Semester : 3 (ganjil)
Dosen Pengampuh : Rasyidah, S.Keb., Bd., M.,Keb
MAKALAH
KEKURANGAN VITAMIN A
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang membahas tentang “Kekurangan Vitamin A pada
Bayi”.
Makalah ini berisikan tentang definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosa, gejala dan
penatalaksanaannya.
Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi
para pembaca sehingga pembaca bisa mengenal dan mengetahui bagaimana penatalaksanaan
hipoglikemia ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Penyusun
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan vitamin A?
2. Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Vitamin A (KVA)?
3. Apa saja fungsi vitamin A?
4. Faktor risiko apa saja yang menyebabkan Kekurangan Vitamin A?
5. Apa penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A?
6. Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?
7. Apa akibat Kekurangan Vitamin A?
8. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A?
9. Apa saja sumber vitamin A?
10. Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?
5. Pola Penyakit
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan persoalan
kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan
meningkatkan risiko morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit infeksi
merupakan predisposisi terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis infekssi
seperti diare, infeksi pernafasan, dan campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi
vitamin A yang dapat berupa penurunan kadar retinol serum atau peningkatan resiko
xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan intensitas penyakit infeksi secara
langsung atau tidak langsung turut meningkatkan keretangan terhadap keadaan
difisiensi vtamin A.
Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia yang urutan
intensitasnya hamper sama seperti penyakit diare dan pernafasan. Protein pengikat
Kekurangan Vitamin A Page 12
retinol (RBP; RETINOL BINDING PROTEIN) dapat menurun ketika KEP sehingga
mengurangi ketersediaan vitamin A dalam darah. Selama episode penyakit infeksi,
penurunan kadar vitamin A dalam serum menggambarkan secara parsial respon yang
tidak spesifik terhadap keadaan demam ketika sintesis RBP yang juga merupakan
protein fase akut yang negative itu berkurang. Kadar retinol dalam serum kembali
normal setelah terjadi kesembuhan.
Cacing usus seperti Giardia serta Ascaris juga dilaporkan sebagai penyebab
penurunan absorpsi vitamin A, dengan demikian dapat turut menimbulkan
defisiensi vitamin A. Salah satu laporan tidak berhasil memperlihatkan kehilangan
vitamin A sesudah pemberian oral vitamin A kepada anak-anak yang menderita
askariasis. Walaupun begitu, infeksi parasit harus diatasi ketika kita menghadapi
populasi dengan persoalan defisiensi, dapat disertai dengan xeroftalmia.
6. Kondisi Sosioekonomi
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi
penyebab defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian. Pada
umumnya, defisiensi vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang
perekonomiannya relatif miskin. Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa
keluarga di negara-negara yang perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih
sempit, kondisi perumahan yang lebih buruk, hewan peliharaan yang lebih sedikit,
dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah (diukur berdasarkan lebih sedikitnya
barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau sepeda). Meskipun indikator status
sosioekonomi yang rendah ditemukan (di Bangladesh) berkaitan dengan risiko
xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali lebih tnggi, namun karakteristik ini tidak selalu dengan
sendirinya meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang rendah pada
ayah atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan faktor risiko yang lain.
7. Pengelompokan
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung mengelompok (clustering)
ketinbang tersebar secara rata. data dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanda-
tanda klinis defisiensi mengelompok i dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan,
Desa dan bahkan rumah tangga. Memperlihatkan pengelompokan defisiensi vitami
A berdasrkan distrik di Bangladesh. Pengelompokkan di dalam negara pada
dasarnya berhubungan denga faktor ekologi serta budaya yang semakin diperparah
oleh infrastruktur yang tidak dibangun dengan baik, dan pengelompokkan di dalam
Kekurangan Vitamin A Page 13
rumah tangga serta masyarakat terjadikarena praktik-praktik serta lingkungan yang
tidak kondusif bagi pola makan dankesehatan yang memadai. Bukti menunjukkan
bahwa besaran pengelompokkan didalam rumah tangga jauh melebihi didalam desa,
dan bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan banyak tentang
pengelompokkan ini ketimbang penyakit infeksi. Identifikasi kelompom-
kelompok defisiensi vitamin A dapat memfasilitasi implementasi program
intervensi dan jika seorang anak ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya
harus ditangani sebagai kasus suspect defisiensi vitamin A pula.
I. Sumber Vitamin A
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari
makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari
makanan juga dari suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari
Kekurangan Vitamin A Page 20
6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu (Sugiarno. 2010). ASI tetap
menjadi sumber yang penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat
secara alami dalam buah-buahan dan sayur-sayuran). Karoten dapat membantu sistem
kekebalan tubuh. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik.
Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia
dapat mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan
buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya.
(Dinkes Jateng, 2007)
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan banyak
mengkonsumsi sayuran terumata yang banyak mengandung Vitamin A. (Sugiarno. 2010)
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun
pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A adalah salah satu zat gizi
esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Untuk memperolehnya
harus diambil dari sumber diluar tubuh terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal,
umbi, biji-bijian, sayuran, buah-buahan, hewani dan bahan-bahan olahan lainnya.(Desi &
Dwi, 2009)
Hasil penelitan kekurangan vitamin A pada kelompok bayi dan faktor yang
berhubungan di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa rata-rata kadar retinol darah bayi
0,679 1 0,216 pmol/l. Muhilal di Bandung (1985) mendapatkan angka rata-rata sebesar 0,644
z 0,336 pmol/l pada bayi usia 7—11 bulan (15). Saidin S (1987) di 60 desa di Kabupaten
Bogor mendapatkan angka rata-rata vitamin A serum sebesar 0,655 z 0,137 pmol/I pada bayi
usia 2 bulan dan 0,620 0,203 gmoI/I pada bayi 7 bulan. Bila diperhatikan angka rata-rata
vitamin A serum pada bayi berdasarI‹an beberapa penelitian terserak tersebut tidak
menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hal ini memberi gambaran bahwa stalus vitamin A
pada bayi dalam keadaan marginal. Selanjutnya diperoleh hasil bahwa ada 54,1% bayi yang
mempunyai kadar vitamin A serum <0,70 pmoI/I. Stoltzfus di Jawa Tengah (1993)
mendapatkan proporsi bayi usia 6 bulan yang KVA (retinol serum ‹0,52 pmoI/I) sebesar
masalah KVA di daerah penelitian.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KVA pada Bayi Status Infeksl Pada
penelitian ini, keadaan infeksi pada bayi merupakan faktor yang paling berhubungan
dengan KVA. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa bayi yang menderita infeksi
berdasarkan kadar GRP mempunyai risiko mengalami KVA sebesar 5 kali lebih
dibandingkan dengan bayi yang sehat (OR = 5,17; 95°4 CI: 1,5A17,13). Seperti
diungkapkan oleh berbagai penelitian, antara lain penelitian Sulaiman (1989) di Purwakarta,
Jawa Barat, terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat diare dengan kadar vitamin A
dalam serum. Anak yang mempunyai riwayat diare, kadar vitamin A serumnya lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai riwayat diare. Penyakit infeksi juga
memberikan nsiko yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang sehat untuk mengalami
xeoftalmia. Hal ini diungkapkan oleh Sommer dkk (1987) di perdesaan di Pulau Jawa.
Temuannya adalah bahwa anak balita yang mendenta penyakit infeksi saluran pemapasan
dan atau riwayat diare, mempunyai risiko xeroftalmia 2,5 kali dibandingkan dengan anak
yang sehat setelah 18 bulan pengamatan. Pada bayi risiko lersebut 5,5 kali (18). Dari
gambaran penelitan-penelitian yang telah dilakukan dan hasil penelitian ini menunjukkan
adanya konsistensi bahwa terdapat asosiasi yang kuat antara status infeksi dengan status
vitamin A dan sebaliknya, meskipun cara pengukuran status infeksi tersebut berbeda. Status
Vitamin A Ibu Faktor lain yang paling berhubungan dengan masalah KVA pada bayi adalah
keadaan kekurangan vitamin A yang terjadi pada ibu menyusui. Besamya risiko bayi untuk
Pemberian Asi
Angka odds ratio yang menggambarkan risiko pemberian ASI terhadap status
vitamin A bayi menunjukkan bahwa pemberian ASI 610 kali sehari memberi efek
perlindungan terhadap kejadian KVA pada bayi sebesar 49% (OR = 0,51; 95% CI: 0,27—
0,97) dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI >10 kali sehari. Setelah dikontrol
dengan umur, tidak terdapat perbedaan angka OR. Berbeda dengan hasil penelitian ini, di
lndia diungkapkan bahwa efek perlindungan sebesar 68% terhadap teqadinya xeroftalmia
diperoleh kelompok anak yang mendapat AS1 >10 kali sehari dibandingkan dengan anak
yang tidak mendapat ASI.
Agak sulit membandingkan kedua penelitian tersebut karena nampaknya kurang
komparabel, baik umur sampel, tingkatan KVA-nya, maupun pembandingnya. Namun,
pembandlngan ini dilakukan mengingat penulis tidak mendapatkan penelitan lain yang
Berdasarkan Hasil Penelusuran Referensi Pada bab ini akan menguraikan pembahasan
tentang asuhan kebidanan pada balita dengan gizi kurang. Berdasarkan referensi yang telah di
temukan. Dalam hal ini pembahasan akan diuraikan secara narasi berdasarkan asuhan
kebidanan dengan 7 langkah varney yaitu: pengumpulan data dasar, merumuskan diagnosis
atau masalah aktual, merumuskan diagnosis atau masalah potesial, melaksanakan tindakan
segera atau kolaborasi, perencanaan tindakan asuhan kebidanan, melakukan tindakan asuhan
kebidanan dan mengevaluasi asuhan kebidanan.
6. Implementasi/penatalaksanaan
Langkah ini merupakan penatalaksanaan rencana asuhan penyuluhan kepada klien
dan keluarga. Mengarahkan dan melaksanakan rencana asuhan efisiensi dan aman
(Ambarwati, 2010 ).
Beberapa implementasi yang dapat diberikan pada klien dengan balita dengan
kekurangan vitamin A yaitu pemeriksaan kepada klien dan menjelaskan hal-hal yang
dianggap penting, agar klien dapat mengetahui keadaannya serta penatalaksanaan untuk
mencegah munculnya komplikasi.
Kekurangan Vitamin A Page 27
7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakjukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis. Rencana
tersebut dapat di anggap efektif juga memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
Adapun kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian
belum efektif. Pada prinsip tahapan evaluasi berdasarkan hasil telaah literatur yang
didapatkan adalah pengkajian kembali terhadap klien. Untuk menilai ke efektifan
tindakan yang diberikan dan keberhasilan dapat dilihat dari kondisi balita. Evaluasi yang
dilakukan pada kasus balita dengan kekurangan vitamin A yaitu antara lain keadaan
umum, tanda-tanda vital, tanda-tanda syok, dan tanda-tanda infeksi atau masalah
potensial yang kemungkin akan terjadi.
A. Kesimpulan
1. Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik)
dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan
penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi)
2. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya
asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapatmenyebabkan rabun senja.
3. Xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah danberkepanjangan akan meng
akibatkan keratomalasia.
4. Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga berfungsi
dalam sistem kekebalan (anti infeksi).
5. Faktor risiko kekurangan vitamin A adalah usia, gender, status fisiologis, diet, pola
penyakit, kondisi sosialekonomi, dan pengelompokan.
6. Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya
cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar
serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan
metabolik bagi mata.
7. KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-
organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang
diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Gejala klinis KVA
pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
a. Buta senja = XN.
b. Xerosis konjunctiva = XI A.
c. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.
d. Xerosis kornea = X2.
e. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B.
f. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea.
g. Xeroftalmia Fundus (XF).
B. Saran
Timbulnya berbagai penyakit akibat kekurangan vitamin A karena kurangnya
perhatian terhadap kesehatan masing-masing individu dan keluarga. Maka untuk
mencegah ataupun menanggulangi terjadinya peningakatan kekurangan vitamin A,
penulis menyarankan untuk lebih banyak mengomsumsi buah-buahan, biji-
bijian, sayur-sayuran dan juga hewani yang banyak mengandung vitamin A. Dengan
demikian, akan mengurangi resiko terjadinya penyakit akibat kekurangan Vitamin A.
https://media.neliti.com/media/publications/156246-ID-kekurangan-vitamin-a-pada-kelompok-
bayi.pdf
Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha Medika. Departemen
Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas.
Haryadi, Hendri. 2011 . Makalah Kekurangan Vitamin A “Ilmu Gizi”. Diakses dari http://handri-
haryadi.blogspot.com
Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika, Jakarta.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah 2007.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sugiamg0-5116-2-bab2.pdf
http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/06/11/all-about-kva-kurang-vitamin-a-
468998.html
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2136