100. doi:
10.5455/jib.20140716041521.
Morath, M. A. et al. 2008. Neurodegeneration and chronic renal failure in methylmalonic aciduria - A
pathophysiological approach. Journal of Inherited Metabolic Disease, 31(1), pp. 35–43. doi:
10.1007/s10545-007-0571-5.
Moreira, E. S. 2010. Vascular Biochemistry of Vitamin B12: Exploring the Relationship Between
Intracellular Cobalamin and Redox Status in Human Aortic Endothelial Cells. Kent State
University.
Oregon State University 2015. Vitamin B12. Available at:
http://lpi.oregonstate.edu/mic/vitamins/vitamin-B12#.
Pawlak, R., Lester, S. E. and Babatunde, T. 2014. The prevalence of cobalamin deficiency among
vegetarians assessed by serum vitamin B12: a review of literature. European Journal of Clinical
Nutrition, 68, pp. 541–548. doi: 10.1038/ejcn.2014.46.
Powar, C.B., and Chatwal, G. R. 2016. Biochemistry. Mumbai: Himalaya Publishing House.
Quadros, E. V. and Sequeira, J. M. 2013. Cellular uptake of cobalamin: Transcobalamin and the
TCblR/CD320 receptor. Biochimie, 95(5), pp. 1008–1018. doi: 10.1016/j.biochi.2013.02.004.
Tucker, K. L. et al. 2000. Plasma vitamin B-12 concentrations relate to intake source in the framingham
offspring study. American Journal of Clinical Nutrition, 71, pp. 514–522. doi:
10.1093/ajcn/71.2.514.
WHO 2006. Guidelines on Food Fortification With Micronutrients. doi: 10.1242/jeb.02490.

100

Anda mungkin juga menyukai