Anda di halaman 1dari 54

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian

Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor merupakan pusat rujukan nasional

pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalahguna atau pecandu Narkoba melalui pelayanan

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dilakukan secara profesional dan dipimpin

oleh Kepala Balai Besar Rehabilitasi BNN. Pada mulanya Balai Besar Rehabilitasi

BNN Bogor diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1974 oleh Ibu Tien Soeharto dengan

nama Wisma Pamardi Siwi yang berfungsi untuk menampung tahanan perempuan dan

commit to user

80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

anak-anak sebelum diperkarakan atau diajukan pada pengadilan, kemudian seiring

dengan penyempurnaan kedudukan, tugas, dan fungsi pokok, berdasarkan Peraturan

Kepala BNN No. 2 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar

Rehabilitasi BNN, pusat rehabilitasi rujukan nasional tersebut kini bernama Balai Besar

Rehabilitasi BNN dengan tugas pokok melaksanakan pelayanan secara terpadu

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, fasilitas pengajian dan pengembangan

rehabilitasi, dan pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam

rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap

narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, untuk selanjutnya disebut P4GN.

Hingga kini, Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor terus mengembangkan diri sebagai

pusat pelayanan rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu Narkoba dengan didukung

beberapa sarana antara lain Primary house yang meliputi Green house, House of hope,

dan House of change, Re-entry house, CIC house, Guest house, masjid, gereja, vihara,

kolam ikan, gedung rehabilitasi medis, dan gedung utama.

Balai rehabilitasi yang terletak di Jalan Mayjen. H. R. Edi Sukma Km. 21, Desa

Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini memiliki dasar

hukum pendirian antara lain Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika

Nasional, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/03/V/2010/BNN

tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Badan Narkotika Nasional Repblik Indonesia,

Peraturan Ketua Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15

November 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan

commit to user

81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rehabilitasi BNN, serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.

a. Visi dan misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

1) Visi

Menjadi pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/

atau pecandu Narkoba secara professional.

2) Misi

a) Melaksanakan pelayanan terpadu rehabilitasi medis dan sosial bagi

penyalahguna dan/atau pecandu Narkoba

b) Memfasilitasi pengajian dan pengembangan rehabilitasi

c) Melaksanakan program, wajib lapor pecandu

d) Memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan,

pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap Narkoba

b. Struktur organisasi Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

commit to user

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 5.
Struktur Organisasi Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

c. Karakteristik residen di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

a. Berusia 17 45 tahun ke atas, untuk kasus tertentu akan diputuskan oleh tim.

b. Terbukti positif menggunakan Narkoba melalui hasil tes urin atau memiliki

riwayat penggunaan Narkoba dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

c. Bukan merupakan penderita gangguan jiwa berat.

d. Tidak memiliki cacat fisik dan atau penyakit kronis.

e. Calon residen yang berasal dari instansi pemerintah atau swasta wajib

menyertakan surat pengantar resmi.

f. Calon residen yang berasal dari anggota kepolisian atau TNI wajib

menyertakan surat pengantar dari kesatuan.

g. Calon residen bantaran wajib diantar oleh penyidik dengan surat pengantar

resmi.

h. Calon residen yang berasal dari putusan pengadilan wajib diantar oleh

petugas kejaksaan dengan mengantarkan surat putusan pengadilan.

i. Calon residen bersedia mengikuti seluruh tahapan rehabilitasi hingga selesai.

j. Orang tua atau wali bersedia menghadiri pertemuan yang telah dijadwalkan,

antara lain dialog keluarga, konseling keluarga, dan kunjungan keluarga

sesuai dengan jadwal yang ditentukan petugas.

d. Alur Rehabilitasi

commit to user

83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada dasarnya Balai Besar Rehabilitasi BNN (2013) memiliki dua jenis

rehabilitasi yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial berbasis Therapeutic

Community (TC), kedua rehabilitasi tersebut diberikan pada residen dengan tahap:

1) Screening dan Initial Intake

Tahap ini dilakukan dengan: (1) pemeriksaan urin atau rambut; (2)

wawancara; (3) pemeriksaan fisik; (4) pemberian terapi simptomatik; dan (5)

rencana terapi. Tahap ini melibatkan keluarga sebagai primary support group

atau pihak yang memberikan rekomendasi.

2) Rehabilitasi medis

Rehabilitasi medis dilakukan dengan dua sub tahap, yaitu detoksifikasi

selama dua minggu dan entry (orientasi/induction) selama dua minggu.

Detoksifikasi merupakan satu rangkaian intervensi yang bertujuan untuk

menatalaksanakan kondisi akut dari intoksikasi maupun putus zat diikuti dengan

pembersihan zat dari penyalahguna atau ketergantungan Narkoba. Melalui

detoksifikasi, dampak terhadap fisik yang disebabkan penggunaan Narkoba

dalam diri residen dapat di minimalisasi. Detoksifikasi kemudian dilanjutkan

dengan tahap entry yang merupakan tahap orientasi yang berfokus pada

penyesuaian diri melalui beberapa strategi spesifik, yaitu isolasi relatif,

intervensi krisis, orientasi fokus, dan konseling.

3) Rehabilitasi sosial

Rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN

berbasis pada TC dan dilaksanakan dalam dua sub tahap, yaitu fase primary dan

fase re-entry. Fase primary dilaksanakan selama empat bulan, pada tahap ini

commit to user

84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

residen mulai dilibatkan dan diperkenalkan kepada komunitas sosial terstruktur

yang memiliki hirarki dan jadwal harian serta menerima terapi kelompok dan

konseling sebagai media pendukung perubahan perilaku. Selanjutnya pada fase

re-entry, residen berada pada tahap adaptasi dan kembali bersosialisasi dengan

masyarakat luas di luar lingkungan residensial yang dipersiapkan melalui pola

hidup sehat dan produktif berbasis konservasi alam. Fase re-entry dilaksanakan

selama satu bulan.

Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dijalani oleh residen diperkuat

melalui program pendampingan pasca rehabilitasi yang dilaksanakan Balai Besar

Rehabilitasi BNN selama enam bulan dan meliputi lima tahap pelaksanaan, yaitu:

1) Tahap orientasi program

Tahap orientasi program dilaksanakan selama dua minggu dengan

memberikan pengenalan dan pembekalan program serta membiasakan residen

dengan kondisi lingkungan yang ada. Kegiatan pada tahap ini bertujuan untuk

membangun kepercayaan diri dan pemantapan disiplin diri sebagaimana sudah

dibentuk sebelumnya dalam masa rehabilitasi.

2) Tahap pelatihan dan praktek

Pada tahap ini residen diberikan keterampilan sesuai dengan bakat dan

minat masing-masing dan dilanjutkan dengan praktek hingga memperoleh hasil

yang sesuai dengan harapan. Tahap pelatihan dan praktek dilakukan selama

empat minggu.

commit to user

85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Tahap evaluasi hasil dan penyiapan praktek kerja lapangan

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan evaluasi secara

menyeluruh dan persiapan bagi residen untuk memasuki kehidupan yang

sesungguhnya dengan berbekal keterampilan yang sudah dilatih sebelumnya.

Evaluasi pada tahap ini juga digunakan sebagai rujukan untuk tahap selanjutnya.

Evaluasi hasil dan penyiapan praktek kerja lapangan dilakukan selama dua

minggu.

4) Rumah dampingan

Rumah dampingan merupakan rumah yang ditinggali minimal sepuluh

orang residen yang telah mengikuti program pasca rehabilitasi dengan

didampingi konselor, pekerja sosial, dan tenaga medis. Selama dua bulan berada

di dalam rumah dampingan, residen akan menjalani tes urin dan rambut secara

berkala untuk mendeteksi kemungkinan penggunaan Narkoba kembali.

5) Rumah mandiri

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari program pasca rehabilitasi. Pada

tahap rumah mandiri, residen selama dua bulan tinggal secara mandiri tanpa

didampingi konselor, pekerja sosial, maupun tenaga medis. Konselor, pekerja

sosial, dan tenaga medis hanya hadir secara berkala untuk melakukan

pemantauan, evaluasi, atau pemeriksaan urin dan rambut.

2. Persiapan Administrasi Penelitian

Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perizinan yang

ditujukan pada pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan penelitian. Permohonan izin

dimulai sejak peniliti mengadakan survei pra-penelitian dengan surat pengantar perihal

commit to user

86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

survei pra-penelitian dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta dengan nomor 1022/UN27.06.7.1/PN/2013 yang ditujukan

kepada Kepala Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Peneliti mendapatkan izin untuk

melaksanakan survei pra-penelitian pada tanggal 2 Desember 2013 melalui surat

persetujuan survei pra-penelitian dari Kabag Umum Balai Besar Rehabilitasi BNN

Bogor dengan nomor B/267/XI/2013/Balai Besar. Survei pra-penelitian dilakukan

dengan tujuan melakukan observasi dan wawancara awal guna mengetahui kondisi

lapangan dan mengetahui kondisi residen sebagai calon subjek penelitian. Selain itu,

survei pra-penelitian juga dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang perlu dipersiapkan

peneliti sehubungan dengan pelaksanaan penelitian dan kebutuhan lainnya mengingat

lokasi penelitian yang cukup jauh dari pusat kota.

Beberapa minggu sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan

koordinasi kembali dengan pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor dan mengajukan

izin penelitian melalui surat pengantar izin penelitian dari Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nomor

3554/UN27.06.6.2/PN/2014 pada tanggal 10 Maret 2014 dan mendapatkan persetujuan

dari pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor melalui surat persetujuan izin penelitian

dengan nomor B/084/III/2014/BALAI BESAR pada tanggal 26 Maret 2014. Setelah itu,

peneliti terus melakukan koordinasi dengan pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

mengenai tanggal pelaksanaan dan pendamping penelitian.

3. Persiapan Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah

Resilience Scale 14 (RS-14). RS-14 dirancang dan dikembangkan oleh Wagnild dan

commit to user

87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Young tahun 2009. Skala resiliensi yang disusun oleh Wagnild dan Young dinilai

sebagai alat ukur resiliensi yang dapat digunakan pada berbagai jenis kelamin,

kelompok etnis, dan kelompok usia dibandingkan dengan lima alat ukur resiliensi

lainnya (Ahern, 2006). Pengukuran resiliensi pada residen rehabilitasi Narkoba dengan

RS-14 dimaksudkan untuk mengungkap tingkat resiliensi yang dimiliki residen

rehabilitasi Narkoba. RS-14 tersusun atas 14 aitem pernyataan yang seluruhnya

merupakan aitem favorable dan mengindikasikan dua faktor, yaitu: (1) personal

competence yang meliputi perseverance dan self reliance; dan (2) acceptance of self

and life, yang meliputi meaningfulness, equanimity, dan coming home to yourself. RS-

14 telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan telah mendapatkan persetujuan

terjemahan dari Dr. Gail Wagnild. Berikut adalah tabel distribusi aitem RS-14:

Tabel 4.
Blueprint Resilience Scale 14 (RS-14)
Sub Faktor Komponen Nomor Aitem
Personal competence Perseverance 7, 8, 9
Self-reliance 5, 11, 12, 14
Acceptance of self and life Meaningfulness 1, 2, 6
Equanimity 3, 4
Existential aloneness 10, 13

4. Persiapan Eksperimen

Eksperimen dalam penelitian ini menggunakan pelatihan kebermaknaan hidup

sebagai perlakuan terhadap kelompok eksperimen. Pelatihan kebermaknaan hidup

dilakukan oleh satu orang fasilitator yaitu peneliti didampingi oleh staf rehabilitasi

sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Slamet Fatrika, S.Psi. sebagai co-fasilitator,

dan satu orang observer. Sebelumnya, peneliti mengadakan briefing penjelasan materi

dan detail pelaksanaan pelatihan kepada co-fasilitator dan observer agar penelitian
commit to user

88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berjalan dengan lancar dan sesuai dengan rancangan penelitian. Selanjutnya, peneliti

mengundang dan mengumpulkan subjek kelompok eksperimen untuk menghadiri

pelatihan kebermaknaan hidup. Setelah itu, peneliti mempersiapkan alat-alat yang akan

digunakan selama pelatihan, meliputi:

a. Dua unit laptop dan satu unit LCD

Laptop dan LCD dalam penelitian ini digunakan untuk menayangkan

presentasi materi pelatihan serta video pelatihan dan memutar musik yang

mendukung jalannya pelatihan.

b. Satu unit sound system

Sound system dalam penelitian ini digunakan untuk memperjelas suara dari

video dan musik yang diputar selama pelatihan.

c. Dua unit kamera

Kamera dalam penelitian ini digunakan untuk membuat dokumentasi dalam

bentuk foto dan video sebagai sarana pendukung observasi.

d. Modul pelatihan

Modul pelatihan dalam penelitian ini terdiri dari modul pelatihan pertemuan

hari pertama, pertemuan hari kedua, dan pertemuan hari ketiga. Masing-masing

pertemuan memiliki sarana pendukung tersendiri. Modul pelatihan juga dilengkapi

dengan angket observasi, panduan wawancara pra dan pasca-pelatihan, dan angket

evaluasi program pelatihan. Modul pelatihan selengkapnya dapat dilihat dalam

lampiran H.

e. Materi presentasi pelatihan

commit to user

89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Materi presentasi pelatihan dibuat dengan tujuan untuk membantu peserta

dalam memahami materi yang disampaikan oleh fasilitator. Materi presentasi

pelatihan meliputi pemahaman diri, bertindak positif, pengakraban hubungan,

pendalaman catur nilai, ibadah, dan kristalisasi.

f. Buku kerja pelatihan

Buku kerja pelatihan diberikan pada seluruh peserta pelatihan. Buku kerja ini

dikerjakan selama pelatihan berlangsung sebagai salah satu sarana interaksi antara

fasilitator dengan peserta pelatihan serta sebagai sarana untuk memahami latar

belakang kehidupan yang dimiliki masing-masing peserta sehingga esensi pelatihan

dapat lebih dihayati secara personal.

5. Pelaksanaan Uji Coba

a. Uji Coba Resilience Scale 14 (RS-14)

Resilience Scale 14 (RS-14) ini menggunakan model skala Thurstone dengan

alternatif interval respon dari angka 1 hingga 7. Angka 1 untuk menyatakan sangat

tidak setuju, angka 5 untuk menyatakan respon netral, dan angka 7 untuk

menyatakan sangat setuju. Seluruh aitem dalam skala ini merupakan aitem favorable

sehingga skor masing-masing aitem sesuai dengan nomor interval respon yang

dipilih. Pengujian dilakukan dengan teknik uji coba terpakai kepada 21 residen

rehabilitasi Narkoba yang memenuhi kriteria subjek penelitian. Uji coba

dilaksanakan pada tanggal 22 April 2014 pukul 10.00 10.40 WIB di Re-entry

house, Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Prosedur penyebaran RS-14 dilakukan

commit to user

90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan memberikan lembar RS-14 pada residen, kemudian dilakukan pengisian

bersama-sama. Peniliti dibantu oleh observer dan didampingi oleh staf rehabilitasi

sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Vinna Caturinata, S.Psi., M.Psi., Psi.

dalam penyebaran dan pengisian RS-14. Setelah RS-14 yang telah diisi

dikumpulkan, selanjutnya akan dilakukan penghitungan skor dan analisa validitas

serta reliabilitas terhadap hasil RS-14 yang telah diisi. Berikut adalah

b. Uji Coba Modul Pelatihan

Uji coba modul pelatihan dilakukan pada tujuh residen rehabilitasi Narkoba

yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian. Uji coba modul

pelatihan dilakukan pada tanggal 22 April 2014 pukul 13.00 14.10 di gedung serba

guna Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor dan didampingi oleh staf rehabilitasi

sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Slamet Fatrika, S.Psi. Prosedur

pelaksanaan uji coba modul pelatihan ini adalah dengan memberikan materi

pelatihan dan memberikan pelatihan secara sekilas, kemudian meminta peserta uji

coba modul pelatihan untuk mengisi lembar pemahaman materi modul pelatihan.

Tabel 5.
Nilai Uji Coba Pemahaman Materi Modul Pelatihan
Subjek Nilai
1 90
2 80
3 90
4 80
5 90
6 100
7 100
Rata-rata 90

commit to user

91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada tabel nilai uji coba pemahaman materi modul pelatihan menunjukkan

bahwa nilai tertinggi yang diperoleh subjek adalah 100 sedangkan nilai terendah

yang diperoleh subjek adalah 80. Rata-rata uji coba pemahaman materi modul

pelatihan adalah 90, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek

mampu memahami materi dalam modul pelatihan.

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu dilakukan

penghitungan skor pada aitem RS-14 yaitu sesuai dengan nilai interval respon yang

dipilih, misalnya nilai interval respon yang dipilih adalah angka 1 maka aitem memiliki

skor 1 dan apabila interval respon yang dipilih adalah angka 5 maka aitem memiliki

skor 5. Setelah penghitungan skor RS-14 dilakukan, maka akan diperoleh nilai resiliensi

setiap subjek untuk kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas skala

dengan bantuan program SPSS for MS Windows version 16.0.

a. Hasil Uji Validitas

Pengujian validitas skala dalam penelitian ini meliputi content validity dan

uji validitas menggunakan teknik korelasi product moment. Content validity melalui

professional judgment review oleh dosen pembimbing sebagai pihak yang

berkompeten serta Dr. Gail Wagnild selaku penyusun RS-14, sehingga skala yang

digunakan memiliki penampilan yang lebih meyakinkan, memiliki aitem yang dapat

diterima, dan dinilai mampu mengungkap atribut yang hendak diukur.

Selanjutnya, aitem skala dalam penelitian ini diuji validitasnya

menggunakan teknik korelasi product moment secara komputasi dengan bantuan

program SPSS for MS Windows ver. 16.0. Hasil uji validitas ini akan menentukan

commit to user

92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

aitem skala penelitian yang gugur dan valid. Hasil uji validitas 14 aitem skala dalam

penelitian ini menunjukkan aitem skala memiliki indeks korelasi berkisar 0.448

0.785. Aitem dianggap valid dengan cara membandingkan indeks korelasi aitem

dengan indeks korelasi tabel. Aitem dianggap valid apabila indeks korelasi aitem

lebih besar daripada indeks korelasi tabel (rhitung > rtabel). Indeks korelasi tabel untuk

21 responden (df = n-2) pada taraf signifikansi 5% bernilai sebesar 0,432, jadi aitem

dianggap valid apabila nilai indeks korelasi hitungnya lebih besar dari 0,432. Hasil

uji validitas aitem skala pada penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh aitem

memiliki nilai indeks korelasi hitung lebih besar dari 0,432, sehingga dapat

disimpulkan bahwa seluruh aitem skala dalam penelitian ini valid dan dapat

digunakan sebagai alat ukur penelitian. Hasil uji validitas aitem skala selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran D.

b. Hasil Uji Reliabilitas

Setelah pengujian validitas pada RS-14, kemudian dilakukan uji reliabilitas

terhadap aitem yang valid. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui

keterpercayaan atau konsistensi alat ukur, berhubungan dengan tingginya

kecermatan dalam pengukuran (Azwar, 2012). Uji reliabilitas pada penelitian ini

menggunakan teknik analisa Alpha Cronbach secara komputasi dengan bantuan

program SPSS for MS Office ver 16.0. Koefisien reliabilitas berada dalam rentang

angka dari 0.00 sampai dengan 1.00, apabila koefisien reliabilitas semakin tinggi

mendekati angka 1.00, maka pengukuran dikatakan semakin reliabel.

commit to user

93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penghitungan reliabilitas RS-14 diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) sebesar

0,898. Perhitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran D.

Ghozali (2011) menyatakan bahwa apabila nilai uji koefisien reliabilitas di atas 0,6

maka aitem-aitem skala tersebut dapat dipercaya keterandalannya, sehingga dapat

dinyatakan bahwa skala resiliensi tersebut adalah reliabel dan dapat digunakan

sebagai alat ukur penelitian.

7. Penyusunan Alat Ukur

Tahap selanjutnya setelah pengujian validitas dan reliabilitas adalah

mempersiapkan aitem-aitem yang valid. Distribusi skala yang digunakan untuk

penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6.
Distribusi Resilience Scale 14 (RS-14) untuk Penelitian
Jumlah Nomor
Aspek Resiliensi Valid Gugur
Aitem Aitem
Personal competence
- Perseverance 3 7, 8, 9 3 -
- Self reliance 4 5, 11, 12, 14 4 -
Acceptance of self and life
- Meaningfulness 3 1, 2, 6 3 -
- Equanimity 2 3, 4 2 -
- Existential aloneness 2 10, 13 2 -
Jumlah 14

8. Pengategorian Tingkat Resiliensi

commit to user

94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Telah disampaikan sebelumnya bahwa seluruh aitem di dalam RS-14 ini

dinyatakan valid atau tidak ada aitem yang gugur, sehingga dalam penelitian ini peneliti

menggunakan kategorisasi tingkat resiliensi yang disusun oleh Wagnild dan Young

(2009), yaitu:

: tingkat resiliensi sangat rendah

Skor 61 70 : tingkat resiliensi rendah

Skor 71 80 : tingkat resiliensi rata-rata

Skor 81 90 : tingkat resiliensi tinggi

Skor > 90 : tingkat resiliensi sangat tinggi

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Pelaksanaan Pengambilan Data Pretest

Data pretest yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang sudah

didapatkan dalam uji coba RS-14, karena berdasarkan uji validitas tidak ada aitem yang

gugur, maka nilai yang diperoleh pada uji coba RS-14 merupakan nilai yang akan

digunakan dalam pretest.

2. Penentuan Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah residen rehabilitasi Narkoba di Balai Besar

Rehabilitasi BNN Bogor yang berjumlah 14 orang. Sejak pelaksanaan survei pra-

penelitian, peneliti sudah dijelaskan mengenai salah satu peraturan pelaksanaan

penelitian, yaitu peneliti hanya dapat mengambil data residen sejumlah yang

dibutuhkan, karena dalam penelitian ini peneliti perlu melibatkan setidaknya 21 residen

yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian, maka peneliti hanya memiliki akses untuk

mengambil data dari 21 residen. Seluruh subjek dalam penelitian ini merupakan residen
commit to user

95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang menghuni Re-entry house yang merupakan tahapan terakhir dalam program

Therapeutic Community di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor sebelum akhirnya

residen dikembalikan kepada keluarga atau menjalani program pasca rehabilitasi. Pada

tahap ini, residen diberikan kebebasan untuk beraktivitas dan berinteraksi, namun masih

berada dalam lingkungan Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor.

Subjek penelitian sejumlah 14 orang residen dibagi menjadi dua kelompok yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak. Berikut adalah pembagian

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol:

Tabel 7.
Subjek Kelompok Eksperimen berdasarkan Tingkat Resiliensi
Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi
1 68 Rendah
2 54 Rendah
3 30 Sangat Rendah
4 69 Rendah
5 71 Rata-Rata
6 47 Sangat Rendah
7 56 Sangat Rendah

Tabel 8.
Subjek Kelompok Kontrol berdasarkan Tingkat Resiliensi
Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi
A 58 Sangat Rendah
B 73 Rata-Rata
C 76 Rata-Rata
D 77 Rata-Rata
E 74 Rata-Rata
F 69 Rendah
G 73 Rata-Rata

Setelah membagi subjek menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,

peneliti menjelaskan teknis dan pelaksanaan penelitian lebih rinci dan membagikan
commit to user

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

surat persetujuan setelah penjelasan kepada kelompok eksperimen untuk ditanda

tangani.

3. Pelaksanaan Eksperimen

Pelaksanaan eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan berupa pelatihan

kebermaknaan hidup. Pelatihan kebermaknaan hidup dalam penelitian ini diberikan

selama tiga kali pertemuan menggunakan pendekatan experiential learning dengan

metode ceramah dan diskusi, studi kasus, role play, simulasi dan permainan, dan

latihan. Awalnya peserta dalam pelatihan ini adalah tujuh orang residen, namun pada

pelaksanaan pertemuan pertama, subjek 7 tidak dapat hadir karena telah memiliki

agenda yang tidak dapat ditinggalkan, sehingga peneliti melakukan drop out terhadap

subjek 7. Selanjutnya pada pertengahan pelaksanaan pertemuan ketiga, subjek 6

mendapat panggilan dari konselornya karena subjek tersebut mendapat kunjungan

keluarga, sehingga peneliti juga melakukan drop out terhadap subjek 6. Sehubungan

dengan dilakukannya drop out pada dua subjek di kelompok eksperimen, maka peneliti

juga melakukan drop out pada dua subjek di kelompok kontrol untuk menyetarakan

jumlah subjek antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berikut adalah

pembagian subjek kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah drop out

berdasarkan tingkat resiliensi:

Tabel 9.
Subjek Kelompok Eksperimen Setelah Drop Out
Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi
1 68 Rendah
2 54 Rendah
3 30 Sangat Rendah
4 69 Rendah
5 71 Rata-Rata

commit to user

97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 10.
Subjek Kelompok Kontrol Setelah Drop Out
Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi
A 58 Sangat Rendah
B 73 Rata-Rata
C 76 Rata-Rata
D 77 Rata-Rata
E 74 Rata-Rata

Berikut adalah data deskriptif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol:

Tabel 11.
Data Deskriptif Kelompok Eksperimen
Subjek Inisial Usia Pendidikan
1 DS 17 tahun SMP
2 AS 28 tahun S1
3 FY 31 tahun SMA
4 IH 21 tahun SMA
5 BU 24 tahun SMA

Tabel 12.
Data Deskriptif Kelompok Kontrol
Subjek Inisial Usia Pendidikan
A HS 31 tahun SMA
B ZH 34 tahun SMA
C MU 24 tahun SMA
D SB 38 tahun SMA
E SA 26 tahun S1

Seluruh pertemuan pada pelatihan ini dilaksanakan di ruang kelas Balai Besar

Rehabilitasi BNN Bogor. Fasilitator dalam pelatihan ini adalah peneliti sendiri,

didampingi oleh staf rehabilitasi sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Slamet

Fatrika, S.Psi. sebagai co-fasilitator. Modul dan jadwal pelaksanaan pelatihan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran G.

Penjelasan pelaksanaan pada tiap pertemuan pelatihan kebermaknaan hidup

sebagai berikut:

commit to user

98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Pertemuan hari pertama

Pertemuan hari pertama pelatihan kebermaknaan hidup dilaksanakan pada

tanggal 22 April 2014 dan berlangsung selama 100 menit, yaitu mulai dari pukul

15.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.40 WIB, bertempat di ruang kelas Balai

Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Peserta yang hadir dalam pelatihan kebermaknaan

hidup pertemuan hari pertama ini sebanyak enam orang. Pelatihan kebermaknaan

hidup pertemuan hari pertama dibagi menjadi dua sesi yang menggunakan metode

ceramah dan diskusi, pemutaran video, simulasi, latihan, dan permainan. Berikut

penjelasan pelaksanaan pertemuan hari pertama untuk tiap sesi:

1) Sesi 1A: Perkenalan, ice breaking, dan pemahaman diri

Sesi 1A dibagi menjadi beberapa bagian meliputi perkenalan dan ice

breaking serta pemahaman diri. Sebelum memasuki bagian perkenalan, terlebih

dahulu fasilitator membuka pertemuan dengan salam dan doa. Pada bagian

perkenalan, fasilitator memperkenalkan diri dan memperkenalkan co-fasilitator

dan observer yang terlibat. Setelah itu, fasilitator mengajak satu per satu peserta

untuk berkenalan. Selanjutnya fasilitator menjelaskan rangkaian sesi dalam

pertemuan hari pertama dan membuat beberapa kontrak dengan peserta demi

tercapainya tujuan dalam pemberian pelatihan. Seiring dengan hari yang

beranjak sore, fasilitator melanjutkan perkenalan dengan ice breaking untuk

membangkitkan suasana dan mengondisikan peserta ke dalam pelatihan serta

untuk membangun hubungan yang lebih akrab antara fasilitator dengan peserta.

Bagian berikutnya dari sesi 1A adalah pemahaman diri. Bagian ini

dilakukan dengan melalui metode ceramah menggunakan bahan presentasi

commit to user

99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan format MS Office Power Point 2007 yang disajikan pada layar LCD.

Setelah materi pemahaman diri diberikan, peserta diajak untuk lebih memahami

dirinya sendiri dengan mengerjakan tugas lembar masa gemilang, catatan

kendala, dan tokoh tersayang. Pengerjaan tugas diawali dengan pertanyaan yang

diajukan oleh fasilitator dan dijawab bersama-sama secara tertulis pada buku

kerja, dalam hal ini subjek 6 harus sering dibantu secara pribadi oleh co-

fasilitator karena kesulitan untuk membayangkan keadaan dirinya sehingga

kurang mampu memberikan jawaban secepat peserta lainnya. Pada pertengahan

penulisan jawaban, fasilitator mengajak peserta untuk lebih menggali jawaban

yang dituliskan. Sesi 1A diakhiri dengan perkenalan ulang peserta pada

fasilitator, hal ini untuk mengajak peserta secara langsung mempraktekan materi

pemahaman diri yang telah diberikan.

2) Sesi 1B: Bertindak positif

Sesi 1B dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi serta pemutaran

video. Sesi ini dibuka dengan renungan mengenai pentingnya mengembangkan

pikiran positif sebagai awal pembentuk tindakan positif. Setelah menyimak

pengantar dari fasilitator, peserta diberi tayangan video mengenai hubungan

seorang anak laki-laki dengan ayahnya. Sang anak yang diusir ayahnya karena

terlalu sering hidup berfoya-foya mengalami kecelakaan kerja hingga lumpuh.

Di suatu sisi sang ayah yang masih kecewa dengan perbuatan anaknya di masa

lalu tidak tega melihat anaknya yang begitu tidak berdaya, Ia pun menggendong

anaknya tersebut untuk latihan berjalan seperti saat anaknya masih kecil. Sang

anak yang pada awalnya menolak karena merasa kesakitan berubah pikiran

commit to user

100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

setelah melihat tekad kuat sang ayah yang ingin membantunya untuk pulih.

Semua kemauan dan usaha untuk memulai kehidupan yang positif terbayar

dengan pulihnya sang anak tepat pada saat makan malam keluarga saat tahun

baru.

Setelah penayangan video, fasilitator mengajak peserta untuk bersama-

sama merenungkan esensi atau pesan yang dapat diambil dari video tersebut.

Sebagian peserta mampu menjelaskan esensi video secara baik dengan versinya

masing-masing karena inti cerita dalam video tersebut dirasa hampir sama

dengan pengalaman pribadi peserta sebelum direhabilitasi. Selanjutnya

fasilitator mengaitkan materi pengantar berpikir positif sebagai modal utama

dalam bertindak positif dengan esensi video dan mengevaluasi pemahaman

peserta mengenai materi ini melalui lembar kerja rancangan aksi. Fasilitator

meminta peserta untuk merenungkan dan menuliskan rancangan aksinya

masing-masing usai menjalani program rehabilitasi untuk mencapai kehidupan

yang lebih positif. Sesi 1B diakhiri dengan pemutaran video mengenai kisah

sukses mantan pecandu Narkoba, Fauzan Rachmansyah pemilik usaha

bukan suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan.

Penutupan pertemuan hari pertama dilakukan oleh fasilitator dengan

menutup sementara rangkaian pelatihan dan mengingatkan peserta untuk hadir

dalam pertemuan hari kedua yang akan dilaksanakan keesokan harinya di tempat

yang sama pada pukul 10.00 WIB. Pertemuan hari pertama diakhiri dengan doa.

b. Pertemuan hari kedua

commit to user

101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari kedua dilaksanakan pada

tanggal 23 April 2014 bertempat di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN

Bogor. Pada awalnya, pertemuan hari kedua ini direncanakan untuk dimulai pada

pukul 10.00 WIB, namun karena pada waktu tersebut peserta masih mengikuti

kegiatan rutin morning meeting, maka pertemuan hari kedua dimulai sedikit

terlambat pada pukul 10.25 WIB. Pertemuan hari kedua berlangsung selama 90

menit dan berakhir pada pukul 11.55 WIB. Peserta yang hadir pada saat pertemuan

hari kedua ini sebanyak enam orang. Pertemuan hari kedua dibagi menjadi dua sesi,

yaitu sesi pengakraban hubungan, ice breaking dan sesi pendalaman catur nilai

sumber makna hidup yang dibuka dengan salam dan doa. Kedua sesi dalam

pertemuan hari kedua ini disampaikan dengan metode ceramah dan studi kasus,

simulasi, permainan, dan studi kasus. Berikut adalah penjelasan pelaksanaan

pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari kedua untuk tiap sesi:

1) Sesi 2A: Pengakraban hubungan

Sesi 2A dimulai dengan doa dan salam pembuka, kemudian fasilitator

mengulas kembali materi yang disampaikan pada pertemuan hari pertama

sebagai pengantar menuju materi mengenai kenali lingkungan sekitar. Materi

kenali lingkungan sekitar disampaikan secara interaktif, fasilitator mengajak

peserta untuk membayangkan keadaan rumah yang sudah sekitar tujuh bulan

mereka tinggalkan, membayangkan orang-orang yang berada di dalam rumah,

serta membayangkan lingkungan di sekitar rumah mereka masing-masing.

Fasilitator kemudian meminta peserta untuk menggambarkan lingkungan rumah

yang baru saja mereka bayangkan tersebut ke dalam lembar buku kerja.

commit to user

102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Beberapa peserta meminta izin pada fasilitator untuk hanya menggambar

ruangan tertentu, karena ruangan tersebut dirasa yang paling berkesan, fasilitator

mengizinkan. Beberapa peserta membutuhkan waktu yang cukup lama karena

ingin menggambar lingkungan rumahnya secara detail.

Pemahaman materi kenali lingkungan sekitar diperdalam melalui latihan

terima kasih diucapkan apabila menerima pertolongan dari orang lain, kata maaf

disampaikan apabila berbuat salah kepada orang lain baik secara sengaja

maupun tidak disengaja, sedangkan kata aku sayang padamu disampaikan secara

tulus pada orang lain untuk menunjukkan penerimaan atas kehadiran orang

tersebut. Fasilitator mengajak peserta untuk menghayati gambar yang telah

dibuat masing-masing dan membayangkan kepada siapa kata terima kasih, maaf,

dan aku sayang padamu akan diucapkan pada orang-orang yang berada di

lingkungan sekitar yang telah mereka gambar. Sebagian peserta merasa kesulitan

untuk mengucapkan terima kasih, karena merasa menjalani segala cobaan yang

dialaminya sendirian. Fasilitator dan co-fasilitator membantu peserta untuk

menghayati kata terima kasih untuk hal-hal yang lebih kecil dan menerangkan

kepada peserta bahwa program rehabilitasi yang sedang dijalani pada saat itu

pun pasti tidak terlepas dari usaha orang di sekitar yang ingin membuat peserta

pulih.

Sesi 2A dilanjutkan dengan bagian berbagi kisah hidup. Pada bagian ini,

peserta diminta untuk menceritakan kisah hidup yang dialaminya selama

menjalani program rehabilitasi mulai dari residen yang ditemui saat tahap

commit to user

103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

primary hingga re-entry, kemudian pengalaman bersama staf Balai Besar

Rehabilitasi BNN Bogor, dan kisah mengenai pengalaman peserta dengan

peserta lain dalam pelatihan. Para peserta sangat bersemangat untuk

menceritakan kisah hidupnya selama menjalani program rehabilitasi, mereka

juga saling bertanya mengenai kisah hidup satu sama lain, dalam hal ini

fasilitator dan co-fasilitator berperan sebagai moderator agar sesi tetap berjalan

dengan kondusif.

Setelah sesi diskusi selesai, fasilitator melanjutkan sesi dengan ice

breaking. Pada awalnya, ice breaking dilakukan secara individual, namun

setelah peserta lancar dalam melakukan gerakan, fasilitator meminta peserta

untuk melakukan ice breaking secara berpasangan. Hal ini dilakukan untuk

menjaga intensi peserta pada pelatihan dan membina hubungan yang lebih akrab

antar peserta.

2) Sesi 2B: Pendalaman catur nilai

Sesi 2B dilakukan dengan metode ceramah dan studi kasus. Sesi ini

diawali dengan penjelasan materi ragam catur nilai dengan media MS Office

Power Point 2007. Materi ragam catur nilai menjelaskan tentang nilai-nilai

kehidupan yang dimiliki masing-masing manusia. Pemahaman lebih lanjut

mengenai materi ragam catur nilai dibawakan melalui metode studi kasus.

Fasilitator

mantan residen Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor yang kini sudah memiliki

kehidupan mapan dan mampu mengajak orang-orang di sekitarnya yang

kertergantungan Narkoba untuk mengikuti program rehabilitasi. Setelah

commit to user

104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyampaikan cerita, fasilitator mengajak peserta untuk berdiskusi mengenai

nilai-nilai yang dapat diambil sesuai dengan materi sebelumnya serta

kemungkinan tentang adanya pencapaian yang lebih besar yang mungkin dapat

diraih tokoh dalam cerita sesuai dengan catur nilai yang dimiliki.

Pertemuan hari kedua diakhiri dengan umpan balik dari peserta serta

rangkuman seluruh materi pertemuan hari kedua yang disampaikan oleh fasilitator.

Selanjutnya fasilitator menutup sementara pelatihan dan mengingatkan peserta

untuk menghadiri pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari ketiga. Pertemuan

hari kedua ditutup dengan doa.

c. Pertemuan hari ketiga

Pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari ketiga dilaksanakan pada

tanggal 25 April 2014 bertempat di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN

Bogor. Pertemuan terakhir dalam rangkaian pelatihan kebermaknaan hidup ini

berlangsung selama 85 menit, dimulai dari pukul 13.30 WIB hingga pukul 14.55

WIB. Pertemuan hari ketiga ini dibagi menjadi dua sesi menggunakan metode

ceramah dan diskusi, simulasi, dan latihan dan dihadiri oleh enam orang peserta

yang diawali dengan salam dan doa. Berikut adalah penjelasan pelaksanaan

pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari ketiga untuk tiap sesi:

1) Sesi 3A: Ibadah

Sesi pertemuan hari ketiga diawali dengan pengulangan kembali materi

yang telah diberikan pada pertemuan hari pertama dan pertemuan hari kedua

oleh fasilitator. Selanjutnya, fasilitator memberikan materi tentang ibadah

dengan media Microsoft Office Power Point 2007. Di tengah penyampaian

commit to user

105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

materi, konselor dari subjek 6 menghampiri yang bersangkutan di ruang kelas

dan meminta izin pada fasilitator untuk membawa subjek 6 keluar karena

mendapatkan kunjungan keluarga. Fasilitator mengizinkan subjek 6 untuk

meninggalkan pelatihan dan melanjutkan sesi dengan lima peserta yang lainnya.

Pemahaman mengenai materi tentang ibadah diperdalam melalui simulasi

Fasilitator menayangkan lirik

menghayati tiap bait lagu bersama-sama. Di tengah suasana menghayati, co-

fasilitator fasilitator mengajak peserta untuk

menyanyikannya bersama-sama. Usai bernyanyi bersama, fasilitator

menanyakan pada perasaan peserta setelah beberapa kali menyanyikan lagu

tersebut dengan penuh penghayatan dan bagian lirik yang paling mengena bagi

dirinya.

2) Sesi 3B: Kristalisasi dan penutupan

Sesi 3B dilakukan dengan metode latihan. Co-fasilitator membagikan

kertas HVS yang di pojok kanan bawahnya terdapat gambar seseorang yang

sedang duduk terpojok dan spidol berwarna pada peserta. Sebelum fasilitator

sempat untuk mengajak peserta merenungkan gambar tersebut, beberapa peserta

sudah menyampaikan bahwa kondisi tersebut sangat mirip dengan kondisinya

sehari-hari sebelum mengikuti program rehabilitasi. Fasilitator meminta peserta

untuk menuliskan sebanyak mungkin kemalangan atau kendala yang dialami,

kemudian mencoret-coret daftar yang sudah dibuat hingga tulisan dalam daftar

tersebut tidak dapat terlihat lagi. Selanjutnya, fasilitator meminta peserta untuk

commit to user

106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merobek-robek kertas tersebut sekecil mungkin hingga tidak mungkin dapat

disusun kembali. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol bahwa peserta dalam

pelatihan ini telah melepaskan kemalangan dan kendala yang selama ini mereka

alami serta siap untuk memulai kehidupan baru.

Sesi 3B dilanjutkan dengan pemberian renungan oleh fasilitator. Peserta

diminta untuk menutup mata sambil mengahayati perenungan diri yang

diberikan oleh fasilitator dan co-fasilitator memutar musik perenungan diri.

Setelah perenungan diri selesai diberikan, peserta diperbolehkan untuk

membuka mata dan fasilitator menanyakan tanggapan peserta.

Pertemuan hari ketiga diakhiri dengan penutupan oleh fasilitator dan ucapan

terima kasih kepada peserta atas partisipasi aktif peserta selama mengikuti pelatihan.

Penutupan pertemuan pelatihan dilanjutkan dengan penyampaian kesan-kesan

peserta selama mengikuti pelatihan serta pengisian angket evaluasi program

pelatihan bagi peserta.

4. Pelaksanaan Pengambilan Data Posttest

Pengambilan data posttest baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok

kontrol dilaksanakan pada tanggal 25 April 2014 yaitu di hari terakhir pertemuan

pelatihan dilaksanakan. Pengambilan data posttest dilakukan pada pukul 16.00 WIB di

dua tempat berbeda. Pengambilan data posttest pada kelompok eksperimen

dilaksanakan di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, sedangkan

commit to user

107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengambilan data posttest kelompok kontrol dilaksanakan di Re-entry house Balai Besar

Rehabilitasi BNN Bogor.

Prosedur pengambilan data posttest baik pada kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol dilakukan dengan pengisian Resilience Scale 14 (RS-14) oleh subjek

secara mandiri dengan pengawasan peneliti dibantu oleh satu orang rekan mahasiswa.

Selanjutnya peneliti memperoleh seluruh Resilience Scale 14 (RS-14) untuk penelitian

yang telah diisi oleh kelompok eksperimen dan kontrol. Distribusi skor posttest lebih

jelas terdapat pada lampiran F.

C. Hasil Penelitian

1. Analisa Data Kuantitatif

a. Hasil Pretest dan Posttest

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tingkat resiliensi antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diukur sebelum diberikan

perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup (pretest) dan setelah diberikan perlakuan

pelatihan kebermaknaan hidup (posttest). Deskripsi hasil penelitian dapat dilihat

dalam tabel 13.

Tabel 13.
Deskripsi hasil penelitian
Pengukuran
Pretest Posttest
Kelompok Subjek
Skor Tingkat Skor Tingkat
RS-14 Resiliensi RS-14 Resiliensi
1 68 Rendah 83 Tinggi
2 54 Sangat Rendah 91 Sangat Tinggi
Eksperimen 3 30 Sangat Rendah 87 Tinggi
4 69 Rendah 86 Tinggi
5 71 Rata-rata 92 Sangat Tinggi
commit to user

108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A 56 Sangat Rendah 14 Sangat Rendah


B 73 Rata-rata 65 Rendah
Kontrol C 76 Rata-rata 74 Rata-rata
D 77 Rata-rata 74 Rata-rata
E 73 Rata-rata 68 Rendah

Perbedaan rata-rata skor resiliensi juga dapat dilihat dalam gambar 6

100
80
60
Eksperimen
40
20 Kontrol

0
Pretest Posttest

Gambar 6.
Rata-rata Skor Resiliensi Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Diagram tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor resiliensi

pada kelompok eksperimen setelah perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selanjutnya dicari gain score dari hasil

pretest dan posttest baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol

untuk kemudian dilakukan uji hipotesis dengan bantuan program SPSS for MS

Windows version 16.0.

Tabel 14.
Gain Score Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Kelompok Subjek Gain Score
1 15
2 37
Eksperimen 3 57
4 17
5 21
A -42
Kontrol
B -8
commit to user

109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C -2
D -3
E -5

Gain score resiliensi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

menunjukkan adanya selisih skor pretest dan posttest. Dari tabel di atas dapat dilihat

bahwa terjadi perubahan positif pada kelompok eksperimen dan perubahan positif

terbesar dialami oleh subjek 3 dengan gain score sebesar 57, sedangkan perubahan

juga terjadi pada kelompok kontrol berupa perubahan negatif dengan gain score

terbesar yaitu -42 dialami oleh subjek A.

b. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji asumsi

dilakukan untuk mengetahui jenis statistik yang akan digunakan untuk uji hipotesis

dalam penelitian ini.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran nilai

mengikuti distribusi kurva normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan

teknik One Sample Kolmogorov Smirnov melalui program komputasi SPSS for

MS Windows version 16.0. Taraf signifikansi yang digunakan dalam uji

normalitas ini adalah 5% (0.05). Uji normalitas dari data yang diperoleh dari

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol baik pretest maupun posttest

ditunjukkan pada tabel 15.

Tabel 15.
Hasil Uji Normalitas Tingkat Resiliensi
KEpre KEpost KKpre KKpost
N 5 5 5 5
Normal Mean 58.4 87.8 71.0 59
commit to user

110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

parametersa Std. deviation 1.72 3.70 8.57 2.54


Kolmogorov- Smirnov Z 0.696 0.461 0.877 0.879
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.718 0.983 0.425 0.422

Berdasarkan tabel 15, dapat dilihat bahwa nilai Kolmogorov Smirnov Z

pretest kelompok eksperimen sebesar 0.696, posttest kelompok eksperimen

sebesar 0.461, pretest kelompok kontrol sebesar 0.877, dan posttest kelompok

kontrol sebesar 0.879. Seluruh nilai Kolmogorov Smirnov Z baik pada kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol lebih dari 0.05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas atau uji kesamaan ragam digunakan untuk mengetahui

homogen tidaknya suatu data pada kedua kelompok sampel. Uji homogenitas

dilakukan dengan menggunakan program komputasi SPSS for MS Windows

version 16.0 melalui teknik uji F ( ). Uji homogenitas dalam

penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (0.05). Hasil uji homogenitas

data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16.
Hasil Uji Homogenitas Tingkat Resiliensi

Variances
F Sig.
Pretest 0.791 0.400
Posttest 4.602 0.064
Gain Score 0.126 0.732
commit to user

111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan tabel 16, dapat dilihat bahwa nilai F pretest, posttest, dan

gain score masing-masing adalah 0.791, 4.602, dan 0.126. Seluruh nilai F pada

data penelitian ini lebih dari 0.05, hal ini menunjukkan bahwa varian pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diasumsikan sama.

Uji asumsi berupa uji normalitas dan homogenitas pada data penelitian ini

menunjukkan bahwa data penelitian memiliki distribusi normal dan varian sama

(homogen), dengan demikian uji hipotesis dapat dilakukan dengan teknik statistik

parametrik, namun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan statistik non

parametrik mengingat jumlah subjek yang sedikit, yaitu 10 orang.

c. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik nonparametrik, yaitu uji 2

sampel Mann-Whitney. Uji 2 sampel Mann-Whitney merupakan salah satu uji

nonparametrik yang sangat kuat (powerful) dan merupakan alternatif dari uji

parametrik t test (Ghozali, 2011). Uji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan

tingkat resiliensi antara dua sampel independen, yaitu sampel yang mendapatkan

perlakuan (kelompok eksperimen) dan sampel yang tidak mendapatkan perlakuan

(kelompok kontrol). Uji 2 sampel independen Mann Whitney dikenakan pada data

yang didapatkan sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil pengujian pengaruh

pelatihan kebermaknaan hidup terhadap peningkatan resiliensi pada kelompok

eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17.
Hasil Uji 2 Sampel Independen Mann Whitney pada
Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Skor
Mann-Whitney U 0.000
commit to user

112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 0.008

Berdasarkan dari uji statistik nonparametrik menggunakan uji 2 sampel

independen Mann Whitney, diperoleh nilai z sebesar -2.611 dan nilai uji signifikansi

(p) sebesar 0.009 (uji dua sisi). Oleh karena nilai uji signifikansi (p) lebih kecil dari

0.05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan skor resiliensi antara

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan. Hal ini

berarti bahwa pelatihan kebermaknaan hidup memiliki pengaruh terhadap

peningkatan resiliensi pada residen rehabilitasi Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi

BNN Bogor.

Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi peningkatan resiliensi pada

kelompok eksperimen, dilakukan analisa dengan uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon

digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antara two

correlated samples. Hasil pengujian signifikansi peningkatan resiliensi pada

kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18.
Hasil Uji Wilcoxon pada Kelompok Eksperimen
Pretest-Posttest
Negative Ranks 0.00
Positive Ranks 3.00
Z -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.043

commit to user

113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan data hasil uji Wilcoxon pada tabel di atas, diketahui bahwa uji

Wilcoxon mendasarkan pada ranking positif 3.00 dengan menghasilkan nilai hitung

z sebesar -2.023 dan nilai uji signifikansi (p) sebesar 0.043 (uji dua sisi). Oleh

karena nilai uji signifikansi (p) lebih kecil dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa

terdapat perbedaan signifikan antara skor tingkat resiliensi sebelum pelatihan

(pretest) dan sesudah pelatihan (posttest). Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan

kebermaknaan hidup efektif untuk meningkatkan resiliensi pada residen rehabilitasi

Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor.

d. Hasil Analisa Evaluasi Program Pelatihan dan Pemahaman Materi Pelatihan

1) Hasil analisa program pelatihan

Hasil analisa program pelatihan merupakan evaluasi terhadap

keseluruhan program pelatihan dari awal berjalannya pelatihan hingga

penutupan yang terdiri dari beberapa indikator antara lain, yaitu: materi

pelatihan; penguasaan fasilitator; penggunaan media; dan pencapaian tujuan

sasaran. Hasil analisa program pelatihan selengkapnya dapat dilihat pada tabel

19. Pada tabel 19, distribusi kriteria diringkas menjadi lima indikator yaitu

sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang untuk memudahkan peneliti

dalam membuat ringkasan evaluasi.

Tabel 19.
Hasil Analisa Evaluasi Program Pelatihan
Distribusi Kriteria Evaluasi (dalam %)
No. Indikator Evaluasi Sangat Sangat
Baik Cukup Kurang
Baik Kurang
1. Materi pelatihan pertemuan 60% 20% 20%
pertama
commit to user

114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Materi pelatihan pertemuan 40% 60%


kedua
3. Materi pelatihan pertemuan 40% 60%
ketiga
4. Kejelasan materi yang 60% 40%
disampaikan fasilitator
5. Daya tarik materi yang 40% 60%
disampaikan fasilitator
6. Penguasaan fasilitator 80% 20%
dalam menyampaikan
materi
7. Penggunaan media sebagai 20% 80%
alat bantu
8. Kegunaan materi bagi 100%
peserta
9. Fasilitas pendukung 20% 80%
(buku kerja)
10. Sarana dan prasarana 40% 60%
11. Kenyamanan proses 40% 60%
pelatihan
12. Pencapaian tujuan sasaran 60% 40%

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek cukup memahami materi

pelatihan, hal ini ditunjukkan melalui distribusi tanggapan subjek mengenai

materi pelatihan pertemuan hari pertama dengan kriteria sangat baik sebanyak

60% , kriteria baik sebanyak 20%, dan kriteria cukup sebanyak 20%. Materi

pertemuan hari kedua dan ketiga juga dinilai baik oleh subjek dengan kriteria

sangat baik sebanyak 40% dan kriteria baik sebanyak 60%. Sebanyak 60%

subjek memberikan tanggapan mengenai kejelasan materi yang disampaikan

fasilitator dan pencapaian tujuan sasaran pelatihan dengan kriteria sangat baik,

sedangkan 40% sisanya memberikan tanggapan dengan kriteria baik. Subjek

yang memberikan tanggapan dengan kriteria sangat baik sebanyak 40% dan

kriteria baik sebanyak 60% untuk indikator daya tarik materi yang disampaikan

fasilitator, sarana dan prasarana, serta kenyamaan proses pelatihan. Sebanyak

commit to user

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

80% subjek memberikan tanggapan untuk penguasaan fasilitator dalam

menyampaikan materi dengan kriteria sangat baik, sedangkan 20% sisanya

memberikan tanggapan dengan kriteria cukup. Subjek yang memberikan

tanggapan dengan kriteria sangat baik sebanyak 20% dan kriteria baik sebanyak

80% untuk kategori penggunaan media sebagai alat bantu dan fasilitas

pendukung pelatihan berupa buku kerja. Seluruh subjek memberikan tanggapan

dengan kriteria sangat baik untuk kegunaan materi bagi peserta.

Selain itu, subjek juga memberikan evaluasi program pelatihan dalam

bentuk komentar, saran, dan kritik sebagai berikut:

a) Peserta merasa waktu pelaksanaan pertemuan pelatihan terlalu singkat,

hal ini berkaitan dengan kemampuan daya tangkap peserta yang menurun

akibat penyalahgunaan Narkoba.

b) Peserta senang dapat mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup dan

merasa bahwa pelatihan ini dapat mendukung pemulihan yang sedang

mereka jalani.

c) Peserta berharap pelatihan kebermaknaan hidup dapat dilakukan secara

rutin dan merata bagi seluruh residen di Balai Besar Rehabilitasi BNN

Bogor.

d) Peserta bersemangat untuk menceritakan semua materi yang sudah

diperoleh dalam pelatihan kebermaknaan hidup kepada brothers lainnya

di Re-entry house, termasuk mengajarkan ice breaking yang diberikan

oleh fasilitator.

2) Analisa Pemahaman Materi Pelatihan

commit to user

116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Analisa pemahaman materi pelatihan disusun berdasarkan nilai yang

diberikan kepada seluruh subjek berdasarkan evaluasi pemahaman materi

pelatihan. Nilai evaluasi pemahaman materi pelatihan dapat dilihat pada tabel

20.

Tabel 20.
Nilai Pemahaman Materi Pelatihan
Subjek Nilai
1 100
2 100
3 90
4 100
5 80
Rata-rata 94

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai evaluasi pemahaman

pelatihan adalah 94, hal ini menunjukkan bahwa subjek dapat memahami materi

pelatihan yang diberikan fasilitator dengan baik. Hal ini memungkinkan terjadi

karena seluruh subjek memiliki keseriusan yang baik saat penjelasan materi,

selain itu subjek selalu aktif pada saat pelatihan berlangsung, baik pada saat

studi kasus maupun saat pengulangan materi, seluruh subjek juga aktif bertanya

ketika ada hal yang kurang dimengerti atau meminta penjelasan ulang untuk

meyakinkan suatu hal. Selain itu pemahaman materi pelatihan yang baik juga

didukung karena adanya latihan, simulasi, dan permainan.

2. Analisa Data Kualitatif

Analisa data kualitatif dilakukan untuk melihat proses-proses yang dialami

subjek selama dan setelah melakukan pelatihan kebermaknaan hidup. Selain itu, analisa

data kualitatif juga bertujuan untuk mengetahui gambaran proses perubahan yang

dialami subjek selama dan setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup. Analisa
commit to user

117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kualitatif dilakukan pada kelompok eksperimen berdasarkan skor tingkat resiliensi,

diskusi yang dilakukan selama pelatihan, serta observasi dan wawancara yang telah

dilakukan.

a. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 1

100
80
60
40 Subyek 1
20
0
Pretest Posttest

Gambar 7.
Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 1 Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Grafik pada gambar 7 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh

subjek 1 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor

tingkat resiliensi subjek 1 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup adalah 68 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup menjadi 83.

Peningkatan resiliensi subjek 1 disebabkan oleh meningkatnya

kebermaknaan hidup yang dimiliki subjek 1. Sebagai peserta pelatihan termuda

dengan usia 17 tahun, awalnya subjek 1 merasa bahwa pelatihan kebermaknaan

hidup ini kurang cocok untuknya karena merasa belum memiliki kisah hidup yang

beragam, sehingga subjek 1 selalu kesulitan untuk menghayati kisah hidupnya atau

menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman hidupnya. Pemahaman

subjek 1 mengenai kebermaknaan hidup meningkat seiring dengan diskusi dan

latihan yang dijalani selama pelatihan. Subjek 1 mulai berusaha untuk memahami

commit to user

118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

makna hidupnya secara mandiri sedikit demi sedikit menggunakan metode

penemuan makna hidup yang dijelaskan dalam pelatihan, diantaranya subjek 1

mulai mampu memahami dan mengelola sisi positif yang dimilikinya dan mulai

menyaring pikiran-pikiran negatifnya mengenai kehidupan yang akan dijalaninya

sebagai mantan penyalahguna Narkoba saat sudah kembali ke komunitas.

Subjek 1 terlihat sedikit pasif selama jalannya pelatihan dan terkesan tidak

memperhatikan, namun ketika fasilitator sedang mengulangi materi sebelumnya

atau memberikan pertanyaan, subjek 1 selalu menjadi peserta pertama yang

memberikan jawaban secara cepat dan tepat. Subjek 1 menyatakan bahwa setelah

mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, dirinya merasa pantas untuk memiliki

masa depan yang baik, sama seperti orang yang tidak pernah terjerat

penyalahgunaan Narkoba. Subjek 1 yang sebelum pelatihan menyatakan pada

peneliti ingin bekerja sebagai penjaga warung internet seusai menjalani rehabilitasi

berubah pikiran dan terinspirasi untuk menjadi pengusaha seperti salah satu kisah

yang ditayangkan pada saat pelatihan mengenai mantan pecandu Narkoba, Fauzan

Rachmansyah yang kini menjadi pengusaha sukses. Hal tersebut menumbuhkan

semangat pada diri subjek 1 untuk mengikuti program pasca rehabilitasi yang

awalnya sama sekali tidak diinginkannya. Subjek 1 berharap akan mendapatkan

ketrampilan baru selama menjalani program pasca rehabilitasi yang akan

dijadikannya modal untuk meraih masa depan yang lebih baik. Subjek 1 juga

memantapkan diri untuk selalu menerapkan metode kebermaknaan hidup sebagai

pendukung pemulihan yang sedang dijalaninya. Hal tersebut ditunjukkan dengan

hasil interviu subjek 1 berupa pertanyaan berikut:

commit to user

119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

gue cuma main-main doang kalo jam segini. Eh ternyata seminarnya beda kaya

yang biasanya dikasih, awalnya pas baca materi kaya bakalan susah gitu, banyak

mikir, tapi habis isi-isi pertanyaan di buku, diskusi sama brother yang lain rasanya

jadi seru dan manfaatnya kerasa. Sebelumnya gue pikir hidup gue ga ada serunya,

negatif melulu, tapi abis diingetin lagi ternyata ada juga yang bagus-bagus dan bisa

b. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 2

100
80
60
40 Subyek 2
20
0
Pretest Posttest

Gambar 8.
Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 2 Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Grafik pada gambar 8 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh

subjek 2 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor

tingkat resiliensi subjek 2 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup adalah 54 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup menjadi 91.

Peningkatan resiliensi pada Subjek 2 disebabkan oleh meningkatnya

kebermaknaan hidup yang dimiliki Subjek 2. Selama pelatihan berlangsung, Subjek

2 merupakan peserta paling aktif dan sering menjadi pemicu peserta lainnya untuk

menjadi aktif. Subjek 2 selalu bersemangat dalam mengikuti tiap sesi dan aktif
commit to user

120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bertanya. Program rehabilitasi yang dijalani oleh Subjek 2 merupakan program

rehabilitasi yang kedua kalinya. Sebelumnya Subjek 2 pernah mengikuti program

rehabilitasi di BNN Bogor pada tahun 2012, namun pemulihannya hanya bertahan

selama dua minggu, setelah itu Subjek 2 kembali bergabung dengan komunitasnya

yang lama dan kembali menyalahgunakan Narkoba. Pada masa-masa mendekati

kepulangan seperti yang dialami Subjek 2 pada saat pelatihan, bayangan-bayangan

mengenai stigma negatif yang akan diberikan masyarakat semakin kuat, hal ini

diperburuk dengan kondisinya yang sudah pernah menjalani program rehabilitasi

namun gagal. Di sisi lain, Subjek 2 sama sekali tidak ingin berkumpul kembali

dengan komunitasnya yang lama. Hal-hal tersebutlah yang sering dijadikan Subjek 2

sebagai bahan pertanyaan pada tiap sesi pelatihan.

Setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, Subjek 2 merasa bahwa

ketakutannya berangsur hilang dan berubah menjadi keyakinan. Subjek 2 semakin

yakin bahwa menjadi diri sendiri dengan segala tindakan positif yang dimiliki pasca

mengikuti program rehabilitasi mampu mengubah stigma negatif masyarakat

terhadap dirinya. Materi nilai-nilai kebermaknaan hidup yang disampaikan oleh

fasilitator juga membawa Subjek 2 pada pandangan dan wawasan yang lebih luas,

bahwa hidup tidak mungkin senantiasa buruk, setiap manusia memiliki kesempatan

untuk berubah dan mengubah hidup menjadi lebih baik.

Subjek 2 mengaku selalu senang mendengarkan kisah inspiratif mengenai

mantan pecandu Narkoba yang mampu memiliki kehidupan baik. Subjek 2

menyatakan bahwa dirinya sangat terinspirasi d

over doses dan

commit to user

121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memiliki keluarga yang selalu mendukungnya untuk dapat pulih. Rasa syukur dan

terima kasih subjek 2 terhadap keluarga yang selalu mendukungnya dan kesempatan

yang diberikan Tuhan kepadanya untuk menjadi umat yang lebih baik melalui

program rehabilitasi yang kedua dan pelatihan kebermaknaan hidup yang didapat

ingin diwujudkannya dengan melanjutkan sekolah S2 dengan harapan dirinya

mampu lebih bermanfaat bagi masyarakat dengan ilmu yang dimilikinya. Hal

tersebut disampaikan subjek 2 dalam pernyataan yang dikemukakan dalam interviu

sebagai berikut:

saya sebenarnya langsung minat, sis dan berharap bisa terpilih jadi peserta, eh

ternyata terpilih. Waktu pelatihan yang terakhir tadi saya jadi semakin sadar kalau

ini memang sudah Tuhan atur, wawasan saya jadi terbuka, kita jadi manusia nggak

boleh hanya pasrah Tuhan mau kasih apa buat jalan hidup kita, tapi kita juga harus

berani menentukan dan mau usaha. Habis rehab ini saya mantep mau lanjut

sekolah notaris, sis. Saya pikir buat nerapin cara-cara nemuin makna hidup

kayanya kita harus selalu jadi manusia aktif, semoga nanti saya selalu bisa nerapin

cara-

c. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 3

100
80
60
40 Subyek 3
20
0
Pretest Posttest

Gambar 9.
commit to user

122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 3 Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Grafik pada gambar 9 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh

subjek 3 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor

tingkat resiliensi subjek 3 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup adalah 30 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup menjadi 87.

Peningkatan resiliensi pada Subjek 3 disebabkan oleh meningkatnya

kebermaknaan hidup yang dimiliki Subjek 3. Subjek 3 merupakan subjek dengan

selisih skor paling besar diantara subjek kelompok eksperimen lainnya. Selama

pelatihan berlangsung, subjek 3 tidak banyak memberikan komentar pada saat

diskusi, subjek 3 cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk mencerna kasus-

kasus yang diberikan oleh fasilitator. Sering kali, subjek 3 termenung lama saat

membaca pertanyaan-pertanyaan pada buku kerja sebelum akhirnya menjawab

pertanyaan tersebut dengan detail.

Subjek 3 merupakan satu-satunya subjek dalam kelompok eksperimen yang

memiliki HIV di dalam tubuhnya. Sebagai orang dengan HIV/AIDS (ODHA),

bayangan kematian selalu muncul dalam pikiran subjek. Subjek 3 mengaku sangat

bersyukur dapat mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup. Pelatihan kebermaknaan

hidup dirasa sebagai angin sejuk di tengah keletihannya sebagai penyalahguna

Narkoba selama 15 tahun. Awalnya, subjek merasa hidupnya sama sekali tidak

berarti, karena mungkin saja berhenti sewaktu-waktu ketika dirinya berhenti

mengonsumsi antiretroviral (obat yang digunakan dalam terapi ODHA). Subjek 3

mengaku pelatihan kebermaknaan hidup telah memberinya pandangan yang lebih


commit to user

123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

luas mengenai hidup. Anggapan subjek mengenai kehidupan tinggal dijalani saja

berubah setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, subjek memiliki

pandangan yang lebih terbuka terhadap kehidupan, subjek memandang bahwa hidup

adalah sesuatu yang harus diusahakan karena di dalamnya terdapat nilai-nilai. Nilai

yang paling berkesan bagi Subjek 3 adalah nilai pengharapan. Subjek 3 mengaku

bahwa keluarganya kini tidak berharap apa-apa lagi dari dirinya, namun dengan

pemahaman mengenai nilai pengharapan tersebut subjek 3 yakin bahwa dirinya

masih berpotensi untuk mencapai hal-hal yang lebih baik dan berguna. Subjek 3

mengaku terinspirasi untuk bergabung dalam kegiatan sukarela guna mencegah

penyalahgunaan Narkoba atau mencegah penyebaran HIV/AIDS.

Subjek merasa pelatihan kebermaknaan hidup ini sangat cocok diberikan

bagi residen yang akan selesai menjalani program rehabilitasi sebagai bekal awetnya

pemulihan yang dijalani. Selain itu, subjek 3 menilai materi pelatihan kebermaknaan

hidup yang diberikan sesuai dengan 12 step program dalam Therapeutic Community

yang dipelajari oleh masing-masing residen saat tahap primary.

d. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 4

100
80
60
40 Subyek 4
20
0
Pretest Posttest

Gambar 10.
Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 4 Sebelum dan Sesudah Pelatihan
commit to user

124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Grafik pada gambar 10 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami

oleh subjek 4 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor

tingkat resiliensi subjek 4 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup adalah 69 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup menjadi 86.

Peningkatan resiliensi pada subjek 4 disebabkan oleh meningkatnya

kebermaknaan hidup yang dimiliki subjek 4. Selama proses pelatihan, subjek 4

selalu membahas seputar orang tuanya. Subjek 4 merasa sangat bersalah pada orang

tuanya karena telah merasa telah mencoreng nama baik keluarga. Sebagai mantan

santri, subjek merasa dirinya sangat kotor karena terjerumus dalam penyalahgunaan

Narkoba. Subjek mengaku merasa sangat sedih ketika melihat residen yang baru

datang dan diantarkan oleh keluarga, subjek selalu teringat kembali saat dirinya

pertama kali datang ke Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor untuk mengikuti

program rehabilitasi. Setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, subjek

semakin sadar dan yakin bahwa dirinya yang sekarang berbeda dengan dirinya yang

dulu. Subjek menceritakan pada peneliti bahwa saat selesai pelatihan pertemuan

kedua, subjek sengaja mengunjungi temannya yang sedang dirawat di CIC house,

dari situ subjek melakukan mirroring, membandingkan keadaan temannya dengan

keadaannya sekarang. Subjek merasa bahwa dirinya sudah terbukti berubah menjadi

lebih positif dan melalui materi yang diterima dalam pelatihan kebermaknaan hidup,

subjek berusaha untuk mengelola kepercayaannya terhadap dirinya sendiri agar

dapat membantunya untuk bangkit dari pengalaman buruk.

commit to user

125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Subjek merasa senang dapat mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup dan

menyatakan merasa sedih karena pelatihan hanya dilakukan selama tiga pertemuan.

Subjek memberikan saran pada peneliti untuk merancang pelatihan kebermaknaan

hidup yang dilaksanakan secara rutin. Subjek merasa mendapat banyak perubahan

positif dalam dirinya terutama dalam hal pola pikir dengan pelatihan kebermaknaan

hidup yang berlangsung selama tiga pertemuan, subjek yakin pelatihan

kebermaknaan hidup ini akan sangat mendukung pemulihan apabila diadakan secara

rutin. Hal tersebut disampaikan subjek 4 dalam pernyataan yang dikemukakan

dalam interviu sebagai berikut:

sama orang lain nggak adalah itu. Waktu ditanya mau bilang terima kasih, maaf ke

siapa, yang ada di pikiran ya cuma orang tua, mbak. Baru sadar aku mana

pernahlah itu ucapin itu semua. Menyesal, mbak. Seminar ini buat pikiranku lebih

e. Analisa Data Kualitatif Subjek 5

100
80
60
40 Subyek 5
20
0
Pretest Posttest

Gambar 11.
commit to user

126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 5 Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Grafik pada gambar 11 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami

oleh subjek 5 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor

tingkat resiliensi subjek 5 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup adalah 71 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan

hidup menjadi 92.

Peningkatan resiliensi pada Subjek 5 disebabkan oleh meningkatnya

kebermaknaan hidup yang dimiliki Subjek 5. Selama pelatihan subjek selalu aktif

bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Subjek mengaku sebenarnya dirinya

bukan tipe orang yang senang menceritakan keluh kesahnya pada orang lain. Subjek

merasa senang melalui pelatihan kebermaknaan hidup dirinya dapat melepaskan

kegelisahan yang selama ini dipendamnya. Subjek juga senang dapat mendengarkan

pengalaman dari peserta lainnya sehingga subjek merasa tidak sendirian. Subjek

menyatakan akan selalu berusaha untuk menerapkan metode-metode dalam

pelatihan kebermaknaan hidup dalam kehidupannya sehari-hari.

Rancangan aksi yang dibuat subjek pada saat pelatihan membangun sebuah

semangat dan keyakinan baru pada diri subjek untuk dapat membuat rancangan

tersebut menjadi kenyataan. Subjek merasa senang karena fasilitator tidak

menyamaratakan peserta, melainkan mendampingi peserta satu per satu sesuai

dengan pengalaman hidup masing-masing.

D. Pembahasan

commit to user

127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji gain score antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol, serta menguji perbedaan tingkat resiliensi sebelum

diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup (pretest) dan setelah diberi

perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup (posttest) pada kelompok eksperimen.

Hasil uji gain score antara kelompok eksperimen dan kontrol dengan uji 2 Sampel

Independen Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel 16 yang menunjukkan ada

perbedaan tingkat resiliensi antara kelompok eksperimen dan kontrol. Sedangkan hasil

uji perbedaan tingkat resiliensi sebelum diberi perlakuan berupa pelatihan

kebermaknaan hidup (pretest) dan setelah diberi perlakuan berupa pelatihan

kebermaknaan hidup (posttest) dengan uji Wilcoxon dapat dilihat pada tabel 17 yang

menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara tingkat resiliensi sebelum diberi

perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup (pretest) dan setelah diberi perlakuan

berupa pelatihan kebermaknaan hidup (posttest).

Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan hipotesis yang menyatakan

pelatihan kebermaknaan hidup efektif dalam meningkatkan resiliensi pada residen

rehabilitasi Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor dapat diterima. Hal ini

dapat dilihat pada hasil analisis dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji 2 Sampel

Independen Mann-Whitney yang menunjukkan nilai z sebesar -2.611 dan probabilitas

(p) sebesar 0,009 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa ada

perbedaan tingkat resiliensi kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol setelah

diberikan perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Hasil tersebut didukung

oleh hasil uji statistik, yaitu uji Wilcoxon yang menunjukkan nilai z sebesar -2,023 dan

probabilitas (p) signifikansi 0,043 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan

commit to user

128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor tingkat resiliensi sebelum

pelatihan (pretest) dan setelah pelatihan (posttest). Hal ini berarti bahwa pelatihan

kebermaknaan hidup efektif dalam meningkatkan resiliensi pada residen rehabilitasi

Narkoba.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan pada tabel 13, dapat dilihat bahwa skor

tingkat resiliensi pada kelompok eksperimen meningkat setelah diberi perlakuan berupa

pelatihan kebermaknaan hidup. Peningkatan skor tingkat resiliensi pada kelompok

eksperimen ini tidak terjadi pada kelompok kontrol. Perbedaan rata-rata (mean) skor

tingkat resiliensi sebelum diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup dan

sesudah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol dapat dilihat pada gambar diagram sebagai berikut :

100
80
60
Pretest
40
Postest
20
0
Eksperimen Kontrol

Gambar 12.
Diagram Perbedaan Mean Skor Tingkat Resiliensi Sebelum dan Sesudah Pelatihan
pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Perubahan skor tingkat resiliensi pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol di atas terjadi secara ekstrim. Artinya, pada kelompok eksperimen yang diberi

pelatihan kebermaknaan hidup, terjadi peningkatan skor tingkat resiliensi yang drastis

antara sebelum dan sesudah pelatihan yang diberikan. Sedangkan pada kelompok
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kontrol yang tidak diberi pelatihan kebermaknaan hidup tidak terjadi peningkatan,

bahkan pada beberapa subjek terjadi penurunan skor tingkat resiliensi.

Peningkatan resiliensi pada kelompok eksperimen secara deskriptif berdasarkan

rata-rata skor tingkat resiliensi sebelum diberi perlakuan berupa pelatihan

kebermaknaan hidup (pretest) dan sesudah diberi perlakuan berupa pelatihan

kebermaknaan hidup (posttest) adalah sebesar 66.5%. Persentase tersebut menunjukkan

bahwa pelatihan kebermaknaan hidup yang diberikan efektif dalam meningkatkan

resiliensi pada residen rehabilitasi Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

dengan taraf keefektifan sebesar 66.5%.

Seluruh subjek dalam kelompok eksperimen menunjukkan perubahan yang

positif berupa peningkatan dalam penerapan metode penemuan makna hidup. Selain itu,

hampir sebagian besar subjek mampu mengenali dan menerapkan metode penemuan

makna hidup dalam pengalamannya masing-masing tanpa mengalami kesulitan yang

berarti.

Subjek dengan peningkatan skor tingkat resiliensi menunjukkan kebermaknaan

hidup yang baik. Hal ini terlihat dari kemampuan subjek dalam mengenali dan

memahami metode penemuan makna hidup meliputi pemahaman diri, bertindak positif,

pengakraban hubungan, pendalaman catur nilai, dan ibadah. Seperti yang diketahui,

kecenderungan hidup secara individualis pada penyalahguna Narkoba menimbulkan

kesulitan untuk mengolah kendala dan krisis keyakinan diri untuk dapat menjalani

hidup dengan lebih baik (Fraiser dalam Frankl, 2003). Pernyataan tersebut berarti

peningkatan kemampuan mengolah kendala dan keyakinan diri dapat tercapai dengan

adanya hubungan yang akrab dengan lingkungan sekitar. Hal tersebut sejalan dengan

commit to user

130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa pelatihan kebermaknaan hidup yang mana

salah satu metodenya adalah pengakraban hubungan efektif dalam meningkatkan

resiliensi pada residen rehabilitasi Narkoba. Hasil penelitian ini juga didukung dengan

pernyataan Chen (2010) yang menyatakan bahwa bertindak positif mampu meredam

penderitaan dan kesengsaraan yang telah dialami individu dan memberikan energi baru

baginya untuk bangkit dari penderitaan tersebut serta mampu mengubahnya menjadi hal

baru yang lebih positif baginya. Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa

bertindak positif merupakan salah satu metode penemuan makna hidup dan mampu

untuk meningkatkan resiliensi.

Pelatihan kebermaknaan hidup ini dapat dikatakan mampu membantu subjek

dalam meningkatkan resiliensi dengan berdasarkan data pengalaman yang peneliti

dapatkan dari subjek. Subjek mengatakan ingin senantiasa dapat menerapkan semua hal

yang diperoleh di setiap sesi pelatihan dalam kehidupan sehari-hari. Subjek merasa

seluruh materi kebermaknaan hidup dapat diaplikasikan dalam kehidupan siapapun dan

memiliki manfaat yang besar, misalnya mampu menyadari kelebihan dan potensi diri di

tengah segala kekurangan akibat penyalahgunaan Narkoba, mampu membiasakan

pikiran positif dan menerapkannya ke dalam tindakan positif sederhana yang dapat

dilakukan sehari-hari, menjalin hubungan yang lebih akrab dan harmonis dengan

sesama residen rehabilitasi, meningkatkan 4 macam nilai sumber makna hidup, serta

meningkatkan keimanan dan pengetahuan agama sebagai sarna pendekatan diri dengan

Tuhan.

Faktor yang mendukung keberhasilan pelatihan adalah peran fasilitator.

Pengalaman, penguasaan materi, dan kualitas interpersonal yang baik merupakan modal

commit to user

131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

utama yang mendukung fasilitator dalam menjalankan pelatihan dengan baik.

Fasilitator mampu memimpin proses pelatihan dengan baik, memahami karakteristik

subjek, mampu menumbuhkan suasana keterbukaan dan keakraban di antara subjek,

mampu menjelaskan materi serta memandu latihan perenungan diri dengan baik.

Suasana keakraban sudah dibangun dari awal pelatihan dengan perkenalan dan ice

breaking yang penuh humor. Keakraban dan keterbukaan juga dibangun dengan

meminta subjek menceritakan pengalaman di masa lalu sebagai perbandingan terhadap

kisah-kisah sukses nyata mengenai mantan penyalahguna Narkoba yang disampaikan

oleh fasilitator.

Selain itu, keberhasilan pelatihan juga didukung dengan modul pelatihan yang

dirancang sesuai dengan kondisi residen rehabilitasi Narkoba serta 12 step program

dalam therapeutic community yang merupakan metode utama pemulihan dan telah diuji

cobakan terlebih dahulu kepada subjek lain dengan karakteristik sama dengan subjek

penelitian untuk disesuaikan dengan pemahaman subjek, sehingga materi dalam modul

pelatihan dapat dipahami dengan mudah oleh subjek pelatihan dan lebih aplikatif untuk

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa kemudahan yang mendukung

tercapainya keberhasilan dalam pelatihan ini, antara lain tersedianya sarana dan

prasarana seperti ruangan yang kondusif (ruangan tidak terlalu luas dan memiliki

pencahayaan yang baik) sehingga fasilitator mampu mengontrol perilaku subjek selama

pelatihan, perlengkapan seperti audio visual (slide, laptop, LCD, dan speaker), alat tulis,

serta dukungan penuh dari instansi terkait.

Partisipasi aktif dari subjek juga mendukung keberhasilan dalam pelatihan.

Subjek dalam pelatihan ini sangat antusias, bersemangat dan memperhatikan dengan

commit to user

132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

seksama semua hal yang diberikan fasilitator selama pelatihan. Meskipun pelatihan

membuat jadwal keseharian subjek menjadi lebih padat, subjek tetap dengan semangat

mengikuti rangkaian pelatihan dan secara mandiri mengondisikan diri sendiri untuk

dapat hadir tepat waktu sesuai jadwal pelatihan.

Motivasi subjek yang tinggi, sikap terbuka, dan kooperatif dalam memberikan

umpan balik selama materi pelatihan, kemauan untuk menceritakan pengalaman dan

perasaan selama mengikuti proses pelatihan juga mendukung tercapainya tujuan

pelatihan kebermaknaan hidup ini. Motivasi subjek yang tetap terjaga sampai pelatihan

berakhir ditunjukkan dengan keseriusan subjek dalam mengerjakan setiap tugas dalam

worksheet, subjek selalu berusaha untuk memberikan jawaban terbaik yang benar-benar

dapat menggambarkan dirinya. Kendala yang dialami beberapa subjek adalah

kurangnya pemahaman subjek akan lingkungan sekitar, yaitu subjek kurang menaruh

perhatian terhadap hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan dirinya, sehingga

memperlambat jalannya diskusi. Kendala tersebut tidak memberikan halangan yang

berarti pada penelitian, karena berdasarkan hasil interviu pasca pelatihan, pada dasarnya

masing-masing subjek mampu mengambil intisari pelatihan kebermaknaan hidup secara

tepat dengan versi yang berbeda-beda.

Kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini adalah kesulitan peneliti

dalam menentukan jadwal pelatihan yang disesuaikan dengan jadwal subjek

dikarenakan rutinitas subjek yang telah diatur oleh pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN

Bogor. Penelitian harus dilaksanakan dalam waktu yang padat, yaitu selama satu

minggu berkaitan dengan jadwal kepulangan beberapa subjek yang berdekatan dengan

pelaksanaan penelitian. Selain itu, pembatasan subjek yang boleh digunakan oleh pihak

commit to user

133

Anda mungkin juga menyukai