Anda di halaman 1dari 3

Nama : Jesika Rahma Dini

Nim : 06091382025063

Kelas : Palembang

Uas Imunobiologi

Tahun 2022

Soal!

1. Jelaskan kaitan antara proses opsonisasi dan fagositosis? Berikan contohnya


2. uraikan perbedaan antara aktivasi sistem komplemen jalur klasik dan alternatif?
3. Apakah komponen sel darah putih berperan dalam reaksi inflamasi? Jelaskan
4. Berikan perbedaan utama antara hipersensitivas tipe-I, II. III dan IV?
5. Apakah yang dimaksud kondisi autoimun itu? Jelaskan secara komprehensif?

Jawaban!

1. Dalam hal ini makrofag, neutrofil dan monosit memegang peranan yang sangat penting.
Supaya dapat terjadi fagositosis, sel-sel fagositosis tersebut harus berada dalam jarak
yang dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus
melekat pada permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak
menuju sasaran. Hal ini dapat terjadi karena dilepaskannya zat atau mediator tertentu
yang disebut dengan factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun
yang dilepaskan oleh neutrofil, makrofag atau komplemen yang telah berada dilokasi
bakteri. Selain factor kemotaktik yang berfungsi untuk menarik fagosit menuju antigen
sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya, bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih
dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau
komplemen (C3b), supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel
bakteri masuk kedalam sel dengan cara endositosis dan oleh proses pembentukan
fagosum, ia terperangkap dalam kantong fagosum, seolah-olah ditelan dan kemudian
dihancurkan baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat 7 keasaman yang
ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri.

2.
1) Regulasi jalur klasik:
Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1
inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
 Aktivitas C1 inhibitor Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1
INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan
antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari
hambatan C1 INH.
 Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh
beberapa regulator.

C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat berikatan
dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Disamping
itu kedua reseptor ini bersama dengan membrane cofaktor protein (MCP) juga
dapat meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b. Decay accelerating
faktor (DAF) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentulmya
C4b2b.

2) Regulasi jalur alternative


Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa protein dalam
sirkulasi maupun yang terdapat pada permukaan membran. Faktor H berkompetisi
dengan faktor B dan Bb untuk berikatan dengan C3b. Juga CR1 dan DAF dapat
berikatan dengan C3b sehingga berkompetisi dengan faktor B. Dengan adanya
hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat. Faktor I,
menghambat pembentukan C3bBb; dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh
kofaktor H, CR1 dan MCP. Faktor I memecah C3b dan yang tertinggal melekat
pada permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b), yang tidak dapat membentuk C3
konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi C3dg dan terakhir menjadi C3d.

3. Reaksi alergi sebetulnya merupakan bentuk perlawanan tubuh terhadap zat tertentu yang
dianggap berbahaya, padahal sebenarnya tidak. Saat tubuh mengalami reaksi alergi, sel
darah putih basofil akan melepaskan histamin dan mendorong tubuh untuk memproduksi
antibodi immunoglobulin E (IgE), yaitu antibodi yang dihasilkan sistem imun untuk
melawan zat penyebab alergi atau alergen yang masuk ke dalam tubuh.

4. Tipe I (reaksi cepat) yang terjadi segera setelah terpapar alergen. Tipe ini diperantarai
oleg Ig E yang terikat pada permukaan sel mast atau basofil dan menyebabkan
dilepaskannya mediator kimia seperti bradikinin, histamine, dan prostaglandin. Tipe II
diperantarai Ig G, reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel tubuh oleh karena
antibodi melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada pada permukaan sel.
Tipe III merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari
kompleks antigen antibody berada di jaringan. Tipe IV Reaksi ini dapat disebabkan oleh
antigen ekstrinsik dan intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini melibatkan sel-sel
imunokompeten, seperti makrofag dan sel T.
5. Autoimun merupakan gangguan sistem kekebalan tubuh akibat gagalnya pertahanan
kestabilan kondisi tubuh, sehingga sistem imun menyerang tubuh yang sehat dianggap
sebagai benda asing yang harus dimusnahkan. Autoimun merupakan suatu respon imun
terhadap antigen jaringan sendir yang terjadi akibat kegagalan mekanisme normal yang
berperan untuk mempertahankan self tolerance atau dapat diartikan sebagai kegagalan
pada toleransi imunitas sendiri. Penyakit autoimun terjadi ketika respon autoimun atau
respon sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan kemudian menyerang jaringan
tubuh itu sendiri sehingga memunculkan kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis,
padahal seharusnya sistem imun hanya menyerang organisme atau zat-zat asing yang
membahayakan tubuh

Anda mungkin juga menyukai