Oleh :
Rombel 4B
Dosen Pengampu :
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud komplemen pada sistem imun
b. Untuk mengetahui fungsi komplemen pada sistem imun
c. Untuk mengetahui apa yang dimaksud skizofrenia
d. Untuk mengetahui peran komplemen pada penderita skizofrenia
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Komplemen
Unsur pokok sistem komplemen diwujudkan oleh sekumpulan komponen protein
yang terdapat di dalam serum. Protein-protein ini dapat dibagi menjadi protein
fungsional yang menggambarkan elemen dari berbagai jalur, dan protein pengatur
yang menunjukkan fungsi pengendalian.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh
sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga
dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel
fagosit mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.
Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr,
CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan
unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya
Komponen C3 mempunyai fungsi sangat penting pada aktivasi komplemen, baik
melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Konsentrasi C3 jauh lebih besar
dibandingkan dengan fraksi lainnya, hal ini menempatkan C3 pada kedudukan yang
penting dalam pengukuran kadar komplemen di dalam serum. Penurunan kadar C3 di
dalam serum dapat dianggap menggambarkan keadaan konsentrasi komplemen yang
menurun. Juga penurunan kadar C3 saja dapat dipakai sebagai gambaran adanya
aktivasi pada sistem komplemen.
B. Aktivasi Komplemen
Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternatif terdiri atas tiga mekanisme :
a) pengenalan dan pencetusan
b) penguatan (amplifikasi)
c) pengakhiran kerja berantai dan terjadinya lisis serta penghancuran membran sel
(mekanisme terakhir ini seringkali juga disebut kompleks serangan membran).
C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat
berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3 konvertase).
Disamping itu kedua reseptor ini bersama dengan membrane cofaktor protein
(MCP) juga dapat meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b.
Decay accelerating faktor (DAF) dapat berikatan dengan C4b sehingga
mencegah terbentulmya C4b2b.
Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga
reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak
memerlukan antibodi IgG dan IgM.
b. Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif
Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam
jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim
proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah
menjadi frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg ++ dan
faktor B membentuk C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi
C3bBb yang aktif (C3 konvertase). Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus
dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi
pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan
selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat
dilarutkan dalam plasma.
Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan
melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak,
maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah
aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa
mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi
komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang
tidak dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat
mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel
sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka
aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih
diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar
dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi
awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh
karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh
proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H
dan faktor I.
Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah lingkaran aktivasi
C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan
membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada
permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan
dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur
altematif (kompleks serangan membran).
1. Sitolisis
Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan membran) yang berfungsi adalah
C5-C9. Mekanisme ini sangat penting bagi pertahanan tubuh melawan
mikrooorganisme. Proses lisis ini dapat melalui jalur alternatif maupun jalur
klasik.
Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan terkumpulnya
sel-sel dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka
memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut; proses ini disebut
peradangan.
D. Regulasi
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu
1) komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang
tidak stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan
rusak,
2) adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I
dan faktor H
3) pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen
komplemen yang melekat.
2. Penghambatan C3 konvertase
Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa regulator.
A. Penyebab Skizofrenia
Meski penyebab utama skizofrenia belum ditemukan, ada beberapa faktor yang
dapat menjadi penyebab dari skizofrenia, antara lain:
Faktor Genetik
Keturunan dari pengidap skizofrenia, memiliki risiko 10 persen lebih tinggi untuk
mengidap skizofrenia. Risiko tersebut akan meningkat 40 peren lebih besar ketika
kedua orangtua sama-sama pengidap skizofrenia. Sementara itu, anak kembar yang
salah satunya menderita skizofrenia, risiko akan meningkat 50 persen lebih besar.
Komplikasi saat Kehamilan dan Persalinan
Skizofrenia dapat disebabkan oleh beberapa kondisi yang mungkin terjadi ketika
masa kehamilan dan dampaknya akan terlihat ketika anak tersebut lahir. Kondisi
tersebut, seperti paparan racun dan virus, ibu seorang pengidap diabetes, perdarahan
dalam masa kehamilan, serta kekurangan nutrisi. Selain dari kehamilan, komplikasi
yang terjadi pada masa persalinan juga dapat menyebabkan seorang anak mengidap
skizofrenia. Contoh komplikasi yang dimaksud, seperti berat badan yang terlalu
rendah saat kelahiran, kelahiran yang prematur, dan asfiksia atau kekurangan
oksigen saat dilahirkan.
C. Gejala Skizofrenia
Skizofrenia terbagi menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif. Berikut ini
penjelasan dari dua kategori gejala penyakit tersebut:
1. Gejala Negatif
Gejala skizofrenia negatif adalah kondisi ketika sifat dan kemampuan yang dimiliki
orang normal, seperti konsentrasi, pola tidur normal, dan juga memiliki motivasi
hidup menjadi hilang. Umumnya, gejala tersebut ditambah dengan ketidakmauan
seseorang untuk bersosialisasi dan merasa tidak nyaman saat bersama orang lain.
Ciri-ciri orang yang mengidap gejala skizofrenia negatif, yaitu terlihat apatis dan
buruk secara emosi, tidak peduli terhadap penampilan diri sendiri dan menarik diri
dari pergaulan.
2. Gejala Positif
Biasanya berupa delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan adanya perubahan perilaku.
D. Diagnosis Skizofrenia
Jika gejala gangguan kejiwaan skizofrenia terlihat, umumnya dokter kejiwaan akan
melakukan pemeriksaan fisik kepada pengidap. Selain itu, pemeriksaan riwayat
kesehatan keluarga juga akan dilakukan. Sementara untuk pemeriksaan penunjang,
seperti pemeriksaan laboratorium seperti tes darah, pemeriksaan citra otak dengan
CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik dari
gejala skizofrenia, misalnya tumor otak atau kelainan metabolik yang bisa memiliki
gejala halusinasi seperti skizofrenia. Jika tidak ditemukan gejala atau indikasi
penyakit lain akan gangguan kejiwaan skizofrenia, dokter akan merujuk pasien atau
pengidap untuk ditangani oleh psikiater atau dokter spesialis kejiwaan.
E. Pengobatan Skizofrenia
Skizofrenia dapat diobati dengan menggunakan beberapa cara, seperti
mengombnasikan obat-obatan melalui terapi psikologis. Obat dengan resep pada
pengobatan skizofrenia ini adalah antipsikotik yang dapat memengaruhi zat
neurotransmiter didalam otak, yang bisa menurunkan rasa cemas, menurunkan atau
mencegah halusinasi dan membantu menjaga kemampuan berpikir.
Dokter umumnya akan memberikan obat-obatan antipsikotik kepada pengidap
skizofrenia untuk mengurangi atau menghilangkan gejalanya. Pengobatan lainnya
dengan terapi kejut listrik atau elektrokonvulsif (ECT). Metode ECT dengan cara
memberikan aliran listrik eksternal ke otak pengidap yang sebelumnya sudah di
anestesi atau ditidurkan sehingga kekacauan listrik pada otak penyebab gejala
halusinasi dapat berkurang.
(Aprilia, 2019)
BAB 3
PEMBAHASAN
Lebih dari 100 lokus dalam genom manusia mengandung haplotipe (SNP) yang
berhubungan dengan risiko skizofrenia. Alel dan mekanisme fungsional di lokus ini masih
harus ditemukan. Sejauh ini, hubungan genetik yang paling kuat adalah hubungan
schizophrenia yang tidak dapat dijelaskan dengan penanda genetik di seluruh lokus Major
Histocompatibility Complex (MHC), yang membentang beberapa megabase kromosom.
Lokus MHC terkenal karena perannya dalam kekebalan, mengandung 18 gen antigen leukosit
manusia (HLA) yang sangat polimorfik yang menyandikan serangkaian molekul penyajian
antigen yang luas. Pada beberapa penyakit autoimun, asosiasi genetik di lokus MHC muncul
dari alel gen HLA. Namun, hubungan skizofrenia dengan MHC belum dijelaskan.
Meskipun alel fungsional yang memunculkan asosiasi genetik secara umum sulit
ditemukan, asosiasi schizophrenia-MHC secara khusus menantang, karena pola kompleks
skizofrenia untuk penanda di lokus MHC mencakup ratusan gen dan tidak sesuai dengan gen.
linkage disequilibrium (LD) di sekitar varian yang dikenal. Ini mendorong kami untuk
mempertimbangkan pengaruh genetik samar yang mungkin menghasilkan sinyal genetik
tidak konvensional.
Serangkaian banyak alel SNP sepanjang segmen genomik (haplotipe SNP) dapat
digunakan untuk mengidentifikasi segmen kromosom yang berasal dari nenek
moyang yang sama. Diidentifikasikan haplotype SNP di mana setiap struktur lokus
C4 hadir. Tiga struktur lokus C4 yang paling umum masing-masing hadir pada
beberapa haplotipe MHC SNP. Sebagai contoh, struktur C4 AL-BS (frekuensi 31%)
hadir pada lima haplotipe umum (frekuensi 4%, 4%, 4%, 8%, dan 6%) dan banyak
haplotipe langka. Mencerminkan keragaman haplotype ini, masing-masing struktur
C4 ini menunjukkan korelasi nyata tetapi hanya sebagian dengan SNP individu.
Hubungan antara struktur C4 dan haplotipe SNP umumnya satu-ke-banyak: struktur
C4 mungkin ada pada banyak haplotipe, tetapi haplotipe SNP yang diberikan
cenderung memiliki satu struktur C4 karakteristik.
Asosiasi skizofrenia dengan varian genetik ini menunjukkan dua fitur yang
menonjol. Satu fitur melibatkan satu set besar SNP yang berasosiasi dengan rentang
2 Mb di ujung distal wilayah MHC yang diperluas. Puncak lain dari asosiasi
berpusat di C4, di mana skizofrenia terkait paling kuat dengan prediktor genetik
tingkat ekspresi C4A (p = 3,6 × 10−24). Di wilayah dekat C4 (kromosom 6, 31-33
Mb), semakin kuat SNP yang berkorelasi dengan prediksi ekspresi C4A, semakin
kuat hubungannya dengan skizofrenia.
Pada beberapa penyakit autoimun dengan asosiasi genetik di lokus MHC, alel gen
HLA berasosiasi lebih kuat daripada varian lain di lokus MHC, yang tampaknya
menjelaskan hubungan tersebut. Sebaliknya, dalam skizofrenia, alel HLA klasik
yang terkait dengan skizofrenia kurang kuat dibandingkan varian genetik lainnya di
wilayah MHC. Jika setiap alel C4 memengaruhi risiko skizofrenia melalui
pengaruhnya terhadap ekspresi C4A, maka hubungan ini harus terlihat di seluruh
alel C4 spesifik. Tingkat ekspresi C4A dihasilkan oleh keempat alel ini. Risiko
skizofrenia dan tingkat ekspresi C4A menghasilkan urutan yang sama dari seri alel
C4.
Jika rangkaian hubungan alelik dengan risiko skizofrenia ini muncul dari struktur
lokus C4 - alih-alih dari variasi genetik lainnya di lokus MHC - maka struktur C4
yang diberikan harus menunjukkan risiko skizofrenia yang sama terlepas dari
haplotipe MHC yang muncul. Asosiasi skizofrenia dari semua 13 kombinasi umum
struktur C4 dan haplotipe MHC SNP. Di sepanjang seri alelik ini, masing-masing
alel C4 menunjukkan tingkat risiko skizofrenia yang khas, terlepas dari haplotipe
yang muncul.
Sel C4 + dalam material abu-abu dan putih, dengan jumlah terbesar sel C4 +
terdeteksi di hippocampus. Penentuan biaya dengan penanda tipe sel spesifik
mengungkapkan C4 dalam subset neuron NeuN + dan subset astrosit. Sebagian besar
imunoreaktivitas C4 adalah punctate, berkolokasi dengan puncta sinaptik yang
diidentifikasi dengan co-immunostaining untuk penanda pra dan pascasinapsapt
VGLUT1 / 2 dan PSD95. Hasil ini menunjukkan bahwa C4 diproduksi oleh, atau
disimpan pada, neuron dan sinapsis.
4.1 Kesimpulan
Hubungan peningkatan C4 dengan skizofrenia, kehadiran C4 di sinapsis, keterlibatan
protein komplemen lain dalam eliminasi sinaps, dan penurunan jumlah sinaps pada pasien
skizofrenia, bersama-sama menyarankan bahwa C4 mungkin bekerja dengan komponen lain
dari kaskade komplemen klasik untuk mempromosikan pemangkasan sinaptik. Gangguan
pada skizofrenia cenderung mempengaruhi fungsi kognitif yang lebih tinggi dan daerah otak
yang baru-baru ini diperluas. Namun, gelombang eliminasi sinapsis pascanatal terjadi di
banyak daerah otak, dan model eksperimental yang kuat telah didirikan di beberapa sistem
visual mamalia di mana proyeksi sinaptik dari sel ganglion retina (RGCs) ke neuron relay
thalamic dalam inti geniculate lateral dorsal (dLGN) dari thalamus visual menjalani
penyempurnaan sinaptik yang bergantung pada aktivitas.
4.2 Saran
Untuk saat ini tindakan preventif gangguan kejiwaan skizofrenia secara spesifik belum
tersedia. Namun, tentu saja faktor risiko atas terjadinya skizofrenia bisa dilakukan dengan
diagnosis sedari dini jika ada anggota keluarga yang memiliki indikasi akan adanya gejala
skizofrenia.
Keharmonisan keluarga juga menjadi hal yang penting untuk dijaga, serta melakukan
kegiatan positif dan rutin berolahraga juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan mental
seseorang. Jika seseorang terdiagnosis mengidap skizofrenia, penanganan medis dan
pemberian resep dokter akan sangat berguna. Hal tersebut tentu saja bertujuan untuk
menghindari gejala skizofrenia semakin parah.
DAFTAR PUSTAKA
Children Allergi Center (2009) Sistem Komplemen, Indonesian Children. Available at:
https://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/04/24/sistem-komplemen/ (Accessed: 9
April 2020).
Sudarmana, L. et al. (2018) ‘Aplikasi Sistem Pakar Untuk mendiagnosis Gangguan Jiwa
Schizophrenia’, Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (J-PTIIK)
Universitas Brawijaya, 2(2), pp. 40–44. doi: 10.31154/cogito.v2i2.18.94-107.