Anda di halaman 1dari 32

Mata Kuliah : Asuhan Bayi, Balita dan Apras

Semester : 3 (ganjil)
Dosen Pengampuh : Rasyidah, S.Keb., Bd., M.,Keb

MAKALAH
KEKURANGAN VITAMIN A

NAMA : ENNI HALIMAH


NPM : 721640237
KELAS : 21S2

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang membahas tentang “Kekurangan Vitamin A pada
Bayi”.
Makalah ini berisikan tentang definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosa, gejala dan
penatalaksanaannya.
Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi
para pembaca sehingga pembaca bisa mengenal dan mengetahui bagaimana penatalaksanaan
hipoglikemia ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Sumenep, November 2022

Penyusun

Kekurangan Vitamin A Page 1


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... 1


Daftar Isi ................................................................................................................... 2
BAB I ........................................................................................................................ 3
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 3
A. Latar Belakang .............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................... 5
II. TINJAUAN TEORI...................................................................................... 5
A. Definisi .......................................................................................................... 5
B. Kekurangan vitamin A .................................................................................. 7
C. Faktor resiko ................................................................................................. 9
D. Etiologi .......................................................................................................... 14
E. Tanda dan gejala ........................................................................................... 15
F. Akibat kekurangan vitamin A ....................................................................... 17
G. Pencegahan dan penanggulanagan ............................................................... 18
H. Sumber Vitamin A ........................................................................................ 20
I. Penjelasan Penelitian Lain ............................................................................ 21
BAB III.
III. KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN .................................................... 25
A.Pengkajian ....................................................................................................... 25
B.Interpretasi Data .............................................................................................. 25
C.Diagnosa Potensial .......................................................................................... 26
D.Antisipasi Atau Tindakan Segera .................................................................... 27
E.Intervensi ......................................................................................................... 27
F.Implementasi ................................................................................................... 27
G.Evaluasi ........................................................................................................... 28
BAB IV
IV. PENUTUP .................................................................................................... 29
A. Kesimpulan ................................................................................................... 29
B. Saran ............................................................................................................. 30
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 31

Kekurangan Vitamin A Page 2


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara


yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi
anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia
dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh
yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi
nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga
masuk ke usia dewasa (Keith dan West, 2008).
Survei nasional tahun 1993 menunjukkan bahwa masalah KVA (Kekurangan
Vitamin A), yang diindikasikan dengan prevalensi Bercak Bitot, bukan merupakan
masalah kesehatan masyarakat lagi. Angka Bercak Bitot ada pada 0,34%. Nenurut
WH0 (World Health Organization), KVA merupakan masalah kesehatan masyarakat,
bila angka bercak Bitol 0,5%.
Angka KVA pada anak balita di Indonesia Bagian Timur adalah sebesar 62,5%,
sedangkan angka KVA di tujuh provinsi di Indonesia adalah sebesar 50,6%. Kriteria
terbaru yang ditetapkan WH0 yang merujuk pada nilai vitamin A dalam serum
menyebutkan bahwa bila >20% anak balita yang diperiksa mempunyai nilai serum
<0,70 µmol/l, maka besar masalah KVA di daerah itu tergolong berat .
Masalah KVA saat ini tidak hanya dikaitkan dengan kebutaan. Masalah
kelulushidupan anak (chiId survival) sangat erat kaitannya dengan masalah KVA.
Analisis rneta yang dilakukan oleh Beaton el. al, yang menguji beberapa penelitian di
Asia, termasuk Indonesia, menyimpulkan bahwa penurunan angka kematian anak
prasekolah karena intervensi vitamin A sebesar 30%. Penelitian yang dilakukan di
Bogor oleh Muhilal, dkk mendapatkan bahwa angka kematian anak balita di daerah
yang mendapat fortifikasi vitamin A lebih rendah secara signifikan dibanding daerah
kontrol.
Masalah penting yang perlu digaris bawahi adalah bahwa KVA marginal
sudah tejadi pada usia yang dini, yakni usia bayi, bahkan kurang dari 6 bulan. Hasil
temuan secara terserak di Jawa Tengah menunjukkan bahwa KVA marginal pada bayi
yang diperiksa sebesar 3A 76,5% (8,9). Kondisi ini perlu diwaspadai mengingat

Kekurangan Vitamin A Page 3


berbagai konsekuensi yang ditimbuîkan sebelum terjadinya xeroftalmia, yakni
peningkatan infeksi berat, anemia, menurunnya ketahanan terhadap penyakit, dan
hambatan pertumbuhan. Bila masalah KVA marginal ini dapat ditangani, maka
konsekuensi yang lebih berat dan rnahal tersebut dapat dihindari.
Jawa Barat, khususnya Kabupaten Bogor, merupakan daerah rawan KVA.
Angka prevalensi KVA pada ibu hamil, ibu menyusui dan anak balita masing-masing
sebesar 33,5%; 36%, dan 52,3%. Melihat pola menyusui bayi yang menunjukkan masih
kuatnya tradisi pemberian ASI pada masyarakat desa, maka merupakan informasi yang
bermanfaat bila dapat diketahui hubungan status vitamin A ibu dan status vitamin A
bayi. Faktor lain yang digali hubungannya dengan KVA pada bayi adalah umur bayi,
pemberian ASI, pemberian MP-ASI, status gizi bayi, dan status infeksi.
Tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui besarnya masalah KVA pada bayi
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap teqadinya KVA marginal pada bayi.
Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah
dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A
setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua
survei terakhir tahun 2007 dan 2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak
dengan serum retinol kurang dari 20 ug sudah di bawah batas masalah kesehatan
masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat (Depkes, 2012).

B.       Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan vitamin A?
2. Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Vitamin A (KVA)?
3. Apa saja fungsi vitamin A?
4. Faktor risiko apa saja yang menyebabkan Kekurangan Vitamin A?
5. Apa penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A?
6. Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?
7. Apa akibat Kekurangan Vitamin A?
8. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A?
9. Apa saja sumber vitamin A?
10. Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?

Kekurangan Vitamin A Page 4


C.      Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian vitamin A
2. Untuk mengetahui pengertian Kekurangan Vitamin A (KVA)
3. Untuk mengetahui fungsi-fungsi vitamin A
4. Untuk mengetahui faktor risiko Kekurangan Vitamin A
5. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A
6. Untuk mengetahui tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A
7. Untuk mengetahui akibat Kekurangan Vitamin A
8. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A
9. Untuk mengetahui sumber vitamin A
10. Untuk mengetahui Angka Kecukupan Gizi vitamin A

Kekurangan Vitamin A Page 5


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.       Pengertian Vitamin A


Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan struktur
kimianya disebut retinol atau retina atau disebut juga dengan asam retinoat,
terdapat pada jaringan hewan dimana retinol 90-95% disimpan pada hati (Haryadi,
2009).
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik)
dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan
penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi). Vitamin A atau berdasarkan
struktur kimianya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :
1. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber
retinol diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan yang
mudah dicerna dalam tubuh.
2. Betacaritine
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami proses
pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari makanan yang
berwarna orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan
pepaya.
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor
pencegahan xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur
kepekaan rangsang sinar pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol
untuk anak-anak dan dewasa 500 ug retinol.Tubuh menyimpan retinol dan
betacarotene dalam hati dan mengambilnya jika tubuh memerlukannya
(Iskandar, 2012).

Kekurangan Vitamin A Page 6


B.       Pengertian Kekurangan Vitamin A
Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya
asupan vitamin A yang memadai.
Hal ini dapat menyebabkan rabun senja, xeroftalmia
dan jikakekurangan berlangsung parah dan berkepanjangan akan mengakibatkan kerat
omalasia (Tadesse, Lisanu, 2005).
Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A (KVA) merupakan
penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi
keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna. Penyakit
Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi
yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima
tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada
anak.

C.       Fungsi Vitamin A


1.   Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila kita
dari cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang
cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang
berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia didalam darah. Tanda
pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat
memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan karena kekurangan
vitamin A (Melenotte et al., 2012).
2.   Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang
membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A,
pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak–anak
yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya.  Dimana
vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat (Tansuğ N, et al., 2010).
3.      Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan
perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A  dalam bentuk
retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi
mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan. Kemampuan retinoid
Kekurangan Vitamin A Page 7
mempengaruhi perkembangan sel epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas
sistem kekebalan diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit,
tenggorokan, paru-paru, payudara dan kandung kemih (Knutson dan Dame,
2011).
4.      Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Dimana
kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada
limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier,
2008).
5.      Perkembangan Jantung
Defek kardiak dan cabang aorta diamati sebagai bagian dari sindroma kekurangan
vitamin A. singkat kata, peranan vitamin A dalam perkembangan jantung
mamalia meliputi pembentukan pipa pola jantung dan lingkaran, ruang dan katup
saluran keluar, trabekulasi ventrikel, diferensiasi kardiomiosit dan pengembangan
pembuluh koroner (Knutson dan Dame, 2011).
6.     Perkembangan Ginjal dan Saluran Kencing
Kekurangan vitamin A pada kehamilan dapat berkorelasi dengan kekurangan
jumlah nefron sub-klinis dan sedikit defisit nefron yang tidak disadari pada saat
lahir, tapi mungkin bisa berkontribusi dalam jangka panjang terjadinya gagal
ginjal dan hipertensi (Knutson dan Dame, 2011).
7.      Diafragma
Fungsi diafragma sebagai otot utama respirasi dan sebagai pembatas antara
rongga dada dan perut. Hernia diafragma kongenital (CDH) terjadi pada sekitar
satu dari 3000 kelahiran, dan berhubungan dengan kematian neonatal yang tinggi.
Vitamin A sangat penting bagi perkembangan diafragma normal, dan telah
disimpulkan bahwa gangguan sinyal retinoid dapat berkontribusi pada etiologi
dari gangguan manusia (Knutson dan Dame, 2011).
8.      Paru dan Saluran Nafas Atas serta Aliran Udara
Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri, hypoplasia paru bilateral, dan
agenesis esophagotracheal septum digambarkan dalam sindroma KVA awal
namun dikarakteristikkan sebagai kelainan yang jarang terjadi. Paru berkembang
dari foregut endoderm selama perekembangan awal embrio. RA dari mesoderm
splanchnic di sekitar endoderm foregut telah penting ditemukan untuk
pembentukan tunas paru primordial. Sebuah laporan terbaru di New England
Kekurangan Vitamin A Page 8
Journal of Medicine menunjukkan bahwa, di daerah endemik dengan defisiensi
vitamin A (retinol), anak-anak yang ibunya menerima suplementasi vitamin A
sebelum, selama, dan selama 6 bulan setelah kehamilan memiliki fungsi paru-
paru yang lebih baik ketika mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun daripada anak-
anak yang ibunya menerima suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu,
mereka menemukan bahwa periode di mana suplementasi dengan vitamin A yang
paling penting adalah dari kehamilan usia postnatal dari 6 bulan (Knutson dan
Dame, 2011).

D.      Faktor Risiko Kekurangan Vitamin A


Sebagai permasalahan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A terjadi
didalam lingkungan sosial, ekonomi, dan ekologi yang miskin dan penduduknya tinggal
di negara yang ekonomiya sedang berkembang serta mengalami transisi. Pengaruh
relatif faktor kasusal pada tingkat makro maupun mikro dapat sangat bervariasi antar
negara bahkan antar wilayah dalam negara yang sama. Oleh karena itu, kita harus
memahami kondisi setempat ketika membuat rancangan program intervensi yang tepat
dan efektif secepatnya untuk memperbaiki situasi tersebut. Walaupun begitu, ada
beberapa faktor resiko dibaliknya yang cenderung menandai sebagian besar situasi
ketika defisiensi vitamin A lazim ditemukan.
1. Usia
Berbagai tingkat defisiensi vitamin A mulai dari bentuk subklinis hingga
bentuk malnutrisi dengan kebutaan yang berat (keratomalasia), dapat terjadi pada
setiap usia jika keadaannya cukup ekstrim. Namun demikian, sebagai persoalan
kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A, khususnya defisiensi yang berat, akan
menyerang anak-anak dalam usia prasekolah. Keadaan ini terjadi karena kebutuhan
vitamin A bagi pertumbuhan pada anak-anak ini cukup tinggi. Sementara asupan
vitamin dari makanan seringkali rendah dengan tambahan beban pajanan infeksi
yang lebih besar. Insidens xeroftalmia kornea paling prevalen pada anak-anak yang
berusia 2-4 tahun. Pada anak-anak dibawah usia 12 bulan, penyakit kornea
merupakan kejadian yang relatif jarang dijumpai (terutama karena efek protektif
pemberian ASI), tetapi keratomalasia lebih sering terjadi diantara bayi-bayi yang
hidup dalam kondisi sosial ekonomi yang rendah. Prevalensi xeroftalmia ringan,
terutama buta senja (SN) dan bercak bitot (XB) meningkat seiring usia hingga usia
prasekolah dan keterkaitan ini ternyata berbeda-beda diantara berbagai budaya
Kekurangan Vitamin A Page 9
terlepas dari angka xeroftalmia yang spesifik menurut usia. Defisiensi vitamin A
subklinis juga sering ditemukan diantara anak-anak usia sekolah, remaja, dan
dewasa muda pada komunitas yang sama dan prevalensinya pada anak-anak kecil
cukup tinggi.
2. Gender
Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP (retinol-
binding protein) ternyata berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan pada wanita, kendati signifikan fisiologi perbedaan ini masih belum
jelas. Walaupun begitu, laki-laki umumnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami buta senja dan bercak Bitot dibandingkan perempuan selama usia
prasekolah dan awal usia sekolah. Perbedaan gender ini tidak begitu jelas dalam hal
xeroftalmia yang berat. Perbedaan pada budaya pemberian makan dan perawatan
antara anak laki-laki dan perempuan dalam sebagian populasi dapat menkelaskan
variasi menurut gender ketika hal ini diamati.
3. Status Fisiologi
Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode pertumbuhan
yang cepat, anak-anak kecil merupakan kelompok yang paling rentan. Kebutuhan
akan vitamin A juga meningkat selama masa kehamilan dan menyusui; dengan
demikian, ibu hamil dan menyusui dalam populasi yang kehilangan haknya tidak
mampu memenuhi kebutuhan yang meningkat selama periode tertentu. Buta senja
selama kehamilan dan laktasi terutama sering ditemukan di Asia Selatan dengna
kejadian buta senja sebesar 15%-20% dari semua kehamilan dan kemudian berulang
kembali pada kehamilan berikutnya; keadaan ini pada beberapa budaya dianggap
sebagai bagian dari kehamilan. Sejumlah penelitian juga memperlihatkan bahwa ASI
dari ibu dengan status vitamin A yang buruk seringkali turutmenyebabkan
peningkatan kerentanan pada bayi.
4. Diet
Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai permasalahan
kesehatan masyarakat adlaha diet atau pola makan yang kurang mengandung
vitamin, baik senyawa karotenoidperformed aatau provitamin A untuk memenuhi
kebutuhan. Pada umumnya, ditempat yang kondisi hidupnya buruk, diet seseorang
akan bergantung pada makanan nabati yang lebih murah tetapi secara hayati kurang
mengandung vitamin A (sebagai karotenoid). Populasi yang mengonsumsi beras
sebagai makanan pokok dan serat pangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata
Kekurangan Vitamin A Page 10
sangat berisiko untuk mengalami defisiensi vitamin A. Dengan demikian,
xeroftalmia lebih sering ditemukan di Asia Selatan dan Asia Timur. Defisiensi
vitamin A subklinis umumnya terjadi ditempat yang kualitas makanannya relatif
rendah akibat kendala pada kemampuan mengakses makanan dan ketersediaan
makanan, khususnya makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak semuanya
merupakan faktor penting untuk mempertahankan status vitamin A. Ada bukti jelas
yang menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI menghadapi
kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami defisiensi vitamin A jika
dibandingkan dengan anak-anak pada usia sama yang tidak memperoleh ASI.
Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian ASI juga memberikan efek protektif
terhadap xeroftalmia.
Banyak penelitian epidemiologi mendukung pemberian makanan tambahan
yang tepat dan tindakan ini ternyata dapat melindungi anak-anak selama usia
prasekolah terhadap xeroftalmia. Konsumsi buah yang berwarna kuning (mangga
dan pepaya) akan memberikan perlindungan yang kuat pada anak berusia dua dan
tiga tahun. Ketika pengaruh pemberian ASI berkurang, sayuran yang berwarna
hijau gelap memainkan peranan yang lebih penting bagi anak-anak pada usia
tiga tahun keatas. Sesudah masa bayi, konsumsi rutin makanan hewani yang
mengandung vitamin A preformed ( telur, produk susu, ikan dan hati) bersifat
sangat protektif terhadap kesehatan anak. Sebaliknya, dalam usia satu tahun pertama
ketika anak disapih, anak-anak yang menderita xeroftalmia ternyata lebih sedikit
mendapat makanan yang kaya akan vitamin A secara teratur dibandingkan dengan
anak  anak yang tidak menderita xeroftalmia. Konsumsi sayuran berwarna hijau
gelap atau buah dan sayuran yang berwarna kuning disertai dengan penurunan risiko
xeroftalmia sebesar 4-6 kali lipat, sementara efek konsumsi telur, daging, ikan, dan
susu yang hanya dilakukan sekali-kali disertai dengan peningkatan risiko sebesar  2-
3 kali lipat . Pola makan pada saudara kandung yang usianya lebih muda pada dua
tahun pertama kehidupannya ternyata serupa dengan pola makan kasus xeroftalmia
dalam keluarga yang sama; Kenyataan ini mencerminkan buruknya diet secara
kronis pada rumah tangga yang berisiko tinggi. Defisiensi vitamin A paling sering
ditemukan pada polpulasi penduduk; yang mengonsumsi sebagian kebutuhan
vitamin A mereka dari sumber karotenoid provitamin dengan sedikit lemak yang
terkandung dalam makanan mereka.
Kekurangan Vitamin A Page 11
Kebiasaan makan yang spesifik menurut budaya dan sejumlah tabuh atau
larangan dalam pemberian makanan anak, remaja dan ibu hamil serta menyusui
sering kali membatasi konsumsi makanan yang berpotensi sebagai  sumber vitamin
A yang baik. Namun demikian, kurangnya komsumsi yang kaya akan vitamin A
bukan berarti ketersediaan makanan tersebut dalam sebuah rumah tangga juga
mengalami kekurangan. Bagaimana anak-anak mengkomsumsi makanan dan
dengan siapa anak-anak itu makan, dapat memperngaruhi resikonya untuk terkena
defisiensi vitamin A. Sejumlah penelitian egnoghrafi secara rinci dilaksanakan oleh
kelompok Johns Hopkins University dan lainnya memperlihatkan bahwa anak-
anak desa di Nepal memiliki peluang dua kali lebih besar untuk mengkomsumsi
sayuran, buah, kacang-kacangan, daging atau ikan serta produk susu ketika
mereka makan bersama keluarga dibandingkan ketika mereka makan sendiri.
Ironisnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola kaum ibu memastikan
kecukupan makanan bagi anak-anak mereka pada sebagian budaya dapat menjadi
factor predisposisi untuk terjadinya difisiensi vitamin A pada ibu sendiri. Sebagai
contoh, para ibu hamil di Nepal yang menderita buta senja ternyata mengalami
penurunan peluang sepenuhnya untuk mengkomsumsi makanan yang kaya akan
vitamin A, khususnya selama musim kemarau yang kering akan langka panga. Di
Indonesia, ketika terjadi krisis ekonomi, para ibu telah mengorbankan asupan telur
mereka demi memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya.

5. Pola Penyakit
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan persoalan
kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan
meningkatkan risiko morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit infeksi
merupakan predisposisi terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis infekssi
seperti diare, infeksi pernafasan, dan campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi
vitamin A yang dapat berupa penurunan kadar retinol serum atau peningkatan resiko
xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan intensitas penyakit infeksi secara
langsung atau tidak langsung turut meningkatkan keretangan terhadap keadaan
difisiensi vtamin A.
Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia yang urutan
intensitasnya hamper sama seperti penyakit diare dan pernafasan. Protein pengikat
Kekurangan Vitamin A Page 12
retinol (RBP; RETINOL BINDING PROTEIN) dapat menurun ketika KEP sehingga
mengurangi ketersediaan vitamin A dalam darah. Selama episode penyakit infeksi,
penurunan kadar vitamin A dalam serum menggambarkan secara parsial respon yang
tidak spesifik terhadap keadaan demam ketika sintesis RBP yang juga merupakan
protein fase akut yang negative itu berkurang. Kadar retinol dalam serum kembali
normal setelah terjadi kesembuhan.
Cacing usus seperti  Giardia serta Ascaris juga dilaporkan sebagai penyebab
penurunan absorpsi vitamin  A, dengan demikian dapat turut menimbulkan
defisiensi vitamin A. Salah satu laporan tidak berhasil memperlihatkan kehilangan
vitamin A sesudah pemberian oral vitamin A kepada anak-anak yang menderita
askariasis. Walaupun begitu, infeksi parasit harus diatasi ketika kita menghadapi
populasi dengan persoalan defisiensi, dapat disertai dengan xeroftalmia.
6. Kondisi Sosioekonomi
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi
penyebab  defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian. Pada
umumnya,  defisiensi vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang
perekonomiannya  relatif miskin. Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa
keluarga di negara-negara yang perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih
sempit, kondisi perumahan yang lebih buruk,  hewan peliharaan yang lebih sedikit,
dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah (diukur berdasarkan lebih sedikitnya
barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau sepeda). Meskipun indikator status
sosioekonomi  yang rendah ditemukan (di Bangladesh) berkaitan dengan risiko
xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali lebih tnggi, namun karakteristik ini tidak selalu dengan
sendirinya meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang rendah pada
ayah atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan faktor risiko yang lain.

7. Pengelompokan
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung  mengelompok (clustering)
ketinbang tersebar secara rata. data dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanda-
tanda klinis defisiensi mengelompok i dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan,
Desa dan bahkan rumah tangga. Memperlihatkan pengelompokan defisiensi  vitami
A berdasrkan distrik di Bangladesh. Pengelompokkan di dalam negara pada
dasarnya berhubungan denga faktor ekologi serta budaya yang semakin diperparah
oleh infrastruktur yang tidak dibangun dengan baik, dan pengelompokkan di dalam
Kekurangan Vitamin A Page 13
rumah tangga serta masyarakat terjadikarena praktik-praktik serta lingkungan yang
tidak kondusif bagi pola makan dankesehatan yang memadai. Bukti menunjukkan
bahwa besaran  pengelompokkan didalam rumah tangga jauh melebihi didalam desa,
dan bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan banyak tentang
pengelompokkan ini ketimbang penyakit infeksi. Identifikasi kelompom-
kelompok  defisiensi vitamin A dapat memfasilitasi implementasi program
intervensi dan jika seorang anak ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya
harus ditangani sebagai kasus suspect defisiensi vitamin A pula.

E.       Penyebab Terjadinya Kekurangan Vitamin A


Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya
cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar
serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan
metabolik bagi mata.Vitamin A diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin
dan pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A
dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan : kemiskinan, pendidikan rendah,
kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak
diberi kolostrum dan disapih lebih awal, pemberian makanan artifisial yang kurang
vitamin A. Pada anak yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan
vitamin A terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena
penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A
adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5
tahun). Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi
berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan
tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping
ASI yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis
merah pada KMS, anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC,
pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah
dengan sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul
vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang
kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.
Terjadinya kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam
hubungan yang kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan kalori protein
Kekurangan Vitamin A Page 14
(KKP). Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein,
lemak dan hubungannya antara hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya
kekurangan vitamin A.
Kekurangan vitamin A bisa disebabkan seorang anak kesulitan mengonsumsi
vitamin A dalam jumlah yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang
peran vitamin A dan kemiskinan. Sedangkan untuk mendapatkan pangan yang
difortifikasi bukan hal yang mudah bagi penduduk yang miskin. Karena, harga
pangan yang difortifikasi lebih mahal daripada pangan yang tidak difortifikasi.
Pembedahan pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek kekurangan
vitamin A. Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk
menderita kekurangan vitamin A , karena ASI merupakan sumber vitamin A yang
baik. Kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi
Protein (KEP), penyakit hati, gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu
(Suhardjo, 2002).
Penyebab lain KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan buah-
buahan berwarna serta kurang makanan lain sumber vitamin A seperti : daun
singkong, bayam, tomat, kangkung, daun ubi jalar, wortel, daun pepaya, kecipir, daun
sawi hijau, buncis, daun katu, pepaya, mangga, jeruk, jambu biji, telur ikan dan hati.
Akibatnya menurun daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Depkes RI, 2005).

F.       Tanda-tanda dan Gejala Klinis Kekurangan Vitamin A


KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-
organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain. Akan tetapi
gambaran gangguan secara fisik dapat langsung terlihat oleh mata. Kelainan kulit
pada umumnya terlihat pada tungkai baeah bagian depan dan lengan atas bagian
belakang, kulit nampak kering dan bersisik. Kelainan ini selain diebabkan oleh KVA
dapat juga disebabkan kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B
atau KEP.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang
telah berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika menderita
penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.Gejala klinis KVA
pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
1.        Buta senja = XN. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
Kekurangan Vitamin A Page 15
remang-remang setelah lama berada di cahaya yang terang. Penglihatan
menurun pada senja hari, dimana penderita tidak dapat melihat lingkungan
yang kurang cahaya.
2.         Xerosis konjunctiva = XI A. Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat
atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan
kasar dan kusam.
3.         Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B. Gejala XI B adalah tanda-tanda
XI A ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih seperti busa sabun atau
keju terutama celah mata sisi luar. Bercak ini merupakan penumpukan keratin
dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga
dipakai sebagai penentuan prevalensi kurang vitamin A pada masyarakat.
Dalam keadaan berat tanda-tanda pada XI B adalah, tampak kekeringan
meliputi seluruh permukaan konjunctiva, konjunctiva tampak menebal,
berlipat dan berkerut.
4.         Xerosis kornea = X2. Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea,
kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
5.         Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B. Kornea melunak seperti
bubur dan dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi
kornea.Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-
tahap awal xeroftalmia.
6.         Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea. Kornea tampak menjadi putih
atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan
meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi
buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok
kornea.
7.         Xeroftalmia Fundus (XF). Tampak seperti cendolXN, XI A, XI B, X2
biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada
stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati
karena dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A dan X3 B bila
diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas sehingga
Kekurangan Vitamin A Page 16
menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah
memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah
penyakit infeksi. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum
(Wardani, 2012).

G.       Akibat Kekurangan Vitamin A


Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur dan
memperlancar proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut dalam
lemak, vitamin A membangun sel-sel kulit dan memperbaiki sel-sel tubuh, menjaga
dan melindungi mata, menjaga tubuh dari infeksi, serta menjaga pertumbuhan tulang
dan gigi. Karena fungsi tersebut, vitamin A sangat bagus dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan anak. Vitamin A juga berperan dalam epitil, misalnya pada epitil
saluran pencernaan dan pernapasan serta kulit. Vitamin A berkaitan erat dengan
kesehatan mata. Vitamin A membantu dalam hal integritas atau ketahanan retina serta
menyehatkan bola mata. Vitamin A fungsinya tak secara langsung mengobati
penderita minus, tapi bisa menghambat minus. Kekurangan vitamin A menyebabkan
mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam
retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala
senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A
berkelanjutan maka anak akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan
kebutaan. Selain itu kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap
infeksi bakteri dan virus. Tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini
memicu tubuh rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia balita
sangat rentan kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan terhadap
penyakit, seperti diare atau infeksi pencernaan. Untuk itu peran ibu sangat penting
dalam menjaga ketahanan tubuh bayi yakni dengan memberikan ASI eksklusif, agar
mempunyai ketahanan tubuh yang cukup.Kebutuhan vitamin A yang cukup dalam
tubuh, dapat diketahui dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi sehari-
hari dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak sering terkena penyakit, seperti diare,
busung lapar atau gangguan saluran pernapasan, maka secara otomatis, asupan
vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen, 2012).

Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:


Kekurangan Vitamin A Page 17
1. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
2. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga
kulit tangan dan kaki bersisik.
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
4. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis konjungtiva),
bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot), bagian kornea kering
dan kusam (Xerosis kornea), sebagian hitam mata melunak ( Keratomalasia ),
Seluruh kornea mata melunak seperti bubur (Ulserasi Kornea) dan Bola mata
mengecil / mengempis (Xeroftahalmia Scars).
5. Terhentinya proses pertumbuhan.
6. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
7. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya komplikasi
pada anak-anak serta menghambat penyembuhan. (Melenotte et al,2012)
Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis Vitamin A yang
terlalu tinggi  dalam waktu yang lama dapat menimbulkan akibat yang kurang baik
antara lain:
1. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut cengeng,
pada sekitar tulang yang panjang membengkak, kulit kering dan gatal-gatal.
2. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-mual dan
diare. (Sugiarno, 2010).

H.     Pencegahan dan Penanggulangan  Kekurangan Vitamin A


Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan
baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan daya tahan tubuh untuk melawan
penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2009)
Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara
kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja pada ibu menyusui,
suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang vitamin A (KVA). Berhubungan erat
pada kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya
resiko infeksi dan penyakit reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu
hingga dua tahun setelah melahirkan (Dinkes Jateng, 2007)
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan
tinggal di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas dalam
Kekurangan Vitamin A Page 18
tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua minggu). Di Negara
berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat bergantung pada
vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI
mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI
akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan anak-anak yang
mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu tertentu. Berbagai studi yang
dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah
melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-
anak tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu
hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena
pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin
dan produksi ASI.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui
proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman.
Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak
nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan.
Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian
kapsul vitamin A dosis tinggi.
a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI
(warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari
dan Agustus.
b. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 200.000
SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus.
c. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin
A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin A
yang cukup melalui ASI (Depkes RI, 2009).
d. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama kehamilan
sebagai bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal and infant
morbidity dan mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat masalah kesehatan
publik yang berat yang berkaitan dengan kekurangan vitamin A, maka
suplementasi  vitamin A direkomendasikan untuk mencegah rabun senja. Secara
khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A setiap
Kekurangan Vitamin A Page 19
harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu. Suplementasi dapat
dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga melahirkan. Hal ini perlu
ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi populasi berisiko sebagai mereka yang
prevalensi menderita rabun senja ≥5% pada wanita hamil atau ≥5% pada anak –
anak yang berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)
e. Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. ( McGuire S. 2012)

Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat


orang menjadi kurus juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A.
penyakit usus yang menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus
terganggu. Untuk melakukan pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya dokter
akan memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai gejalanya hilang. Untuk
mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya, wortel dan sayur-sayuran yang
berwarna ( Hassan, 2008).
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk
mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program ini
adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah
Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A
didistribusikan secara gratis kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan
Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu
melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan
membantu menyelamatkan penglihatan dan kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai
dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan
vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan
maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan
proteinkalori mal nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan
perbaikan gizi.

I.    Sumber Vitamin A
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari
makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari
makanan juga dari suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari
Kekurangan Vitamin A Page 20
6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu (Sugiarno. 2010). ASI tetap
menjadi sumber yang penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat
secara alami dalam buah-buahan dan sayur-sayuran). Karoten dapat membantu sistem
kekebalan tubuh. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik.
Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia
dapat mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan
buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya.
(Dinkes Jateng, 2007)
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan banyak
mengkonsumsi sayuran terumata yang banyak mengandung Vitamin A. (Sugiarno. 2010)
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun
pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A adalah salah satu zat gizi
esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Untuk memperolehnya
harus diambil dari sumber diluar tubuh terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal,
umbi, biji-bijian, sayuran, buah-buahan, hewani dan bahan-bahan olahan lainnya.(Desi &
Dwi, 2009)

J.    Angka Kecukupan Gizi Vitamin A


Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita
sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam
makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350 RE
terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita memenuhi
kecukupan gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam
sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi telur dan
bayam, apalagi dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan
buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah
pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara sumber
makanan nabati dengan kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr,
terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan sejenisnya. Untuk sumber
makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah besar terdapat pada telur,
daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan udang memiliki kandungan
vitamin A tergolong kecil.
Kekurangan Vitamin A Page 21
K. Penjelasan dari penelitian lain

Hasil penelitan kekurangan vitamin A pada kelompok bayi dan faktor yang
berhubungan di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa rata-rata kadar retinol darah bayi
0,679 1 0,216 pmol/l. Muhilal di Bandung (1985) mendapatkan angka rata-rata sebesar 0,644
z 0,336 pmol/l pada bayi usia 7—11 bulan (15). Saidin S (1987) di 60 desa di Kabupaten
Bogor mendapatkan angka rata-rata vitamin A serum sebesar 0,655 z 0,137 pmol/I pada bayi
usia 2 bulan dan 0,620 0,203 gmoI/I pada bayi 7 bulan. Bila diperhatikan angka rata-rata
vitamin A serum pada bayi berdasarI‹an beberapa penelitian terserak tersebut tidak
menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hal ini memberi gambaran bahwa stalus vitamin A
pada bayi dalam keadaan marginal. Selanjutnya diperoleh hasil bahwa ada 54,1% bayi yang
mempunyai kadar vitamin A serum <0,70 pmoI/I. Stoltzfus di Jawa Tengah (1993)
mendapatkan proporsi bayi usia 6 bulan yang KVA (retinol serum ‹0,52 pmoI/I) sebesar
masalah KVA di daerah penelitian.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KVA pada Bayi Status Infeksl Pada
penelitian ini, keadaan infeksi pada bayi merupakan faktor yang paling berhubungan
dengan KVA. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa bayi yang menderita infeksi
berdasarkan kadar GRP mempunyai risiko mengalami KVA sebesar 5 kali lebih
dibandingkan dengan bayi yang sehat (OR = 5,17; 95°4 CI: 1,5A17,13). Seperti
diungkapkan oleh berbagai penelitian, antara lain penelitian Sulaiman (1989) di Purwakarta,
Jawa Barat, terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat diare dengan kadar vitamin A
dalam serum. Anak yang mempunyai riwayat diare, kadar vitamin A serumnya lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai riwayat diare. Penyakit infeksi juga
memberikan nsiko yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang sehat untuk mengalami
xeoftalmia. Hal ini diungkapkan oleh Sommer dkk (1987) di perdesaan di Pulau Jawa.
Temuannya adalah bahwa anak balita yang mendenta penyakit infeksi saluran pemapasan
dan atau riwayat diare, mempunyai risiko xeroftalmia 2,5 kali dibandingkan dengan anak
yang sehat setelah 18 bulan pengamatan. Pada bayi risiko lersebut 5,5 kali (18). Dari
gambaran penelitan-penelitian yang telah dilakukan dan hasil penelitian ini menunjukkan
adanya konsistensi bahwa terdapat asosiasi yang kuat antara status infeksi dengan status
vitamin A dan sebaliknya, meskipun cara pengukuran status infeksi tersebut berbeda. Status
Vitamin A Ibu Faktor lain yang paling berhubungan dengan masalah KVA pada bayi adalah
keadaan kekurangan vitamin A yang terjadi pada ibu menyusui. Besamya risiko bayi untuk

Kekurangan Vitamin A Page 22


mengalami KVA adalah 3 kali bila ibu mengalami KVA dibandingtan dengan jika ibu yang
lidak KVA (OR
= 3,12; 95% CI: 1,33—7,36).
Telah diketahui bahwa salah satu faktor yang menentukan status gizi bayi menyusu adalah
status gizi ibu. Demikian pula dengan slatus vitamin A bayi. Melalui ASI, kualitas makanan yang
dikonsumsi oleh ibu tereteksikan ke dalam kandungan zat gizi yang ada dalam ASI, yang
selanjutnya dikonsumsi bayi. Sebelum mencapai jaringan atau sel target, vilamin A berada dalam
darah dalam bentuk retinol. Oleh sebab itu kandungan retinol dalam darah ibu secara tak
langsung dapat menentukan status vitamin A bayi menyusu.
Beberapa penelitian mengungkapkan kuatnya hubungan status vitamin A ibu dengan
stalus vitamin A bayi. Saidin S., di Kabupaten Bogor mendapatkan bahwa pemberian
kapsul vitamin A 400.000 1U kepada ibu masa nifas tidak saja meningkatkan vitamin A
dalam ASI ibu, melainkan juqa status vitamin A serum bayi secara bermakna hingga 4 bulan
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak adanya data
kandungan vitamin A dalam ASI yang dapat menjelaskan hubungan antara status vitamin A
ibu dan status vitamin A bayi melalui ASI. Data yang dapat diolah hanya data frekuensi
pemberian ASI dalam sehari yang memberi petunjuk bahwa frekuensi ASI dalam sehari
sangat lemah bila dipakai sebagai ukuran jumlah/volume ASI, apalagi kandungan vitamin
Anya.

Pemberian Asi

Angka odds ratio yang menggambarkan risiko pemberian ASI terhadap status
vitamin A bayi menunjukkan bahwa pemberian ASI 610 kali sehari memberi efek
perlindungan terhadap kejadian KVA pada bayi sebesar 49% (OR = 0,51; 95% CI: 0,27—
0,97) dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI >10 kali sehari. Setelah dikontrol
dengan umur, tidak terdapat perbedaan angka OR. Berbeda dengan hasil penelitian ini, di
lndia diungkapkan bahwa efek perlindungan sebesar 68% terhadap teqadinya xeroftalmia
diperoleh kelompok anak yang mendapat AS1 >10 kali sehari dibandingkan dengan anak
yang tidak mendapat ASI.
Agak sulit membandingkan kedua penelitian tersebut karena nampaknya kurang
komparabel, baik umur sampel, tingkatan KVA-nya, maupun pembandingnya. Namun,
pembandlngan ini dilakukan mengingat penulis tidak mendapatkan penelitan lain yang

Kekurangan Vitamin A Page 23


serupa. Penelitian ini mengamati hubungan pemberian ASI kurang dari 10 kali
dibandingkan dengan >10 kali sehari terhadap KVA tingkat marginal pada bayi. Sementara
penelitian di lndia mengamati hubungan pemberian ASI >10 kali sehari dibandingkan
dangan tidak diberi ASI terhadap kejadian xeroftalmia pada anak balita sehingga hal- hal
tersebut yang mungkin menyebabkan kedua peneligan tersebut memberikan hasil yang
berbeda.
Adanya efek perlindungan terhadap KVA pada kelompok bayi yang mendapat ASI
610 kali sehari dapat terjadi karena adanya kamungkinan bahwa kelompok ini lebih banyak
yang mendapat MP-ASI daripada kelompok bayi yang mendapatkan ASI >10 kali. Hasil
analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa kelompok bayi di atas 4 bulan dan diberi ASI 610
kali, yang mendapatkan MP-ASI sejumlah 89% dibandingkan dengan 75% pada kelompok
>10 kali.
Alasan lain adalah adanya kemungkinan bahwa frekuensi pemberian ASI tidak
menggambarkan volume ASI yang dikonsumsi bayi lainnya, bayi yang mendapat ASI 610
kali sehari belum tentu volume ASI yang diminum lebih rendah dari mereka yang mendapat
ASI >10 kali sehari.

Kekurangan Vitamin A Page 24


BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN

Berdasarkan Hasil Penelusuran Referensi Pada bab ini akan menguraikan pembahasan
tentang asuhan kebidanan pada balita dengan gizi kurang. Berdasarkan referensi yang telah di
temukan. Dalam hal ini pembahasan akan diuraikan secara narasi berdasarkan asuhan
kebidanan dengan 7 langkah varney yaitu: pengumpulan data dasar, merumuskan diagnosis
atau masalah aktual, merumuskan diagnosis atau masalah potesial, melaksanakan tindakan
segera atau kolaborasi, perencanaan tindakan asuhan kebidanan, melakukan tindakan asuhan
kebidanan dan mengevaluasi asuhan kebidanan.

1. Identifikasi Data Dasar


Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, riwayat
kesehatan klien, pemeriksaan fisik secara lengkap sesuai dengan kebutuhan, meninjau
catatan terbaru atau catatan sebelumnya, meninjau data laboratorium. Pada langkah ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Pada langkah ini, bidan mengumpulkan data dasar awal lengkap. Pada
langkah pertama ini identifikasi dilakukan segera pada bayi atau balita dengan
kekurangan vitamin A, semua informasi akurat dan lengkap dikumpulkan dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

2. Perumusan Daignosis/Masalah Aktual


Pada langkah ini bidan melakukan identifikasi diagnosis atau masalah berdasarkan
interprestasi yang akurat terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Penegakan
diagnosis dilakukan berdasarkan sumber-sumber yang didapatkan sehingga mengetahui
bahwa pasien mengalami kekurangan vitamin A. Dikemukakan setiap referensi yang
ditemukan dan disimpulkan perbedaan dan persamaan dari setiap tata diagnosis dari
sumber referensi yang satu dengan referensi yang lainnya.
Faktor yang berhubungan dengan status gizi adalah konsumsi energi, konsumsi
protein, penyakit infeksi, tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan.
Kurangnya bahanbahan makanan didalam tubuh balita akan berdampak buruk untuk
anak (Lutviana, 2017).
Kekurangan Vitamin A Page 25
Faktor yang berhubungan dengan status gizi balita adalah riwayat ASI eksklusif dan
riwayat infeksi berulang. ASI esklusif sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak
dimana akan terpenuhi kebutuhannya sejak kecil (Nopa, 2019).
Masalah gizi pada balita disebakan oleh pola makan yang diberi orang tua tidak sesuai
dengan keadaan anak, dengan kurangnya ekonomi keluarga dapat mempengaruhi
pertumbuhan anak dan dengan riwayat infeksi yang di alami oleh anak akan berpengaruh
pada kondisinya seperti akan lebih sering sakit dan lamanya penyembuhan pada
penyakitnya (Ratufelan, 2018).
Perbedaan tingkat pengetahuan gizi ibu balita gizi kurang dan gizi normal dan
ditemukan perbedaan sosial ekonomi pada kedua kelompok, dimana sosial ekonomi
berperan penting untuk perkembangan anak seperti kebutuhan untuk terpenuhinya gizi
balita (Rahma, n.d, 2016).
Faktor yang berhubungan dengan gizi kurang ialah faktor secara langsung adalah
makanan yang tidak seimbang dan adanya penyakit infeksi. Kurangnya asupan makanan
yang tidak seimbang merupakan slalah satu indikasi terjadinya status gizi kurang pada
balita sedangkan adanya penyakit infeksi yang merupakan pengaruh yang kurang
signifikan, dan faktor secara tidak langsung seperti tingkat pendapatan keluarga, polah
asuh anak juga akan berdampak untuk pertumbuhan dan masa depan anak serta status
gizi balita termasuk kekurangan vitamin A (Lestari, 2019).

3. Perumusan Diagnosis/Masalah Potensial


Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah potensial atau diagnosa potensial
berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan membutuhkan pencegahan. Bidan
diharapkan waspada dan bersiap mencegah diagnosis/masalah potensial yang terjadi.
Langkah ini akan menguraikan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada balita
dengan kekurangan vitamin A jika tidak ditangani dengan tepat.
Kekurangan gizi pada masa balita dapat berpengaruh pada perkembangan otak balita
sehingga jika tidak ditangani akan mempengaruhi perkembangan mental yang akan
mempegaruhi kemampuan berfikir, kemampuan bersosialisasi, kemampuan motorik, dan
dapat menyebabkan penyimpangan perkembangan pada balita. Perkembangan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan status gizi merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi perkembangan balita (Nurhayati, 2019).

Kekurangan Vitamin A Page 26


4. Tindakan Emergency/ Kolaborasi
Pada langkah ini bidan atau dokter mengindentifikasi perlunya segera melakukan
konsultasi atau melakukan kolaborasi bersama dengan anggota tim kesehatan lainnya
dengan kondisi klien. Dari beberapa referensi diatas maka didapatkan tindakan yang
dilakukan pada kondisi kekurangan vitamin A.

5. Rencana Tindakan / Intervensi


Langkah ini asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya
yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau
antisipasi (Ambarwati, 2010 ). Menurut (Iswanto, 2012 )
Dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-langkah sebelumnya.
Langkah ini merupakan kelanjutan terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi. Pada langkah ini akan diuraikan beberapa referensi yang
mencakup penatalaksanaan pada kasus balita dengan kekurangan vitamin A.
Tindakan yang dilakukan yaitu: Penanganan kekurangan vitamin A melalui program
langsung yaitu pemberian makanan tambahan seperti pemberian vitamin dan mineral,
sedangkan program tidak langsung yaitu peningkatan pendapatan keluarga, pengendalian
harga pangan, peningkatan program kesehatan, seluruh program ini harus dilaksanakan
baik secara langsung maupun tidak langsung agar mengurangi terjadinya kekurangan
vitamin A, pemberian vitamin A merupakan salah satu program di berikan kepada bayi
balita dan melakukan pengukuran terhadap balita dan memberikan makanan tambahan
pada balita gizi kurang terdapat perbedaan tingkat pengetahuan gizi ibu balita gizi kurang
dan gizi normal dan ditemukan perbedaan sosial ekonomi pada kedua kelompok
(Amelia, 2016).

6. Implementasi/penatalaksanaan
Langkah ini merupakan penatalaksanaan rencana asuhan penyuluhan kepada klien
dan keluarga. Mengarahkan dan melaksanakan rencana asuhan efisiensi dan aman
(Ambarwati, 2010 ).
Beberapa implementasi yang dapat diberikan pada klien dengan balita dengan
kekurangan vitamin A yaitu pemeriksaan kepada klien dan menjelaskan hal-hal yang
dianggap penting, agar klien dapat mengetahui keadaannya serta penatalaksanaan untuk
mencegah munculnya komplikasi.
Kekurangan Vitamin A Page 27
7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakjukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis. Rencana
tersebut dapat di anggap efektif juga memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
Adapun kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian
belum efektif. Pada prinsip tahapan evaluasi berdasarkan hasil telaah literatur yang
didapatkan adalah pengkajian kembali terhadap klien. Untuk menilai ke efektifan
tindakan yang diberikan dan keberhasilan dapat dilihat dari kondisi balita. Evaluasi yang
dilakukan pada kasus balita dengan kekurangan vitamin A yaitu antara lain keadaan
umum, tanda-tanda vital, tanda-tanda syok, dan tanda-tanda infeksi atau masalah
potensial yang kemungkin akan terjadi.

Kekurangan Vitamin A Page 28


BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1. Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik)
dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan
penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi)
2. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya
asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapatmenyebabkan rabun senja.
3. Xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah danberkepanjangan akan meng
akibatkan keratomalasia.
4. Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga berfungsi
dalam sistem kekebalan (anti infeksi).
5. Faktor risiko kekurangan vitamin A adalah usia, gender, status fisiologis, diet, pola
penyakit, kondisi sosialekonomi, dan pengelompokan.
6. Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya
cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar
serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan
metabolik bagi mata.
7. KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-
organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang
diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Gejala klinis KVA
pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
a.    Buta senja = XN.
b.    Xerosis konjunctiva = XI A.
c.    Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.
d.   Xerosis kornea = X2.
e.    Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B.
f.     Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea.
g.    Xeroftalmia Fundus (XF).

Kekurangan Vitamin A Page 29


7.    Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah
rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat
memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak
akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan.
8.    Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun
disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain
itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi.
9.    Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A
juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat
mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan
buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan
sebagainya.
10.  Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar
350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam
makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi.
11. Dengan besamya proporsi bayi KVA 54,1% di daerah penelitian kabupaten Bogor,
kekurangan vitamin A pada kelompok bayi rnasih merupakan masalah kesehatan
masyarakat tingkat berat.
12. Faktor yang paling berhubungan dengan kekurangan vitamin A pada kelompok
bayi secara bermakna adalah bayi yang mengalami infeksi, ibu yang KVA dan
frekuensi minum ASI ȣ10 kali sehari.

B.       Saran
Timbulnya berbagai penyakit akibat kekurangan vitamin A karena kurangnya
perhatian terhadap kesehatan masing-masing individu dan keluarga. Maka untuk
mencegah ataupun menanggulangi terjadinya peningakatan kekurangan vitamin A,
penulis menyarankan untuk lebih banyak mengomsumsi buah-buahan, biji-
bijian, sayur-sayuran dan juga hewani yang banyak mengandung vitamin A. Dengan
demikian, akan mengurangi resiko terjadinya penyakit akibat kekurangan Vitamin A.

Kekurangan Vitamin A Page 30


DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/156246-ID-kekurangan-vitamin-a-pada-kelompok-
bayi.pdf

Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.

Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha Medika. Departemen
Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Haryadi, Hendri. 2011 . Makalah Kekurangan Vitamin A “Ilmu Gizi”. Diakses dari http://handri-
haryadi.blogspot.com

Iskandar, Zulkarnaen. 2012. Kekurangan Vitamin A. Diakses dari


http://kuliahiskandar.blogspot.com

Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika, Jakarta.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah 2007.

Sugiamo. 2010. “Defesiensi Vitamin A”

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sugiamg0-5116-2-bab2.pdf

http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/06/11/all-about-kva-kurang-vitamin-a-
468998.html

http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2136

Kekurangan Vitamin A Page 31

Anda mungkin juga menyukai