Anda di halaman 1dari 10

Nurul Huda

KONSEPSI IMAN MENURUT Al-BAIḌĀWI DALAM


TAFSIR ANWĀR AT-TANZĪL WA ASRĀR AT-TA’WĪL

The Concept of Im an According to al-Baiḍāwi’s


Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-Ta’wi̅l.

NURUL HUDA

NURUL HUDA
Balai Penelitian dan Pengembangan
AbstrAk
Agama Semarang Penelitian kepustakaan ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana konsepsi
Jl. Untung Suropati Kav. 70 Bambankerep, iman menurut al-Baiḍāwi dalam karya tafsirnya Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-
Ngaliyan, Semarang Ta’wi̅l. Artikel ini merupakan penelitian kefilsafatan yang menggunakan model
Telp. 024-7601327 Fax. 024-7611386
historis faktual karena yang diteliti adalah konsepsi filosofis tokoh tafsir dalam
e-mail:nurulhuda050401@windowslive.com
Naskah diterima: 6 Februari 2013 karyanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iman menurut al-Baidawi
Naskah direvisi: 22 Februari-3 Maret 2013 merupakan bagian dari aktivitas hati yang dikonsepsikan sebagai membenarkan,
Naskah disetujui: 5 Maret 2013 yaitu mengakui dan mempercayai ajaran NabiSawyang berkaitan dengan yang
gaib, dan dijalankan secara tersamar. Secara definitif, konsep iman menurut al-
Baidawi sama dengan konteks iman secara bahasa, tetapi tidak sepenuhnya sama.
Hal ini karena al-Baidawi mengkaitkan iman dengan hal di luar iman. Hal ter
akhir ini telah menampakkan ketidakkonsistenan konsepsi al-Baiḍāwi karena ber-
lawanan dengan pembatasan konsepsi imannya sendiri.
Kata kunci: Iman, Tafsi̅r, al-Baiḍāwi , Teologi

AbstrAct
This library research aims to describe al-Baiḍāwi’s conception of the term i̅ma̅n
‘belief’ in his exegesis Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-Ta’wi̅l. This article belongs to
the philosophical research and factual history model because the object of the re-
search is the philosophical conception of the exegesis. The findings of the research
show that i̅ma̅n in al-Baiḍāwi’s opinion is part of heart activities concepted as rec-
ognition and credence to the doctrine of prophet MuhammadSawespecially about
i̅ma̅n ‘belief in’ the occult thing dimly. Although this conception of belief (i̅ma̅n) is
definitely similar to the language context of the term but it is not totally the same be-
cause al-Baiḍāwi attempted to connect the term beyond in. Therefore, it is the real
evidence of al-al-Baiḍāwi’s inconsistent conception of i̅ma̅n because it contradicts
with his own prerequisites.
Key words: I̅ma̅n, exegesis, al- Baiḍāwi, theology

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 65


Konsepsi Iman Menurut al-Baiḍāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-Ta’wi̅l

Pendahuluan ikrar dianggap sebagai definisi tambahan secara


implisit sehingga sama dengan batasan iman
Latar Belakang
menurut (al-Bażdawi dalam Nasution 2002: 148)
Sejarah perkembangan tafsir, telah dikenal yang beraliran Maturidiyah Bukhara. Artinya,
bentuk tafsir bir-Ra’y, yaitu bentuk tafsir yang meskipun, kecenderungan yang beredar adalah
memberikan keleluasaan dalam penggunaan ia Asy’ariyah bahkan pembelanya, tetapi karena
akal dalam rangka ijtihad menurut syarat-syarat hal tersebut, diperlukan penelusuran lebih men-
tertentu (Aż-Żahabi 2000: 183). Dengan bentuk dalam mengenai konsistensi berfikirnya dalam
ini, tafsir dapat dianggap sebagai “disiplin paling penafsirannya tentang iman yang merupakan
dasar dan pokok bagi ilmu keagamaan lainnya tema sentral dalam agama Islam.
dan menjadi dasar bagi kaidah-kaidah syara”. (al-
Rumusan Masalah
Baidawi, 1418 H: 23) Lebih dari itu, karena tafsir
ini melalui jalan ijtihad, sementara ijtihad itu Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat
sendiri membuka ruang bagi pemahaman atau indikasi adanya inkonsistensi al-Baiḍāwi dalam
hasil ijtihad yang berbeda, maka, karena demiki- penafsirannya tentang iman. Karena itu, perta-
an, tafsir bentuk ini dapat melahirkan kritik, nyaan penelitian ini difokuskan pada bagaimana
wacana-wacana baru atau bahkan lebih dari itu, konsepsi al-Baiḍāwi tentang iman dalam kitab
merubah pemahaman lama/dekontruksi baik di tafsirnya sehubungan dengan indikasi adanya
bidang ushuluddin dan ushul fikih maupun ilmu inkonsistensi dalam konsepsinya tersebut?
keagamaan lainnya. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan tafsir bi ar-ra’y ini, terda- Karena masalah penelitian ini berkaitan deng
pat kitab tafsir monumental karya Abdulla̅h ibn an bagaimana konsistensi penafsiran al-Baiḍāwi
‘Umar al-Baiḍāwi berjudul Anwār al-Tanzi̅l wa tentang iman dalam kitab tafsirnya, maka tuju-
Asrar at-Ta’wi̅l, karya tafsir yang dikenal ring- an penelitian ini adalah untuk menelusuri dan
kas, padat isinya, dan banyak menghadirkan kri- mengkaji secara kritis konsepsi al-Baiḍāwi ten-
tik atas karya pendahulunya, az-Zamakhsyari, tang iman dalam penafsirannya sehingga dapat di
yang beraliran mu’tazilah. Dikatakan bahwa dari ketahui konsistensi atau kejelasan konsepsinya.
segi corak, tafsir ini cenderung bercorak teologi
Ahlusunah (Aż-Żahabi, 2000:212), yaitu teologi Kerangka Teori
Asy’ariyah (Rippin, 1986:85; al-Baidawi, 1418 H: Berbagai aliran-aliran dalam sejarah Islam
72) merupakan cara atau upaya untuk menafsirkan
Berkaitan dengan kecenderungan teologis- atau mengetahui yang dikehendaki dalam ajaran
nya tersebut, terdapat persoalan menarik bahwa agama berdasarkan sumber utama yang berdasar-
iman menurut al-Baiḍāwi dikaitkan dengan ikrar kan Al-Qur’an dan Hadits atau sumber lain yang
lisan, sedangkan definisi iman menurut al-Baid- mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits. Terkait
awi, (1484: 38) adalah “at-tasdiq”, yaitu mem-be- hal ini Al-Baidawi (1418 H: 23) menegaskan bahwa
narkan di dalam hati terhadap ajaran Nabi Saw. ilmu tafsir merupakan pokok semua ilmu agama.
Akan tetapi karena makna ikrar dalam konsepsi Artinya, pembahasan tafsir selalu terkait dengan
imannya adalah dalam konteks diperbandingkan masing-masing disiplin ilmu yang dibahas dalam
dengan at-tasdiq, bukan dengan amal, maka me- tafsir. Pembahasan teologi yang difokuskan pada
munculkan pemahaman yang lain bahwa ia jus- masalah iman ini, juga tidak dapat meninggalkan
tru tidak sejalan dengan Asy’ariyah dan definisi- pokok atau penghulunya, yaitu tafsir.
nya sendiri dalam konteks ini, atau memang ada Konsep iman dalam teologi Islam, da-
pemikiran al-Baidawi yang mandiri dan berbeda pat dijelaskan secara umum bahwa iman yang
dengan pendahulunya di bidang teologi atau merupakan aktivitas hati pada dasarnya bukan

66 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Nurul Huda

merupakan keseluruhan aktivitas hati. Bahkan imannya menunjukan tidak adanya keterkaitan
jika dikaitkan dengan Islam, al-Asy’ari (1397 H: dengan paham di luar Ahlusunah maka yang
26) menyatakan: “Islam lebih luas dibanding diperlukan adalah penjelasan tentang konsep
iman, dan tidak setiap hal yang masuk dalam iman menurut Ahlusunah, khususnya lagi pada
kategori Islam dimasukkan pula dalam kategori aliran Asy’ariyah.
iman”. Ini dapat berarti bahwa secara integratif,
Berkaitan dengan konsep iman menurut
amalan yang menyangkut aktivitas hati seperti
Ahlusunah, Harun Nasution memberikan pen-
ikhlas, sabar, khusyu’ dan lain-lain yang dituntut
jelasan sebagai berikut:“Bagaimanapun batasan
dalam menjalankan rukun Islam, umpamanya,
iman dengan tasdiq hanya dapat sesuai dengan
meskipun dasarnya adalah iman, tetapi jika dipi-
aliran Asy’ariyah dan aliran Maturidiyah golong-
lah ia merupakan aktivitas di luar iman. Jika dili-
an Bukhara. Adapun bagi aliran..Maturidiyah
hat dari rukun masing-masing, iman merupakan
golongan Samarakand, iman mestilah lebih dari
keyakinan di hati, sedangkan Islam dapat berupa
tasdiq, yaitu ma’rifah..” ( Nasution, 2002:148)
aktivitas hati dan di luar hati. Selain itu, masih
berdasarkan pernyataan al-Asy’ari terebut, Islam Dalam penjelasan tersebut, tasdiq merupakan
harus selalu didasari iman, tetapi aspek di luar syarat yang tidak dapat dihilangkan. Ia harus ada
keyakinannya, bukan termasuk iman. Penyebut- dalam keimanan. Meskipun terdapat perbedaan
an bagian atau amalan yang termasuk Islam se- tentang batasan iman yaitu antara “at-tasdiq bil-
bagai iman dapat dilakukan karena Islam harus lah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang
selalu didasari iman, jika tidak, maka dikategori- adanya Tuhan” yang merupakan batasan iman
kan sebagai kufur, yaitu, bukan termasuk Islam al-Asy’ari (al-Asy’ari sebagaimana dikutip dalam
dan iman atau menjadi kebalikan dari Islam atau Nasution, 2002: 148) dengan tasdiq yang harus
iman. Artinya, harus selalu ada iman di dalam Is- disertai pengetahuan dan amal. Senada dengan
lam, tetapi tidak sebaliknya. Shalat, umpamanya, al-Asy’ari dalam hal at-tasdiq-nya, al-Bażdawi
merupakan bentuk pelaksanaan ajaran Islam, yang termasuk Maturidiyah Bukhara, memberi-
tetapi ia dianggap memenuhi syarat keislaman kan definisi iman sebagai “menerima dalam hati
jika didasari iman. Karena itu, dalam konteks dengan lidah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
iman yang selalu mendasari atau menyatu de- dan bahwa tidak ada yang serupa dengan Dia”.
ngan Islam ini, al-Asy’ari menyatakan bahwa Is- (al-Bażdawiseperti dikutip dalam Nasution:148)
lam lebih luas dibanding iman dari segi cakupan Definisi ini adalah dalam konteks pemahaman go-
aktivitasnya yang mencakup aspek keimanan dan longan Maturidiyah Bukhara yang menyatakan:
keislaman, jika dilakukan pemilahan. “iman tidak bisa mengambil bentuk ma’rifah
atau amal, tetapi haruslah merupakan tasdiq (al-
Adapun konsep yang dijadikan acuan dalam
Bażdawi seperti dikutip dalam Nasution, 148).
penelitian ini adalah konsep iman dalam teologi
Islam yang terdapat di aliran-aliran keagamaan Sementara itu menurut Ahlusunah kalangan
dalam Islam dengan berbagai golongan yang ada Maturidiyah Samarakand, iman tidak cukup de-
seperti yang terdapat pada Kaum Mu’tazilah ngan tasdiq, karena bagi mereka akal dapat sam-
dan Kaum Ahlusunah atau lainnya. Konsep iman pai pada kewajiban keimanan, yaitu mengetahui
tersebut telah ditulis oleh Harun Nasution dalam Tuhan dalam ketuhananNya. Definisi iman se-
bukunya berjudul “Teologi Islam: Aliran-aliran, perti ini dianggap sebagai definisi al-Ma’turidi
Sejarah, Analisa dan Perbandingan, dan untuk yang sebenarnya. Jadi, Iman dalam konsep Ma-
penjelasan pendukungnya dapat bersumber dari turidiyah Samarakand tidak hanya sekedar tas-
kitab berjudul al-Milal wa an-Nihal karya Asy- diq, tapi mensyaratkan adanya ma’rifah., yaitu
Syahrastani atau karya lain yang berkaitan. Akan “mengenal Tuhan dengan segala sifat-Nya”(Al-
tetapi karena kecenderungan al-Baiḍāwi terhadap Iji, seperti dikutip dalam Nasution, 2002: 148).
teologi Ahlusunah atau Asy’ariyah dalam definisi Sementara itu, lebih jauh mengenai aliran

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 67


Konsepsi Iman Menurut al-Baiḍāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-Ta’wi̅l

Asy’ariyah, Asy-Syahrastani menjelaskan prin- 2002: 148). Penghubungan iman dengan masa-
sip-prinsip pemahaman aliran ini yang berkaitan lah yang terjadi di akhirat tersebut memang tidak
dengan keimanan sebagai berikut: berkaitan langsung, tetapi dapat menjadi relevan
Iman adalah membenarkan di dalam hati.Ada- dalam konteks menegaskan bahwa iman merupa-
pun perkataan dengan lisan dan pengamalan de- kan masalah yang termasuk sentral dalam teologi
ngan perbuatan anggota badan termasuk dalam
Asy’ariyah.
cabang-cabangnya iman. Seseorang yang mem-
benarkan (mengakui dan mempercayai) dengan Dalam hal peran akal dalam keimanan, Asy-
hatinya yaitu mengakui keesaan Allah Ta’ala,
Syahrastani(1992: 88&90) yang menjelaskan
mengakui para rasul dengan membenarkan apa
yang mereka sampaikan dari sisi-Nya dengan hati pemahaman aliran Asy’ariyah menyatakan bahwa
nya, maka sah-lah imannya.sehingga jika ia mati mengenal Allah melalui akal memang dapat di-
dalam keadaan itu, ia mati sebagai mukmin yang capai, tetapi mengenal Allah melalui apa yang
selamat, dan tidak dianggap keluar dari iman
didengar dari ajaran yang datang dari-Nya itu
kecuali mengingkari hal-hal yang harus dipercayai
dan diakui kebenarannya tersebut.Adapun pelaku wajib. Dalam konteks ini, seluruh kewajiban itu
dosa besar jika meninggal dunia tanpa disertai bersifat sam’iyyah atau bukan dari akal, tetapi
taubat, maka hukumnya dikembalikan kepada Al- apa yang diajarkan oleh Rasul melalui wahyu dan
lah, bisa saja diampuni oleh Allah karena rahmat-
akal memang bisa digunakan, tetapi patokannya
Nya, bisa pula diberi syafaat oleh NabiSaw, sesuai
sabdanya: Syafaatku diperuntukkan bagi pelaku dan yang dianggap atau harus diikuti dalam hal-
dosa-dosa besar dari umatku.dan bisa pula disiksa hal yang wajib tersebut, termasuk iman, selalu
olehNya sesuai dosanya kemudian dimasukkan ke bersifat sam’iyyah, ini diperkuat dengan dalil
dalam surga karena rahmatNya dan tidak mung-
Q.S. al-Isra’:15 yang berisi bahwa seseorang tidak
kin dikekalkan di neraka bersama orang-orang
kafir...”(Asy-Syahrastani, 1992: 88) dikenai siksa oleh-Nya jika karena belum datang
kepadanya ajaran dari rasul utusan-Nya. Arti-
Penjelasan di atas yang secara lengkap di-
nya, akal tidak digunakan sebagai patokan yang
sertai dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits, iman itu
dibebankan oleh-Nya, tetapi ajaran yang dibawa
sendiri hanyalah pengakuan di dalam hati, lebih
oleh utusan-Nya lah yang menjadikan seseorang
dari itu memang dapat disebut sebagai iman tapi
harus beriman. Selain itu, dikatakan bahwa iman
hanya merupakan cabangnya. Artinya, iman yang
itu karena pertolongan Allah sedangkan kufur itu
merupakan keyakinan dan pengakuan di hati
karena tidak mendapat pertolongan-Nya.
terhadap ajaran Nabi Saw, sesungguhnya sudah
cukup untuk memasukkan mukmin umat nabi Metode Penelitian
MuhammadSawke dalam surga.
Penelitian ini merupakan penelitian kefil-
Terkait hal ini, al-Asy’ari (1397 H: 26-27) safatan yang menggunakan model historis fak-
menyatakan bahwa seseorang yang melaku- tual karena yang diteliti adalah konsepsi filosofis
kan dosa seperti zina, mencuri, dan meminum tokoh tafsir dalam karyanya. (Sudarto, 2002: 95-
khamar, selama orang tersebut tidak mengang- 106 ) Pada model penelitian ini karya tokoh yang
gap perbuatan-perbuatan tersebut sebagai halal, dikaji dijelaskan apa adanya sesuai dengan mak-
yaitu meyakini di dalam hatinya akan keharaman sud tokoh tersebut, termasuk dalam pemecah
perbuatan-perbuatan seperti itu, maka orang ter- an permasalahan yang muncul, kemudian diha-
sebut tetap mukmin, bukan kafir. Dalam kaitan dirkan analisis dan atau penafsirannya (herme-
ini pula al-Asy’ari, yang menyatakan mengikuti neutis). (Bakker, 1984: 136-138) Selain itu,
riwayat shahih, menyatakan: “iman adalah per- penelitian ini menggunakan pendekatan kuali-
kataan dan perbuatan” (al-Asy’ari: 27). Pernyata- tatif yang data primernya bersumber dari kitab
an ini tentu dalam konteks definisi iman menurut- tafsi̅r al-Baiḍāwi. Analisis data dilakukan dengan
nya, yaitu “at-Tasdiq billah yang berarti meneri- menggunakan metode ekliktik (Sudarto, 92-93)
ma sebagai benar kabar tentang adanya Tuhan” yang mengacu pada metode-metode yang terda-
(al-Asy’ari sebagaimana dikutip dalam Nasution,

68 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Nurul Huda

pat dalam metodologi penelitian filsafat model kemajuan, meskipun menurut Az-Zahabi (2000:
historis faktual. 108, 206, & 304 ) dalam perkembangan tafsir,
masa al-Baiḍāwi termasuk fase kelima di mana
Berkaitan dengan metode penafsiran al-
terjadi kemunduran dalam segi obyektivitas dan
Baiḍāwi dalam kitab tafsirnya yang mengguna-
otentitas periwayatan. Namun demikian mufasir
kan metode tahli̅li yaitu “penafsiran Al-Qur’an
populer selain al-Baidawi seperti Ar-Ra̅zi dan az-
secara analitis, ayat per ayat dan surat per surat
Zamakhsyari, lahir pada fase ini.
secara berurutan, meskipun tidak pada seluruh
surat, dan mengandung pembahasan dari ber- Karya-Karya al-Baiḍāwi
bagai aspek sesuai kecondongan mufasirnya”,
Al-Baiḍāwi memiliki karya tulis tidak kurang
(Ar-Ru̅mi, 1419 H: 57) maka pada penelitian ini
dari delapan belas buku. Dari kedelapan belas
pembahasan atau analisisnya akan difokuskan
buku hasil tulisanya itu ada yang berupa syarah
pada penafsiran ayat tentang iman yang se-
dan ada pula yang berbentuk Muhtasar.
cara analitis telah menjelaskan konsepsi atau
Kedelapan belas buku karya al-Baiḍāwi tersebut
pemikirannya tentang iman atau yang secara ho-
t adalah:
listik dianggap oleh al-Baiḍāwi telah menjelaskan
tema tentang konsepsi iman. 1. Tafsi̅r al-Baiḍāwi Anwar at-Tanzi̅l wa asror
at-Ta’wi̅l;
hasil dan PeMbahasan 2. Syarh Masabi̅h al-Imam al-Bagawi fi al-
Riwayat Singkat al-Baiḍāwi Hadi̅s;

Abdulla̅h bin Umar al-Baiḍāwi dikenal 3. Tawali’ al Anwar;


dengan sebutan al-Baiḍāwi dilahirkan di daerah 4. Al-Misbah;
Baiḋa̅’, dekat Kota Syiraz/Azarbaijan, Persia/
Irak. Sebagai mufasir al-Baiḍāwi dianggap me- 5. Al-I̅dah fi̅ usu̅l al-Di̅n;
miliki kemampuan di berbagai bidang yaitu ba- 6. Syarh al Mahsu̅l fi̅ Usu̅l al Fiqh;
hasa arab, fiqih, usul fikih, teologi, dan mantiq/
7. Syarh al Muntahab fi̅ Usu̅l al Fiqh;
logika. Ia juga dianggap sebagai pengikut asy-
Syafi’i di bidang fikih dan pengikut Abu Hasan al- 8. Mirsad al Afham ila Mabadi al Ahkam;
Asy’ari di bidang teologi/akidah. (Rippin, 1986: 9. Minhaj al Usu̅l ila ‘ilm al-Usu̅l;
85) Ia wafat sekitar 692 H dan dimakamkan di
10. Syarh Minhaj al Usu̅l;
Tabriz (Ad-Da̅wu̅di, 1983: 248). Karirnya selain
sebagai mufasir adalah jabatannya sebagai kepala 11. Syarh al Tambi̅h li Abi̅ Ishaq al-Syairazi;
hakim di Syiraz/Azarbaijan yang pada waktu itu 12. Al Gayah al-Quswa fi̅ Dirayah al Fatwa;
dipegang oleh Ata̅bik Sulṫa̅n Abu̅ Bakar. Namun
kemudian ia melepaskan jabatannya itu dan me- 13. Al Tahzi̅b wa al Akhlaq fi̅ at-Tasawwuf;
nulis tafsir.(Ḣa̅lifah, 1994: 197) 14. Syarḥ al Ka̅fiyah fi̅ al Nahw li Ibn al Haib;
Berkaitan dengan kondisi pemerintahan/so- 15. Al lubb fi̅ al Nahw;
sial politik masa al-Baiḍāwi, Hasan (1996:359)
16. Kitab fi̅ al Mantiq;
menyebutkan bahwa pada saat itu intervensi
politik sangat kuat di dalam mempengaruhi du- 17. Mukhtasar fi̅ al hai’ah;dan
nia peradilan. Kalangan fuqaha’ merasa khawa- 18. Niẓam al Tawa̅rikh (al-Asnawi, [t.t.]: iii-iv)
tir jika sewaktu-waktu ditunjuk sebagai hakim,
Dari sekian banyak karya tulis al-Baiḍāwi,
akan disuruh mengeluarkan fatwa yang melang-
ada tiga kitab yang paling dikenal dan banyak be-
gar syariat. Ia juga menjelaskan bahwa dalam
redar di kalangan umat Islam, yaitu:
perkembangan tafsir, masa al-Baiḍāwi ini tafsir
bersama bidang keilmuan lainnya mengalami 1. Tafsir al-Baiḍāwi Anwar al Tanzil wa Asrar

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 69


Konsepsi Iman Menurut al-Baiḍāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-Ta’wi̅l

al Ta’wil, disiplin’ sastra (al-Baidawi, 1418 H: 23)


2. al Minhaj ( Minhaj al-Usu̅l ila ‘ilm al Usu̅l) Penjelasan tersebut memberikan makna
bahwa tafsir merupakan pengetahuan yang
3. Tawa̅li’ al Anwar.
menghasilkan pokok ilmu-ilmu keagamaan, se-
Di antara ketiga karya tulis ini, tafsir al- perti ushuluddin/teologi dan melahirkan dasar-
Baiḍāwi merupakan karyanya yang paling po- dasar kaidah syara’ yang berarti bahwa tafsir da-
puler (Watt,1987: 137). pat merupakan ijtihad yang bersifat sangat men-
Deskripsi Kitab Tafsir al-Baiḍāwi dan dasar atau paling pokok. Karena sifat pokoknya
Pandangannya Seputar Tafsir ini, jika yang dihasilkan mengubah perkara yang
bersifat pokok, maka yang berubah dapat berupa
Jika dikaitkan dengan metodologi penaf-
dasar dan cabang disiplin ilmu keagamaan, baik
siran Al-Qur’an, bentuk tafsir al-Baiḍāwi
hanya sebagiannya maupun keseluruhannya.
adalah bir-ra’y, dengan menggunakan metode
Karena itu, tafsir membutuhkan penguasaan
tahli̅li atau analitis dan bercorak teologi, yaitu
mufasir atas seluruh ilmu-ilmu keagamaan, baik
Ahlusunah. Aż-Żahabi (2000:212), umpama-
usul maupun furu’nya, dan menguasai aspek-
nya, menjelaskan tentang hal tersebut dengan
aspek kebahasaan baik tata bahasa Arab maupun
mencontohkan kecenderungannya untuk me-
sastrra.
ngunggulkan aliran Ahlusunah meski terkadang
dianggap terpengaruh aliran Mu’tazilah. . Penafsiran al-Baiḍāwi tentang Iman

Selain bidang akidah yang menjadi ke- Berdasarkan metode penelitian ini, diketahui
cenderungan utama tafsir ini, aspek-aspek yang bahwa terdapat beberapa penafsiran al-Baiḍāwi
dibahas dalam tafsir ini juga meliputi pembahas- yang menjelaskan konsepsi al-Baiḍāwi tentang
an: iman, yaitu penafsirannya atas potongan ayat
Q.S. al-Baqarah: 3, al-Mujadalah: 22, an-Nahl:
1. Keterkaitan atau penjelasan suatu ayat dengan
106, al-Maidah: 41, dan al-Hujurat: 14. Menu-
ayat lainnya,
rut al-Baidawi, ayat-ayat tersebut menjadi dasar
2. Penafsiran dengan hadis Nabi, qaul para sha- pembatasan konsepsi imannya. Berikut adalah
habat, tabi’in dan ulama sebelumnya, redaksi dan terjemahan tafsirnya secara beruru-
3. Pembahasan filsafat, tasawuf, fikih, aspek-as- tan:
pek kebahasaan, sastra, sya’ir Arab, dan ber- Redaksi Tafsir I:
bagai ragam bacaan Al-Qur’an (qira’at) dalam ..{ ΐϴϐϟΎΑ ϥϮϨϣΆϳ Ϧϳάϟ΍ }
penafsirannya. (Huda, 2002: 20-27) ϥ΄ϛ ϦϣϷ΍ Ϧϣ ΫϮΧ΄ϣ ϖϳΪμΘϟ΍ Ϧϋ ΓέΎΒϋ ΔϐϠϟ΍ ϲϓ ϥΎϤϳϹ΍ϭ
˯ΎϴϟΎΑ ϪΘϳΪόΗϭ ΔϔϟΎΨϤϟ΍ϭ ΐϳάϜΘϟ΍ ϕΪμϤϟ΍ Ϧϣ Ϧϣ΃ ϕΪμϤϟ΍
Dari segi pandangannya tentang signifikansi
ΚϴΣ Ϧϣ ϕϮΛϮϟ΍ ϰϨόϤΑ ϖϠτϳ Ϊϗϭ ϑ΍ήΘϋϻ΍ ϰϨόϣ ϪϨϤπΘϟ
ilmu tafsir dan syarat sebagai mufassir al-Baida-
ΪΟ΃ ϥ΃ ΖϨϣ΃ Ύϣ ϪϨϣϭ ϪϨϣ Ϧϣ΃ ΍Ϋ έΎλ ΊθϟΎΑ ϖΛ΍Ϯϟ΍ ϥ·
wi menjelaskan sebagai berikut:
ΐϴϐϟΎΑ ϥϮϨϣΆϳ ϲϓ ϦδΣ ϦϴϬΟϮϟ΍ ϼϛϭ ΔΑΎΤλ
Sesungguhnya ilmuyang paling tinggi dera- ϦϳΩ Ϧϣ Ϫϧ΃ ΓέϭήπϟΎΑ ϢϠϋ ΎϤΑ ϖϳΪμΘϟΎϓ : ωήθϟ΍ ϲϓ Ύϣ΃ϭ
jat, kemuliaan,dan cahayanya banyak petunjuk- ΚόΒϟ΍ϭ ΓϮΒϨϟ΍ϭ ΪϴΣϮΘϟΎϛ ϢϠγ ϭ ϪϴϠϋ ௌ ϰϠλ ΪϤΤϣ
nya) adalah ilmu tafsir.Ia (ilmu tafsir) merupakan ϪΑ έ΍ήϗϹ΍ϭ ϖΤϟ΍ ΩΎϘΘϋ΍ : έϮϣ΃ ΔΛϼΛ ωϮϤΠϣϭ ˯΍ΰΠϟ΍ϭ
penghulu dan pokok dari ilmu-ilmu keagamaan Νέ΍ϮΨϟ΍ϭ ΔϟΰΘόϤϟ΍ϭ ϦϴΛΪΤϤϟ΍ έϮϬϤΟ ΪϨϋ ϩΎπΘϘϤΑ ϞϤόϟ΍ϭ
dan menjadi dasar dan pondasi bagi kaidah-kai- έ΍ήϗϹΎΑ ϞΧ΃ Ϧϣϭ ϖϓΎϨϣ ϮϬϓ ϩΪΣϭ ΩΎϘΘϋϻΎΑ ϞΧ΃ ϦϤϓ
dah syara, tidaklah pantas membahas tentangnya Νέ΍ϮΨϟ΍ ΪϨϋ ήϓΎϛϭ ΎϗΎϓϭ ϖγΎϔϓ ϞϤόϟΎΑ ϞΧ΃ Ϧϣϭ ήϓΎϜϓ
kecuali orang yang mengerti seluruh ilmu-ilmu ϱάϟ΍ϭ ΔϟΰΘόϤϟ΍ ΪϨϋ ήϔϜϟ΍ ϲϓ ϞΧ΍Ω ήϴϏ ϥΎϤϳϹ΍ Ϧϋ ΝέΎΧϭ
keagamaan baik usul maupun furu’nya, dan yang ϑΎο΃ ϰϟΎόΗϭ ϪϧΎΤΒγ Ϫϧ΃ ϩΪΣϭ ϖϳΪμΘϟ΍ Ϫϧ΃ ϰϠϋ ϝΪϳ
unggul (ahli) dalam berbagai macam struktur { ϥΎϤϳϹ΍ ϢϬΑϮϠϗ ϲϓ ΐΘϛ ϚΌϟϭ΃ } : ϝΎϘϓ ΐϠϘϟ΍ ϰϟ· ϥΎϤϳϹ΍
atau tata bahasa Arab dan fann-fann ’disiplin- ΎϤϟϭ } { ϢϬΑϮϠϗ ϦϣΆΗ Ϣϟϭ } { ϥΎϤϳϹΎΑ ϦΌϤτϣ ϪΒϠϗϭ }
ϲϓ ΢ϟΎμϟ΍ ϞϤόϟ΍ ϪϴϠϋ ϒτϋϭ { ϢϜΑϮϠϗ ϲϓ ϥΎϤϳϹ΍ ϞΧΪϳ
ϥ·ϭ } : ϰϟΎόΗ ϝΎϘϓ ϲλΎόϤϟΎΑ Ϫϧήϗϭ ϰμΤΗ ϻ ϊο΍Ϯϣ
70 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013
ΐΘϛ ΍ϮϨϣ΁ Ϧϳάϟ΍ ΎϬϳ΃ Ύϳ } { ΍ϮϠΘΘϗ΍ ϦϴϨϣΆϤϟ΍ Ϧϣ ϥΎΘϔ΋Ύρ
΍ϮδΒϠϳ Ϣϟϭ ΍ϮϨϣ΁ Ϧϳάϟ΍ } { ϰϠΘϘϟ΍ ϲϓ ιΎμϘϟ΍ ϢϜϴϠϋ
ϰϟ· Ώήϗ΃ ϪϧΈϓ ήϴϴϐΘϟ΍ ΔϠϗ Ϧϣ Ϫϴϓ Ύϣ ϊϣ { ϢϠψΑ ϢϬϧΎϤϳ·
έ΍ήϗϹΎΑ ϞΧ΃ Ϧϣϭ ϖϓΎϨϣ ϮϬϓ ϩΪΣϭ ΩΎϘΘϋϻΎΑ ϞΧ΃ ϦϤϓ
Νέ΍ϮΨϟ΍ ΪϨϋ ήϓΎϛϭ ΎϗΎϓϭ ϖγΎϔϓ ϞϤόϟΎΑ ϞΧ΃ Ϧϣϭ ήϓΎϜϓ
ϱάϟ΍ϭ ΔϟΰΘόϤϟ΍ ΪϨϋ ήϔϜϟ΍ ϲϓ ϞΧ΍Ω ήϴϏ ϥΎϤϳϹ΍ Ϧϋ ΝέΎΧϭ
ϑΎο΃ ϰϟΎόΗϭ ϪϧΎΤΒγ Ϫϧ΃ ϩΪΣϭ ϖϳΪμΘϟ΍ Ϫϧ΃ ϰϠϋ ϝΪϳ Nurul Huda
{ ϥΎϤϳϹ΍ ϢϬΑϮϠϗ ϲϓ ΐΘϛ ϚΌϟϭ΃ } : ϝΎϘϓ ΐϠϘϟ΍ ϰϟ· ϥΎϤϳϹ΍
ΎϤϟϭ } { ϢϬΑϮϠϗ ϦϣΆΗ Ϣϟϭ } { ϥΎϤϳϹΎΑ ϦΌϤτϣ ϪΒϠϗϭ }
ϲϓ ΢ϟΎμϟ΍ ϞϤόϟ΍ ϪϴϠϋ ϒτϋϭ { ϢϜΑϮϠϗ ϲϓ ϥΎϤϳϹ΍ ϞΧΪϳ kan dalam (penafsiran potongan ayat) yu’minu̅n bi
al-ġaib.(iman).
ϥ·ϭ } : ϰϟΎόΗ ϝΎϘϓ ϲλΎόϤϟΎΑ Ϫϧήϗϭ ϰμΤΗ ϻ ϊο΍Ϯϣ
Sedangkan menurut syara’ iman adalah membe-
ΐΘϛ ΍ϮϨϣ΁ Ϧϳάϟ΍ ΎϬϳ΃ Ύϳ } { ΍ϮϠΘΘϗ΍ ϦϴϨϣΆϤϟ΍ Ϧϣ ϥΎΘϔ΋Ύρ
narkan terhadap sesuatu yang diketahui secara
΍ϮδΒϠϳ Ϣϟϭ ΍ϮϨϣ΁ Ϧϳάϟ΍ } { ϰϠΘϘϟ΍ ϲϓ ιΎμϘϟ΍ ϢϜϴϠϋ pasti bahwasannya ia berasal dari agama Muham-
ϰϟ· Ώήϗ΃ ϪϧΈϓ ήϴϴϐΘϟ΍ ΔϠϗ Ϧϣ Ϫϴϓ Ύϣ ϊϣ { ϢϠψΑ ϢϬϧΎϤϳ· madSaw, seperti tauhid, kenabian, hari kebangki-
Ϯϫ ˯ΎϴϟΎΑ ϯΪόϤϟ΍ Ϋ· Δϳϵ΍ ϲϓ ΓΩ΍έϹ΍ ϦϴόΘϣ Ϯϫϭ ϞλϷ΍ tan dan pembalasan, dan kumpulan tiga perkara:
Ϟϫ ΐϠϘϟΎΑ ϖϳΪμΘϟ΍ ΩήΠϣ ϥ΃ ϲϓ ϒϠΘΧ΍ ϢΛ ΎϗΎϓϭ ϖϳΪμΘϟ΍ keyakinan akan kebenaran ajaran agama, ikrar,
dan pengamalan sesuai yang terdapat dalam
ϪΑ έ΍ήϗϹ΍ ϡΎϤπϧ΍ Ϧϣ ΪΑ ϻ ϡ΃ ΩϮμϘϤϟ΍ ϪϧϷ ϑΎϛ Ϯϫ
ajaran tersebut. (Ini) menurut jumhur ahli hadis,
ΪϧΎόϤϟ΍ ϡΫ ϰϟΎόΗ ϪϧϷ ϲϧΎΜϟ΍ Ϯϫ ϖΤϟ΍ Ϟόϟϭ ϪϨϣ ϦϜϤΘϤϠϟ Mu’tazilah, dan Khawarij.
ϻ έΎϜϧϺϟ ϡάϟ΍ ϞόΠϳ ϥ΃ ϊϧΎϤϠϟϭ ήμϘϤϟ΍ ϞϫΎΠϟ΍ ϡΫ Ϧϣ ήΜϛ΃ (Dari pendapat jumhur tersebut) Seseorang yang
ϪϨϣ ϦϜϤΘϤϠϟ έ΍ήϗϹ΍ ϡΪόϟ meninggalkan hal keyakinannya saja, dia disebut
ϰϟΎόΗ ϪϟϮϗ ϲϓ ΓΩΎϬθϟΎϛ ΔϐϟΎΒϤϠϟ ϪΑ ϒλϭ έΪμϣ ΐϴϐϟ΍ϭ munafik, sesorang ‘yang meninggalkan ikrar, dia
dianggap kafir, dan seseorang yang meninggalkan
Ϧϣ ϦΌϤτϤϟ΍ ϲϤδΗ Ώήόϟ΍ϭ { ΓΩΎϬθϟ΍ϭ ΐϴϐϟ΍ ϢϟΎϋ } :
pengamalannya, maka dia dianggap fasik sesuai
ϞϴϘϛ ϒϴϔΧ Ϟόϴϓ ϭ΃ ΎΒϴϏ ΔϴϠϜϟ΍ ϲϠΗ ϲΘϟ΍ ΔμϤΨϟ΍ϭ νέϷ΍ derajat kefasikannya (menurut ahli hadis), diang-
ΔϬϳΪΑ ϪϴπΘϘΗ ϻϭ βΤϟ΍ ϪϛέΪϳ ϻ ϱάϟ΍ ϲϔΨϟ΍ ϪΑ Ω΍ήϤϟ΍ϭ gap kafir menurut Khawarij, dan dianggap keluar
ϪϟϮϘΑ ϲϨόϤϟ΍ Ϯϫϭ ϪϴϠϋ ϞϴϟΩ ϻ Ϣδϗ : ϥΎϤδϗ Ϯϫϭ ϞϘόϟ΍ dari iman tetapi tidak masuk kategori kafir menu-
Ϣδϗϭ { Ϯϫ ϻ· ΎϬϤϠόϳ ϻ ΐϴϐϟ΍ ΢ΗΎϔϣ ϩΪϨϋϭ } : ϰϟΎόΗ rut Mu’tazilah.
ήΧϵ΍ ϡϮϴϟ΍ϭ ϪΗΎϔλϭ ϊϧΎμϟΎϛ : ϞϴϟΩ ϪϴϠϋ ϊϗϮϣ ΐμϧ Hal yang menunjukkan bahwa iman hanyalah
membenarkan (ajaran) adalah bahwasannya
ΔϠλ ϪΘϠόΟ ΍Ϋ· ΍άϫ Δϳϵ΍ ϩάϫ ϲϓ ϪΑ Ω΍ήϤϟ΍ Ϯϫϭ Ϫϟ΍ϮΣ΃ϭ
Allah SWT. menghubungkan iman dengan hati,
ϰϠϋ ϻΎΣ ϪΘϠόΟ ϥ·ϭ ϪΑ ϝϮόϔϤϟ΍ ϊϗϮϣ ϪΘόϗϭ΃ϭ ϥΎϤϳϺϟ Allah berfirman: ula̅ika kataba fi̅ qulubihim
ϰϨόϤϟ΍ϭ ˯ΎϔΨϟ΍ϭ ΔΒϴϐϟ΍ ϰϨόϤΑ ϥΎϛ ΐϴϐϟΎΑ ϦϴδΒΘϠϣ ήϳΪϘΗ al-i̅ma̅n (Mereka itulah yang Dia (Allah) telah
΍ϮϘϟ } ΍Ϋ· Ϧϳάϟ΍ ϦϴϘϓΎϨϤϟΎϛ ϻ ϢϜϨϋ ϦϴΒ΋ΎϏ ϥϮϨϣΆϳ ϢϬϧ΃ tetapkan/tanamkan keimanan di hati mereka’.
ϢϜόϣ Ύϧ· ΍ϮϟΎϗ ϢϬϨϴρΎϴη ϰϟ· ΍ϮϠΧ ΍Ϋ·ϭ ΎϨϣ΁ ΍ϮϟΎϗ ΍ϮϨϣ΁ Ϧϳάϟ΍ Waqalbuhu̅ muṫmainnun bil-i̅ma̅n, dan walam
tu’min qulu̅buhum. (Pada ayat-ayat keimanan)
ϦΑ΍ ϥ΃ ϱϭέ ΎϤϟ ϪΑ ϦϣΆϤϟ΍ Ϧϋ ϭ΃ { ϥϮ΋ΰϬΘδϣ ϦΤϧ ΎϤϧ· kata iman diikuti/dihubungkan dengan amal shalih
Ύϣ ϩήϴϏ Ϫϟ· ϻ ϱάϟ΍ϭ : ϝΎϗ ϪϨϋ ϰϟΎόΗ ௌ ϲοέ ΩϮόδϣ secara berkali-kali di berbagai tempat/ayat, kemu-
Ω΍ήϤϟ΍ Ϟϴϗϭ Δϳϵ΍ ϩάϫ ΃ήϗ ϢΛ ΐϴϐΑ ϥΎϤϳ· Ϧϣ Ϟπϓ΃ ΪΣ΃ Ϧϣ΁ dian dibarengi dengan hal-hal yang terkait dengan
ϻ ϢϬΑϮϠϘΑ ϥϮϨϣΆϳ ϰϨόϤϟ΍ϭ έϮΘδϣ ϪϧϷ ΐϠϘϟ΍ : ΐϴϐϟΎΑ maksiat. Maka, (sebagai contohnya) Allah berfir-
man: wa in ṫa̅ifata̅ni min al-mu’mini̅n iqtatalu̅; ya̅
ϝϭϷ΍ ϰϠϋ ˯ΎΒϟΎϓ ϢϬΑϮϠϗ ϲϓ βϴϟ Ύϣ ϢϬϫ΍Ϯϓ΄Α ϥϮϟϮϘϳ ϦϤϛ
ayyuhallażi̅na a̅man̅u kutiba ‘alaikum al-qiṣa̅s fi̅ al-
Δϟ϶ϟ ΚϟΎΜϟ΍ ϰϠϋϭ ΔΒΣΎμϤϠϟ ϲϧΎΜϟ΍ ϰϠϋϭ ΔϳΪόΘϠϟ qatla̅; allazina a̅manu̅ wa lam yalbisu̅ i̅ma̅nahum
(al-Baidawi, 1484: 38) bi ẓulmin, di mana dalam ayat-ayat tersebut hanya
sedikit terdapat perbedaan. Pendapat ini adalah
Allazina yu’minu̅n bil-gaib ‘yaitu orang-orang yang paling dekat dengan dalil, yaitu beragamnya
yang beriman terhadap hal gaib’.. maksud/makna di dalam ayat tentang iman ter-
Iman secara bahasa merupakan ungkapan ten- sebut. Hal ini karena kata iman yang ditransitifkan
tang membenarkan sesuatu. Kata i̅ma̅n diambil dengan penambahan huruf ya’ (dalam kata i̅ma̅n)
dari kata al-amn, seperti bahwasannya orang hanyalah bermakana: at-taṣdi̅q ‘membenarkan’
yang membenarkan sesuatu, maka dia (akan) me- (yang jika dikaitkan dengan beberapa contoh ayat
ngamankan hal yang diyakini kebenarannya itu tersebut, dipahami dalam konteks) sesuai derajat
dari pendustaan dan ketidakcocokan/perbedaan. keimanannya. Selanjutnya, terjadi perbedaan da-
Ditransitifkannya kata i̅ma̅n dengan penambah- lam bahwasannya membenarkan dengan hati saja,
an huruf ya̅’ dimaksudkan untuk memasukkan apakah itu cukup? -karena makna itu adalah yang
makna pengakuan. Kata iman terkadang disebut- dikehendaki- ataukah harus mencakup ikrar/pe-
kan secara mutlak (seutuhnya/tanpa pembatasan) ngucapannya bagi yang telah tertanam imannya
dengan makna percaya/yakin, yaitu dari segi di hati? Tampaknya yang benar adalah yang kedua
bahwasannya orang yang percaya/yakin akan se- karena Allah ta’ala lebih banyak mencela yang ing-
suatu maka dia menjadi orang yang aman dalam kar dibanding mencela yang bodoh tetapi ceroboh.
sesuatu itu dan (contoh lainnya:) karena hal/se- Orang yang tidak setuju pendapat ini menganggap
suatu itu “aku tidak yakin bahwa aku akan mene- celaan Allah tersebut pada perbuatan ingkar bu-
mukan teman”. Dua macam makna ini (pengakuan kan pada ketiadaan ikrar pada orang yang telah
dan kepercayaan/keyakinan sebagai bagian dari memenuhi at-taṣdi̅q tersebut.
at-Taṣdi̅q,’membenarkan’) baik untuk diberlaku- Kata al-ġaib ‘yang gaib’ merupakan maṣdar (kata

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 71


Konsepsi Iman Menurut al-Baiḍāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-Ta’wi̅l

abstrak) yang disifati dengan penyangatan seba- {Mereka itulah} maksudnya orang-orang yang ti-
gaimana kata asy-syaha̅dah yang terdapat dalam dak saling berkasih sayang (dengan para penen-
firman Allah SWT: ‘a̅lim al-ġaib wasy-syaha̅dah. tang Allah dan rasul-Nya, meskipun mereka adalah
Orang Arab menamai perdamaian di bumi dan bapak, anak atau keluarga orang-orang tersebut)
permusuhan yang menyertainya secara keseluruh- {Dia (Allah) tanamkan iman di hati mereka} Mak-
an sebagai yang gaib atau (jika bukan masdar) sudnya: Allah tetapkan iman di hati mereka. Ini
bentuk kata fai’il yang dibaca takhfi̅f (huruf ‘illat- merupakan dalil yang menunjukkan keluarnya
nya) sebagai̅ma̅na kata qila sedangkan maksud- amal dari konsepsi iman. Karena sesungguhnya
nya adalah al-khafiyy ‘yang samar’ yang tidak bagian yang telah tetap di dalam hati (iman) maka
{ϥΎϤϳϹ΍ ϢϬΑϮϠϗ ϲϓ ΐΘϛ } ϢϫϭΩ΍Ϯϳ Ϣϟ Ϧϳάϟ΍ ϱ΃ { ϚΌϟϭ΃}
dapat dirasakan oleh panca indera dan tidak da- dia akan tetap di dalamnya, sedangkan amal per-
ϥΎϤϳϹ΍ ϡϮϬϔϣ Ϧϣ ϞϤόϟ΍ ΝϭήΧ ϰϠϋ ϞϴϟΩ Ϯϫϭ ΎϬϴϓ ϪΘΒΛ΃
pat diterima secara aksiomatik oleh akal. Gaib di buatan anggota badan tidaklah tetap/tertanam di
sini dibagi dua: yang pertama tidak dapat dike- ϝΎϤϋ΃ϭ Ϫϴϓ ΎΘΑΎΛ ϥϮϜϳ
dalam hati. ΖΒϠϘϟ΍ ϲϓ ΖΑΎΜϟ΍ ˯ΰΟ ϥΈϓ
tahui, ini terkandung dalam firman Allah SWT: wa Ϫϴϓ ΖΒΜΗ ϻ Ρέ΍ϮΠϟ΍
‘indahu̅ mafa̅tiḥ al-ġaib la̅ ya’lamuha̅ illa̅ huw yang Redaksi Tafsir III
berikutnya merupakan pernyataan yang dinyata-
{ϥΎϤϳϹ΍ ϢϬΑϮϠϗ ϲϓ ΐΘϛ } ϢϫϭΩ΍Ϯϳ Ϣϟ Ϧϳάϟ΍ ϱ΃ { ϚΌϟϭ΃}
kan oleh dalil seperti Yang Maha Pencipta dan si- ϥΎϤϳϹ΍ ϥ΃ ϰϠϋ ϞϴϟΩ Ϫϴϓϭ ϪΗΪϘϋ ήϴϐΘΗ Ϣϟ { ϥΎϤϳϹΎΑ ϦΌϤτϣ ϪΒϠϗϭ}
fat-sifatnya, hari akhir dan hal-hal yang terjadi di ϥΎϤϳϹ΍ ϡϮϬϔϣ Ϧϣ ϞϤόϟ΍ ΝϭήΧ ϰϠϋ ϞϴϟΩ Ϯϫϭ ΎϬϴϓ ϪΘΒΛ΃
(al-Baidawi, 1484: 241) ΐϠϘϟΎΑ ϖϳΪμΘϟ΍ Ϯϫ
dalamnya. Bagian ini sesuai dengan makna yang ϝΎϤϋ΃ϭ Ϫϴϓ ΎΘΑΎΛ ϥϮϜϳ ΖΒϠϘϟ΍ ϲϓ ΖΑΎΜϟ΍ ˯ΰΟ ϥΈϓ
terdapat dalam ayat tentang i̅ma̅n seperti tersebut Dan/padahal hati orang yang dipaksa Ϫϴϓ ΖΒΜΗ kafir
ϻ Ρέ΍ϮΠϟ΍
itu
di atas. Ini jika anda menjadikan menjadikan al- tetap tenang dalam keimanan: tidak berubah
ϦϴϘϓΎϨϤϟ΍ Ϧϣ ϱ΃ { ϢϬΑϮϠϗ ϦϣΆΗ Ϣϟϭ ϢϬϫ΍Ϯϓ΄Α ΎϨϣ΁ ΍ϮϟΎϗ Ϧϳάϟ΍ Ϧϣ }
keyakinannya. Dalam hal ini terdapat petunjuk
ġaib dalam keterkaitannya dengan i̅ma̅n dan men-
bahwa ϒτόϟ΍ϭ
iman ϝΎΤϟ΍
tidakϞϤΘΤΗ adalah
΍Ϯϟ΍ϭ ΎϨϣ΂Α ϻ ΍ϮϟΎϘΑ ΔϘϠόΘϣ ˯ΎΒϟ΍ϭ
dudukkannya sebagai maf’u̅l bih ‘obyek’. ϥΎϤϳϹ΍ ϥ΃ ϰϠϋ ϞϴϟΩ Ϫϴϓϭlain
ϪΗΪϘϋ ήϴϐΘΗ Ϣϟ {membenarkan
ϥΎϤϳϹΎΑ ϦΌϤτϣ ϪΒϠϗϭde-
ngan hati. ΐϠϘϟΎΑ ϖϳΪμΘϟ΍ Ϯϫ
Jika anda menganggapnya sebagai ḥa̅l (penjelas-
an) dengan memperkirakan makna: dengan cara Redaksi Tafsir IV
menyertai dengan kesamaran, maka makna yang
digunakan adalah al-ġi̅bah wal-khafa̅’ ‘samar’, Art- ϦϴϘϓΎϨϤϟ΍ Ϧϣ ϱ΃ { ϢϬΑϮϠϗ ϦϣΆΗ Ϣϟϭ ϢϬϫ΍Ϯϓ΄Α ΎϨϣ΁ ΍ϮϟΎϗ Ϧϳάϟ΍ Ϧϣ }
inya: bahwasannya mereka beri̅ma̅n dengan cara ϒτόϟ΍ϭ ϝΎΤϟ΍ ϞϤΘΤΗ [sic]΍Ϯϟ΍ϭ ΎϨϣ΂Α ϻ ΍ϮϟΎϘΑ ΔϘϠόΘϣ ˯ΎΒϟ΍ϭ
yang tidak diketahui/samar bagi kalian tetapi tidak
(al-Baidawi, 1484: 126)
seperti orang-orang munafik yang apabila ber-
temu dengan orang-orang yang beri̅ma̅n mereka (Ayat sebelumnya: Hai Rasul jangan bersedih ter-
mengatakan: “kami beri̅ma̅n “, namun bila mereka hadap orang-orang kafir yang memperlihatkan
kembali kepada setan-setan mereka, orang-orang kekafirannya) {Yaitu orang-orang yang me-
munafik itu berkata: “sesungguhnya kami beserta ngatakan: “kami beriman” dengan mulut mereka
kalian, kami hanyalah berolok-olok; atau (jika bu- tetapi hati mereka tidak beriman}. Maksudnya:
kan hal) tentang orang yang beri̅ma̅n kepada yang yaitu orang-orang munafik. Ba̅’ ‘dengan’ di sini
gaib sebagai̅ma̅na telah diriwayatkan bahwasan- berkaitan dengan kata qalu bukan a̅manna, Waw
nya Ibn Mas’u̅d r.a. berkata: Demi Dzat yang tidak (pada walam tu’min qulu̅buhum) dapat berkedudu-
ada Tuhan selain Dia, tidak ada seseorang yang kan sebagai (waw) ḥa̅l (penjelasan hal yang ben-
beri̅ma̅n melebihi i̅ma̅n kepada yang gaib lalu dia tuknya masih tersamar) atau (waw) ‘ataf (dan).
membacakan tersebut.
Dikatakan bahwa maksud bil-ġaib adalah hati Analisis
karena hati adalah tertutup. Maknanya: mereka
Empat redaksi tafsir pada beberapa potong-
beri̅ma̅n dengan hati mereka.tidak seperti orang
yang mengatakan dengan mulut mereka tetapi an ayat di atas telah menunjukkan dengan jelas
tidak sebagai̅ma̅na yang terdapat dalam hati me- bahwa definisi iman menurut al-Baiḍāwi adalah
reka. Maka huruf ba̅’ dalam makna pertama di- at-taṣdi̅q bi al-qalb “membenarkan (mengakui
gunakan untuk fungsi transitif, ba’ yang kedua
dan mempercayai) ajaran Nabi di dalam hati”.
bermakna muṣa̅ḥabah ‘penyertaan’ dan ba̅’ yang
ketiga dimaksudkan sebagai alat/media. Definisi ini sekaligus menjelaskan bahwa definisi
iman menurut al-Baiḍāwi berbeda dengan defi-
Redaksi Tafsir II
nisi iman menurut syara’.
{ϥΎϤϳϹ΍ ϢϬΑϮϠϗ ϲϓ ΐΘϛ } ϢϫϭΩ΍Ϯϳ Ϣϟ Ϧϳάϟ΍ ϱ΃ { ϚΌϟϭ΃}
Bagaimana iman di satu sisi kemudian amal
ϥΎϤϳϹ΍ ϡϮϬϔϣ Ϧϣ ϞϤόϟ΍ ΝϭήΧ ϰϠϋ ϞϴϟΩ Ϯϫϭ ΎϬϴϓ ϪΘΒΛ΃
dengan dasar iman dan ikrar atau pernyataan
ϝΎϤϋ΃ϭ Ϫϴϓ ΎΘΑΎΛ ϥϮϜϳ [sic]ΖΒϠϘϟ΍ ϲϓ ΖΑΎΜϟ΍ ˯ΰΟ ϥΈϓ
keimanan dengan lisan di lain sisi merupakan
(al-Baidawi, 1484: 197) Ϫϴϓ ΖΒΜΗ ϻ Ρέ΍ϮΠϟ΍
dua hal yang berbeda, dijelaskan lebih lanjut oleh

ϥΎϤϳϹ΍Jurnal
72 ϥ΃ ϰϠϋ ϞϴϟΩ Ϫϴϓϭ
“Analisa” ϪΗΪϘϋ
Volume 20ήϴϐΘΗ
NomorϢϟ 01
{ ϥΎϤϳϹΎΑ ϦΌϤτϣ ϪΒϠϗϭ
Juni 2013
ΐϠϘϟΎΑ ϖϳΪμΘϟ΍ Ϯϫ
Nurul Huda

al-Baiḍāwi dalam redaksi tafsir di atas bahwa siMPulan


perkataan atau amal yang bersifat lahiriah saja,
Iman menurut al-Baiḍāwi merupakan
dapat terjadi ketidaksesuaian antara perkataan/
perbuatan hati yang dikonsepsikan sebagai mem-
perbuatan dengan hati; sedangkan iman yang di-
benarkan (mengakui dan mempercayai) ajaran
maksudkan oleh al-Baiḍāwi medianya memang
NabiSaw, yaitu membenarkan kepada yang gaib,
hanya dengan hati dan tidak terdapat di selain
dengan hati, secara tersamar, dan dengan derajat
hati. Artinya, jika menurut penafsirannya amal
keimanan yang bervariasi. Konsepsi iman seper-
dan ikrar keimanan tidak dapat menentukan
ti ini merupakan kontekstualisasinya atas pen-
iman tidaknya seseorang, maka keduanya tidak
definisian iman secara bahasa yaitu membenar-
dapat dimasukkan dalam definisi iman. Bahwa
kan atau mengakui dan mempercayai dengan
secara integratif dipraktekkan semuanya, maka
hati. Secara definitif, konsepsi iman menurut
hal tersebut termasuk pelaksanaan ajaran agama
al-Baiḍāwi sama dengan konteks iman secara
baik dalam konteks Islam atau dalam konteks
bahasa, dan iman menurut Asy’ariyah, tetapi ti-
taqwa yang keduannya juga mensyaratkan iman.
dak sepenuhnya sama, karena al-Baiḍāwi masih
Jika dikaitkan dengan pemahaman aliran mengaitkan iman dengan hal di luar iman. Hal
Asy’ariyah bahwa amal dan ikrar juga termasuk terakhir ini telah menampakkan ketidakkonsis-
iman tetapi dari segi furu’nya, al-Baidawi mem- tenan konsepsi al-Baiḍāwi karena berlawanan
berikan penjelasan bahwa amal shalih meski di- dengan pembatasan atas konsepsi imannya sen-
hubungkan dengan keimanan, ia tidak merubah diri, yaitu bahwa iman secara mutlak merupakan
pemahaman bahwa iman hanyalah at-tasdiq, bagian dari perbuatan/pekerjaan hati (at-tasdiq),
yaitu membenarkan ajaran NabiSawdi hati, yang yaitu tidak memerlukan ikrar dan amal.
berarti sama dengan pemahaman Asy’ariyah.
Tetapi dalam masalah ikrar al-Baidawi telah meng
hubungkan iman dengan ikrar setelah adanya
at-tasdiq, dan membandingkan hal tersebut de- daftar Pustaka
ngan iman yang dipahami sebagai at-tasdiq saja. Al-Asnawi, Jamaludin Abd al-Rahim, Niha̅yah
Ini menunjukkan bahwa ikrar yang disebutkan al-Su̅l fi Syarh Minha̅j al-Uṣul, ttp., Alam al-
oleh al-Baidawi tersebut bukan dipahami se- Kutub. t.t.
bagai iman yang bersifat cabang sebagaimana
Al-Asy’ari, ‘Ali bin Isma̅’i̅l bin Abi̅ al-Basyar
pemahaman kalangan Asy’ariyah, tetapi lebih
Abu̅ al-Ḥasan, 1397. al-Iba̅nah fi̅ Uṣu̅l ad-
dipahami sebagai konsep dan defi-nisi iman
Diya̅nah, PenTahqīq: Fauqiyyah Husain
yang bertambah maknanya. Artinya, ada inkon-
Maḥmu̅d, Kairo: Dar al-Ansar, diunduh pada
sistensi dalam konsepsi iman al-Baida-wi sendiri
senin 4 Februari 2013 dari: http://shamela.
karena menjadikan hal yang bersifat cabang se-
ws/index.php/book/8178.
bagai hal yang bersifat pokok atau hal yang tidak
ada dalam konsepsi pokok tentang iman menjadi Al-Bazdawi, Abu al-Yusr Muhammad, 1963. Kitab
ada dalam konsepsi iman menurut al-Baidawi Usul ad-Din, Kairo: Isa al-Babi al-Halabi
tersebut. Dengan kata lain, al-Baidawi telah men-
Aż-Żahabi, Muhammad Husain, 2000. al-Tafsir
ghubungkan iman dengan hal di luar iman, yaitu
wa al-Mufassirun,Jld. I, Kairo: Maktabah
ikrar, dan ini bertentangan dengan definisi atau
Wahbah. diunduh pada senin 6 Februari 2013
konsepsinya sendiri tentang iman. Lebih jelas-
dari: http://www.waqfeya.com/search.php
nya, perbandingan tersebut seharusnya diterap-
kan dalam konteks perbandingan pemaknaan di _________, Richard J. McCarthy S.J.(Ed.).
luar at-tasdiq, atau cabangnya saja, tetapi yang 1952, Kitab al-Luma’, Beyrouth: Imprimerie
terjadi tidak demikian. Chatolique.
Bakker, Anton, 1984. Metode-Metode Filsafat,

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 73


Konsepsi Iman Menurut al-Baiḍāwi dalam Tafsir Anwār at-Tanz̅il wa Asra̅r at-Ta’wi̅l

Jakarta: Ghalia Indonesia Rahman, Yusuf, 1997. “Unsur Hermeneutika


dalam Tafsir al-Baiḍāwi”, Ulumul Qur’an,
Al-Baydāwi, Abdulla̅h bin ‘Umar, 1418 H. Anwār
Th. VII (3).
at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil,Jld. I, II, III, &
V, diTahqīq oleh Aburrahman al-Mir’asyly, Sudarto, 2002. Metodologi Penelitian Filsafat,
Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ad-Da̅wu̅di, Syamsuddi̅n Muhammad bin ‘Ali bin Ar-Ru̅mi, Faḥd bin Abd ar-Raḥma̅n bin Sulaima̅n,
Aḥmad, 1983. Ṫabaqa̅t al-Mufassiri̅n, Beirut: 1419 H. Buhuṡ fi̅ Uṣu̅l at-Tafsi̅r wa Mana̅hijuh,
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Riyad: Maktabah at-Taubah. Diunduh pada
tanggal 06 Februari 2013 dari http://www.
Huda, Nurul, Penafsiran al-Baiḍāwi tentang
waqfeya.com/search.php
Khilāfah dalam Tafsir al-Baiḍāwi Anwār
at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, 2002. Skripsi Rippin, Andrew, 1986. “Baydāwi”, The Encyclo-
Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuludin, paedia of Religion, New York: Mac Millan
Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Publishing Company.
Yogyakarta.
Asy-Syahrastani, Abu al-Fath Muhammad Ibn
Ḣa̅lifah, Ḥaji Abdulla̅h al-Qasṫanṫa̅ni, 1994. Kasyf Abdul Karim, 1992. Al-Milal wa an-Nihal,
aẓ-Ẓunun ‘an Asa̅mi̅ al-Kutub wa al-Funu̅n, diTahqīq dan ditashih oleh Ahmad Fahmi Mu-
Juz I, Beirut: Dar al-Fikr. hammad, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
diunduh pada tanggal 4 Februari 2013, dari:
Hasan, Ibra̅him Hasan, 1996. Tarih al-Islam, al-
htt://www.waqfeya.com/search.php.
Siyasi wa al-Dini wa al-Saqafi wa al-Ijtima’i,
Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Mishrriyyah. Watt, W. Montgomery, 1987. Islamic Philosophy
and Theology: An Extended Survey, Edin
Nasution, Harun, 2002. Teologi Islam: Aliran-
Burgh: The University Press.
aliran, Sejarah, Analisa dan Perbandingan,
Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI
Press)

74 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai