Para majus dari Timur mewakili bangsa-bangsa untuk beriman kepada Yesus
sebagai Raja, Tuhan dan Penyelamat atau Penebus. Ini adalah tiga gelar yang
lazim di dalam Gereja dan diperuntukkan bagi Yesus.
Kita sedang dibanjiri oleh berita-berita di media massa dan media online-digital
yang menggambarkan polarisasi (bertolakan) kelakuan orang yang digambarkan
dalam Injil Mat 2:1-12 dengan tokoh Herodes di satu sisi dan tokoh orang-orang
Majus di sisi yang lain. Menariknya ialah bahwa tokoh-tokoh ini sama-sama
begitu terpesona oleh kehadiran Sang Raja orang Yahudi yang baru (Mat 1:2a),
yang adalah Yesus, sang Wajah Kerahiman Allah (Misericordiae Vultus). Tokoh
Herodes yang licik itu bahkan dengan antusiasme terselubung berkata: “Pergi
dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah
kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang
menyembah Dia” (Mat 2:9). Ucapan Herodes ini sebenarnya hanyalah
“lipservice” – seruan di bibir saja, bukan dari hati nurani yang terdalam. Dia
bukan mau menyembah Yesus, tetapi hendak membunuhNya, sebab Sang Raja
yang baru lahir ini dipandangnya sebagai pesaing bagi kekuasaannya. Inilah
‘prototipe’ jalan hidup orang yang melakukan penipuan, ketamakan, dan haus
akan kekuasaan demi kepentingan pribadinya. Orang yang takut akan saingan
akan melakukan banyak cara untuk mengalahkan.
Suatu hari ada dua orang ibu yang saling menyombongkan punya anjing yang
hebat. Seorang ibu cerita pada temannya,
“Tau tidak anjing saya itu hebat, pintar sekali. Setiap pagi selalu di depan pintu
menunggu tukang Koran. Begitu tukang koran datang, korannya diambil dibawa
ke saya.”
Saya hanya mau mengatakan apa? Hati-hati ketika kita itu dipicu oleh rasa
persaingan, rasa terancam kita bisa melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.
Seperti ibu itu, mana mungkin anjing bisa cerita. Kita bisa melakukan hal-hal yang
tidak masuk akal hanya karena persaingan, orang lain punya ini saya ingin
padahal uang tidak cukup. Kebutuhan sering dipicu karena persaingan. Kalau kita
ingin melihat bahwa keselamatan dalam arti konkret saya tidak terbawa pada
arus persaingan, saya membuka diri, saya lebih menjadi rendah hati. Karena
persaingan adalah datang dari kesombongan.
Di sisi lain ketulusan orang-orang Majus itu berbuahkan sesuatu yang mengubah
pola hidup mereka. Berkat kerendahan hati serta kerinduan untuk bertemu,
dibarengi oleh kesediaan untuk dituntun oleh bimbingan Allah, mereka berjumpa
dengan Yesus, sang Raja Penebus. Bukan saja berjumpa dengan Yesus, Sang Bayi
di dalam palungan, tetapi mereka menyembah Dia dan mempersembahkan
hidup mereka kepadaNya. Rahmat perjumpaan dengan Yesus, Sang Juruselamat
itu, mengubah mereka menjadi manusia baru dan menemukan jalan hidup baru.
Mereka tidak mau lagi bersekongkol dengan jalan Herodes, jalan penipuan, jalan
haus kekuasaan dan kekerasan; mereka mengambil jalan kebenaran, jalan
keselamatan bagi sesamanya (bdk. Mat 2:12). Dengan kata lain, iman akan Yesus
sang Juruselamat dunia itu yang terungkap dalam pengakuan: “Kami datang
untuk menyembah Dia” (Mat 2:2.11) membuka jalan hidup mereka yang baru.
Yesus sang Juruselamat menunjukan jalan hidup baru bagi kita semua. Dialah
sang Raja kerendahan hati. Peristiwa Natal adalah tanda nyata kehadiran sang
Raja Kerendahan hati. Dia hadir untuk menyelamatkan semua orang dan seluruh
alam semesta ini. Dia bukanlah Mesias untuk orang Yahudi saja, tetapi untuk
semua orang (bdk. Ef.3:6).
Kita telah menyembah Dia secara tegas dan jelas sewaktu kita menerima
Sakramen Baptis, lalu dikuatkan dalam penerimaan Sakramen Krisma dan
Ekaristi. Semoga kita meninggalkan “jalan Herodes” dan menerima “jalan orang-
orang Majus” yang memilih jalan ketulusan, jalan kerendahan hati, jalan
pertobatan. Melalui jalan itulah, kita dapat mengabdikan hidup kita bagi Allah
yang kita sembah dan kepentingan masyarakat umum serta pelestarian alam
semesta. Begitulah kita memaknai seruan Nabi Yesaya: “Bangkitlah, menjadi
teranglah, sebab terangmu datang dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu” (Yes
60:1).
Pada Hari Raya Penampakan Tuhan ini mempunyai makna rohani bagi kita
dengan merenungkan simbol-simbol dalam Injil Matius 2:1-12. Pertama, kita
semua, yang disimbolkan oleh tiga sarjana dari Timur, dipanggil untuk
menemukan Yesus yang baru lahir. Kedua, Tuhan membimbing kita untuk
menemukan Yesus sesuai dengan keadaan dan cara pikir kita, seperti para
gembala melalui malaikat dan para sarjana dari Timur melalui bintang dan
bahkan melalui orang yang bermaksud jahat (Herodes). Kebersihan hati dari dosa
membuat kita mengenal bimbingan Tuhan itu. Keiga, setelah menemukan Yesus,
kita hendaknya menyembah-Nya dengan mengakui Ia sebagai Juru Selamat yang
disimbolkan dengan emas, kemanyan, dan mur. Keempat, pertemuan dengan
Yesus hendaknya membuat hidup kita berubah, tidak seperti yang dulu, yang
disimbolkan dengan ‘kembali melalui jalan lain’. Perubahan hidup itulah
merupakan sukacita Natal yang kita bawa dalam kehidupan biasa/sehari-hari
yang disimbolkan dengan dibongkarnya hiasan-hasan Natal. Karena itu, dalam
penanggalan liturgi kita memasuki masa biasa setelah Hari Raya Penampakan
Tuhan (Epifani). Tuhan memberkati!