Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

Navigasi DARA T
Dimana kita berada diatas muka bumi, atau dir-nana pun itu, kita selalu terikat oleh
'filiangan" yang tak tentu ujungnya. Di dalam ruangan ini pada tempat berdiam gunung
yang tinggi, hutan lebat, sungai dan laut, dan lain-lain yang ada di muka burni. Kita
membutuhkan dimensi yang dapat menjadi ruang gerak kita. Namun "ruangarr ini
bagi indera kita, mata khususnya untuk dapat meJihat seluruh tepinya. Ketika
ini di sadari manusia mencoba untuk membuat sketsa ruangannya dalam betuk yang jauh
lebih kecil agar dapat mengamati ruang gerak mereka, untuk berbagai kepentingan,
seperti militer, penelitian, pelayaran, pendakian, dan lain-lain. Sketsa ini kemudian
dikenal sebagai "petd'. Catatan tertua tentang ini adalah sketsa yang dibuat pada tablet
dari tanah liat bakar oleh bangsa Babilonia di Mesopotamia, Irak sekarang, sekitar tahun
2500 SM. Namun mungkin sebelum itu manusia purba telah membuat coretan-coretan
sketsa wilayah mereka diatas tanah. Kernudian ditemukan pula skctsa peninggalan suku
Indian Aztec dan sketsa pulau es oleh bangsa Eskimo Tua.
Peta saja kurang dapat berguna bagi para pioner yang Okan
tne!intasi daerah
baru, mereka kemudian memerlukan teknik
peralatan dan teknik yang sangat membantu .di%J mula-mula digunakan dalam pelayaran
(navigation pelayzg-au) yaitu teknik yang digunakan untuk mencntukan posisi kapal
berd;ektcS4/) peta biniang langit atau pulau terdekat yang nampak. Namun ternyata
daratanpun (meski hanya sepertiga permukaan bumi adalah daratan) masih jauh lebih luas
daripada jangkauan mata manusia, sehingga teknik navigasi juga dikembangkan di daratan,
pertama kali digunakan untuk kepentingan
militer.
Catatan pertama tentang penggunaan teknik navigasi untuk pendakian adalah
ketika dilakukan pendakian gunung pertama di dunia yang tercatat adalah oleh Antoine de
Ville tahun 1942, bendaharawan Raja Karel VIII dari Perancis, yang juga sempat bermalam
selama tiga hari di puncak Mount Arguille Dauphine (2064m) dekat Grenoble. Laporan
berisi lengkap dan terperinci mengenai jalur pendakiannya.
Bahkan Edward Whimper, pemimpin pendakian paling tragis di puncak
Matterhon (4406m) di Alpen Pennina antara Swis dan Italia tahun 1869 juga mencatat
sketsa-sketsa jalur menuju puncaknya, lalu melakukan survey beberapa kemungkinan
sebelum kemudian ber"ziarah" ke puncaknya.
Ini membuktikan belapa akrabnya hubungan olahraga alam bebas dengan
kemampuan navigasi khususnya di darat. Kemudian juga kejadian-kejadian hilangnya
pendaki muda di Indonesia, yang kebanyakan terlalu meremehkan kemampuan ilmu
medan.
Perkembangan selanjutnya navigasi darat sudah diperlombakan, sehingga bukan
hanya berfungsi menjadi suatu "penjelajahan daerah baru", tetapi juga dapat
seperti olahraga Iainnya, misalnya Orienteering. Permainan ini untuk melatih dan
meningkatkan kemampuan navigasi darat dan ketepatan dalam mengambil keputusan.
Kompetisi orienteering juga sering dilakukan sebagai lomba berskala internasional, dan di
Amerika Serikat dan Kanada sudah menjadi hal yang biasa mulai diperlombakan tahun
1966. Di Indonesia baru tahun 1990, kompetisi orienteering ini diselenggarakan oleh
Wanadri
komisariat ITB yang masih ditujukan untuk kalangan Mahasiswa dan Umum.
Untuk mengantisipasi makin meningkatnya pendakian di gunung-gunung tropis
di Indonesia dan juga dengan berkembangnya olahraga orienteering ini, maka perlu sekali
dikenali teknik-teknik dalam navigasi darat ini lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai