Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Tenaga Listrik[1]

Sistem Tenaga listrik adalah menyalurkan energi listik dari unit pembangkit ke

sistem distribusi untuk menyuplai beban yang letaknya jauh dari unit

pembangkit. Secara garis besar sistem tenaga listrik dibagi menjadi tiga bagian

sub sistem, yaitu :

1. Sistem Pembangkit Tenaga Listrik

Sistem pembangkit tenaga listrik adalah sistem yang berfungsi sebagai

membangkitan energi listrik yang berasal dari sumber energi lain seperti fosil

atau sumber energi terbarukan. Komponen utama dari sistem pembangkit

meliput generator dan gardu induk pembangkit.

2. Sistem Transmisi Tenaga Listrik

Sistem transmisi tenaga listrik adalah sistem yang berfungsi mengirimkan energi

listrik dari sistem pembangkit ke sistem distribusi yang letaknya saling berjauhan.

Komponen utama dari sistem transmisi meliputi jaringan transmisi atau saluran

transmisi, gardu induk, jaringan sub-transmisi.

3. Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem distribusi tenaga listrik adalah sistem yang berfungsi mengirimkan energi

listrik dari gardu induk ke beban dan mengatur pembagian penerima sumber

energi listrik. Komponen dari sistem distribusi meliputi gardu distribusi, jaringan

distribusi sekunder, beban listrik atau pelanggan.

7
8

Guna mengambarkan sub sistem tengan listrik yang lebih jelas maka gambar

single line diagram yang ditujukan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik[1]

2.2 Daya Pada Rangkian AC Berfasa Tuggal[15]

Daya adalah besar nilai jatuh tegangan pada suatu beban dengan satuan volt

dikalikan dengan besar nilai arus yang mengalir melewati beban dalam satuan

ampere. Terminal-terminal pada beban digambarkan dengan nilai a dan n maka

diperoleh persamaan :

𝑣𝑎𝑛 = 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 cos 𝜔𝑡 dan 𝑖𝑎𝑛 = 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 cos(𝜔𝑡 − 𝜃) ......................................... (2.1)

Maka diperoleh daya sesaat

𝑝 = 𝑣𝑎𝑛 𝑖𝑎𝑛 = 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑡 𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑡 − 𝜃 ) ......................................................... (3.2)

Nilai θ pada persaman (3.2) menujukan nilai positif menjelaskan bahwa arus

tertinggal (lagging) terhadap tegangan dan nilai negatif menjelaskan arus

mendahului (leading) terhadap tegangan. Nilai 𝑝 positif akan menujukan

menujukan besar kecepatan perubahan energi yang diserap sistem antara titik a
9

dan n. Munculnya daya positif ketika arus mengalir searah dengan jatuh tegangan

dan munculnya daya negatif ketika arus mengalir searah dengan naik tegangan.

Dengan menggunakan identitas trigonometri terhadap persamaan (3.2) diperoleh

persamaan baru menjadi

𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠


𝑝= cos 𝜃(1 + cos 2𝜔𝑡) + sin 𝜃 sin 2𝜔𝑡 ..................... (2.3)
2 2

Nilai 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 ⁄2 merupakan nilai rata-rata tegangan dan arus. Nilai tersebut

dapat digantikan dengan perkalian |𝑉 | • |𝐼 | .

Memperhatikan komponen arus yang sefasa dan berbeda fasa 90º dengan 𝑣𝑎𝑛 pada

bagian pertama persamaan (2.3) akan diperoleh nilai cos θ yang selalu positif

dengan nilai rata-rata dinyatakan dengan persamaan

𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠
𝑃= cos 𝜃 ........................................................................................ (2.4)
2

Persamaan 2.4 dapat tulis juga dengan persamaan 2.5

𝑃 = |𝑉 | • |𝐼 | 𝑐𝑜𝑠𝜃 ........................................................................................... (2.5)

Persamaan (2.5) merupakan persamaan untuk daya yang diserap komponen

resistif pada beban dan biasanya disebut dengan daya aktif dengan satuan watt.

Persamaan (2.3) terdapat nilai sin θ yang nilai rata-ratanya bernilai nol. Pada

bagian kedua pada persamaan (2.3) dinamakan daya reaktif yang nilainya selalu

berubah-ubah, daya reaktif dinyatakan dengan satuan voltampere reaktif dan

dinotasikan dengan persaman

𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠
𝑄= sin 𝜃 ......................................................................................... (2.6)
2
10

Persamaan 2.6 dapat tulis juga dengan persamaan 2.7

𝑄 = |𝑉 | • |𝐼 | 𝑠𝑖𝑛𝜃 ........................................................................................... (2.7)

Cos θ merupakan besar yang menujukan nilai faktor daya (power factor). Suatu

rangkian yang bersifat induktif mempunyai faktor daya yang tertinggal dan yang

bersifat kapasitif memiliki faktor daya yang mendahului. Besar nilai cos θ

ditentukan dengan persamaan

𝑄
cos 𝜃 = 𝑐𝑜𝑠 𝑡𝑎𝑛−1 ........................................................................................ (2.8)
𝑃

2.3 Daya Kompleks[15]

Persamaan fasor tegangan dan arus dinyatakan dengan 𝑉 = |𝑉 |∠𝛼 dan 𝐼 = |𝐼 |∠𝛽

dengan diketahuinya persaman tersebut dapat dinyatakan daya kompleks.

Perkalian tegangan dan arus dalam “konjugate” dinyatakan dengan

𝑉𝐼 ∗ = |𝑉 |∠𝛼 𝑥 |𝐼 |∠𝛽 = |𝑉 | • |𝐼 |𝛼 − 𝛽 ......................................................... (2.9)

Kuantitas ini juga disebut daya kompleks, yang dinotasikan dengan S. Dalam

bentuk kompleks diubah menjadi

𝑆 = |𝑉 | • |𝐼 | cos(𝛼 − 𝛽) + 𝑗|𝑉 | • |𝐼 | sin(𝛼 − 𝛽) .......................................... (2.10)

Mengacu pada persamaan (2.5) dan (2.7) diperoleh persamaan daya kompleks

menjadi

𝑆 = 𝑃 + 𝑗𝑄 ..................................................................................................... (2.11)

Pada gambar (2.2) menunjukan hubungan antara daya kompleks, daya nyata dan

daya reaktif.
11

Gambar 2.2 Segitiga Daya[15]

Daya reaktif Q akan bernilai positif jika sudut fasa 𝛼 − 𝛽 diantara tegangan dan

arus adalah positif (𝛼 > 𝛽) yang menunjukan arus tertinggal (lag) terhadap

tegangan. Daya reaktif Q bernilai negatif negatif ketika (𝛼 < 𝛽) yang menjukan

arus medahului tegangan (lead).

Besar nilai magnitud S dapat dinyatakan dengan

|𝑆| = �𝑃2 + 𝑄 2 ............................................................................................. (2.12)

Impedansi dinyatakan dengan persamaan

𝑉 = 𝑍𝐼 ............................................................................................................ (2.13)

Mensubstitusikan persamaan 2.9 ke persamaan 2.13 diperoleh persamaan

𝑆 = 𝑉𝐼 ∗ = 𝑍𝐼𝐼 ∗ = 𝑅|𝐼 |2 + 𝑗𝑋|𝐼 |2 .................................................................. (2.14)

Persamaan 2.14 membuktikan bahwa daya kompleks S dan impedansi Z memiliki

sudut yang sama[13]. Segitiga daya dan segitiga impedansi memiliki bentuk yang

sama, sudut impedansi terkadang juga disebut dengan sudut daya.

Mensubtitusikan persamaan 2.13 dan 2.14 ke persamaan 2.15 diperoleh

persamaan
12

𝑉𝑉 ∗ |𝑉|∗
𝑆 = 𝑉𝐼 ∗ = = ...................................................................................... (2.15)
𝑍∗ 𝑍∗

Dari persamaan (2.15) diperoleh persamaan impedansi pada daya kompleks

menjadi

|𝑉|2
𝑍= .......................................................................................................... (2.16)
𝑆∗

2.4 Arah Aliran Daya[15]

Arah aliran daya menyangkut hubungan antara P, Q dan tegangan rel V, atau

tegangan yang dibangkitkan E. Hubungan arah aliran daya yaitu apakah daya

dibangkitkan atau diserap jika tegangan dan arus telah dietapkan.

Gambar 2.3 Reprenstasi Rangkian AC Arah Arus Meninggalkan Tanda Positif


Generator[13]

Gambar 2.4 Reprenstasi Rangkian AC Arah Arus Menuju Tanda Positif


Generator[13]

Gambar 2.3 menujukan gambar generator bahwa arus positif mengalir keluar dari

terminal yang bertanda positif. Pada terminal ini menjadi negatif ketika arus

keluar darinya. Memahami hal tersebut dilakukan pendekatan dengan

menguraikan fasor I kedalam komponen yang sejajar dengan E dan berbeda 90º
13

dengan E. Besar nilai kali antara fasor I yang sejajar dengan E adalah P dan nilai

kali fasor i yang berbeda 90º dengan E adalah Q. Ketika energi yang dibangkitkan

E dicatu kesebuah sistem dan arah arus meninggalkan terminal + dan menuju

kembali keterminal -, maka P akan bernilai positif dengan 𝐸𝐼 ∗ begitu juga

sebaliknya.

Gambar 2.5 Emf AC Dihubungkan Dengan Elemen Indukti Murni[15]

Gambar 2.6 Emf AC Dihubungkan Dengan Elemen Kapasitif Murni[15]

Menentukan tanda Q, Gambar 2.5 menjelaskan reaktif positif ketika induktor

menarik Q yang positif. I tertinggal 90º dari E dan nilai Q bagian khayal

(imaginar) dari 𝐸𝐼 ∗ yang posistif. Gambar 2.6 Q negatif harus di suplai ke

kapasitor dari rangkain, atau sumber emf E menerima Q negarif dari kapasitor . I
14

mendahului 90º dari tegangan. Tabel 2.1 memberikan ringkasan dari hubungan-

hubugan yang telah dijelaskan.

Tabel 2.1 Ringkasan Hubungan Arah Aliran Daya[15]

Diagram Rangkian Dihitung dari 𝐸𝐼 ∗


Jika P +, Emf mensuplai daya
Jika P -, Emf menyerap daya
Jika Q +, Emf mensuplai daya reaktif (I tertinggal dari E)
Jika Q -, Emf menyerap daya reaktif (I mendahului dari E)
Jika P +, Emf menyerap daya
Jika P -, Emf mensuplai daya
Jika Q +, Emf menyerap daya reaktif (I tertinggal dari E)
Jika Q -, Emf mensuplai daya reaktif (I mendahului dari E)

2.5 Tegangan dan Arus Pada Rangkian Berfasa Tiga Seimbang

Sistem tenaga listik biasanya disuplai dengan generator berfasa tiga. Generator

tersebut mensuplai beban-beban berfasa tiga seimbang, yang berati pada ketiga

fasa terdapat beban yang identik.

Gambar 2.7 Diagram Rangkain Dari Sebuah Generator Dengan Hubung Y Yang
Terhubung Pada Beban Y Seimbang[15]
15

Gambar 2.7 memperlihatkan hubungan antara generator berfasa tiga dengan

hubung Y yang netralnya ditandai dengan o, yang mensuplai suatu beban dengan

hubung Y dan seimbang serta netralnya ditandai dengan n. Jika emf

pembangkitan pada generator memiliki urutan fasa abc maka diperoleh

persamaan tegangan

𝐸𝑎′𝑜 = |𝐸|∠0º ................................................................................................ (2.17)

𝐸𝑏′𝑜 = |𝐸|∠240º .......................................................................................... (2.18)

𝐸𝑐′𝑜 = |𝐸|∠120º ............................................................................................ (2.19)

Terminal generator dalam hal ini berbeban, maka tegangan terminal ke netral

adalah

𝑉𝑎𝑜 = 𝐸𝑎′𝑜 − 𝐼𝑎𝑛 𝑍𝑔 ........................................................................................ (2.20)

𝑉𝑏𝑜 = 𝐸𝑏′𝑜 − 𝐼𝑏𝑛 𝑍𝑔 ........................................................................................ (2.21)

𝑉𝑐𝑜 = 𝐸𝑐′𝑜 − 𝐼𝑐𝑛 𝑍𝑔 ......................................................................................... (2.22)

o dan n berada pada potensial yang sama maka 𝑉𝑎𝑜 , 𝑉𝑏𝑜 dan 𝑉𝑐𝑜 berturut-turut

sama dengan 𝑉𝑎𝑛 , 𝑉𝑏𝑛 dan 𝑉𝑐𝑛 dan arus saluran yang sama juga dengan arus fasa

untuk konfigurasi Y adalah

𝐸𝑎′𝑜 𝑉𝑎𝑛
𝐼𝑎𝑛 = 𝑍 = .......................................................................................... (2.23)
𝑔 +𝑍𝑅 𝑍𝑅

𝐸𝑎′𝑜 𝑉𝑎𝑛
𝐼𝑎𝑛 = 𝑍 = .......................................................................................... (2.24)
𝑔 +𝑍𝑅 𝑍𝑅

𝐸𝑎′𝑜 𝑉𝑎𝑛
𝐼𝑎𝑛 = 𝑍 = .......................................................................................... (2.25)
𝑔 +𝑍𝑅 𝑍𝑅
16

𝑉𝑎′𝑜 , 𝑉𝑏′𝑜 dan 𝑉𝑐′𝑜 sama besarnya dan berselisih 120º satu terhadap yang lain,

sedang impedansi yang terlihat dari emf-emf tadi identik , maka arus-arusnya juga

akan sama besar dan beda fasa 120º satu terhadap yang lain. Hal ini juga berlaku

dengan 𝑉𝑎𝑛 , 𝑉𝑏𝑛 dan 𝑉𝑐𝑛 .

Tegangan-tegangan antar-saluran (line to line) dinotasikan dengan 𝑉𝑎𝑏 , 𝑉𝑏𝑐 dan

𝑉𝑐𝑎 . Mengacu pada gambar 2.7 didapatkan persamaan

𝑉𝑎𝑏 = 𝑉𝑎𝑛 + 𝑉𝑛𝑏 = 𝑉𝑎𝑏 − 𝑉𝑏𝑛 ........................................................................ (2.26)

Hubungan nilai 𝑉𝑎𝑏 dengan 𝑉𝑎𝑛 dinyatakan dengan persamaan

|𝑉𝑎𝑏 | = 2|𝑉𝑎𝑛 | cos 30º = √3|𝑉𝑎𝑛 | ................................................................. (2.27)

Seperti suatu fasor, 𝑉𝑎𝑏 mendahului 30º terhadap 𝑉𝑎𝑛 maka di peroleh persamaan

𝑉𝑎𝑏 = √3𝑉𝑎𝑛 ∠30º .......................................................................................... (2.28)

Gambar 2.8 Menggambarkan Hubungan Antara Tegangan Antar Fasa Dengan


Tegangan Fasa Ke Netral Pada Hubung Y[15]
17

Gambar 2.9 Rangkain Satu Fasa Dari Gambar 2.7[15]

Pada rangkaian berfasa tiga seimbang nilai tegangan dan arus pada masing-

masing fasa sama maka dapat digambarkan reangkaian ekuivalen gambar 2.9

yang mengambarkan rangkian ekuivalen fasa tunggal yang dapat mewakili 2 fasa

lainnya. Menggeser fasa sebesar 120º dan 240º akan diperoleh nilai fasa lainnya.

Tidak menjadi masalah apakah beban seimbang yang ditetapkan oleh tegangan

antar saluran , daya total, dan faktor daya itu dihubungkan secara ∆ atau Y, karena

keperluan perhitungan, hubungan ∆ selalu dapat diganti dengan hubungan

ekuvalen dalam konfigurasi Y. Impedansi masing-masing fasa ekuivalen Y sama

dengan sepertiga dari impedansi masing-masing fasa untuk hubung ∆ yang

digantikan.

2.6 Daya Pada Rangkain Berfasa Tiga Seimbang[15]

Total daya yang dibangkitkan oleh generator berfasa tiga dan diserap oleh sistem

diperoleh dengan menjumlahkan daya pada ke tiga fasanya. Jika besar tegangan

ke netral 𝑉𝑝 untuk suatu beban berhubung Y adalah

𝑉𝑝 = |𝑉𝑎𝑛 | = |𝑉𝑏𝑛 | = |𝑉𝑐𝑛 | ............................................................................. (2.29)


18

Besar arus fasa 𝐼𝑝 untuk suatu beban berhubung Y adalah

𝐼𝑝 = |𝐼𝑎𝑛 | = |𝐼𝑏𝑛 | = |𝐼𝑐𝑛 | .............................................................................. (2.30)

Diperoleh daya total dari tiga fasa adalah

𝑃 = 3𝑉𝑝 𝐼𝑝 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑝 ............................................................................................. (2.31)

𝜃𝑝 adalah sudut dengan mana arus fasa tertinggal terhadap tegangan fasa, jadi

sama dengan sudut dari impedansi dimasing-masing fasa. Jika 𝑉𝐿 besar tegangan

antar saluran dan 𝐼𝐿 besar arus antar saluran, maka

𝑉𝐿
𝑉𝑝 = 𝑑𝑎𝑛 𝐼𝑝 = 𝐼𝐿 ....................................................................................... (2.32)
√3

Mensubstitusikan persamaan 2.32 ke persamaan 2.33 diperoleh

𝑃 = √3𝑉𝐿 𝐼𝐿 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑝 .......................................................................................... (2.33)

Total daya reaktif adalah

𝑄 = 3𝑉𝑝 𝐼𝑝 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑝 ............................................................................................. (2.34)

𝑄 = √3𝑉𝐿 𝐼𝐿 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑝 ........................................................................................... (2.35)

Daya kompleks adalah

|𝑆| = �𝑃2 + 𝑄 2 = √3𝑉𝐿 𝐼𝐿 ............................................................................ (2.36)

Jika beban dihubungkan dengan ∆, tegangan masing masing impedansi adalah

tegangan saluran, dan arus yang mengalir lewat masing-masing impedansi sama

dengan besarnya arus saluran dibagi √3, atau


19

𝐼𝐿
𝑉𝑝 = 𝑉𝐿 𝑑𝑎𝑛 𝐼𝑝 = ....................................................................................... (2.37)
√3

Daya total tiga fasa adalah

𝑃 = 3𝑉𝑝 𝐼𝑝 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑝 ............................................................................................. (2.38)

Mengsubtitusikan nilai 𝑉𝑝 dan 𝐼𝑝 dari persamaan (2.37) kepersamaan (2.38)

diperoleh persamaan

𝑃 = √3𝑉𝐿 𝐼𝐿 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑝 .......................................................................................... (2.39)

2.7 Kuantitas Per Unit[15]

Saluran transmisi dioperasikan pada tingkat tegangan yang berbeda, sehingga

diperlukan pembanding guna malakukan operasi matematik dalam studi aliran

daya. Adapun meteode yang digunakan yaitu metode kuantitas per-Unit. Definisi

nilai per-Unit untuk suatu kuantitas ialah perbandingan kuantitas tersebut

terhadapa nilai dasarnya dalam desimal. Metode per-Unit memiliki kelebihan

dibanding dengan metode persentase, karena hasil perkalian dari kuantitas per-

Unit langsung diperoleh nilai per unit juga. Persentase hasil perlu dibagi 100

untuk mendapatkan hasil dalam persentase.

Penentuan nilai dasar biasanya ditentukan dengan nilai megavoltampere dasar dan

tegangan dasar dalam kilovolt[15]. Jadi untuk sistem fasa tunggal atau sistem tiga

fasa dimana istilah arus berarti arus saluran, istilah tegangan berarti tegangan

netral, istilah kilovoltampere berarti kilovolt ampere per fasa, berlaku rumus-

rumus berikut untuk hubungan bermacam-macam kuantitas :

𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘 𝑉 𝐴
𝐴𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟, 𝐴 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,1∅𝑘𝑉 .................................. (2.40)
𝐿𝑁
20

𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑉𝐿𝑁
𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = ............................... (2.41)
𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝐴

(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿𝑁 )2 𝑋 1000


𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = ................ (2.42)
𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉𝐴1∅

(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿𝑁 )2
𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = ......................... (2.43)
𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑀𝑉𝐴1∅

𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟, 𝑘𝑊1∅ = 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑘𝑉1∅ ........................................ (2.44)

𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟, 𝑀𝑊1∅ = 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑀𝑉𝐴1∅ .................................. (2.45)

𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎,Ω
𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 − 𝑈𝑛𝑖𝑡 = ................ (2.46)
𝑖𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,Ω

Permasalahan rangkain tiga fasa dipecahkan dengan membuat rangkian ekuivalen

satu fasa ke netral. Data-data biasanya diberikan dalam bentuk kilovoltampere

total tiga fasa atau megavoltampere dan kilovolt antar saluran. Dalam penyelesain

rangkian ekuivalen fasa tunggal maka tegangan antar saluran dibuah menjadi

tegangan saluran ke netral dengan dibagi √3. Nilai per unit dan suatu tegangan

saluran ke netral dengan tegangan saluran kenetral sebagai dasar sama dengan

nilai per unit tegangan antar saluran pada titik yang sama dengan tegangan antar

saluran sebagai dasar jika sistem seimbang[15]. Kilovoltampere tiga fasa sama

dengan tiga kali kilovoltampere per fasa, dan kilovoltapmere dasar tiga fasa

sama dengan tiga kali kilovoltampere dasar per fasa. Nilai per unit dari

kilovltampere tiga fasa dengan kilovoltampere tiga fasa indentik dengan nilai per

unit dari kilovoltampere perfasa dengan dasar kilovoltamper per fasa[15].

Diberikan suatu contoh

𝑘𝑉𝐴3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = 30.000kVA


21

dan

𝑘𝑉𝐿𝐿 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = 120 kV

Subskrip 3∅ dan 𝐿𝐿 berturut-turut berati “ tiga fasa” dan “antar saluran”, maka

30.000
𝑘𝑉𝐴1∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = = 10.000 𝑘𝑉𝐴
3

dan

120
𝑘𝑉𝐿𝑁 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = = 69,2 𝑘𝑉
√3

Tegangan antar saluran sebenarnya 108 kV, tegangan saluran ke netral adalah

108⁄√3 = 62,3 𝑘𝑉, dan

108 62,3
Tegangan per unit = = = 0,9
120 69,2

Daya tiga fasa total sebesar 18.000 kW, daya perfasa adalah 6.000 kW, dan

18.000 6000
Daya per unit= = = 0,6
30.000 10.000

Impedansi dasar dan arus dasar dapat langsung dihitung dari nilai-nilai tiga fasa

untuk kilovolt dasar dan kilovoltampere dasar diperoleh persamaan.

𝑘𝑉𝐴3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝐴𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟, 𝐴 = ....................................................... (2.47)
√3𝑥𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿𝐿

Dari persamaan (2.42)

(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿𝐿 /√3)2 𝑥1000


𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑘𝑉𝐴3∅ .................................... (2.48)
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
3
22

(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿𝐿 )2 𝑥1000


𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = .......................................... (2.49)
𝑘𝑉𝐴3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟

(𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟,𝑘𝑉𝐿𝐿 )2
𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 = .................................................. (2.50)
𝑀𝑉𝐴3∅ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟

2.8 Paramater Saluran Transmisi[15]

Saluran transmisi listrik memiliki empat parameter yang mempengaruhi

kemampuannya untuk berfungsi sebagai bagian dari sautu sistem tenaga, yaitu :

resistansi, induktansi, kapasistansi dan konduktansi.

Konduktansi antar perngahantar atau antara penghantar dan tanah menyebabkan

terjadinya arus bocor pada isolator atas tiang dan melalui isolasi kabel. Kebocoran

arus atas tiang sangatlah kecil sehingga dapat diabaikan, konduktansi antar

penghantar atas tiang dianggap nol.

Jika suatu rangakian dialiri arus listrik akan muncul medan magnit dan medan

listrik disekitarnya. Timbulnya medan magnit dan medan listrik akan mucul

timbulnya induktansi. Induktasni sendiri adalah sifat rangkain yang menimbulkan

tegangan yang diimbaskan oleh perubahan fluks dengan kecepatan perubahan

arus.

Kapasitansi yaitu diantara penghantar-penghantar dan merupakan muatan pada

penghantar-penghantar tersebut persatuan beda potensial.

Impedansi seri dibentuk oleh resistansi dan induktansi yang terbagi rata

sepanjang saluran. Konduktansi dan kapasitansi yang terdapat diantara

pernghantar-penghantar dari suatu fasa tunggal atau diantara sebuah penghantar

dan netral dari suatu saluran tiga fasa membentuk admitansi paralel.
23

Impedansi adalah ukuran penolakan terhadap arus bolak-balik sinusoid yang

dinotasikan dengan simbol “z”. Dalam bentuk polar impedansi dinyatakan dengan

𝑧 = |𝑧|∠𝜃 Sedangkan dalam bentuk kartesian dinotasikan dengan 𝑧 = 𝑅 ± 𝑗𝑋.

Dalam notasi polar θ (teta) menujukan besar beda fasa antara tegangan dan arus

dan pada bentuk kartesian j (imajiner) merupa noatasi yang membantu dalam

menyatankan bilangan imajiner.

Impedansi disusun oleh komponen R dan X. R merupakan resistansi atau besar

hambatan listrik pada saluran penghantar dan X merupakan reaktansi. Pada

saluran dengan arus AC hambatan tidak hanya berupa hambatan efektif yang

ditunjukan dengan notasi R namun juga terdapat hambatan yang muncul karena

pengaruh pembebanan dalam hal ini adalah reaktansi. Impedansi sendiri terbagi

menjadi 2 yaitu reaktansi kapasitif (𝑋𝐶 ) dikarenakan beban bersifat kapasistif dan

rektansi induktif (𝑋𝐿 ) dikarenakan beban bersifat induktif dalam permasalahan

ini berupa motor penggerak.

Digunakan tipe saluran double circuit dengan konduktor berkas 2 kawat.

Mengacu pada tipe saluran tersebut dapat ditentukan besar nilai (𝑋𝐿 ) dengan

persamaan
𝐷𝑒𝑞 𝐻
𝑋𝐿 = 2 𝜋 𝑓 𝑥 2 𝑥 10−7 ln ( 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑎𝑠𝑎) ........................... (2.51)
𝐷𝑠𝑏 𝑚

Diaman

𝐷𝑒𝑞 = 12�𝑑12𝑑13 𝑑15 𝑑16 𝑑23𝑑24 𝑑26 𝑑34𝑑35 𝑑45𝑑46 𝑑56 = 𝐺𝑀𝐷 (𝑘𝑎𝑘𝑖)

𝐷𝑠𝑏 = �𝐷𝑠 𝑥𝑑 = 𝐺𝑀𝑅 𝐵𝑒𝑟𝑘𝑎𝑠 (𝑘𝑎𝑘𝑖)

𝐷𝑠 = 𝐺𝑀𝑅 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 (𝑘𝑎𝑘𝑖)


24

Untuk menentukan nilai (𝑋𝐶 ) digunakan persamaan

2𝜋𝑘 𝐹
𝑋𝑐 = 2 𝜋 𝑓 𝑥 𝐷𝑒𝑞 ( 𝑘𝑒 𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑙) ....................................... (2.52)
ln 𝑏 𝑚
𝐷𝑠𝐶

Dimana

𝑘 = 8,85𝑥10−12 F/m

𝑏
𝐷𝑠𝐶 = √𝑟𝑑 = 𝐺𝑀𝑅 𝐵𝑒𝑟𝑘𝑎𝑠 (𝑘𝑎𝑘𝑖)

𝑟 = 𝐺𝑀𝑅 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 (𝑘𝑎𝑘𝑖)

2.9 Pemuatan saluran (line charging) [15]

Pemuatan saluran adalah pengaruh penambahan daya reaktif dari capasistansi

ketanah pada kawat penghantar atau pemasangan capasitor secara paralel

terhadap bus yang bertujuan memperbaiki daya reaktif. Dikarenakan pembebanan

cenderung bersifat induktif dan menyebakan arus bersifat laging dan membuat

nilai cos 𝜋 menurun dan mengurangi efisensi dari sistem maka diberikanlah daya

reaktif yang bersifat kapasitif yang diharapkan dapat mengurang pengaruh daya

reaktif yang bersifat induktif dan mengembalikan cos 𝜋 menuju nilai 1[13].

2.10 Representasi Saluran[13]

Saluran trasnmisi dapat digambarkan dengan model rangkaian ekuivalen perfasa

berisi paramter-paramter yang sesuai. Selajutnya model digunakan untuk

menganalisa saluran transmisi yang diasumsikan beroperasi secara normal.

Tegangan terminal dinotasikan dengan tegangan fasa ke netral, arus dinotasikan


25

untuk satu fasa dan akhirnya sistem tiga fasa dapat disederhanakan menjadi suatu

rangkain ekuivalen.

2.10.1 Saluran Pendek[13]

Nilai kapasistansi diabaikan untuk saluran pendek yang memiliki panjang kurnag

dari 80 km atau tegangn operasi kurang dari 69 kV. Model saluran pendek

diperoleh dengan mengalikan impedansi seri persatuan panjang saluran.

𝑍 = (𝑟 + 𝑗𝜔𝐿)𝑙 = 𝑅 + 𝑗𝑋 ............................................................................. (2.53)

Gambar 2.10 Representasi Saluran Pendek[13]

Saluran trasmisi dapat digambarkan dengan sebuah jaringan dua portal

sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.10. Persamaan diatas dapat ditulis

dalam bentuk konstanta rangkain disebut konstanta ABCD.

Gambar 2.11 Representasi Dua Port Saluran Transmisi[13]


26

𝑉𝑠 = 𝐴𝑉𝑅 +𝐵𝐼𝑅 ................................................................................................ (2.54)

𝐼𝑆 = 𝐶𝑉𝑅 +𝐷𝐼𝑅 ................................................................................................ (2.55)

Atau dalam bentuk matrik

𝑉 𝐴 𝐵 𝑉𝑅
� 𝑆� = � � � � ........................................................................................ (2.56)
𝐼𝑆 𝐶 𝐷 𝐼𝑅

Dimana

A=1, B=Z, C=0, D=1 ..................................................................................... (2.57)

2.10.2 Saluran Menengah[13]

Semakin panjang saluran transmisi maka arus line charging menjadi cukup besar

dan kapasitansi shunt harus diperimbangkan. Saluran menegah memiliki kriteria

dengan panjang diantara 80 km sampai dengan 250 km. Dalam saluran menengah,

setengah kapasitansi shunt dimisalkan terkumpul pada masing-masing ujung

saluran. Cara ini disebut dengan model nominal π dan ditunjukan pada gambar

2.12. Z adalah total impedansi seri saluran yang diperoleh dengan persamaan

(2.44) dan Y adalah admitansi shunt total saluran yang diperoleh dengan

persamaan

𝑌 = (𝑔 + 𝑗𝜔𝐶 )𝑙 ............................................................................................. (2.58)

Dalam kondisi normal, pengaruh admitansi shunt persatuan panjang, yang

menggambarkan arus bocor melalui isolator dan efek korona diabaikan. Kondisi

ground diasumsikan bernilai nol.


27

Gambar 2.12 Representasi Nominal π Saluran Menegah[13]

Konstanta ABCD untuk model nominal π adalah

𝑍𝑌
𝐴 = (1 + ) .................................................................................................. (2.50)
2

𝐵 = 𝑍 ............................................................................................................. (2.60)

𝑍𝑌
𝐶 = 𝑌(1 + )................................................................................................ (2.61)
4

𝑍𝑌
𝐷 = (1 + ) .................................................................................................. (2.62)
2

Determinan matrik saluran transmisi dalam (2.56) adalah satu

𝐴𝐷 − 𝐵𝐶 = 1 ................................................................................................. (2.63)

Memecahkan untuk (2.56), besaran ujung terima dapat dieskpresikan dalam

besaran ujung kirim

𝑉𝑅 𝐷 −𝐵 𝑉𝑆
� �=� � � � .................................................................................. (2.64)
𝐼𝑅 −𝐶 𝐴 𝐼𝑆
28

2.11 Analisa Aliran Daya[13]

Analisa aliran daya adalah analisa steady-state terhadap suatu sitem tenaga listrik

yang terinterkonesi dan bekerja pada keadaan normal. Menganalisa aliran daya

pada suatu sistem tenaga, diasumsikan sistem beroperasi dalam keadaan seimbang

dan direpresentasikan dalam bentuk jaringan fasa tunggal. Didalam jaringan

terdapat ratusan simpul dan cabang dengan impedansi-impedansinya dinyatakan

dalam perunit sesusi dengan dasar yang ditentukan.

Persamaan jaringan diformulasikan secara simetris dalam beraneka bentuk.

Metode tegangan simpul banyak dipakai karena sesuai untuk analisa aliran daya.

Formula persamaan jaringan dalam bentuk admitansi simpul menghasilkan

aljabar linier kompleks yang simultan. Setelah arus simpul ditentukan, serangkian

persamaan linier simultan dapat dipecahkan untuk mencari tegangan simpul. Studi

sistem tenaga, daya lebih dikenal dari pada arus sehingga persamaan daya yang

dihasilkan menjadi non linier dan harus diselesaikan dengan teknik interatif. Studi

tentang aliran daya merupakan tulang punggung dalam menganalisis dan

merancang sistem tenaga. Analisi ini diperlukan untuk merencanakan,

mengopreasikan, perjadwalan ekonomis dan pertukaran daya antar peralatan.

Selain itu, analisa aliran daya diperlukan untuk banyak analisa lain seperti

stabilitas transien dan studi kontingensi.

2.12 Matrik Admitansi Bus[13]

Sebuah sistem tenaga yang diperlihatkan pada gambar 2.13 dimana impedansinya

dinyatakan dalam per unit dan resistansi diabaikan untuk memudahkan


29

perhitungan. Sejak solusi didasarkan pada hukum Kirchoff, impedansi diubah

kedalam bentuk admitansi.

1 1
𝑦𝑖𝑗 = = .......................................................................................... (2.65)
𝑍𝑖𝑗 𝑍𝑖𝑗 +𝑗𝑥𝑖𝑗

Gambar 2.13 Diagram Sistem Sederhana[13]

Gambar 2.14 Diagram Admitasni Untuk Sistem Dalam Gambar 2.13[13]

Rangkain pada gambar 2.13 digambar ulang dengan menambahkan admitansi

dan arus sumber. Simpul 0 (yang normalnya dalah tanah) dipakai sebagai refrensi.

Menerapkan hukum Kirchoff untuk simpul 1 sampai 4


30

𝐼1 = 𝑦10 𝑉1 − 𝑦12 (𝑉1 − 𝑉2 ) + 𝑦13(𝑉1 − 𝑉3 )

𝐼2 = 𝑦20 𝑉2 − 𝑦21 (𝑉2 − 𝑉1 ) + 𝑦23 (𝑉2 − 𝑉3 )

0 = 𝑦10 (𝑉3 − 𝑉2 ) + 𝑦13(𝑉3 − 𝑉1) + 𝑦34 (𝑉3 − 𝑉4 )

0 = 𝑦34 (𝑉4 − 𝑉3 )

Menyusun ulang bersamaan diatas menghasilkan

𝐼1 = (𝑦10 − 𝑦12 − 𝑦13 )𝑉1 − 𝑦12 𝑉2 − 𝑦13 𝑉3

𝐼2 = −𝑦12 𝑉1 + (𝑦20 + 𝑦12 + 𝑦23)𝑉2 − 𝑦23 𝑉3

0 = −𝑦23 𝑉1 − 𝑦23 𝑉2 + (𝑦13 + 𝑦23 + 𝑦34 )𝑉3 − 𝑦34 𝑉4

0 = −𝑦34 𝑉3 + 𝑦34 𝑉4

Diperkenalkan admitansi-admitansi berikut

𝑌11 = 𝑦10 + 𝑦12 + 𝑦13

𝑌22 = 𝑦20 + 𝑦12 + 𝑦23

𝑌33 = 𝑦13 + 𝑦12 + 𝑦23

𝑌44 = 𝑦34

𝑌12 = 𝑌21 = −𝑦12

𝑌13 = 𝑌31 = −𝑦13

𝑌23 = 𝑌32 = −𝑦23

𝑌34 = 𝑌43 = −𝑦24


31

Persamaan simpul menjadi

𝐼1 = 𝑌11 𝑉1 + 𝑌12 𝑉2 + 𝑌13 𝑉3 + 𝑌14 𝑉4

𝐼2 = 𝑌21 𝑉1 + 𝑌22 𝑉2 + 𝑌23 𝑉3 + 𝑌24 𝑉4

𝐼3 = 𝑌31 𝑉1 + 𝑌32 𝑉2 + 𝑌33 𝑉3 + 𝑌34 𝑉4

𝐼4 = 𝑌41 𝑉1 + 𝑌42 𝑉2 + 𝑌43 𝑉3 + 𝑌44 𝑉4

Memperluas persamaan di atas untuk n bus, persamaan tegangan simpul dalam

bentuk matriks adalah

𝐼1 𝑌11 𝑌12 … 𝑌1𝑖 … 𝑌1𝑛 𝑉1


⎡ 𝐼 ⎤ ⎡𝑌 𝑌22 … 𝑌2𝑖 … 𝑌1𝑛 ⎤ ⎡𝑉2 ⎤
⎢ 2 ⎥ ⎢ 21 ⎥⎢ ⎥
⎢⋮⎥=⎢ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⎥⎢ ⋮ ⎥
⎢ 𝐼𝑖 ⎥ ⎢ 𝑌𝑖1 𝑌𝑖2 … 𝑌𝑖𝑖 … 𝑌𝑖𝑛 ⎥ ⎢ 𝑉𝑖 ⎥ ................................................. (2.66)
⎢⋮⎥ ⎢ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⎥⎢ ⋮ ⎥
⎣𝐼𝑁 ⎦ ⎣𝑌𝑛1 𝑌𝑛2 … 𝑌𝑛𝑖 … 𝑌𝑛𝑛 ⎦ ⎣𝑉𝑛 ⎦

atau

𝐼𝑏𝑢𝑠 = 𝑌𝑏𝑢𝑠 𝑉𝑏𝑢𝑠 .............................................................................................. (2.67)

𝐼𝑏𝑢𝑠 adalah vektor arus yang masuk ke bus. Arus bernilai positif ketika mengalir

ke bus dan negatif ketika meninggalkan bus. 𝑉𝑏𝑢𝑠 adalah vektor tegangan bus

yang diukur dari titik refrensi. 𝑌𝑏𝑢𝑠 dikenal dengan matrik admitansi. Elemen

diagonal tiap simpul adalah jumlah admitansi yang terhubung ke bus tersebut.

Elemen diagonal ini disebut admitansi sendiri.

𝑌𝑖𝑖 = ∑𝑛𝑗=0 𝑦𝑖𝑗 𝑗 ≠ 𝑖 ................................................................................... (2.68)

Elemen luar diagonal sama dengan negatif dari admitansi antar simpul. Ini dikenal

dengan admitansi bersama atau admitansi transfer.


32

𝑌𝑖𝑗 = 𝑌𝑗𝑖 = −𝑦𝑖𝑗 ............................................................................................. (2.69)

Karena arus bus sudah diketahui, persamaan (2.67) dapat dipecahkan untuk 𝑛

tegangan bus.

−1
𝑉𝑏𝑢𝑠 = 𝑌𝑏𝑢𝑠 𝐼𝑏𝑢𝑠 .............................................................................................. (2.70)

Invers dari matrik admitansi bus disebut dengan impedansi 𝑍𝑏𝑢𝑠 . Matrik admitasni

diperoleh dengan salah satu bus dijadikan bus refrensi. Jika tidak maka matrik

simpul akan singular.

2.13 Solusi Aliran Daya[13]

Masalah yang dihadapi dalam melakukan analisa aliran daya yaitu mementukan

besar sudut tegangan di setiap bus dan aliran daya aktif dan reaktif disetiap

saluran transmisi. Dalam melakukan analisa, sistem diumpamakan beroperasi

pada kondisi pada beban yang seimbang dan menggunakan model fasa tunggal.

Ada empat besaran yang berkaitan dengan masing-masing bus antara lain besaran

tegangan |V|, sudut fasa θ, daya aktif P, daya reaktif Q. Bus-bus di dalam sistem

dikelompokan kedalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut :

1. Slack Bus

Slack Bus atau bus refereni adalah bus yang dijadikan sebagai refrensi dimana

besar dan sudut fasa tegangannya ditetapkan. Bus ini juga disebut sebagai swing

bus. Bus ini memiliki selisih daya yang terjadi antara beban terjadwal dan daya

generator akibat rugi-rugi pada jaringan. Dalam suatu sistem tenaga lsitrik,

dimungkinkan untuk terdapat lebih dari 1 (satu) slack bus[10].


33

2. Load Bus (Bus Beban)

Pada bus ini daya aktif dan reaktif ditentukan, besar sudut dan tegangan bus tidak

diketahui. Bus ini disebut P-Q Bus.

3. Regulated Bus (Bus Generator)

Bus ini adalah bus generator yang juga disebut dengan voltage-controlled bus.

Pada bus ini, daya aktif dan besaran tegangan ditetapkan. Sudut fasa tegangan dan

daya reaktif akan dicari nilainya. Batas kemampuan daya reaktif generator juga

ditetapkan. Bus ini disebut P-V Bus.

2.14 Persamaan Aliran Daya[13]

Sebuah bus tipikal didalam sebuah jaringan sistem tenaga listrik seperti

ditunjukan gambar 2.15. saluran transmisi digambarkan dengan model akuivalen

dimana impedansi saluran telah dibuah menjadi admitansi per unit.

Aplikasi hukum kirchoff pada bus 𝑖 gambar 2.15 menghasilkan

𝐼𝑖 = 𝑦𝑖0 𝑉𝑖 + 𝑦𝑖1 (𝑉𝑖 − 𝑉1 ) + 𝑦𝑖2 (𝑉𝑖 − 𝑉2 ) + ⋯ + 𝑦𝑖𝑛 (𝑉𝑖 − 𝑉𝑛 )...................... (2.71)

𝐼𝑖 = (𝑦𝑖0 + 𝑦𝑖1 + 𝑦𝑖2 ) + ⋯ + 𝑦𝑖𝑛 )𝑉𝑖 − 𝑦𝑖1 𝑉1 − 𝑦𝑖2 𝑉2 − ⋯ − 𝑦𝑖𝑛 𝑉𝑛 ............. (2.72)

atau

𝐼𝑖 = 𝑉𝑖 ∑𝑛𝑗=0 𝑦𝑖𝑗 − ∑𝑛𝑗=1 𝑦𝑖𝑗 𝑉𝑗 𝑗 ≠ 𝑖 ........................................................... (2.73)


34

Gambar 2.15 Contoh Bus Pada Sebuah Sistem Tenaga[11]

𝑃𝑖 + 𝑄𝑖 = 𝑉𝑖 𝐼𝑖∗ ................................................................................................ (2.74)

atau

𝑃𝑖 −𝑄𝑖
𝐼𝑖 = ........................................................................................................ (2.75)
𝑉𝑖∗

Mesubtitusikan untuk 𝐼𝑖 kedalam persamaan (2.73) menghasilkan

𝑃𝑖 −𝑄𝑖
= 𝑉𝑖 ∑𝑛𝑗=0 𝑦𝑖𝑗 − ∑𝑛𝑗=1 𝑦𝑖𝑗 𝑉𝑗 𝑗 ≠ 𝑖 ...................................................... (2.76)
𝑉𝑖∗

Formulasi matematika permasalahan aliran daya menghasilkan sebuah sistem

persamaan aljabar nonlinier yang harus dipecahkan dengan teknik interatif[11].

2.15 Solusi Aliran Daya dengan Metode Gauss Seidel[13]

Solusi aliran daya dengan Gauss seidel menggunakan teknik iteratif untuk

menghitung besaran tegangan pada setiap bus. Persamaan daya dan tegangan bus

pada metode Gauss Seidel adalah


35

𝑗𝑑𝑤 𝑗𝑑𝑤
𝑃 −𝑗𝑄 (𝑘)
𝑖 𝑖 +∑ 𝑦𝑖𝑗 𝑉𝑗
∗(𝑘)
(𝑘+1) 𝑉
𝑖
𝑉𝑖 = ∑ 𝑦𝑖𝑗
𝑖 ≠ 𝑗 ........................................................... (2.77)

Persamaan aliran daya biasanya dinotasikan dalam elemen matriks admitansi bus

dan karena elemen luar diagonal matriks admitansi bus adalah 𝑌𝑖𝑗 = −𝑦𝑖𝑗 dan

elemen luar diagonal adalah 𝑌𝑖𝑖 = ∑ 𝑦𝑖𝑗 , persamaan (2.62) menjadi

𝑗𝑑𝑤 𝑗𝑑𝑤
(𝑘+1) 1 𝑃𝑖 −𝑗𝑄𝑖 (𝑘)
𝑉𝑖 =∑
𝑌𝑖𝑖
∗� ∗(𝑘) − ∑ 𝑦𝑖𝑗 𝑉𝑗 � 𝑖 ≠ 𝑗 .............................................. (2.78)
𝑉𝑖

dan

(𝑘+1) ∗(𝑘) (𝑘)


𝑃𝑖 = 𝑅 �𝑉𝑖∗ �𝑉𝑖 𝑦𝑖𝑖 + ∑𝑛𝑗=1 𝑌𝑖𝑗 𝑉𝑗 �� 𝑖 ≠ 𝑗 ....................................... (2.79)

(𝑘+1) ∗(𝑘) (𝑘)


𝑄𝑖 = −𝐼𝑚 �𝑉𝑖∗ �𝑉𝑖 𝑦𝑖𝑖 + ∑𝑛𝑗=1 𝑌𝑖𝑗 𝑉𝑗 �� 𝑖 ≠ 𝑗 .................................. (2.80)

𝑌𝑖𝑖 adalah semua admitansi ke tanah baik susptansi line charging dan admitansi

tetap lainnya ke tanah. Bus P-Q, daya aktif 𝑃𝑖𝑗𝑑𝑤 dan daya reaktif 𝑄𝑖𝑗𝑑𝑤

diketahui. Mulai dari estimasi awal, menghitung persamaan (2.78) untuk

mendapatkan komponen real dan imajiner tegangan bus. Bus generator (bus P-V)

dimana 𝑃𝑖𝑗𝑑𝑤 dan |𝑉𝑖 | ditetapkan, persamaan (2.80) digunakan untuk menghitung

(𝑘+1) (𝑘+1)
𝑄𝑖 dan hasilnya dimasukan ke persamaan (2.78) untuk menghitung 𝑉𝑖 .

(𝑘+1)
Pada bus generator |𝑉𝑖 | telah ditetapkan sehingga hanya bagian imajiner 𝑉𝑖

yang dihitung pada bagian realnya digunakan untuk memenuhi

(k+1) (k) [13]


Vi,corr = |V8 (k−1)|*(V8 (k) /|V8 |) ............................................................... (2.81)
36

Tegangan yang telah diperbarui menggantikan nilai tegangan dari iterasi

sebelumnya. Proses ini akan terus berulang sampai perubahaan bagian real dan

imajiner tegangan bus mencapai akurasi yang di inginkan. Kecepatan untuk

mencapai konvergensi dapat ditingkatkan dengan mengaplikasikan faktor

akselerasi terhadap perhitungan iterasi.

(𝑘+1) (𝑘−1) (𝑘) (𝑘−1)


𝑉𝑖,𝑎𝑐𝑐 = 𝑉𝑖 + 𝛼 �𝑉𝑖𝑐𝑎𝑙 −𝑉𝑖 � ............................................................ (2.82)

α adalah faktor akselerasi

Dalam prakteknya, metode untuk mengakhiri iterasi perhitunga aliran daya

didasarkan pada indeks akurasi simpang daya. Iterasi akan terus dilakukan sampai

nilai terbesar ∆𝑃 dan ∆𝑄 lebih kecil dari batas akurasi.

Harga konvergensi pada proses iterasi ditentukan oleh besarnya indek presisi

anatara 0,01 hingga 0,0001 atau sesuai dengan yang di kehendaki. Jumlah iterasi

menentukan besar presisi yang dikehendaki, makin presisi maka jumlah iterasi

dilakukan akan semakin banyak. Besar aliran daya yang teliti dapat dihitung dari

perolehan tegangan yang telah dikoreksi, sesuai dengan presisi yang

dikehendaki[17].

2.16 Rugi-Rugi Daya[12]

Setelah mendapatkan nilai tegangan bus dari teknik interatif, langkah selanjutnya

adalah perhitungan aliran daya saluran dan rugi-rugi saluran. Misalkan saluran

yang menghubungkan dua bus 𝑖 dan 𝑗 di dalam gambar 2.16


37

Gambar 2.16 Model Saluran Transmisi Untuk Menghitung Aliran Daya


Saluran[12]

Arus saluran 𝐼𝑖𝑗 yang diukur pada bus 𝑖 dan dikatakan positif pada arah 𝑖 → 𝑗 yang

diperoleh dengan

𝐼𝑖𝑗 = 𝐼𝑙 + 𝐼𝑖0 = 𝑦𝑖𝑗 �𝑉𝑖 − 𝑉𝑗 � + 𝑦𝑖0 𝑉𝑖 .............................................................. (2.83)

Dengan cara yang sama untuk arus saluran 𝐼𝑗𝑖 yang diukur dai bus 𝑗 dan dilatakan

positif dengan arah𝑗 → 𝑖 , 𝐼𝑗𝑖 diperoleh dengan

𝐼𝑗𝑖 = −𝐼𝑙 + 𝐼𝑗0 = 𝑦𝑖𝑗 �𝑉𝑗 − 𝑉𝑖 � + 𝑦𝑗0 𝑉𝑗 ........................................................... (2.84)

Daya kompleks 𝑆𝑖𝑗 dari bus 𝑖 ke bus 𝑗 dan 𝑆𝑗𝑖 dari bus 𝑗 ke bus 𝑖 adalah

𝑆𝑖𝑗 = 𝑉𝑖 𝐼𝑖𝑗∗ ....................................................................................................... (2.85)

𝑆𝑗𝑖 = 𝑉𝑗 𝐼𝑗𝑖∗ ........................................................................................................ (2.86)

Rugi –rugi daya saluran 𝑖 − 𝑗 adalah penjumlahan aljabar aliran daya yang

ditentukan dari persamaan (2.85) dan (2.86).

Anda mungkin juga menyukai