Anda di halaman 1dari 19

SISTEM KOMPLEMEN

Pembimbing : Ida Bagus Nyoman Putra Dwija, M. Biotech. Ph.D.

Rizki Mulianti (2280711012)


KOMPLEMEN

• Sistem komplemen adalah sekelompok protein plasma inaktif yang bersirkulasi


dalam darah yang meningkatkan atau melengkapi sistem pertahanan tubuh.
• Komplemen merupakan salah satu enzim serum yang berfungsi dalam
inflamasi, opsonisasi dan kerusakan (lisis) membrane pathogen.
• Sekitar 20 protein yang berperan dalam sistem komplemen.
• Ada 9 komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan,
dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil (C3a, C4a, dsb).
Fragmen yang besarenzim tersendiri, mengikat serta mengaktifkan molekul
lain, berinteraksi dengan inhibitor yang menghentikan reaksi selanjutnya.
• Komplemen sebagian besar disintesis didalam hepar oleh sel hepatosit,
dan juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah
• Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan
disintesis di tempat dan waktu terjadinya aktivasi.
• Protein komplemen yang paling banyak ditemukan di dalam plasma yaitu
C3.
Kaskade komplemen dapat diaktivasi oleh satu
dari tiga jalur
• Jalur alternatif
• Jalur klasik
• Jalur lektin
•  Langkah awal fungsi ketiga jalur ini adalah membentuk banyak molekul
C3 teraktivasi yang terikat pada mikroba atau sel dimana komplemen
teraktivasi.
Jalur alternatif

• Jalur ini adalah suatu komplemen dari imunitas alami.


• Dipicu bila beberapa protein komplemen diaktivasi pada permukaan mikroba dan
tidak dapat dikontrol  karena protein leguratori komplemen tidak ada pada mikroba
(namun ada pada sel inang).
• Aktivasi komplemen dipicu ketika suatu produk pecahan dari hidrolisis C3 yaitu C3b
ditimbun pada permukaan suatu mikroba  C3b membentuk suatu ikatan kovalen
yang stabil dengan protein mikrobial atau polisakarida  terlindung dari degradasi
lanjutan (C3b dicegah untuk berikatan dengan sel inang yang normal oleh beberapa
protein regulator yang terdapat pada mikroba). C3b yang terikat pada mikroba
mengikat protein lain yang disebut faktor B  Dihancurkan oleh suatu protease plasma
yang disebut factor D  untuk membangkitkan fragmen Bb
Jalur klasik

• Suatu mekanisme imunitas adaptif humoral


• Paling sering dicetuskan oleh antibodi yang mengikat mikroba atau antigen lain
• Aktivasi komplemen dipicu Ketika IgM atau subkelas IgG tertentu (igG1, IgG2 dan IgG3 pada manusia)
berikatan dengan antigen (seperti pada permukaan sel mikroba)  regio Fc antibody memiliki akses
untuk berikatan dengan protein komplemen C1 (yang tersusun atas sebuah komponen ikatan yang
disebut C1q dan dua protease C1r dan C1s)  C1 yang melekat menjadi aktif secara enzimatis,
mengakibatkan pengikatan dan pemecahan dua protein lainnya, yaitu C4 dan C2  C4b menempel
secara kovalen pada antibody atau ke permukaan mikroba dimana antibody diikat  mengikat C2,
selanjutnya dipecah oleh C1 aktif untuk menghasilkan kompleks C4b2a  C3 konvertase  berfungsi
untuk memecah C3, dan C3b yang dibentuk kembali akan berikatan pada mikroba  beberapa C3b
berikatan dengan kompleks C4b2a, dan hasil kompleks C4b2a3b berfungsi sebagai suatu C5 konvertase,
yang memecah protein komplemen C5.
Jalur lektin

• Mekanisme efektor imunitas alami.


• Aktivasi komplemen diawali melalui pengikatan plasma mannose-binding
lectin (MBL) pada mikroba. Serine protease secara struktural sama
dengan suatu komplemen C1s dari jalur klasik yang berhubungan dengan
MBL dan bekerja untuk mengaktivasi C4.
• Hasil akhir tahapan awal aktivasi komplemen ini adalah mikroba dilapisi
C3b yang terikat secara kovalen.
• Tahap lanjut aktivasi komplemen diawali oleh pengikatan C5 pada C5
konvertase  proteolisis C5  membentuk C5b  protein akhir dari jalur ini
yaitu C9  mengalami polimerisasi  membentuk suatu lubang di dalam
membrane sel  dapat dilalui air dan ion-ion  mengakibatkan kematian
sel mikroba  KOMPLEKS C5-9  Membrane Attack Complex (MAC).
Fungsi sistem komplemen

• Sistem komplemen berperan penting dalam eliminasi mikroba selama respons imun
alami dan adaptif.
• 1). Opsonisasi : mikroba yang dilapisi C3b difagosit karena C3b dikenali oleh reseptor
komplemen tipe 1 (Cr1 atau CD35) yang diekspresikan pada fagosit  C3b berfungsi
sebagai opsonin.
• 2). Lisis sel : MAC dapat mencetuskan lisis osmotic sel, termasuk mikroba ( dinding sel
tipis, sedikit atau tidak ada glikokaliks, seperti bakteri dari spesies Neisseria)
• 3). Inflamasi : C3a dan C5a bersifat kemotaktik untuk neutrofil, merangsang pelepasan
mediator inflamasi dari berbagai leukosit dan memperbesar pergerakan leukosit dan
protein plasma ke dalam jaringan.
• Sebagai tambahan pada fungsi efektor antimikrobialnya, sistem
komplemen merangsang perkembangan respons sel B dan produksi
antibodi.
• Ketika C3 teraktivasi oleh suatu mikroba melalui jalur alternatif  C3d
dikenali oleh reseptor komplemen tipe 2 (CR2) pada limfosit B 
mengirimkan sinyal  meningkatkan respon sel B terhadap mikroba 
RESPON IMUN ALAMI  merangsang respon imun adaptif terhadap
mikroba yang sama (aktivasi sel B dan produksi antibodi).
Pengaturan aktivasi komplemen

• Sel mamalia mengekspresikan protein regulator yang menghambat


aktivasi komplemen, sehingga dapat mencegah kerusakan akibat
komplemen pada sel inang.
• C1 inhibitor (C1 INH) menghentikan aktivasi komplemen sejak awal, pada
stadium aktivasi C1.
• Defisiensi C1 INH  penyebab angioedema herediter  terjadi aktivasi C1
berlebihan  mengakibatkan kebocoran cairan (edema) pada laring
dan berbagai jaringan lainnya.
• Decay-accelerating factor (DAF) adalah suatu protein permukaan sel terkait
glikolipid  yang mengganggu pengikatan Bb pada C3b dan pengikatan
C4b pada C2a  menghentikan pembentukan konvertase C3 dan
menghentikan aktivasi komplemen melalui jalur alternatif dan jalur klasik
• Penyakit paroxysmal nocturnal hemoglobinuria  diakibatkan oleh defisiensi
yang didapat pada sel punca hematopoietic dari enzim yang memproduksi
jangkar glikolipid untuk beberapa protein membrane, meliputi protein
regulator komplemen DAF dan CD59
• Pada pasien yang mengalami kondisi tersebut, aktivasi komplemen yang
tidak teregulasi terjadi pada eritrosit  mengakibatkan lisis sel eritrosit tersebut.
• Faktor I  memecah C3b menjadi fragmen inaktif, dengan protein kofaktor membrane
(MCP) dan protein plasma factor H berfungsi sebagai kofaktor dalam proses enzimatik.
• Defisiensi protein regulator factor H dan I  berakibat peningkatan aktivasi komplemen
dan mengurangi kadar C3 karena dikonsumsi  menyebabkan peningkatan
kepekaan terhadap infeksi.
• Mutasi factor H yang melemahkan ikatannya pada sel  penyakit genetic langka
atypical hemolytic uremic syndrome  ditandai dengan gangguan ginjal, pembuluh
darah, dan pembekuan darah.
• Beberapa varian genetic factor H tertentu berkaitan dengan penyakit mata 
degenerasi makula terkait umur.
Refrensi

Abbas, A. K., Lichtman, A. H., & Pillai, S., 2016, Imunologi Dasar Abbas: Fungsi
dan Kelainan Sistim Imun, Edisi Kelima, ELSEIVER, Halaman 42-43, 181-189.

Anda mungkin juga menyukai