Anda di halaman 1dari 4

HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN, wkb 2 Januari 2022

Yes 60:1-6 Ef 3:2-3a.5-6 Mt 2:1-12

Bapa, ibu saudara/ yang dikasihi Tuhan….


Epifani berasal dari bahasa Yunani ‘epiphaneia’ yang berarti menampakkan diri.
Hari Raya Epifani berarti hari Raya penampakan Tuhan kepada semua bangsa
yang diwakili oleh ketiga sarjana dari Timur. Mereka berasal dari wilayah Irak dan
Iran Utara sekarang. Mereka datang dari jauh-jauh ke Betlehem untuk
menyembah Sang Raja yang baru lahir dan yang akan memimpin umat manusia
menuju keselamatan. Kalau dulu perayaan ini disebut Pesta Tiga Raja. Meskipun
di dalam Kitab Suci tidak disebutkan nama ketiga raja atau para majus ( ilmuwan)
yang datang untuk menyembah Yesus tetapi dalam tradisi Gereja, ada nama-
nama yang dikenal dan dikenang yakni, Melkhior, Caspar dan Baltasar. Ketiga
nama ini mungkin disebutkan supaya sesuai dengan nama tiga persembahan
simbolis yang diberikan kepada Yesus. Ketiga persembahan simbolis itu adalah
emas, kemenyan dan mur. Melchior; seorang tua dengan rambut puith dan
jenggot yang Panjang, ia mempersembahkan emas kepada Yesus untuk
mengakuiNya sebagai Raja dari segala raja. Caspar; muda tak berjenggot. Ia
mempersembahkan kemenyan yang merupakan wangi-wangian yang dipakai
dalam ibadat suci di dalam rumah ibadat melambangkan ke-Tuhan-an Yesus atau
keilahianNya. Segala bangsa menyembah Yesus sebagai Tuhan. Baltasar; bekulit
hitam dan berjenggot lebat. Ia mempersembahkan mur yang merupakan getah
pohon yang rasanya pahit biasanya dipakai untuk mengawetkan jenazah. Jadi
mur melambangkan kematian Yesus untuk menebus semua orang dari segala
suku dan bangsa

Para majus dari Timur mewakili bangsa-bangsa untuk beriman kepada Yesus
sebagai Raja, Tuhan dan Penyelamat atau Penebus. Ini adalah tiga gelar yang
lazim di dalam Gereja dan diperuntukkan bagi Yesus.

Bapa, ibu saudara/ yang dikasihi Tuhan….


Perayaan Penampakan Tuhan ini menantang kita orang Indonesia untuk
berefleksi: apakah agama yang kuanut menghantar saya untuk menyembah Allah
secara tulus dan mengabdi sesamaku demi kesejahteraan bersama? Apakah iman
kepercayaanku akan Allah yang Mahaesa dan Maharahim mewarnai cara
pandangku, visi hidupku, cara berprilakuku, terutama dalam usaha menciptakan
kesejahteraan bersama (bonum commune) dalam masyarakat?

Kita sedang dibanjiri oleh berita-berita di media massa dan media online-digital
yang menggambarkan polarisasi (bertolakan) kelakuan orang yang digambarkan
dalam Injil Mat 2:1-12 dengan tokoh Herodes di satu sisi dan tokoh orang-orang
Majus di sisi yang lain. Menariknya ialah bahwa tokoh-tokoh ini sama-sama
begitu terpesona oleh kehadiran Sang Raja orang Yahudi yang baru (Mat 1:2a),
yang adalah Yesus, sang Wajah Kerahiman Allah (Misericordiae Vultus). Tokoh
Herodes yang licik itu bahkan dengan antusiasme terselubung berkata: “Pergi
dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah
kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang
menyembah Dia” (Mat 2:9). Ucapan Herodes ini sebenarnya hanyalah
“lipservice” – seruan di bibir saja, bukan dari hati nurani yang terdalam. Dia
bukan mau menyembah Yesus, tetapi hendak membunuhNya, sebab Sang Raja
yang baru lahir ini dipandangnya sebagai pesaing bagi kekuasaannya. Inilah
‘prototipe’ jalan hidup orang yang melakukan penipuan, ketamakan, dan haus
akan kekuasaan demi kepentingan pribadinya. Orang yang takut akan saingan
akan melakukan banyak cara untuk mengalahkan.

Ada sebuah cerita..

Suatu hari ada dua orang ibu yang saling menyombongkan punya anjing yang
hebat. Seorang ibu cerita pada temannya,

“Tau tidak anjing saya itu hebat, pintar sekali. Setiap pagi selalu di depan pintu
menunggu tukang Koran. Begitu tukang koran datang, korannya diambil dibawa
ke saya.”

Ibu yang satu tidak mau kalah, “ huh… saya tahu.”

“Tahu dari mana?”

“Anjing saya yang cerita.” ( gerr.. )

Saya hanya mau mengatakan apa? Hati-hati ketika kita itu dipicu oleh rasa
persaingan, rasa terancam kita bisa melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.
Seperti ibu itu, mana mungkin anjing bisa cerita. Kita bisa melakukan hal-hal yang
tidak masuk akal hanya karena persaingan, orang lain punya ini saya ingin
padahal uang tidak cukup. Kebutuhan sering dipicu karena persaingan. Kalau kita
ingin melihat bahwa keselamatan dalam arti konkret saya tidak terbawa pada
arus persaingan, saya membuka diri, saya lebih menjadi rendah hati. Karena
persaingan adalah datang dari kesombongan.

Di sisi lain ketulusan orang-orang Majus itu berbuahkan sesuatu yang mengubah
pola hidup mereka. Berkat kerendahan hati serta kerinduan untuk bertemu,
dibarengi oleh kesediaan untuk dituntun oleh bimbingan Allah, mereka berjumpa
dengan Yesus, sang Raja Penebus. Bukan saja berjumpa dengan Yesus, Sang Bayi
di dalam palungan, tetapi mereka menyembah Dia dan mempersembahkan
hidup mereka kepadaNya. Rahmat perjumpaan dengan Yesus, Sang Juruselamat
itu, mengubah mereka menjadi manusia baru dan menemukan jalan hidup baru.
Mereka tidak mau lagi bersekongkol dengan jalan Herodes, jalan penipuan, jalan
haus kekuasaan dan kekerasan; mereka mengambil jalan kebenaran, jalan
keselamatan bagi sesamanya (bdk. Mat 2:12). Dengan kata lain, iman akan Yesus
sang Juruselamat dunia itu yang terungkap dalam pengakuan: “Kami datang
untuk menyembah Dia” (Mat 2:2.11) membuka jalan hidup mereka yang baru.

Yesus sang Juruselamat menunjukan jalan hidup baru bagi kita semua. Dialah
sang Raja kerendahan hati. Peristiwa Natal adalah tanda nyata kehadiran sang
Raja Kerendahan hati. Dia hadir untuk menyelamatkan semua orang dan seluruh
alam semesta ini. Dia bukanlah Mesias untuk orang Yahudi saja, tetapi untuk
semua orang (bdk. Ef.3:6).

Bapa ibu saudara/i…

Kita telah menyembah Dia secara tegas dan jelas sewaktu kita menerima
Sakramen Baptis, lalu dikuatkan dalam penerimaan Sakramen Krisma dan
Ekaristi. Semoga kita meninggalkan “jalan Herodes” dan menerima “jalan orang-
orang Majus” yang memilih jalan ketulusan, jalan kerendahan hati, jalan
pertobatan. Melalui jalan itulah, kita dapat mengabdikan hidup kita bagi Allah
yang kita sembah dan kepentingan masyarakat umum serta pelestarian alam
semesta. Begitulah kita memaknai seruan Nabi Yesaya: “Bangkitlah, menjadi
teranglah, sebab terangmu datang dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu” (Yes
60:1).

Pada Hari Raya Penampakan Tuhan ini mempunyai makna rohani bagi kita
dengan merenungkan simbol-simbol dalam Injil Matius 2:1-12. Pertama, kita
semua, yang disimbolkan oleh tiga sarjana dari Timur, dipanggil untuk
menemukan Yesus yang baru lahir. Kedua, Tuhan membimbing kita untuk
menemukan Yesus sesuai dengan keadaan dan cara pikir kita, seperti para
gembala melalui malaikat dan para sarjana dari Timur melalui bintang dan
bahkan melalui orang yang bermaksud jahat (Herodes). Kebersihan hati dari dosa
membuat kita mengenal bimbingan Tuhan itu. Keiga, setelah menemukan Yesus,
kita hendaknya menyembah-Nya dengan mengakui Ia sebagai Juru Selamat yang
disimbolkan dengan emas, kemanyan, dan mur. Keempat, pertemuan dengan
Yesus hendaknya membuat hidup kita berubah, tidak seperti yang dulu, yang
disimbolkan dengan ‘kembali melalui jalan lain’. Perubahan hidup itulah
merupakan sukacita Natal yang kita bawa dalam kehidupan biasa/sehari-hari
yang disimbolkan dengan dibongkarnya hiasan-hasan Natal. Karena itu, dalam
penanggalan liturgi kita memasuki masa biasa setelah Hari Raya Penampakan
Tuhan (Epifani). Tuhan memberkati!

Anda mungkin juga menyukai