Anda di halaman 1dari 27

1.

Manusia, pada hakikatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, menurut kisah yang
diterangkan dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Quran, bahwa Allah menciptakan manusia
berikut dengan tugas-tugas mulia yang diembanya. Islam menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan
manusia berasal dari tanah, kemudian menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi
makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan memiliki berbagai kemampuan. Allah SWT sudah
menciptakan manusia ahsanu taqwim, yaitu sebaik-baik cipta dan menundukkan alam beserta isinya
bagi manusia agar manusia dapat memelihara dan mengelola serta melestarikan kelangsungan hidup di
alam semesta ini.

2.Agama Islam adalah agama Allah, dari Allah dan milik Allah. Diamanatkan kepada seluruh umat
manusia pengikut dari utusan Allah. Mulai dari zaman Nabi Adam, hingga Nabi Isa agama Allah adalah
agama Tauhid yaitu Islam, walaupun sekarang agama Yahudi itu telah diklaim agama yang dibawa oleh
Musa kemudian Kristen diklaim sebagai ajaran Nabi Isa. Padahal sesungguhnya ajaran yang dibawa oleh
Nabi Musa dan Nabi Isa untuk masalah akidah adalah sama, sama-sama mengesakan .Jadi, makna Islam
secara khusus sebagai agama penyempurna yang diamanatkan untuk para pengikut Nabi Muhammad
SAW. Agama Islam berasal dari kata-kata:

"salam"yang berarti damai dan aman

"sala mah" yang berarti selamat

istilah islaam itu sendiri berarti suatu penyerahan diri secara totalitas hanyakepada Allah SWT agar
memperoleh ridho dari Nya dengan mentaati da mematuhi semua perintah dan semua larangan-Nya.
Islam terdiri atas aqidah dan syariat, aqidah/kepercayaan (ilmunya), syariat peribadatan dan syariat
akhlak dan muamalah

3.Arti Allah Maha Esa atau Al Ahad:

Keesaan Allah SWT dalam Dzat-Nya, maknanya adalah tidak ada dzat yang menyerupai Dzat Allah ta'ala.
Dzat Allah juga tidak tersusun dari bagian-bagian karena tarkib (tersusun) termasuk sifat-sifat makhluk,
Allah Mah Suci dari sifat-sifat makhluk.Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat
Maha Tinggi yang nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir,
dan Hakim bagi semesta alam.

4.Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang
dibawa oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah)
maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat
Muslim semuanya.Kata etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang artinya adat kebiasaan. Etika
merupakan istilah lain dari akhlak, tetapi memiliki perbedaan yang substansial, yaitu konsep akhlak
berasal dari pandangan agama terhadap tingkah laku manusia, sedangkan konsep etika berasal dari
pandangan tentang tingkah laku manusia dalam perspektif filsafat.Etika adalah tingkah laku manusia
yang ditransmisikan dari hasil pola pikir manusia. Dalam Ensiklopedi Winkler Prins dikatakan bahwa
etika merupakan bagian dari filsafat yang mengembangkan teori tentang tindakan dan alasan-alasan
diwujudkannya suatu tindakan dengan tujuan yang telah dirasionalisasi
Poespoprodja, seperti dikutip Masnur Muskich menyebutkan bahwa “Moral berasal dari bahasa latin
“Mores” yang berarti adat kebiasaan. Kata “Mores” bersinonim dengan mos, moris, manner, mores,
atau manners, morals.”Apabila moral diartikan sebagai tindakan baik atau buruk dengan ukuran adat,
konsep moral berhubungan pula dengan konsep adat yang dibagi pada dua macam adat, yaitu:

Adat Shahihah, yaitu adat yang merupakan moral masyarakat yang sudah lama dilaksanakan secara
turun temurun dari berbagai generasi, nilai-nilainya telah disepakati secara normatif dan tidak
bertentangan dengan ajaran-ajaran yang berasal dari agama Islam, yaitu Alquran dan As-Sunnah;

Adat fasidah, yaitu kebiasaan yang telah lama dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi bertentangan
dengan ajaran Islam, misalnya kebiasaan melakukan kemusyrikan, yaitu memberi sesajen di atas
kuburan setiap malam Selasa atau Jumat. Seluruh kebiasaan yang mengandung kemusyrikan
dikategorikan sebagai adat yang fasidah , atau adat yang rusak

Kata akhlaq berasal dari bahasa Arab, yakni jama’ dari “khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat, tata krama, sopan santun, adab, dan tindakan. Kata akhlak juga berasal dari
kata khalaqa atau khalaqun artinya kejadian, serta erat hubungan dengan “Khaliq” yang artinya
menciptakan, tindakan, atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata al-khaliq yang artinya pencipta dan
makhluq yang artinya diciptakan.1Secara linguistis, kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu isim
masdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi
majid af’ala yuf’ilu if’alan yang berarti alsajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar),
al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan ad-din (agama). Kata akhlaq juga
isim masdar dari kata akhlaqa, yaitu ikhlak. Berkenaan dengan ini, timbul pendapat bahwa secara
linguistis, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata.
Dalam pengertian umum, akhlak dapat dipadankan dengan etika atau nilai moral.

5.Akhlak adalah tingkah laku yang dilakukan berulang kali. Akhlak dalam bahasa Arab berasal dari kata
khuluk yang berarti tingkah laku, perangai, atau tabiat. Secara terminologi, akhlak adalah tingkah laku
seseorang yang didorong oleh sesuatu keinginan secara mendasar untuk melakukan suatu perbuatan.

Semua definisi akhlak secara subtansi tampak saling melengkapi, dengan lima ciri akhlak, yaitu sebagai
berikut.

Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi
kepribadiannya.

Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat
melakukan perbuatan, orang yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau
gila

Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa paksaan atau
tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan
keputusan yang bersangkutan.
Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara, perbuatan yang dilakukan ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan pujian

6.Tasawuf adalah ilmu dalam agama Islam yang berfokus menjauhi hal-hal duniawi. Istilah tasawuf
berasal dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa – yatashowwafu - tashowwuf” mengandung makna
(menjadi) berbulu yang banyak, yakni menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas
pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol.

Ilmu tasawuf merupakan salah satu daripada cabang ilmu agama Islam yang utama yakni ilmu Tauhid
(Ushuluddin) dan ilmu Fiqih. Jika dalam ilmu Tauhid mempelajari mengenail I’tiqad (kepercayaan)
seperti I’tiqad (kepercayaan) mengenai hal Ketuhanan, kerasulan, hari akhir, ketentuan qadla’ dan qadar
Allah  dan sebagainya, dan ilmu Fiqih tentang hal-hal yang berkaitan dengan ibadah yang bersifat lahir,
maka ilmu Tasawuf  ini membahas mengenai hal yang berkaitan dengan akhlak, amalan ibadah, budi
pekerti, taubat, sabar, dan lain-lainnya.

Ilmu tasawuf dikenal juga dengan sebutan ilmu sufisme. Singkatnya, ilmu tasawuf atau sufisme ini ialah
ilmu yang mempelajari atau mengetahu bagaimana cara untuk mensucikan jiwa, membangun akhlaq
yang baik dan benar secara lahir dan bathin, serta demi memperoleh kebahagian yang kekal.

Dasar – Dasar Tasawwuf

Sesuai kesepakatan para alim ulama dan para pengkaji ilmu tasawuf,  menyatakan bahwa dasar
daripada ilmu tasawuf ialah zuhud; yakni merupakan implimentasi atau penerapan daripada nash-
nash Al-Qur’an dan hadist, yang berlandaskan kepada akhirat dan usaha untuk menjauhkan diripada
kesenangan dunia yang berlebihan agar terbentuk diri yang suci dan bertawakkal kepada Allah SWT,
mengharap ridha serta takut kepada ancaman dan larangan Allah.

Firman Allah SWT yang dijadikan sebagai landasan kezuhudan dalam kehidupan dunia, yakni (yang
artinya): “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu
baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (Q. S. Asy-Syuura : 20).

Firman Allah yang memerintahkan kepada orang-orang beriman agar selalu menyiapkan bekal amal
ibadah untuk akhirat, yang artinya: yang Artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q. S. Al-Hadid:
20).

Firman Allah SWT berkaitan dengan kewajiban seorang mukmin untuk selalu bertawakkal kepada Allah,
yang artinya: “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu.” (Q. S. Ath-Thalaq: 3).

Firman Allah yang berkaitan dengan rasa takut dan hanya berharap kepada-Nya; yang artinya;
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh
rasa takut dan harap. Maksud dari perkataan Allah Swt : “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya”
adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam.” (Q. S.
As-Sajadah : 16). Adapun yang dimaksud dengan “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” ialah
mereka yang tidak tidur pada waktu dimana biasanya orang lain telah terlelap, yakni untuk
melaksanakan ibadah atau shalat malam.

7.Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dia memerlukan interaksi dengan orang
lain atau hidup bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dikutip dari mui.or.id bahwa Islam telah memberikan tuntunan mengenai hidup bermasyarakat, atau
cara bergaul dengan orang lain.

Di dalamnya terdapat etika bertetangga, adab bertamu dan menjadi tuan rumah, menjalin hubungan
persaudaraan, hingga mengenai pergaulan antar sesama manusia secara baik telah dijelaskan Islam.
Berikut ini sejumlah prinsip etika hidup bermasyarakat:

• Etika bertetangga

Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa ayat 36:


‫هّٰللا‬
‫ب َوا ْب ِن‬ ِ ‫ب بِ ْال َج ۢ ْن‬ ِ ُ‫ار ْال ُجن‬
ِ ‫ب َوالصَّا ِح‬ ِ ‫ار ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْال َج‬ ِ ‫َوا ْعبُدُوا َ َواَل تُ ْش ِر ُكوْ ا بِ ٖه َش ْيـًٔا َّوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن اِحْ َسانًا َّوبِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِكي ِْن َو ْال َج‬
‫َت اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ َم ْن َكانَ ُم ْختَااًل فَ ُخوْ ر ًۙا‬
ْ ‫“ال َّسبِ ْي ۙ ِل َو َما َملَك‬Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan
membanggakan diri.”

Quraish Shihab menjelaskan dalam Tafsir al-Misbah bahwa berbuat baik dalam ayat tersebut ditunjukan
kepada kedua orang tua, kerabat dekat, anak yatim (belum dewasa), orang miskin, tetangga (baik dekat
maupun jauh), teman sejawat,ibnu Sabil (anak-anak jalanan dan orang yang habis bekalnya saat dalam
perjalanan), dan hamba sahaya.

Berdasarkan ayat dan hadits di atas dapat ditarik pesan penting bahwa pentingnya peran rukun
tetangga.Hal tersebut merupakan alat dan sarana untuk saling kenal dan saling bantu, serta saling
kontrol dalam menjalin komunikasi dengan tetangga.Lebih dari itu fungsi dari rukun tetangga yaitu
untuk pengamanan bagi penduduk dan warga yang tinggal di daerah tersebut, baik yang menyangkut
pengamanan harta, jiwa, dan raga masyarakat.

• Etika bertamu
Selain mengatur adab bertetangga, Islam juga memberikan tuntunan bagaimana bertamu dengan baik.
Firman Allah SWT dalam surat Al Hijr ayat 68: ‫ضحُوْ ۙ ِن‬ َ ‫ال اِ َّن ٰهُٓؤاَل ۤ ِء‬
َ ‫ض ْيفِ ْي فَاَل تَ ْف‬ َ َ‫“ق‬Dia (Luth) berkata,
“Sesungguhnya mereka adalah tamuku, maka jangan kamu mempermalukan aku.”

Lafazh dhaifi (tamuku) pada ayat di atas yang berarti tamu-tamu dalam bentuk mashdar atau kata
jadian. Karenanya, ia bisa diartikan tunggal ataupun jamak.

Penekanan Nabi Luth dengan menyebut lafaz tamu sambil menunjuk bahwa tamu-tamu tersebut
merupakan orang-orang yang berkunjung kepadanya yang harus dihormati.

Oleh sebab itu, begitu seharusnya pelayanan terhadap yang bertamu dan bahwa beliau memberikan
contoh rasa tanggung jawab kepada tamu, karena mereka berkunjung untuk menemui beliau.

Pendapat tersebut diperkuat dengan hadits Nabi SAW agat hidup bertetangga dengan baik. Yaitu sabda
Nabi berikut ini:

َ ‫اآلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم َج‬


ُ‫اره‬ ِ ‫" َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللاِ َو ْاليَوْ ِم‬

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah memuliakan tetangganya.”
(HR Bukhari)

Ayat di atas diperkuat dengan hadits Nabi mengenai ciri orang beriman yaitu dengan memuliakan
tamunya

َ ‫اآلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬


.ُ‫ض ْيفَه‬ ِ ‫َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم‬

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah memuliakan tamunya.” (HR
Muslim)

Hak tamu dan tuan rumah

Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan Abu Hurairah RA mengenai sejumlah
peraturan yang harus dijalankan tamu dan tuan rumah

. ‫ت َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم َجا َرهُ َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر‬
ْ ‫اآلخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا َأوْ لِيَصْ ُم‬
ِ ‫َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم‬
ْ
َ ‫فَليُ ْك ِر ْم‬
ُ‫ض ْيفَه‬

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir harus berkata baik atau diam saja dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka memuliakanlah tetangganya; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka memuliakanlah tamunya.” (HR Bukhari dan
Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, menyambut kedatangan tamu lalu menyalaminya dengan “hangat” dan
menahan diri supaya tidak menunjukkan sikap “dingin” merupakan salah satu cara untuk memuliakan
tamu yang harus ditunjukan oleh tuan rumah.
Tuan rumah melanjutkan dengan beramah tamah, menyiapkan makan dan tempat istirahat bagi
tamunya. Sebagaimana yang dicontohka Rasulullah sebaiknya menyuguhi tamu dengan hidangan yang
lezat serta ikut makan bersama dengan tamunya dalam satu meja.

Hal ini menjadi sebab turunnya rahmat Allah karena makan bersama tersebut. Rasulullah bersabda:

:‫ُكلُوْ ا َج ِم ْيعًا َوالَ تَفَ َّرقُوْ ا فَِإ َّن ْالبَ َر َكةَ َم َع ْال َج َما َع ِة‬

“Makanlah bersama-sama dan jangan terpisah, sebab rahmat Allah ada dalam kebersamaan.” (HR Ibnu
Majah)

• Etika dalam Pergaulan

Nabi mengibaratkan pergaulan merupakan cerminan dari sesorang, hal ini tertuang dalam sabdanya
yang diriwayatkan Imam Muslim pada Shahih Muslim hadits nomor 4762:

:  ً‫ك َوِإ َّما َأ ْن تَ ْبتَا َع ِم ْنهُ َوِإ َّما َأ ْن ت َِج َد ِم ْنهُ ِريحًا طَيِّبَة‬ َ َ‫ْك ِإ َّما َأ ْن يُحْ ِذي‬
ِ ‫ير فَ َحا ِم ُل ْال ِمس‬
ِ ‫خ ْال ِك‬ ِ ‫يس السَّوْ ِء ك ََحا ِم ِل ْال ِمس‬
ِ ِ‫ْك َونَاف‬ ِ ِ‫ح َو ْال َجل‬ ِ ِ‫َمثَ ُل ْال َجل‬
ِ ِ‫يس الصَّال‬
‫َأ‬
ً‫ك َوِإ َّما ْن تَ ِج َد ِريحًا خَ بِيثَة‬ َ َ‫ق ثِيَاب‬ ‫َأ‬
َ ‫ير ِإ َّما ْن يُحْ ِر‬ ْ
ِ ‫َونَافِ ُخ ال ِك‬

Dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi SAW beliau bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan teman
dekat yang baik dan teman dekat yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai
besi. Seorang penjual minyak wangi terkadang mengoleskan wanginya kepada kamu dan terkadang
kamu membelinya sebagian atau kamu dapat mencium semerbak harumnya minyak wangi itu.
Sementara tukang pandai besi adakalanya ia membakar pakaian kamu ataupun kamu akan menciumi
baunya yang tidak sedap.”

Hadits di atas memerintahkan untuk sebaik mungkin memilih teman agar tidak salah pergaulan.
Tatakrama yang diatur sedemikian rupa merupakan pedoman pergaulan antara manusia.

Berakhlak mulia terhadap orang tua, anak-anak, tetangga dan saudara seiman, bahkan masyarakat
lainnya, seperti anak yatim, orang miskin dan sanak saudara.

8.Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia
yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi,
simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal
usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang
memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan,
ada sekitar 4.200 agama di dunia.

Berbagai macam simbol agama

Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang
merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat
mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival,
pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat
layanan atau aspek lain dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.

Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan atau kadang-
kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan
pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosial" Émile Durkheim juga mengatakan bahwa
agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan
dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia
adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada
keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki . Beberapa orang
mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari
apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi
unsur sinkretisme.

Etimologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa
Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi".. Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang
berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali".
Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio,
awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-
hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" ( kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti "
ketekunan " ). Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan
India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang
disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".

Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka mungkin
menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk
mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang
diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri
dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis.
Medieval Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal atau
"hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan.

Tidak ada setara yang tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara
jelas antara, identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah "halakha" ,
kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu praktik keagamaan dan keyakinan dan
banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan pada
sejarah tertentu dan kosakata.

9.Perekonomian dalam Islam

Pengertian Ekonomi Islam

Beberapa pengertian tentang hakikat ekonomi Islam yang dikemukaan oleh beberapa ahli ekonomi
islam, yaitu:

a. Menurut M. Akram Khan bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang
kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar kerja
sama dan partisipasi. Definisi yang dikemukakan Akram Khan ini memberikan dimensi normatif
(kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat) serta dimensi positif (mengorganisir sumber daya alam). Ilmu
ekonomi Islam adalah Ilmu normatif karena ia terikat oleh norma-norma yang telah ada dalam ajaran
dan sejarah masyarakat Islam. Ia juga merupakan ilmu positif karena dalam beberapa hal, ia telah
menjadi panutan masyarakat Islam.

b. Menurut Muhammad Abdul Mannan bahwa ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalahmasalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

c. Menurut M. Umer Chapra bahwa ilmu ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu
upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang
berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau
tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidak seimbangan lingkungan.

d. Menurut Kursyid Ahmad bahwa ilmu ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk
memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif
Islam.2

Ekonomi Islam dapat juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
diatur oleh Islam dengan landasan Alqur’an dan Sunah.

Ruang lingkup Ekonomi Islam

Ruang lingkup ekonomi Islam meliputi pembahasan atas berbagai perilaku manusia yang sadar dan
berusaha mencapai falah. Falah dapat diartikan sebagai suatu kebahagiaan atau kesejahteraan di dunia
dan di akhirat. Dalam hal ini, perilaku ekonomi meliputi solusi yang diberikan atas tiga permasalahan
dasar ekonomi, yaitu konsumsi, produksi, dan distrbusi. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu
kesatuan untuk mewujudkan kemaslahatan dalam kehidupan. Kegiatan konsumsi, produksi, dan
distribusi harus menuju pada satu tujuan yang sama yaitu mencapai maslahah yang maksimum bagi
umat manusia. Konsumsi harus berorientasi pada maslahah maksimum sehingga tetap terjaga
keseimbangan antar aspek kehidupan. Produksi dilakukan secara efisien dan adil sehingga sumber daya
yang tersedia dapat mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia. Sedangkan distribusi sumber daya
dan output harus dilakukan secara adil dan merata sehingga memungkinkan setiap individu untuk
memiliki peluang mewujudkan maslahah bagi kehidupanya. Jika ketiga hal tersebut benar-benar
diperhatikan dan selalu berusaha mewujudkan maslahah dalam berbagai aspek, maka kehidupan
manusia akan bahagia dan sejahtera di dunia dan di akhirat (falah).

Tujuan Ekonomi Islam

Tujuan Ekonomi Islam atau sering juga disebut sebagai Ekonomi Syariah adalah untuk memberikan
keselarasan bagi kehidupan dunia, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bukan semata-mata untuk
segolongan manusia, melainkan untuk seluruh makhluk yang berada di bumi. Sasaran utama ekonomi
Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Bahkan ekonomi Islam
menjadi rahmat bagi seluruh alam karena sifatnya yang tidak terbatas.Menurut Nik Mustafa dalam Eko
Suprayitno Islam berorientasi pada tujuan. Prinsip-prinsip yang mengarahkan pengorganisasian
kegiatan-kegiatan ekonomi pada tingkat individu dan kolektif bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan
menyeluruh dalam tata sosial Islam. Secara umum tujuan-tujuan itu adalah:

Menyediakan dan menciptakan peluang yang sama dan luas bagi semua orang untuk berperan serta
dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Peran serta individu dalam kegiatan ekonomi merupakan tanggung
jawab keagamaan, setiap orang diharuskan menyediakan ataupun menopang setidaknya kebutuhannya
sendiri dan keluarganya yang bergantung padanya. Bekerja efisien dan produktif merupakan tindakan
terpuji, oleh Karena itu semua makhluk hidup di ciptakan untuk manusia, dan hanya untuk manusia,
kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia sebagai kewajiban agama sangat
ditekankan bagi kaum muslim. Di tingkat kolektif, pendekatan ini mendorong semua orang untuk
bekerja aktif dalam kehidupan ekonomi dan mencegah mereka dari berbuat semaunya. Islam yakin
bahwa kerja sama ekonomi adalah kunci sukses. Efisiensi dan kemajuan ekonomi dapat dicapai dalam
suatu lingkungan yang membuat setiap orang bekerja secara serasi. Dengan demikian, sistem ini
menuntut agar semua usaha ekonomi diselenggarakan dan dikembangkan dengan semangat ini.

Memberantas kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuhankebutuhan dasar bagi semua individu
masyarakat. Kemiskinan bukan hanya merupakan penyakit ekonomi, tapi juga mempengaruhi
spiritualisme individu. Islam menomor satukan pemberantasan kemiskinan. Pendekatan yang
ditawarkan Islam dalam memerangi kemiskinan adalah dengan merangsang dan membantu setiap orang
untuk berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan ekonomi. masyarakat dan penguasa akan
bertindak memberikan pertolongan jika semua peluang telah dikuasai oleh segelintir individu-individu
tertentu. Islam tidak mendorong pemecahan masalah melalui tindakan jangka pendek seperti
pemberian uang atau barang, sebaliknya, Ia sangat menekankan pentingnya kemandirian setiap orang
melalui partisipasi dalam peluang-peluang ekonomi.

Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.


Stabilitas ekonomi dalam kerangka Islam menunjukkan pada pencapaian stabilitas harga dan tiadanya
pengangguran. Kedua tujuan ini berbeda dalam wilayah keadilan ekonomi. Tercapainya tujuan-tujuan ini
akan memberi sumbangan besar bagi pertumbuhan ekonomi dan akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan ekonomi.
Sumber Ilmu Ekonomi Islam

Prinsip-prinsip ekonomi Islam dipandu oleh sumber berikut:

Al-Quran

b. Sunnah Rasul

c. Hukum Islam dan Metodologinya

d. Sejarah Masyarakat Islam

e. Data yang berhubungan dengan kehidupan ekonomi

10.Pengertian ekonomi syariah

Mengutip buku Ekonomi Syariah oleh Yoyok Prasetyo, pengertian ekonomi syariah sama dengan
ekonomi Islam, yang membedakan hanya perspektif setiap pakar yang mendefinisikannya.

Menurut Yusuf Qardhawi, pengertian ekonomi syariah adaah ekonomi yang berdasarkan pada
ketuhanan dengan tujuan akhirnya kepada Tuhan dan memanfaatkan sarana yang tidak lepas dari
syariat Tuhan.

Menurut Monzer Kahf, pengertian ekonomi syariah adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat
interdisipliner. Artinya, ekonomi syariah tidak dapat berdiri sendiri dan perlu penguasaan yang baik dan
mendalam terhadap ilmu-ilmu pendukungnya.

Menurut M.A Mannan, pengertian ekonomi syariah adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajarai masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

Sementara menurut Umar Chapra, pengertian ekonomi syariah adalah cabang ilmu pengetahuan yang
membantu manusia mewujudkan kesejahteraan melalui alokasi dan distribusi berbagai sumber daya
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Secara umum, pengertian ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang menerapkan ajaran Al-Quran
dan hadis atau syariat Islam dalam kegiatannya. 

Karakteristik ekonomi syariah

Karakteristik ekonomi syariah adalah ciri khas yang membedakannya dengan ekonomi lain seperti
ekonomi kapitalis dan sosialis. Seperti diketahui, ekonomi syariah merujuk pada Al-Quran dan hadis di
mana hal ini tidak dipahami pada sistem ekonomi konvensional.
Para ahli memiliki penjelasan yang berbeda mengenai karakteristik ekonomi syariah. Berikut
karakteristik ekonomi syariah yang didefinisikan oleh para ahli, yaitu:

• Ekonomi ketuhanan. Artinya, bersumber dari wahyu Allah dalam bentuk syariat Islam.

• Ekonomi pertengahan. Meski bersumber dari Allah, ekonomi syariah juga menekankan pada
kesejahteraan manusia. Jadi, ekonomi syariah berpandangan bahwa hak individu harus seimbang
dengan dunia dan akhirat.

• Ekonomi berkeadilan. Artinya, ekonomi syariah sangat memperhatikan aspek keadilan bagi semua
pihak.

Prinsip dasar ekonomi Syariah

Mengutip situs resmi Bank Indonesia, dalam mengembangkan sistem ekonomi syariah, Islam memegang
teguh prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah. Prinsip ini dijabarkan sebagai berikut:

• Membayarkan zakat ke orang yang membutuhkan, agar roda perekonomian berputar karena harta
yang mengendap disalurkan ke orang miskin untuk menghasilkan aktivitas ekonomi yang produktif.

• Melarang riba dalam kegiatannya. Misalnya, saat menyimpan atau meminjam uang di bank syariah
tidak akan dikenakan bunga. Sebab, ekonomi syariah mengganggap uang hanya bisa didapat dan
mendatangkan hasil dari kegiatan sektor riil.

• Bertransaksi produktif dan berbagi hasil. Ekonomi syariah sangat menjunjung keadilan dan


menekankan bagi hasil dan risiko.

• Transaksi keuangan hanya terkait sektor riil, untuk menghindari financial bubble yang kerap terjadi
pada ekonomi konvensional.

• Partisipasi sosial untuk kepentingan publik. Hal ini sesuai dengan nilai ekonomi Islam di mana tujuan
sosial diupayakan secara maksimal dengan menyalurkans sebagian harta untuk kepentingan bersama.

• Bertransaksi atas dasar kerjasama dan keadilan untuk semua pihak. Setiap transaksi, khususnya
perdagangan dan pertukaran harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan syariat Islam.

Kesimpulannya, ekonomi syariah merujuk pada Al-Quran dan hadis. Sehingga pengertian ekonomi
syariah adalah sistem ekonomi yang menerapkan ajaran Al-Quran dan hadis dalam kegiatannya. 

Prinsip dan Konsep Dasar Perbankan Syariah

a.    Prinsip-prinsip Dasar Syariah


Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan Prinsip-Prinsip Syariah. Implementasi prinsip
syariah inilah yang menjadi pembeda utama dengan bank konvensional.  Pada intinya prinsip  syariah
tersebut mengacu kepada syariah Islam yang berpedoman utama kepada Al Quran dan Hadist.Islam
sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan
universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun dalam hubungan
sesama manusia (Hablumminannas).

Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu :

Aqidah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan
Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka
bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari
Allah.

Syariah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang
ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan
aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai
bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah
maliyah

Akhlaq : landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang
taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki
akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan "Tidaklah sekiranya Aku diutus kecuali
untuk menjadikan akhlaqul karimah"

Cukup banyak tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang antara lain secara
garis besar adalah sebagai berikut:

• Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian
termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat.
Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, sehingga
tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi (gharar)
sehingga yang ada adalah bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang
untuk menukar dengan barang.

• Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah
sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi
mereka yang mempunyai harta yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih besar dibanding
jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia dibumi
sebagai khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung
didalam bumi dan tugas manusia untuk menjadikannya sebesa-besar kemakmuran dan kesejahteraan
manusia.
• Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan waJib dlakukan sehingga tidak seorangpun tanpa
bekerja - yang berarti siap menghadapi resiko – dapat memperoleh keuntungan atau
manfaat(bandingkan dengan perolehan bunga bank dari deposito yang bersifat tetap dan hampir tanpa
resiko).

• Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara
transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun.

• Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat
tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi akuntansi dan notaris).

• Zakat sebagai instrumen untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang merupakan hak orang
lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk mengeluarkan
infaq dan shodaqah sebagai manifestasi dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangi
kemiskinan.

• Sesungguhnya telah menjadi kesepakatan ulama, ahli fikih dan Islamic banker dikalangan dunia Islam
yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan

Dalam operasionalnya, perbankan syariah harus selalu dalam koridor-koridorprinsip-prinsip sebagai


berikut:

Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing
pihak

Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga
keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan

Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan
berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya

Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai
dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Prinsip-Prinsipsyariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah kegiatan yang
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

• Maisir:  Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh


keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik
perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang
dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam, sebagaimana yang
disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar,
maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS Al-Maaidah : 90)
Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika melakukan perjudian
seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang
beruntung ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya.
Sedangkan ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar. Perjudian
tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan
Islam.

• Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut istilah gharar berarti seduatu yang


mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Setiap transaksi yang masih belum jelas
barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya
membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan
induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar.  Pelarangan ghararkarena memberikan efek
negative dalam kehidupan karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara bathil.
Ayat dan hadits yang melarang gharar diantaranya :"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (Al-Baqarah : 188)

• Riba:  Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau peningkatan.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal
secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda.
Sangatlah penting bagi kita sejak awal pembahasan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapat di antara
umat Muslim mengenai pengharaman Riba dan bahwa semua mazhab Muslim berpendapat keterlibatan
dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan sumber utama syariah,
yaitu Al-Qur'an dan Sunah benar-benar mengutuk riba. Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan
makna dari riba atau apa saja yang merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian aktivitas-aktivitas
perekonomian dengan ajaran Syariah.

Ada banyak ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang keharaman riba, diantaranya:

• Surat Al-Baqarah, ayat 275:

Orang-orang yang makan (mengambil) RIBA' tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan RIBA', padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan RIBA'. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil RIBA'), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Alloh. Orang yang
kembali (mengambil RIBA'), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.

• Surat An-Nisa, ayat 161:


Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya dan karena
mereka memakan harta orang dengan cara yang tidak sah (bathil). Kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir diantara mereka azab yang pedih.

• Surat Ali 'Imran, ayat 130:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

• Surat Ar-Rum, ayat 39:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu
tidak menambah pada sisi Allah.

11.Shalat

Pengertian Shalat

Dalam mendefinisikan tentang arti kata shalat, Imam Rafi’i mendefinisikan bahwa shalat dari segi bahasa
berarti do’a, dan menurut istilah syara’ berarti ucapan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan
diakhiri/ditutup denngan salam, dengan syarat tertentu.Kemudian shalat diartikan sebagai suatu ibadah
yang meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan
salam (taslim). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan shalat
adalah suatu pekerjaan yang diniati ibadah dengan berdasarkan syaratsyarat yang telah ditentukan yang
dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam.

Shalat menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan shalat merupakan menifestasi
penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah SWT.Dari sini maka, shalat dapat menjadi media
permohonan, pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam
perjalanan hidupnya.

Di samping shalat wajib yang harus dikerjakan, baik dalam keadaan dan kondidi apapun, diwaktu sehat
maupun sakit, hal itu tidak boleh ditinggalkan, meskipun dengan kesanggupan yang ada dalam
menunaikannya, maka disyariatkan pula menunaikan shalat sunah sebagai nilai tambah dari shalat
wajib.

b. Dasar Hukum Perintah Sholat dalam Al-Quran

Dalam surat Al Baqarah ayat 43 Allah SWT menyeru hamba-Nya untuk melaksanakan sholat dan zakat.
Dia berfirman:

َ‫َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع الرَّا ِك ِع ْين‬

Artinya: "Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk." (QS. Al
Baqarah: 43)

Kewajiban Sholat Lima Waktu


Sholat merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman. Adapun, waktu sholat yang diwajibkan
telah ditentukan berdasarkan ketentuan syara' yaitu sebanyak lima kali dalam sehari atau sering disebut
sholat lima waktu. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An Nisa ayat 103 sebagai berikut:

ْ ‫اِ َّن الص َّٰلوةَ كَان‬


‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا‬

Artinya: "Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." (QS. An Nisa: 103)

Ketentuan mengenai sholat lima waktu memang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al Quran.
Namun, berdasarkan ayat di atas, kewajiban sholat telah ditentukan waktunya sendiri. Adapun, detail
waktu pelaksanaan sholat dijelaskan dalam hadits yang bersumber dari Rasulullah SAW.

sebab turunnya kewajiban sholat lima waktu bermula ketika nabi Muhammad SAW melakukan Isra
Mi'raj, sebuah perjalanan suci sehari semalam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dilanjutkan menuju
Sidratul Muntaha.

Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab di tahun ke-8 kenabian nabi Muhammad SAW. Beliau kemudian
menerima perintah untuk mengerjakan sholat wajib 5 kali dalam sehari semalam atau sebanyak 17
rakaat.

Perjalanan ini diceritakan dalam Al Quran pada surat Al Isra ayat 1.

ِ َ‫صا الَّ ِذيْ ٰب َر ْكنَا َحوْ لَهٗ لِنُ ِريَهٗ ِم ْن ٰا ٰيتِن َۗا اِنَّهٗ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْالب‬
‫ص ْي ُر‬ َ ‫ُسب ْٰحنَ الَّ ِذيْٓ اَس ْٰرى بِ َع ْب ِد ٖه لَ ْياًل ِّمنَ ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام اِلَى ْال َمس ِْج ِد ااْل َ ْق‬

Artinya: "Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Al
Isra: 1)

Sebelum menerima perintah untuk mengerjakan sholat lima waktu dalam sehari, dikisahkan bahwa
Rasulullah sempat diperintahkan untuk mengerjakan sholat sebanyak 50 sholat dalam sehari semalam.
Dalam perjalannya menuju Sidratul Muntaha, Rasulullah bertemu dengan beberapa nabi. Antara lain
nabi Adam AS di langit pertama, nabi Isa AS dan nabi Yahya AS di langit kedua, nabi Yusuf AS di langit
ketiga, nabi Idris AS di langit keempat, nabi Harun AS di langit kelima, nabi Musa AS di langit keenam,
dan nabi Ibrahim AS di langit ketujuh.

Setelah bertemu dan berdialog dengan para nabi di setiap lapisan langitnya, akhirnya Allah SWT
memberikan keringanan sholat menjadi 5 sholat sehari semalam. Peristiwa ini dijelaskan dalam hadits
shahih Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

‫صالَةً فَلَ ْم َأ َزلْ ُأ َرا ِج ُعهُ وَأ ْسَألهُُ ُالتَّ ْخفِ ْيفَ َحتّى َج َعلَهَا َخ ْم ًساـ فِ ْى ُك ِّل يَوْ ٍم ولَ ْيلَ ٍة‬
َ َ‫َّض هللاُ على ُأ َّمتِى لَ ْيلَةَ اِإل س َْرا ِء خَ ْم ِس ْين‬
َ ‫فَر‬

Artinya: "Allah SWT pada malam Isra' mewajibkan atas umatku lima puluh solat, kemudian aku terus-
menerus kembali kepada Allah SWT dan memohon keringan sehingga Allah SWT menjadikannya
menjadi lima sholat sehari semalam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil-dalil Sholat dalam Al Quran

Berikut 10 dalil-dalil sholat dalam Al Quran:

1. Surat Al Isra Ayat 78

‫ق اللَّ ْي ِل َوقُرْ آنَ ْالفَجْ ِر ۖ ِإ َّن قُرْ آنَ ْالفَجْ ِر َكانَ َم ْشهُودًا‬ َّ ‫َأقِ ِم ال‬
ِ ُ‫صاَل ةَ لِ ُدل‬
ِ ‫وك ال َّش ْم‬
ِ ‫س ِإلَ ٰى َغ َس‬

Artinya: "Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula
sholat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (QS. Al-Isra: 78).

2. Surat Hud Ayat 114

َ ِ‫ت ۚ ٰ َذل‬
َّ ِ‫ك ِذ ْك َر ٰى ل‬
َ‫لذا ِك ِرين‬ ِ ‫ت ي ُْذ ِه ْبنَ ال َّسيَِّئا‬
ِ ‫ار َو ُزلَفًا ِمنَ اللَّ ْي ِل ۚ ِإ َّن ْال َح َسنَا‬ َّ ‫َوَأقِ ِم ال‬
ِ َ‫صاَل ةَ طَ َرفَ ِي النَّه‬

Artinya: "Dan dirikanlah sholat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian
permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (QS Hud: 114).

3. Surat An Nisa Ayat 103

ْ ‫اِ َّن الص َّٰلوةَ كَان‬


‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا‬

Artinya: "Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." (QS. An Nisa: 103)

4. Surat Al Baqarah Ayat 43

َ‫َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع الرَّا ِك ِع ْين‬

Artinya: "Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk." (QS. Al
Baqarah: 43)

5. Surat Al Baqarah Ayat 45

َ‫صب ِْر َوالص َّٰلو ِة ۗ َواِنَّهَا لَ َكبِ ْي َرةٌ اِاَّل َعلَى ْال ٰخ ِش ِع ْي ۙن‬
َّ ‫َوا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال‬

Artinya: "Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk," (QS. Al Baqarah: 45)

6. Surat Al Baqarah Ayat 110

ِ َ‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّزكَاةَ ۚ َو َما تُقَ ِّد ُموا َأِل ْنفُ ِس ُك ْم ِم ْن َخي ٍْر ت َِجدُوهُ ِع ْن َد هَّللا ِ ۗ ِإ َّن هَّللا َ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
‫صي ٌر‬ َّ ‫َوَأقِي ُموا ال‬

Artinya: "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi
dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-
apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Baqarah: 110)

7. Surat Ar Rum Ayat 17-18


ْ ُ‫ض َو َع ِشيًّا َّو ِح ْينَ ت‬ ‫هّٰللا‬
١٨ - َ‫ظ ِهرُوْ ن‬ ِ ‫ َولَهُ ْال َح ْم ُد فِى السَّمٰ ٰو‬١٧ - َ‫فَ ُسب ْٰحنَ ِ ِح ْينَ تُ ْمسُوْ نَ َو ِح ْينَ تُصْ بِحُوْ ن‬
ِ ْ‫ت َوااْل َر‬

Artinya: "Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari (waktu subuh), dan segala
puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu zuhur (tengah hari)." (QS. Ar-Rum:
17-18)

8. Surat Az Zariyat Ayat 56

َ ‫ت ْٱل ِج َّن َوٱِإْل‬


‫نس ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."
(QS. Az Zariyat: 56)

9. Surat Al Hajj Ayat 78

ِ َّ‫ص ُموا بِاهَّلل ِ هُ َو َموْ اَل ُك ْم ۖ فَنِ ْع َم ْال َموْ لَ ٰى َونِ ْع َم الن‬
‫صي ُر‬ َّ ‫فََأقِي ُموا ال‬
ِ َ‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّزكَاةَ َوا ْعت‬

Artinya: "maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia
adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (QS. Al Hajj: 78)

10. Surat Al Bayyinah Ayat 5

‫ص ْينَ لَهُ ال ِّد ْينَ ەۙ ُحنَفَ ۤا َء َويُقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َويُْؤ تُوا ال َّز ٰكوةَ َو ٰذلِكَ ِديْنُ ْالقَيِّ َم ۗ ِة‬ ‫هّٰللا‬
ِ ِ‫َو َمٓا اُ ِمر ُْٓوا اِاَّل لِيَ ْعبُدُوا َ ُم ْخل‬

Artinya: "Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata
karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan sholat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus (benar)." (QS. Al Bayyinah: 5)

Dalil dalam Al-Quran tentang Ancaman bagi yang melalaikan sholat

Meninggalkan shalat adalah perkara yang teramat bahaya. Di dalam berbagai dalil disebutkan berbagai
ancaman yang sudah sepatutnya membuat seseorang khawatir jika sampai lalai memperhatikan rukun
Islam yang mulia ini. Tulisan kali ini akan mengutarakan bahaya meninggalkan shalat menurut dalil-dalil
Al Qur’an secara khusus.

Dalil Pertama

Firman Allah Ta’ala,

)35( َ‫َأفَنَجْ َع ُل ْال ُم ْسلِ ِمينَ ك َْال ُمجْ ِر ِمين‬

“Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa
(orang kafir) ?” (Q.S. Al Qalam [68] : 35)

hingga ayat,
َ ‫َاش َعةً َأب‬
( َ‫ْصا ُرهُ ْم تَرْ هَقُهُ ْم ِذلَّةٌ َوقَ ْد كَانُوا يُ ْدعَوْ نَ ِإلَى ال ُّسجُو ِد َوهُ ْم َسالِ ُمون‬ ٍ ‫يَوْ َم يُ ْكشَفُ ع َْن َسا‬
ِ ‫) خ‬42( َ‫ق َويُ ْدعَوْ نَ ِإلَى ال ُّسجُو ِد فَاَل يَ ْست َِطيعُون‬
)43

“Pada hari betis disingkapkandan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam
keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya
mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (Q.S. Al Qalam
[68] : 43)

Dari ayat di atas, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak menjadikan orang muslim seperti
orang mujrim (orang yang berbuat dosa). Tidaklah pantas menyamakan orang muslim dan
orang mujrim dilihat dari hikmah Allah dan hukum-Nya.

Kemudian Allah menyebutkan keadaan orang-orang mujrim yang merupakan lawan dari orang muslim.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Pada hari betis disingkapkan”. Yaitu mereka (orang-orang mujrim)
diajak untuk bersujud kepada Rabb mereka, namun antara mereka dan Allah terdapat penghalang.
Mereka tidak mampu bersujud sebagaimana orang-orang muslim sebagai hukuman karena mereka tidak
mau bersujud kepada-Nya bersama orang-orang yang shalat di dunia.

Maka hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang meninggalkan shalat akan bersama dengan orang
kafir dan munafik. Seandainya mereka adalah muslim, tentu mereka akan diizinkan untuk sujud
sebagaimana kaum muslimin diizinkan untuk sujud.

Dalil Kedua

Firman Allah Ta’ala,

‫) قَالُوا لَ ْم‬42( ‫) َما َسلَ َك ُك ْم فِي َسقَ َر‬41( َ‫) َع ِن ْال ُمجْ ِر ِمين‬40( َ‫ت يَتَ َسا َءلُون‬ ٍ ‫) فِي َجنَّا‬39( ‫ين‬ ِ ‫اب ْاليَ ِم‬
َ ‫) ِإاَّل َأصْ َح‬38( ٌ‫ت َر ِهينَة‬ ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬
ْ َ‫س بِ َما َك َسب‬
)47( ُ‫) َحتَّى َأتَانَا ْاليَقِين‬46( ‫) َو ُكنَّا نُ َك ِّذبُ بِيَوْ ِم الدِّي ِن‬45( َ‫ضين‬ ْ ُ‫ك ن‬
ِ ‫) َو ُكنَّا نَ ُخوضُ َم َع ْالخَاِئ‬44( َ‫ط ِع ُم ْال ِم ْس ِكين‬ ُ َ‫) َولَ ْم ن‬43( َ‫صلِّين‬َ ‫ك ِمنَ ْال ُم‬ ُ َ‫ن‬

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di
dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang
memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-
orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami
membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami
mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian”.” (QS. Al Mudatstsir [74] : 38-47)

Setiap orang yang memiliki sifat di atas atau seluruhnya berhak masuk dalam neraka saqor dan mereka
termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Pendalilan hal ini cukup jelas. Jika memang terkumpul
seluruh sifat di atas, tentu kekafiran dan hukumannya lebih keras. Dan jika hanya memiliki satu sifat saja
tetap juga mendapatkan hukuman.

Jadi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa tidaklah disiksa dalam saqor kecuali orang yang memiliki
seluruh sifat di atas. Akan tetapi yang tepat adalah setiap sifat di atas patut termasuk orang mujrim
(yang berbuat dosa). Dan Allah Ta’ala telah menjadikan orang-orang mujrim sebagai lawan dari orang
beriman. Oleh karena itu, orang yang meninggalkan shalat termasuk orang mujrim yang berhak masuk
ke neraka saqor. Allah Ta’ala berfirman,

)48( ‫ار َعلَى ُوجُو ِه ِه ْم ُذوقُوا َمسَّ َسقَ َر‬


ِ َّ‫) يَوْ َم يُ ْس َحبُونَ فِي الن‬47( ‫ُر‬ َ ‫ِإ َّن ْال ُمجْ ِر ِمينَ فِي‬
ٍ ‫ضاَل ٍل َو ُسع‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mujrim (bedosa) berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka.
(Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka):
“Rasakanlah sentuhan api neraka!”.” (QS. Al Qomar [54] : 47-48)

)29( َ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ َأجْ َر ُموا كَانُوا ِمنَ الَّ ِذينَ َآ َمنُوا يَضْ َح ُكون‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mujrim (berdosa), adalah mereka yang menertawakan orang-orang
yang beriman.” (QS. Al Muthaffifin [83] : 29). Dalam ayat ini, Allah menjadikan orang mujrim sebagai
lawan orang mukmin.

Dalil Ketiga

Firman Allah Ta’ala,

َ‫صاَل ةَ َوَآتُوا ال َّزكَاةَ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو َل لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬


َّ ‫َوَأقِي ُموا ال‬

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS.
An Nur [24] : 56)

Pada ayat di atas, Allah Ta’ala mengaitkan adanya rahmat bagi mereka dengan mengerjakan perkara-
perkara pada ayat tersebut. Seandainya orang yang meninggalkan shalat tidak dikatakan kafir dan tidak
kekal dalam neraka, tentu mereka akan mendapatkan rahmat tanpa mengerjakan shalat. Namun, dalam
ayat ini Allah menjadikan mereka bisa mendapatkan rahmat jika mereka mengerjakan shalat.

Dalil Keempat

Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫فَ َو ْي ٌل لِ ْل ُم‬
َ ‫) الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن‬4( َ‫صلِّين‬
)5( َ‫صاَل تِ ِه ْم َساهُون‬

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS.
Al Maa’un [107] : 4-5)

Sa’ad bin Abi Waqash, Masyruq bin Al Ajda’, dan selainnya mengatakan, ”Orang tersebut adalah orang
yang meninggalkannya sampai keluar waktunya.”

Ancaman ‘wa’il’ dalam Al Qur’an terkadang ditujukan pada orang kafir seperti pada ayat,

)7( َ‫) الَّ ِذينَ اَل يُْؤ تُونَ ال َّزكَاةَ َوهُ ْم بِاَآْل ِخ َر ِة هُ ْم كَافِرُون‬6( َ‫َو َو ْي ٌل لِ ْل ُم ْش ِر ِكين‬

“Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak
menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Fushshilat [41] : 6-7)
‫) َوِإ َذا َعلِ َم ِم ْن َآيَاتِنَا َش ْيًئا اتَّ َخ َذهَا هُ ُز ًوا‬8( ‫ب َألِ ٍيم‬
ٍ ‫ُصرُّ ُم ْستَ ْكبِرًا َكَأ ْن لَ ْم يَ ْس َم ْعهَا فَبَ ِّشرْ هُ بِ َع َذا‬ ِ ‫) يَ ْس َم ُع َآيَا‬7( ‫اك َأثِ ٍيم‬
ِ ‫ت هَّللا ِ تُ ْتلَى َعلَ ْي ِه ثُ َّم ي‬ ٍ َّ‫َو ْي ٌل لِ ُك ِّل َأف‬
)9( ‫ين‬ ٌ ‫ك لَهُ ْم َع َذابٌ ُم ِه‬ َ ‫ولَِئ‬ ‫ُأ‬

“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar
ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak
mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui
barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang
memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 7-9)

ٍ ‫َو َو ْي ٌل لِ ْلكَافِ ِرينَ ِم ْن َع َذا‬


)2( ‫ب َش ِدي ٍد‬

“Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14] : 2)

Terkadang pula ditujukan pada orang fasik (tidak kafir), seperti pada ayat,

)1( َ‫َو ْي ٌل لِ ْل ُمطَفِّفِين‬

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.” (QS. Al Muthaffifin : 1)

)1( ‫َو ْي ٌل لِ ُك ِّل هُ َمزَ ٍة لُ َمزَ ٍة‬

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al Humazah [104] : 1)

Lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat (dengan sengaja)? Apakah ancaman ‘wa’il’
tersebut adalah kekafiran ataukah kefasikan? Jawabannya : bahwa lebih tepat jika
ancaman ‘wail’ tersebut adalah untuk orang kafir. Kenapa demikian?

Hal ini dapat dilihat dari dua sisi :

1)    Terdapat riwayat yang shohih, Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan tentang tafsiran ayat ini (surat Al
Ma’uun ayat 4-5), ”Seandainya kalian meninggalkan shalat maka tentu saja kalian  kafir. Akan tetapi
yang dimaksudkan ayat ini adalah menyia-nyiakan waktu shalat.”

2)    Juga ditunjukkan oleh dalil-dalil yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat,
sebagaimana yang akan disebutkan.

Dalil Kelima

Firman Allah ‘Azza wa Jalla,

َ ‫) ِإاَّل َم ْن ت‬59( ‫ت فَسَوْ فَ يَ ْلقَوْ نَ َغيًّا‬


َ ‫َاب َوَآ َمنَ َو َع ِم َل‬
‫صالِحًا‬ ِ ‫صاَل ةَ َواتَّبَعُوا ال َّشهَ َوا‬ َ ‫ف َأ‬
َّ ‫ضاعُوا ال‬ ٌ ‫فَ َخلَفَ ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم َخ ْل‬

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan


memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang
bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di


Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam.
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu bagian neraka yang paling dasar- sebagai tempat bagi
orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang
meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling
atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian
neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.

Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,”kecuali orang yang bertaubat, beriman dan
beramal saleh”. Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mu’min, tentu dia tidak dimintai
taubat untuk beriman.

Dalil Keenam

Firman Allah Ta’ala,

َّ ‫فَِإ ْن تَابُوا َوَأقَا ُموا ال‬


ِ ‫صاَل ةَ َوَآتَ ُوا ال َّزكَاةَ فَِإ ْخ َوانُ ُك ْم فِي الد‬
‫ِّين‬

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-
saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9] : 11)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Jika shalat
tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Mereka bukanlah mu’min sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,

ٌ‫ِإنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُونَ ِإ ْخ َوة‬

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al Hujurat [49] : 10)

12.Ada beberapa kewajiban yang harus kita tunaikan terhadap Al-Qur’an.

1. Mengimaninya dengan sepenuh hati.

Kita harus mengimani semua bagian Al-Qur’an tanpa kecuali. Jangan sampai kita hanya mengimani
sebagian isi Al-Qur’an – yang sesuai dengan selera dan kehendak kita – dan mengingkari sebagian yang
lainnya – yang tidak sesuai dengan selera dan kehendak kita. Ulaaika humul kaafiruuna haqqan “Mereka
itu benar-benar kafir”. Sebaliknya, sikap kita terhadap Al-Qur’an adalah: Sami’na wa atha’naa “Kami
mendengar dan kami taat”.

2. Membacanya.

Al-Qur’an tidak hanya untuk hiasan dan pajangan. Ia diturunkan untuk dibaca. Tidakkah kita tahu
keutamaan membaca Al-Qur’an? Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dan
dia mahir dalam membacanya, maka ia akan ditemani para malaikat yang mulia lagi penuh kebaikan.
Dan barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan maka dia akan
mendapatkan dua pahala.” (HR Bukhari dan Muslim) Para ulama mengatakan: satu pahala untuk
bacaannya, dan satu pahala lagi untuk kesusahannya dalam membaca.
Rasulullah saw juga mengatakan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi bahwa setiap kebaikan akan dibalas
dengan sepuluh kali lipatnya. Dan membaca setiap huruf Al-Qur’an merupakan satu kebaikan. Dengan
demikian, setiap huruf Al-Qur’an yang kita baca adalah satu kebaikan yang akan diganjar sepuluh kali
lipatnya. Subhanallah!

Demikianlah, membaca Al-Qur’an saja sudah dihitung ibadah. Bukan hanya itu. Bahkan mendengarkan
bacaan Al-Qur’an saja sudah dijanjikan akan mendapat rahmat. Allah SWT berfirman, “Dan jika
dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian mendapatkan rahmat.”
Demikian pula majelis-majelis Al Qur’an akan dinaungi oleh para malaikat, yang membentangkan dan
mengepak-ngepakkan sayap mereka sebagai pertanda ridha terhadap apa yang dilakukan dalam majelis
tersebut.

Jika kita gemar membaca Al-Qur’an, maka Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat untuk memberikan
syafaat kepada kita. Rasulullah saw bersabda, “Iqraul Qur’aan fainnahu ya’tii Yaumal Qiyaamati syafii’an
liashhabihi “Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat untuk memberikan syafaat
kepada orang-orang yang gemar membacanya ketika di dunia.” (HR Muslim) Dan bagi orang-orang yang
bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, kelak di Hari Qiyamat akan diberi kehormatan untuk membacakan
Al Qur’an dihadapan para penduduk Surga. (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasai)

Karena itu mari kita gemar membaca Al-Qur’an. Canangkan slogan: “Tiada hari tanpa Al-Qur’an”.

3. Memahami kandungannya.

Al-Qur’an tidak hanya untuk dibunyikan layaknya mantra. Yang lebih penting lagi adalah untuk dipahami
karena ia adalah kitab petunjuk. Bagaimana ia bisa menjadi petunjuk kalau kita tidak memahami
kandungannya?

Cara yang paling ideal untuk bisa memahami kandungan Al-Qur’an tentu saja adalah dengan memahami
bahasa Al-Qur’an, yakni bahasa Arab. Oleh karena itu, belajar bahasa Arab itu penting. Namun jika kita
belum atau tidak mampu memahami bahasa Arab, bukan berarti kita berhenti dan tidak melakukan apa-
apa. Sekarang ini sudah banyak sarana-sarana untuk bisa memahmi kandungan Al-Qur’an, seperti
terjemahan, buku-buku tafsir, majlis-majlis taklim yang mengkaji Al-Qur’an, dan sebagainya. Tinggal kita
mau atau tidak.

4. Menghafalkannya sesuai kemampuan.

Rasulullah saw bersabda, “Man laisa fii qalbihi syaiun minal Qur’an kal baitil kharb (Barangsiapa yang
didalam hatinya tidak ada sesuatupun dari Al-Qur’an ibarat rumah yang rusak).” (HR At-Tirmidzi) Apakah
kita mau memiliki hati yang keadaanya seperti rumah yang rusak? Tentunya tidak. Untuk itu marilah kita
berusaha sesuai dengan kesempatan dan kemampuan yang kita miliki untuk menghafal ayat-ayat Al-
Qur’an.

5. Mengamalkannya.
Inilah kewajiban yang paling penting, sekaligus yang paling berat. Membumikan Al-Qur’an dalam
kehidupan, dengan cara mengamalkannya dalam kehidupan, inilah yang paling sulit. Betapa tidak sulit,
karena bahkan dalam kenyataannya justru “kam min qaari-il Qur’an wal Qur’an yal’anuhu (betapa
banyak orang yang membaca Al-Qur’an namun pada saat yang justru Al-Qur’an melaknatnya).” Siapakah
mereka? Tidak lain adalah orang-orang yang membaca Al-Qur’an, namun dalam kehidupan sehari-hari
justru melanggar nilai-nilai dan ajaran Al-Qur’an.

6. Mengajarkan dan mendakwahkannya.

Tidak cukup kita bagus sendirian saja. Kita harus menularkan kebaikan. Demikian pula Al-Qur’an tidak
cukup akrab dengan satu dua orang saja, tetapi harus akrab dengan masyarakat. Karena itu kegiatan-
kegiatan dakwah yang didalamnya diajarkan dan disebarluaskan ajaran Al-Qur’an harus selalu kita
dukung dan kita galakkan.

13.Al-Qur’an adalah pegangan hidup setiap muslim, petunjuk jalan agar tidak tersesat dalam
mengarungi bahtera kehidupan. Jika kita mempedomaninya, tentu akan diberkahi penuh keselamatan.
Dan jika kita berpaling darinya, maka tentu akan ditimpa oleh berbagai bencana.

Hal ini sudah merupakan ketetapan Allah swt: “Sungguh telah berlaku sunnah (ketentuan) Allah, atas
orang-orang sebelum kalian, maka berjalanlah kalian di muka bumi ini- dan saksikanlah- bagaimana
akibat yang menimpa orang-orang yang mendustakannya (mengingkari Al-Qur’an)”.

Bencana-bencana yang akan datang jika jauh dari Al-Qur’an:

Pertama, bencana Moral; Apabila seseorang tidak berpedoman kepada kitabullah Al-Qur’an, maka tentu
dia akan mengikuti hawa nafsunya. Dan apabila banyak orang yang berlaku demikian, maka tentu akan
terjadi bencana moral di masyarakat. Karena moral seorang muslim tentu dibentuk atas dasar petunjuk
dari Al-Qur’an.

Kedua, bencana Fisik; hal ini diungkapkan Allah swt dalam surat Al-A’raaf ayat 96: “Akan tetapi mereka
mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami azab mereka akibat kedustaan mereka”. Kepada kaum-kaum
penentang sebelumnya, Allah swt telah menurunkan azab, gelombang seperti tsunami terhadap kaum
nabi Nuh as., hujan batu yang menimpa kaum Nabi Luth as karena menganut homo seks, Fir’aun yang
ditenggelamkan karena menentang Musa as, dan tentunya tengoklah apa yang menimpa para
penentang Nabi Muhammad saw, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah bin Khalaf, Musailamah
Alkadzzab dll.

Ketiga, bencana Ekonomi; kata ma’isyatan dhanka dalam surat Thaha : 124 diatas bermakna mata
pencaharian yang sempit. Rezeki akan susah, tekanan ekonomi semakin berat, lantaran mereka jauh dari
Al-Qur’an.

Keempat, bencana Sosial; Manakala kaum muslimin jauh dari Al-Qur’an, tentu hubungan ukhuwwah
sesama muslim tidak akan baik. Hubungan dengan tetangga, hubungan-hubungan sosial akan rusak. Hal
ini merupakan bibit-bibit perpecahan ummat bahkan perpecahan bangsa. Jika ini terjadi, tentu
merupakan bencana sosial bagi kita semua.
Kelima, bencana Keimanan; Kerusakan iman kaum muslimin akan menjadi sasaran akhir jauhnya mereka
dari pedoman hidup Al-Qur’an. Karena tidak faham Al-Qur’an, sehingga mereka tidak mengerti:
mengapa harus mengerjakan sholat, mengapa harus puasa, mengapa harus zakat, haji dst. Lama-lama
tentu keimanannya akan tergerus dan mulai bertanya, mengapa kita harus beriman?. Nau’dzubillahi min
dzalik.

14.S.Q. al -”Alaq ayat 1-5 sebagai dasar perintah untuk belajar atau menuntut ilmu pengetahuan.

Surah al -‘Alaq ayat 1-5 ini merupakan perintah tersirat kepada manusia untuk belajar. “Mengapa wahyu
pertama ini, kita diperintahkan untuk “membaca”, bukan perintah shalat, puasa, zakat atau perintah
haji? Ini menunjukkan bahwa sebelum kita beramal atau beribadah, kita wajib berilmu,” jelasnya. Oleh
karena itu, lanjutnya, menuntut ilmu pengetahuan hukumnya wajib bagi muslim laki-laki mau pun
perempuan.

Orang yang menuntut ilmu dianggap sederajat dengan pasukan yang berjihad. Hal itu tertuang dalam
firman Allah SWT dalam surah At-Taubah ayat 122. Dengan demikian, ganjaran penuntut ilmu setara
dengan balasan surga bagi pejuang perang. Rasulullah SAW pernah bersabda:

Ayat Al-Quran tentang Ilmu Pengetahuan & Kewajiban Menuntut Ilmu dalam Islam Dalil mengenai ilmu
pengetahuan dan kewajiban menuntut ilmu tertera dalam banyak ayat Al-Quran, di antaranya adalah
sebagai berikut.

1. QS. Al-Mujadalah Ayat 11

‫ح هَّللا ُ لَ ُك ْم ۖ َوِإ َذا قِي َل ا ْن ُش ُزوا فَا ْن ُش ُزوا يَرْ فَ ِع هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذينَ ُأوتُوا‬ ِ ِ‫يل لَ ُك ْم تَفَ َّسحُوا فِي ْال َم َجال‬
ِ ‫س فَا ْف َسحُوا يَ ْف َس‬ َ ِ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا ق‬
ٍ ‫ ْال ِع ْل َم َد َر َجا‬Bacaan latinnya: "Yā ayyuhallażīna āmanū iżā qīla lakum tafassaḥụ fil-majālisi
‫ت ۚ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِي ٌر‬
fafsaḥụ yafsaḥillāhu lakum, wa iżā qīlansyuzụ fansyuzụ yarfa'illāhullażīna āmanụ mingkum wallażīna
ụtul-'ilma darajāt, wallāhu bimā ta'malụna khabīr" Artinya: "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu: 'Berlapang-lapanglah dalam majelis', lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: 'Berdirilah kamu', berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan," (QS. Al-Mujadalah [58]: 11).

2. QS. Shad Ayat 29

ِ ‫ك لِيَ َّدبَّرُوا آيَاتِ ِه َولِيَتَ َذ َّك َر ُأولُو اَأْل ْلبَا‬


‫ب‬ ٌ ‫ ِكتَابٌ َأ ْن َز ْلنَاهُ ِإلَ ْيكَ ُمبَا َر‬Bacaan latinnya: "Kitābun anzalnāhu ilaika mubārakul
liyaddabbarū āyātihī wa liyatażakkara ulul-albāb" Artinya: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran," (QS. Shad [38]: 29).

3. QS. At-Taubah Ayat 122

َ ‫َو َما َكانَ ْال ُمْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِم ْنهُ ْم‬
َ‫طاِئفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّي ِن َولِيُ ْن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم ِإ َذا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون‬
Bacaan latinnya: "Wa mā kānal-mu`minụna liyanfirụ kāffah, falau lā nafara ming kulli firqatim min-hum
ṭā`ifatul liyatafaqqahụ fid-dīni wa liyunżirụ qaumahum iżā raja'ū ilaihim la'allahum yaḥżaruun" Artinya:
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-
tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya," (Q.S At-Taubah [9]:122).

15.10 Hadits Menuntut Ilmu dalam Islam, Arab, Latin, dan Artinya

1. )‫ضعُوْ الِ ُم َعلِّ ِم ْي ُك ْم َولَيَلَوْ ا لِ ُم َعلِّ ِم ْي ُك ْم ( َرواهُ الطَّ ْب َرانِ ْي‬ َ ْ‫تَ َعلَّ ُمو‬
َ ‫او َعلِّ ُموْ ا َوتَ َوا‬

Artinya: "Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta
berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu." (HR Thabrani).

2. ‫َو َم ْن َسلَكَ طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْل ًما َسهَّ َل هَّللا ُ لَهُ بِ ِه طَ ِريقًا ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬

Artinya: "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan
menuju surga." (HR Muslim, no. 2699).

3. ‫َم ْن َخ َر َجفِىطَلَب ُْال ِع ْل ِمفَهُ َوفِى َسبِ ْياِل لل ِه َحتَّىيَرْ ِج َع‬

Artinya: "Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang,"
(HR Tirmidzi).

4. ُ‫ضعُوْ ا لِ َم ْن تَتَ َعلّ ُموانَ ِم ْنه‬


َ ‫واالع ْل َم َوتَ َعلّ ُموْ ا لِ ْل ِع ْل ِم ال ّس ِك ْينَةَ َو ْال َوقَا َر َوتَ َوا‬
ِ ‫تَ َعلّ ُم‬

Artinya: "Belajarlah kalian ilmu untuk ketentraman dan ketenangan serta rendah hatilah pada orang
yang kamu belajar darinya." (HR Thabrani).

5. ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫اريَ ٍة َأوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه َأوْ َولَ ٍد‬


ٍ ِ‫صال‬ َ ‫ِإ َذا َماتَ اِإل ْن َسانُ ا ْنقَطَ َع َع ْنهُ َع َملُهُ ِإالَّ ِم ْن ثَالَثَ ٍة ِإالَّ ِم ْن‬
ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬

Artinya: "Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali dari tiga hal; dari
sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya." (HR Muslim
no. 1631).

6. ‫َب‬ َّ ‫ير ْال َجوْ هَ َر َواللُّْؤ لَُؤ َو‬


َ ‫الذه‬ ِ ‫ض ُع ْال ِع ْل ِم ِع ْن َد َغي ِْر َأ ْهلِ ِه َك ُمقَلِّ ِد ْال َخن‬
ِ ‫َاز‬ َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬
ِ ‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َو َوا‬

Artinya: "Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang
tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan." (HR
Ibnu Majah).

7. ‫العلم قبل القول و العمل‬

Artinya: "Berilmulah sebelum kamu berbicara, beramal, atau beraktivitas." (HR Bukhari).

8. ‫ َو َم ْن َأ َرا َدهُ َما فَ َعلَ ْي ِه باِ ِلع ْل ِم‬،‫ َو َم ْن َأ َرا َد اآل ِخ َرهَ فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬،‫َم ْن َأ َرا َد ال ُّد ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه بِاْ ِلع ْل ِم‬
Artinya: "Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu.
Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan
keduanya (dunia dan akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu," (HR Ahmad).

9. ‫فضل العلم خير من فضل العبادة وخير دينكم الورع‬

Artinya: "Keutamaan ilmu itu lebih baik dari keutamaan ibadah, dan sebaik-baik keberagaman kalian
adalah sikap wara'," (HR Turmidzi).

10. ‫يب بِ ِه َع َرضًا ِمنَ ال ُّد ْنيَا لَ ْم يَ ِج ْد َعرْ فَ ْال َجنَّ ِة يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
َ ‫ص‬ِ ُ‫َم ْن تَ َعلَّ َم ِع ْل ًما ِم َّما يُ ْبتَغَى بِ ِه َوجْ هُ هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل الَ يَتَ َعلَّ ُمهُ ِإالَّ لِي‬

Artinya: "Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang dengannya dapat memperoleh keridhoan Allah SWT,
(tetapi) ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan duniawi, maka ia tidak akan
mendapatkan harumnya surga di hari kiamat nanti," (HR Abu Daud).

Anda mungkin juga menyukai