Anda di halaman 1dari 4

B.

Sistem Komplemen Imunologi


1. Definisi system komplemen
MATERI TIKA

2. Komponen system komplemen


Sistem komplemen sebagai satu kesatuan memiliki peran masing-masing di dalamnya, ada
yang berperan sebagai efektor, reseptor dan regulator. Secara keseluruhan komplemen
memiliki 9 komponen besar, yaitu komplemen (Complement = 9) no. 1-9, selanjutnya disebut
C1-C9, namun karena komplemen memiliki peran sebagai efektor, reseptor dan regulator
dapat terbagi lagi menjadi sekitar 30 komponen.
a. Komplemen efektor
Efektor secara umum dapat diartikan sebagai molekul yang mengatur aktivitas biological
dan dapat berperan sebagai sinyal dari suatu reaksi berantai. Komplemen sebagai efektor
juga memiliki peran yang sama, diantaranya sebagai sinyal agar reaksi aktivasi
komplemen dapat berjalan berurutan (cascade). Sebagian besar komponen komplemen
berperan sebagai efektor, baik komplemen yang berperan sebagai enzim, substrat, maupun
produk yang dihasilkan dari system enzimatis tersebut.
b. Komplemen reseptor
Komunikasi antara sel dan molekul di sekelilingnya diperankan oleh banyak perantara,
salah satunya adalah reseptor. Komponen komplemen yang aktif dan menjalankan
fungsinya juga memerlukan reseptor untuk berikatan dengan sel yang membantu
menjalankan fungsinya, contoh komplemen C3b yang salah satu fungsinya sebagai
opsonin (membantu fagositosis) memerlukan bantuan sel fagosit (contoh makrofag) untuk
menjalankan fungsinya. Komunikasi komplemen C3b dengan makrofag akan terjalin jika
terdapat reseptor CR1 pada permukaan makrofag tersebut.
c. Komplemen regulator
Komplemen merupakan suatu system yang berantai, yang aktivasinya terjadi terus
menerus selama system imun mengenali adanya bahan asing (antigen) di dalam tubuh
host. Akhir dari aktivasi komplemen melalui jalurnya masing-masing akan mencetuskan
terjadinya pelisisan membrane pathogen. Aktivasi sistem komplemen yang terus menerus
ini perlu diatur oleh komponen komplemen yang berperan sebagai regulator/pengatur. Jika
suatu individu tidak memiliki atau defisiensi dari komplemen regulator, maka dapat
menimbulkan suatu kondisi patologis, seperti penyakit autoimun. Sebagai contoh C1 INH
sebagai komplemen yang berperan dalam inhibitor komplemen C1 sehingga menghambat
aktivasi enzimatis dari Clr dan Cls yang selanjutnya juga akan menghambat aktivasi C2,
dst.

3. Nomenclature Komplemen
Komplemen diberi simbol dengan huruf “C” yang merupakan singkatan dari
“Complement” (bahasa Inggris dari komplemen). Komponen komplemen dinamakan dengan
urutan nomor, yaitu dari C1- C9, kecuali C4 aktif sebelum C2 (C1 – C4 – C2 – C3 – C5 – C6
– C7 – C8 – C9). Penamaan komplemen juga dengan simbol huruf, contoh : faktor D (jalur
alternatif), atau dengan penamaan trivial, contoh : homologous restriction factor. Fragmen
peptida yang terbetuk dari aktivasi komplemen diberi simbol huruf kecil. Umumnya, fragmen
peptida kecil dihasilkan dari pembelahan komplemen yang lebih besar.
Fragmen kecil tersebut disimbolkan dengan huruf “a”, sementara fragmen yang lebih
besar diberi symbol “b”, contoh : C3a, C5a, kecuali untuk C2a; C2a adalah fragmen yang
lebih besar. Fragmen yang lebih besar akan berikatan dengan komplemen target yang
berdekatan dengan tempat aktivasi. Sedangkan fragmen yang lebih kecil akan menyebar dan
berfungsi sesuai dengan aktivitas biologiknya, contoh C3a, C4a, dan C5a menginisiasi respon
inflamasi melalui ikatannya dengan reseptor khusus. Fragmen komplemen akan berikatan
dengan satu dan komponen lainnya untuk membentuk kompleks yang memiliki fungsi
sebagai enzim. Kompleks komplemen yang berfungsi sebagai enzim ini diberi simbol bar
(garis atas), contoh : C4b2a, C3bBb (Kindt et al., 2007).
Komponen C1 pada serum berbentuk kompleks makromolekul, tersusun atas C1q, 2
molekul C1r dan 2 moleku C1s yng terikat bersama membentuk kompleks (C1q,r2s2) yang
distabilkan oleh ion Ca2+ .

4. Fungsi system komplemen


Menurut Baratawidjaja (2006) fungsi komplemen secara terperinci adalah :
a. Membantu terjadinya inflamasi
Sebagai anafilatoksin C3a, C4a dan C5a meningkatkan permeabilitas vaskular lokal
melalui pelepasan histamin oleh sel mast dan atau sel basofil yang mengalami degranulasi.
b. Sebagai Kemokin
C3a, C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin (zat yang dapat menarik dan mengerahkan sel-
sel fagosit) baik mononuklear maupun polinuklear ke tempat terjadinya infeksi.
c. Berperan dalam fagositosis opsonin
C3b dan C4b merupakan opsonin yaitu molekul yang dapat diikat di satu pihak oleh
partikel kuman dan di lain pihak oleh reseptornya pada fagosit.
d. Berperan dalam adherens imun
C3b berfungsi dalam adherens imun yaitu fenomena melekatnya antigen pada berbagai
permukaan misalnya permukaan pembuluh darah sehingga memudahkan untuk dilapisi
antibodi.
e. Berperan dalam eliminasi kompleks imun
C3a dan iC3b dapat diendapkan di permukaan kompleks imun dan merangsang eliminasi
kompleks imun.
f. Berperan dalam lisis osmotik bakteri
Terbentuknya MAC oleh aktivasi komplemen secara keseluruhan akan menimbulkan lisis
osmotik sel atau bakteri.
g. Berperan dalam aktivitas sitolitik
C3b bersama IgG dapat meningkatkan sitotoksisitas sel efektor antibody dependent cell-
mediated cytotoxicity (ADCC) karena reseptor kedua zat tersebut terdapat pada eosinofil.
polimorfonuklear. C8-9 juga dapat membentuk saluran-saluran dan merusak membran sel.
Dalam keadaan normal, komplemen tidak aktif dan diaktifkan oleh berbagai bahan seperti
lipopolisakarida (LPS) bakteri. Hasil aktivasi tersebut bertujuan untuk memproteksi tubuh
terhadap benda asing, namun sering juga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri.
Hasil aktivasi tersebut berupa mediator biologi aktif atau enzim untuk reaksi berikutnya
(Baratawidjaja, 2006).

5. Jalur system komplemen


Sistem komplemen, menurut Allen dan Meyer (2007) diaktifkan oleh 3 jalur yaitu : jalur
klasik, jalur alternatif dan jalur lektin.
a. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik
Kompleks imun antigen-antibodi mengaktifkan C1, yang kemudian mengaktifkan C2, C4
dan selanjutnya mengaktifkan C3.
b. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif
Aktivasi jalur alternatif dimulai dari diaktifkannya C3. Jalur alternatif terjadi tanpa melalui
tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1, C4 dan C2). Jalur alternatif ini
diaktifkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit, agregat IgA, IgG4 dan faktor nefritik.
c. Aktivasi komplemen melalui jalur lektin
Melalui mannan binding lectin (MBL) yang diikat oleh lektin hidrat arang kuman untuk
kemudian mengaktifkan C3.
Aktivasi komplemen tersebut dapat melalui 3 jalur yang berbeda, namun selalu berakhir
dengan diproduksinya C3. Proses hingga pada produksi C3 disebut tahap awal aktivasi
komplemen (Baratawidjaja, 2006). Namun justru pada tahap inilah para ahli menyebut
sebagai tahap penting karena merupakan tahap kritis dalam mengelaborasi fungsi biologis
komplemen. Tahap awal tersebut berlanjut pada tahap lambat. Tahap ini dimulai dengan
produksi C5a (suatu peptida yang merangsang inflamasi) yang dirangsang oleh C3b.
Komplemen akan teraktivasi 1-2 jam setelah adanya acute tissue injury (Baratawidjaja,
2006).

Gambar : Aktivasi sistem Komplemen

6. Defisiensi Komplemen
Komponen komplemen dapat mengalami defisiensi terkait kelainan genetik. Defisiensi
homozigot pada komponen jalur klasik seperti C1q, C1r, C1s, C2 dan C4 menunjukkan gejala
yang ditandai dengan peningkatan penyakit yang berhubungan dengan kompleks imun seperti
Sistemik Lupus Eritematosus, glumerolunefritis, dan vaskulitis. Defisiensi tersebut
menegaskan pentingnya reaksi pada awal sistem komplemen yaitu pada pembentukan C3b,
dan peran penting C3b pada solubilisasi dan clearance kompleks imun. Lebih lanjut, pada
penyakit kompleks imun, individu dengan defisiensi komplemen tersebut lebih rentan
mengalami infeksi pyogenik (bakteri yang menghasilkan pus) yang berulang, seperti
Streptococci dan Staphylococci.

Daftar Pustaka :
Allen, N. J dan Meyer, J. P, 2007. The Measurement and Antecedents of Affective,
Continuance and Normative Commitment to the Organization. Journal of
Occupational Psychology, 63 : 1-18.
Baratawidjaya, K. G. 2006. Imunologi dasar. Jakarta : FK Universitas Indonesia.
Kindt. T. J., Goldsby, R. A., Osborne, B. A dan Kuby, J. 2007. Kuby immunology.
Macmillan.

Anda mungkin juga menyukai