Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang
yang penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Bangunan rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan
kesehatan yang sangat mendasar.
Untuk menjamin kesinambungan dan kualitas pelayanan kesehatan
kepada masyarakat ,maka bangunan rumah sakit serta seluruh peralatan dan
perlengkapan yang menyatu didalamnya harus mendapat perhatian dari
pengelola rumah sakit terutama dalam aspek perawatan dan pemeliharaan
yang teratur dan tepat waktu ,agar terhindar dari kerusakan yang lebih berat
dan memerlukan biaya perbaikan yang tinggi.
Terselenggaranya pelayanan medis kepada masyarakat di rumah sakit
tidak terlepas dari tersedianya fasilitas pelayanan yang memadai. Bangunan
rumah sakit beserta seluruh aspek penunjangnya adalah merupakan sarana
tempat dimana pelayanan medik dilaksanakan.
Keadaan dan kelengkapan bangunan rumah sakit sangat menentukan
kualitas pelayanan medik disamping aspek-aspek yang menentukan antara
lain seperti peralatan, tenaga medis, paramedis, obat-obatan dan kelengkapan
pelayanan kesehatan lainnya.
Untuk menjamin keadaan selalu siap operasional maka bangunan
rumah sakit beserta seluruh fasilitas penunjangnya perlu dipelihara sehingga
akan terhindar dari kerusakan yang akan mengaikibatkan terganggunya
pelayanan dalam jangka waktu yang lama.
Bangunan rumah sakit, khususnya bangunan-bangunan tempat
diselenggarakan pelayanan medis mempunyai beberapa kekhususan tersendiri
sesuai dengan fungsinya dalam pelaksanaan pelayanan, misalnya ruang
operasi, ruang laboratorium, ruang x-ray, poliklinik dan ruang perawatan.
Kekhususan ruangan yang disesuaikan dengan fungsi pelayanannya ini
menurut adanya ketentuan khusus mengenai bentuk ruangan dan jenis serta
kualitas bahan bangunan yang dipergunakan dalam membuat ruangan
tersebut, sehingga pemeliharaannya harus mengacu kepada aspek-aspek
bahan dan fungsi pelayanannya.
1
1.2. Tujuan Pedoman Pemeliharaan Sarana.
a. Setiap petugas dan semua pihak yang terkait dalam kegiatan
pemeliharaan bangunan rumah sakit mempunyai pegangan dan acuan.
b. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di Rumah sakit.
c. Memberikan keamanan dan kenyamanan kepada pasien dan
keluarganya yang berkunjung di Rumah Sakit
1.3. Ruang Lingkup Pelayanan Pemeliharaan Sarana.
a. Penyehatan lingkungan rumah sakit
b. Pemeliharaan bangunan.
c. Pemeliharaan kelengkapan fasilitas gedung .
d. Pemeliharaan alat medis.

1.4. Batasan Operasional.


Penyehatan lingkungan rumah sakit adalah suatu upaya pengamanan
lingkungan terhadap pencemaran yang berasal dari lingkungan rumah
sakit guna terciptanya suatu kebersihan dan kesehatan lingkungan fisik,
kimia dan biologi.
Pemeliharaan bangunan rumah sakit meliputi pemeliharaan dan perbaikan
kecil untuk seluruh bangunan rumah sakit yang mencakup bangunan,
kelengkapan fasilitas gedung dan pemeliharaan alat medis dimana juga
termasuk kalibrasi alat medis yang dilakukan oleh pihak internal maupun
oleh pihak ke tiga.

1.5. Landasan Hukum


a. Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009
b. Undang-undang no 3 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
c. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
d. Undang-Undang nomor 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit
e. Peraturan Pemerintah no 52 tahun 2000 tentang telekomunikasi
Indonesia.
f. Permenkes nomor: 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit
g. Permenkes nomor 2306 tahun 2011 tentang persyaratan teknis
prasarana instalasi Listrik Rumah Sakit
h. Peraturan menteri Ketenagakerjaan RI no 12 tahun 2015 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja
i. Menteri Kesehatan RI nomor 983/SK/ MENKES/XI/92, rumah sakit
mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
2
terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
j. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1041/MENKES/SK/XI 2008
Tentang Standar Pelayanan di Sarana Pelayanan kesehatan.
k. Buku Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit Departemen
Kesehatan RI Tahun 2008
l. Keputusan Menteri Kesehatan No. 7 tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
m.Keputusan Menteri Kesehatan No. 875 tahun 2001 tentang Penyusunan
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
n. Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang Pedoman
Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
o. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1335 tahun 2002 tentang Standar
Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara
Ruangan Rumah Sakit
p. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Depkes, 2000
q. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya tahun 2012.
r. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
fasilitas Pelayanan lainnya tahun 2012.
s. Pedoman Penatalaksanaan Pengelolaan Limbah Padat dan Limbah Cair
di Rumah Sakit, Depkes, 2006
t. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 371 tentang standar profesi teknisi
elektromedis
u. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 54 tahun 2015 tentang Pengujian
dan Kalibrasi Alat Kesehatan

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

Kepala IPSRS : Minimal S1 sederajad


Petugas Administrasi : Minimal SMU/SMK Sederajad
Petugas lapangan :
1. Koordinator kesehatan lingkungan : D III Kesling
2. Koordinator listrik : D III listrik
3. Koordinator elektronik : SMK
4. Koordinator alat medis : D III ATEM
5. Koordinator gedung bangunan : SMK Bangunan

Tabel tenaga IPS RS dan kebutuhan tenaga IPSRS

No Ketenagaan Pendidikan Kebutuhan Yang Ada Kekurangan Keterangan

1 Ka. IPS RS S1 1 1 0
1 ATEM D3 3 3 0  
2 Listrik D3/S1 1 1 0  
    SMK/SLTA 2 2 0
3 Elektro D3/S1 1 1 0
    SMK/SLTA 2 2 0
4 Kesling D3/D4 4 2 2  
5 Bangunan D3 Sipil 1 0 1  
STM
    Bangunan 2 0 2  
6 Administrasi SLTA 1 1 0  
      18 13 5  

2.2. DISTRIBUSI KETENAGAAN :


a. 1 (satu) orang kepala IPSRS
b. 1 (satu) orang petugas administrasi
c. 2 (dua) orang petugas kesling,
d. 3 (tiga) orang Petugas elektromedik
e. 3 (tiga) orang petugas listrik
f. 3 (tiga) orang petugas elektronik
g. 1 (Satu) orang Petugas administrasi

2.3. PENGATURAN JAGA :


4
Dalam pelaksanaan pekerjaannya, instalasi pemeliharaan sarana
menerapkan jadwal jaga dalam satu sift, yaitu pada sift pagi mulai jam
07.00 WIB s/d 14.00 WIB. Dan jika ada permasalahan yang harus segera
diselesaikan di luar jam kerja, maka teknisi dari instalasi pemeliharaan
siap dipanggil (on call)

5
BAB III
STANDAR FASILITAS
 

A. DENAH RUANGAN DAN LOKASI PRASARANA GEDUNG


1. Denah Ruang Kerja dan Workshop
2. Denah Ruang Kontrol listrik dan genset
3. Denah ruang PABX
4. Air Bersih
5. IPAL
6. TPS

B. STANDART FASILITAS
1. Ruang Kantor (administrasi)
2. Ruang Kerja (workshop)

6
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1. Kesehatan Lingkungan


Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
a. Pengertian
1. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua
ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit
(bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk
berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit.
2. Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
3. Penghawaan adalah jumlah udara segar yang memadai untuk
menjamin kesehatan pemakai ruang.
4. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
5. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan
atau kondisi ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan
risiko minimal untuk terjadnya infeksi silang dan masalah kesehatan
dan keselamatan kerja
b. Tujuan
Menjamin keamanan dan kenyamanan karyawan dan pengguna Rumah
Sakit terhadap fisik bangunan dan aspeknya.
c. Ketentuan / Tata Cara Pelaksanaannya
1. Pemeliharaan ruang dan bangunan.
- Pemeliharaan dan pembersihan ruangan dilakukan pagi dan sore
hari dilaksanakan oleh cleaning service.
- Pembersihan lantai di ruang perawatan dilakukan setelah jam
makan, setelah kunjungan keluarga dan sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
- Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu dihindari.
- Cara menggunakan pembersihan dengan perlengkapan pel yang
memenuhi syarat dan bahan antiseptic yang ramah lingkungan.
- Masing-masing ruangan disediakan perlengkapan pel sendiri.
- Pembersihan lantai dimulai dari bagian ruangan paling dalam dan
bergerak menuju arah luar.
- Sewaktu membersihkan lantai dengan perlengkapan pel semua
perabotan ruangan diangkat/digeser agar pembersihan sempurna.
7
- Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal dua kali
dalam setahun.
- Pemeriksaan usap dinding dan lantai secara acak di setiap ruang
perawatan dan bagian dilaksanakan satu tahun dua kali sesuai
dengan Kepmenkes RI No.7 tahun 2019.
- Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding
segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
- Persyaratan kualitas penyehatan bangunan dan ruang untuk
masing-masing ruangan atau unit harus sesuai dengan Ketentuan
Kepmenkes RI No.7 tahun 2019.
2. Pengelolaan kualitas pencahayaan.
- Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak
menimbulkan silau dan intensitasnya sesuai dengan
peruntukkannya.
- Penempatan bola lampu sedemikian rupa sehingga menghasilkan
penyinaran yang optimal dan sering dibersihkan.
- Bola lampu yang mulai tidak berfungsi segera diganti.
- Pemeriksaan kualitas pencahayaan dilaksanakan satu tahun dua
kali oleh BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan).
- Apabila dari hasil pemeriksaan ada yang tidak sesuai dengan
Kepmenkes RI No. 7 thun 2019. Segera diganti, koordinasi dengan
bagian teknik.
- Jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa kondisinya untuk
menjamin keamanan.
- Persyaratan kualitas pencahayaan untuk masing-masing ruangan
atau unit harus sesuai dengan Ketentuan Kepmenkes RI No.7
tahun 2019.
3. Pengelolaan kualitas penghawaan dan udara ruang.
- Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang
(Cross Ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
- Penghawaan mekanis dengan mengunakan exhause fan, dipasang
pada ketinggian minimal 2 meter di atas lantai atau minimal 0,20
meter dari langit-langit.
- Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih
tinggi dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara
mekanis (Air Conditioner).
- Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi,
laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat
pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
8
- Ruang yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar
dalam ruang harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang
berlaku).
- Agar mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) satu
kali dalam satu bulan didesinfeksi dengan menggunakan aerosol
(resorconol triethylin glikol) atau disaring dengan electron
presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet.
- Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian
rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban sesuai
dengan standar suhu, kelembaban, dan tekanan udara sesuai
dengan Ketentuan Kepmenkes RI No.7 tahun 2019.
- Pemantauan kualitas udara ruang diperiksa satu tahun dua kali
parameter kualitas udara (kuman dan debu) sesuai dengan
Kepmenkes RI No. 7 tahun 2019.
- Ruang tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak)
- Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron
dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi
150 ug/m3, dan tidak mengandung debu asbes.
- Indeks angka kuman untuk setiap ruangan/unit sesuai dengan
Ketentuan Kepmenkes RI No. 7 tahun 2019.
- Persyaratan kualitas penghawaan dan kualitas udara ruang untuk
masing-masing ruangan atau unit harus sesuai dengan Ketentuan
Kepmenkes RI No. 7 thun 2019
4. Pengelolaan kualitas kebisingan.
- Pengaturan dan tata letak harus sedemikian rupa sehingga kamar
dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari
kebisingan.
- Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit
harus sesuai dengan Ketentuan Kepmenkes RI No. 7 tahun 2019.
- Sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya
diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara :
 Sumber kebisingan di dalam ruangan : peredam
penyekatan, pemindahan pemeliharaan mesin-mesin yang
menjadi sumber bising.
 Sumber kebisingan berasal dari luar : Penyekatan,
penerapan bising dengan penanam pohon (green belt),
meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit
buatan).

9
 Sumber bising biasanya hanya sesaat yaitu pada jam besuk,
di luar jam besuk kebisingan masih bisa ditolerir dalam
batas normal.

4.2. Penyehatan Makanan dan Minuman


a. Pengertian
1. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan
minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan
karyawan; makanan dan minuman yang dijual di dalam lingkungan
Rumah Sakit serta dibawa dari luar Rumah Sakit.
2. Higiene adan upaya kesehatan dengan cara memeliharan dan
melindungi kebersihan individu. Isalnya mencuci tangan, mencuci
piring, membuang bagian makanan yang rusak
3. Makanan sehat adalah makanan yang tidak rusak / busuk, tidak
kadaluarsa, tidak mengandung kuman pathogen dan bahan
berbahaya (B2).
4. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya menyediakan air
bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain
5. Penyehatan makanan adalah upaya pengendalian faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapan yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
b. Tujuan
Tersedianya makanan dan minuman yang berkualitas baik dan aman
bagi pasien atau konsumen serta terwujudnya perilaku kerja yang sehat
dan hygienis dalam melaksanakan pengelolaan makanan dan minuman
sehingga pasien / konsumen dapat terhindar dari resiko penularan
penyakit dan gangguan kesehatan lainnya
c. Ketentuan / Tata Cara Pelaksanaannya
1. Pengadaan bahan makanan
- Bahan makanan yang akan diolah terlebih dahulu diperiksa
secara fisik terutama daging, daging ayam, ika, udang,
sayuran,buah harus baik dan segar dan tidak rusak atau
berubah bentuk, warna dan rasa.
- Bahan makanan kemasan hendaknya memenuhi persyaratan,
sudah terdaftar pada DepKes dan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

10
- Bahan kemasan mempunyai label dan merk, kemasan tidak
rusak dan pecah, belum kadaluarsa, kemasan kaleng hanya
digunakan untuk satu kali.
- Bahan makanan yang tidak dikemas harus baru dan segar,
tidak basi, busuk, rusak dan berjamur, dan tidak
menggunakan bahan makanan yang memakai bahan pengawet
dan pewarna.
2. Penyimpanan bahan makanan
- Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara
dan dalam keadaan bersih, terlindungdari debu, bahan kimia
berbahaya, serangga dan hewan lainnya.
- Bahan makanan dan makanan jadi disimpan pada tempat yang
terpisah.
- Makanan yang sudah busuk disimpan suhu panas lebih dari
65,5°C atau dalam suhu dingin kurang dari 4°C sampai 1°C.
- Gudang bahan makanan berada di bagian yang tinggi untuk
mencegah genangan air dan kelembaban.
- Bahan makanan disimpan di rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak dari lantai kurang lebih 20 – 25 cm, hal ini
untuk menghindari dan mencegah infeksi serangga serta
memudahkan pembersihan.
- Penyimpanan bahan makanan harus sesuai dengan Ketentuan
Kepmenkes RI No.7 tahun 2019
3. Pengolahan makanan
1) Dalam pengolahan makanan terdapat unsur bahan makanan,
unsur orang yang mengolah, unsur waktu dan unsur suhu.
2) Pengolahan makanan dilakukan oleh penjamah makanan
dengan sikap dan perilaku yang hygienis, yaitu :
- Tidak merokok
- Tidak memakai perhiasan berlebihan kecuali cincin kawin
- Tidak menggaruk, mencungkil, menjilat atau meludah
selama mengolah makanan
- Menggunakan perlengkapan kerja : celemek, tutup kepala,
dan alas kaki.
- Tenaga pengolah makanan melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin minimal 6 bulan satu kali.
- Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan
tempat pengolah makanan selalu dibersihkan.

11
- Penjamah makanan tidak menderita sakit atau menjadi
sumber penular penyakit (carier) berdasarkan keterangan
yang diberikan oleh dokter.
- Selama melakukan pengolahan makanan penjamah
makanan terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan,
sendok, garpu dan sesbagainya.
- Penjamah makanan selalu memakai pakaian kerja yang
besih dan perlengkapan pelindung dengan benar serta tidak
dipakai diluar dapur.
- Tata cara pengolahan makanan harus sesuai dengan
ketentuan Kepmenkes RI No.7 tahun 2019
d. Pedistribusian makanan
- Makanan yang telah diolah didistribusikan dengan
menggunakan kereta makan tertutup, anti karat, bersih dan
mudah dibersihkan.
- Pengisian makanan tidak sampai penuh agar masih tersedia
udara untuk ruang gerak dan untuk menghindari tumpahan.
- Makanan dikirim ke ruang rawat inap sesuai porsi yang
dipesan
- Makanan tidak di campur dengan bahan-bahan lain seperti :
linen, alat tulis kantor (ATK) dan yang lainnya.
- Pendistribusian makanan ke ruang rawat inap harus sesuai
dengan ketentuan Kepmenkes RI No.7 tahun 2019
e. Penyajian makanan
- Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran
(dengan menggunakan kereta makan khusus)
- Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan
dijamah dengan peralatan yang bersih.
- Ditutup dengan plastik transparan.
- Makanan disajikan dalam keadaan hangat
- Makanan disajikan oleh petugas gizi ruangan
- Petugas memakai pakaian bersih dan rapi
- Makanan jadi yang sudah menginap tidak disajikan kepada
pasien.
f. Tempat pengolahan makanan
- Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan tempat
pengolahan makanan selalu dibersihkan dengan antiseptic.

12
- Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi denga
sungkup asap.
- Intensitas pencahayaan tidak kurang dari 200 lux
- Kebisingan tidak lebih dari 78 dB (A)
- Air bersih yang digunakan diperiksa 3 bulan satu kali
g. Pemeriksaan alat makan dan makanan jadi
- Pemeriksaan alat makan dan makanan jadi diperiksa 6 bulan
satu kali.
- Parameter alat makanan yang diperiksa, yaitu : E. Coli sesuai
berdasarkan dengan ketentuan Kepmenkes RI No.7
/Menkes/SK/X/2004
- Parameter makanan jadi yang diperiksa, yaitu : E. Coli/gr,
Salmonella Sp/25 gr, Shigella Sp/25 gr, Vibro Sp/25 gr sesuai
dengan ketentuan Kepmenkes RI No.7 tahun 2019.

4.3. Penyehatan air bersih rumah sakit


a. Pengertian
Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah air dengan kualitas
tertentu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya berbeda dengan kualitas air minum sesuai Permenkes
Nomor : 32 tahun 2017 .
Sumber penyediaan air bersih untuk keperluan Rumah Sakit dapat
diperoleh dari penyediaan air sistem perpipaan dari sumber sumur
artesis.
b. Tujuan
Agar air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari di
Rumah Sakit kuantitas dan kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan air bersih sesuai Permenkes Nomor : 32 tahun 2017.
c. Ketentuan / Tata Cara Pelaksanaannya
- Kebutuhan air bersih, jumlah kebutuhan air bersih tergantung
kepada berbagai pelayanan yang ada di rumah sakit, semakin
banyak pelayanan yang ada di rumah sakit semakin besar jumlah
kebutuhan air dengan asumsi kebutuhan air 500 liter/TT/hari.
- Melakukan pemeriksaan kualitas air bersih yang dilakukan setiap 3
(tiga) bulan sekali, sebagai bentuk evaluasi kualitas air bersih.
- Untuk kebutuhan rumah sakit, tangki penyimpan air / tandon
harus memenuhi kebutuhan.
- Tangki penyimpanan air / tandon lokasi dan pemasangannya
aman.

13
- Sumber air pengganti tersedia (contoh air sumur dalam, air dari
PDAM, mobil tangki penyimpan air atau truk kebakaran).
- Sistem distribusi air (perpipaan, sambungan) bebas dari kebocoran
dan zat berbahaya.
Kegiatan pengawasan kualitas air antara lain meliputi :
- Pemeriksaan sanitasi sarana penyediaan air bersih.
- Pengambilan, pengiriman dan pemeriksaan contoh (sampel) air.
- Telaah / penilaian hasil pemeriksaan sanitasi sarana dan sampel
air.
- Kegiatan tindak lanjut berupa penanggulangan /perbaikan sarana
dan kualitas air.
- Pemeriksaan sanitasi air bersih Rumah Sakit dilaksanakan
sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setahun, sekali pada musim
kemarau dan sekali pada musim penghujan.
- Petunjuk teknis pemeriksaan sanitasi sarana penyediaan air
sebagaimana telah dikeluarkan Direktorat Jendral PPM & PLP
melalui Program Penyehatan Air.
- Melakukan pemeriksaan kualitas air bersih yang dilakukan setiap
3 (tiga) bulan sekali, sebagai bentuk evaluasi kualitas air bersih.
- Untuk pemeriksaan kimia air minum atau air bersih dilakukan
minimal 2 kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali
pada musim hujan) dan titik pengambilan sampel masing-masing
pada tempat penampungan (reservoir) dan kran terjauh dari
reservoir.
- Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologi
terutama pada air yang keluar dan kran di ruang dapur, ruang
bedah, kamar bersalin, kamar bayi, dan ruang makan, tempat
penampungan (reservoir) secara acak pada kran-kran sepanjang
sistim distribusi, pada sumber air dan titik-titik lain yang rawan
pencemaran.
- Sampel air pada butir 3 (tiga) dan 4 (empat) tersebut di atas
supaya dikirim dan diperiksakan pada laboratorium yang
berwenang atau yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
- Pengambilan dan pengiriman sampel air dilaksanakan sendiri oleh
pihak Rumah Sakit.
- Setiap 6 bulan sekali Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegar
melaksanakan pemantauan dalam rangka pengawasan
penyelenggaraan penyehatan lingkungan Rumah Sakit sesuai
dengan dokumen lingkungan yang ada.
14
4.4 Pengelolaan Limbah Padat
a. Pengertian
- Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri
fdari limbah medis padat dan non medis.
- Limbah medis Padat adalah limbah padat yang terdri dari limbah
infeksius, patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksis, kimiawi,
radioaktif dan limbah dengan kandungan ligam berat yang tinggi.
- Limbah padat non medis adalah limbah padat yang berasal dari
kegiatan di rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dan halaman.
b. Tujuan
Agar limbah padat/sampah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah
Sakit tidak menimbulkan pencemaran / sumber penyakit bagi
karyawan dan lingkungan sekitar Rumah Sakit.
c. Ketentuan / Tata Cara Pelaksanaannya
- Kegiatan Pengelolaan sampah Rumah Sakit terdiri dari kegiatan,
pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, dan
pemusnahan.
- Sampah dibedakan menjadi dua yaitu : sampah Medis dan
sampah non medis. Untuk sampah medis dikumpulkan
/ditampung dalam plastic warna kuning dan diletakkan pada bak
sampah.
- Sedangkan sampah non medis dikumpulkan dalam kantong
plastic warna hitam dan dikumpulkan dalam bak sampah.
- Pengumpulan sampah dari setiap ruangan dilakukan dua kali
sehari oleh petugas kebersihan, untuk sampah medis
dikumpulkan di TPS medis dan diangkut oleh pihak III, sedangkan
sampah non medis dikumpulkan di TPS untuk selanjutnya
dibuang ke TPA.
- Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat
khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.
- Sampah non medis diangkut ke TPA menggunakan container
khusus pengangkut sampah.
- Pemusnahan sampah medis, pihak rumah sakit bekerjasama
dengan pihak III dan diangkut seminggu dua kali . Kalau ada
peningkatan jumlah volume sampah frekwensi pengangkutan
ditambah satu kali.
15
4.5. Pengelolaan limbah B3
a. Pengertian
- Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan
B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya;
- Pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3;
- Penyimpanan B3 adalah teknik kegiatan penempatan B3 untuk
menjaga kualitas dan kuantitas B3 dan atau mencegah dampak
negatif B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan
makhluk hidup lainnya;
- Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi atau
memasukkan B3 ke dalam suatu wadah dan atau kemasan,
menutup dan atau menyegelnya;
- Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan klasifikasi B3;
- Label adalah uraian singkat yang menunjukkan antara lain
klasifikasi dan jenis B3;
- Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan sarana angkutan;
b. Tujuan
Agar limbah B3 dapat tertangani dengan baik sehingga tidak menjadi
sumber penularan penyakit dan dapat memberikan perlindungan bagi
kesehatan, keselamatan manusia serta perlindungan kelestarian
lingkungan hidup sekitarnya.
c. Ketentuan / Tata Cara Pelaksanaannya
- Identifikasi limbah B3
Tata laksana pengidentifikasian limbah bahan berbahaya dan
beracun mencakup:
1) Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3
yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya,
tetapi berasal dari kegiatan pemeliharan alat, pencucian,
pencegahan korosi (inhibitor korosi), pelarut kerak,
pengemasan, dan lain-lain.

16
2. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 yang pada
umumnya berasal bukan dari proses utamanya, tetapi
berasal dari kegiatan pemeliharan alat, pencucian,
pencegahan korosi (inhibitor korosi), pelarut kerak,
pengemasan, dan lain-lain.
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas
kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi, karena tidak memenuhi yang ditentukan alat
tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka suatu produk
menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan seperti
limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa
kemasan limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang
kadaluarsa.
2) Perincian dari masing-masing jenis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) seperti tercantum dalam lampiran I Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomer 85 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3) Uji karakteristik limbah B3 meliputi :
1. mudah meledak;
2. mudah terbakar;
4. bersifat reaktif;
5. beracun;
6. menyebabkan infeksi; dan
7. bersifat korosif.
d. Penyimpanan dan pengemasan limbah B3
Penyimpanan limbah B3 dilakukan di tempat penyimpanan yang
sesuai dengan persyaratan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomer 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
- Persyaratan mengenai lokasi penyimpanan TPS limbah bahan
berbahaya dan beracun
1. Lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir, tidak
rawan bencana dan di luar kawasan lindung serta sesuai
dengan rencana tata ruang
2. Rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah,
karakteristik limbah B3 dan upaya pengendalian
pencemaran lingkungan.
- Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah B3
1. Sistem Keamanan Fasilitas
17
2. Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran
3. Sistem pencegahan tumpahan limbah
4. Sistem Penanggulangan Keadaan Darurat
- Persyaratan pra pengemasan, persyaratan umum kemasan dan
prinsip pengemasan limbah B3
1. Persyaratan pra pengemasan
- Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus
dengan pasti mengetahui karakteristik bahaya dari
setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkannya.
- Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang
sama secara terus menerus, maka pengujian
karakteristik masing-masing limbah B3 dapat
dilakukan sekurang-kurangnya satu kali.
- Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih
berdasarkan kecocokannya terhadap jenis dan
karakteristik limbah yang akan dikemasanya.
2. Persyaratan umum kemasan
- Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik,
tidak rusak, dan bebas dari pengkaratan serta
kebocoran.
- Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3
disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 yang
akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi
keamanan dan kemudahan dalam penanganannya.
- Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE,PP
atau PVC) atau bahan logam (teflon,baja karbon,
SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan
kemasan yang dipergunakan tidak Bereaksi dengan
limbah B3 yang disimpanya.
3. Prinsip Pemgemasan Limbah B3
- Limbah-Limbah B3 yang tidak saling cocok, atau
limbah bahan yang tidak saling cocok tidak boleh
disimpan secara bersama- sama dalam satu
kemasan;
- Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama
penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam
kemasan harus mempertimbangkan kemungkinan
tyerjadinya pengembangan volume limbah,
pembentukan gas atau terjadinya kenaikan tekanan.
18
- Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam
kondisi yang tidak layak (misalnya terjadi
pengkaratan, atau terjadi kerusakan permanen) atau
jika mulai bocor, maka limbah B3 tersebut harus
dipindahkan ke dalam kemasan lain yang memenuhi
syarat sebagai kemasan bagi limbah B3.
- Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus
diberi penandaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan
tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan
limbah B3.
- Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan
oleh penanggung jawab pengelolaan limbah B3
fasilitas (penghasil, pengumpul atau pengolah) untuk
memastikan tidak terjadinya kerusakan atau
kebocoran pada kemasan akibat korosi atau faktor
lainnya.
- Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan
pengumpulan harus dilaporkan sebagai bagian dari
kegiatan pengelolaan limbah B3.
e. Penanganan limbah B3
- Limbah B3 yang terdapat didalam TPS LB3 RSUD Tegarh dikirim
ke pihak ketiga yang telah mendapat ijin untuk melakukan
pengolahan limbah B3 dari KLH.
- Dalam penanganan residu abu pasca pembakaran residu abu
dimasukkan kedalam drum kemudian dilakukan solidifikasi
dimana dilakukan pengecoran dengan spesi semen dan pasir.
- Untuk limbah medis infeksius dilakukan pembakaran didalam
incinerator.
f. Pembuangan limbah B3
- Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang
dihasilkannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sebelum
menyerahkannya kepada pengumpul atau pemanfaat atau
pengolah atau penimbun limbah B3.
- Bila limbah B3 yang yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh)
kilogram per hari, penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah
B3 yang dihasilkannya lebih dari sembilan puluh hari sebelum
diserahkan kepada pemanfaat atau pengolah atau penimbun

19
limbah B3, dengan persetujuan Kepala instansi yang bertanggung
jawab.
- Dalam pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun disertai
dengan bukti dokumen pembuangan limbah B3 berupa manifest
limbah B3, dimana dokumen limbah B3 terdiri dari 7 rangkap
yaitu :
1). Lembar asli (pertama) disimpan oleh pengangkut limbah B3
setelah ditandatangani oleh pengirim limbah B3;
2). Lembar kedua yang sudah ditandatangani oleh pengangkut
limbah B3, oleh pengirim limbah B3 dikirimkan kepada
instansi yang bertanggung jawab;
3) Lembar ketiga yang sudah ditandatangani oleh pengangkut
disimpan oleh pengirim limbah B3;
4) Lembar keempat setelah ditandatangani oleh pengirim limbah
B3 oleh pengangkut diserahkan kepada penerima limbah B3;
5) Lembar kelima dikirimkan oleh penerima kepada instansi yang
bertanggung jawab setelah ditandatangani oleh penerima
limbah B3;
6) Lembar keenam dikirim oleh pengangkut kepada
Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan
dengan pengirim, setelah ditandatangani oleh penerima limbah
B3;
7) Lembar ketujuh setelah ditandatangani oleh penerima oleh
pengangkut dikirimkan kepada pengirim limbah B3;
8). Lembar kedelapan sampai dengan lembar kesebelas dikirim
oleh pengangkut kepada pengirim limbah B3 setelah
ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan
kepada pengangkut berikutnya.
g. Pemasangan simbol dan label limbah B3
Persyaratan pemasangan simbol dan label limbah B3 :
- Simbol dan label yang dipasang pada kemasan limbah B3 harus
mempunyai ukuran minimal 10 cm x 10 cm atau lebih,
sedangkan untuk tempat penyimpanan atau gudang limbah B3
ukuran minimum yang dipasang adalah 25 cm x 25 cm atau
lebih, sehingga simbol dapat terlihat jelas dari jarak 20 meter.
- Simbol dan label yang dipasang pada kemasan limbah B3 harus
dipasang pada sisi – sisi kemasan yang tidak terhalang oleh
kemasan lain dan mudah terlihat

20
- Simbol dan label yang dipasang pada kemasan limbah B3 tidak
boleh terlepas, dan atau dilepas, diganti dengan simbol yang lain
sampai dilakukan pengangkutan oleh pihak ke III yang berizin
KLH.
- Setiap kemasan wajib diberi simbol dan label sesuai dengan
karakteristik limbah B3 yang disimpan, jika suatu limbah
memiliki karakteristik lebih dari satu, maka kemasan harus
ditandai dengan simbol karakteristik campuran;
- Pemasangan label identitas limbah dipasang pada kemasan di
sebelah atas simbol dan harus terlihat dengan jelas. Label ini
juga harus dipasang pada kemasan yang akan dimasukkan ke
dalam kemasan yang lebih besar.
h. Penanganan tumpahan limbah B3
- Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai rencana,
dokumen dan petunjuk teknis operasi pencegahan tumpahan
limbah B3
- Melakukan pengawasan yakni melakukan indentifikasi setiap
kelainan yang terjadi, seperti malfungsi, kerusakan, kelalaian
operator, kebocoran atau tumpahan yang dapat menyebabkan
terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan.
- Penggunaan bahan penyerap (absorbent) yang sesuai dengan jenis
dan karakteristik tumpahan limbah B3 antara lain serbuk gergaji,
pasir dan bahan penghambat lainnya.

4.6. Pengelolaan limbah cair


a. Pengertian
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya
bagi kesehatan.
b. Tujuan
Agar limbah padat/sampah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah
Sakit tidak menimbulkan pencemaran / sumber penyakit bagi
karyawan dan lingkungan sekitar Rumah Sakit
c. Ketentuan / Tata Cara Pelaksanaannya
- Limbah dari kegiatan rumah sakit disalurkan ke saluran perpipaan
tertutup, kedap air dan dapat mengalir dengan lancar menuju ke
Instalasi Pengolahan Air Limbah.

21
- Limbah diolah dalam Instalasi Pengolaan Limbah (IPAL) tersendiri
dengan menggunakan sistem BIOFILTER.
- Kualitas effluent limbah Rumah Sakit yang akan dibuang ke
lingkungan harus memenuhi persyaratan Baku Mutu, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Yaitu SK.
Gub Jawa Timur No. 72 tahun 2013 tentang baku mutu limbah cair
bagi kegiatan rumah sakit.

4.7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat


a.Pengertian
Penyuluhan kesehatan lingkungan Rumah Sakit adlah penyuluhan
penyampaian pesan tentang penyehatan lingkungan Rumah Sakit
kepada karyawan, pasien dan pengunjung serta masyarakat di
sekitarnya agar mengetahui, menyadari dan membiasakan diri
bersikap bersih, sehat serta dapat memanfaatkan fasilitas sanitasi
Rumah Sakit dengan benar.
b. Tujuan
Agar karyawan, pasien dan pengunjung serta masyarakat disekitar
Rumah Sakit mengetahui, menyadari dan membiasakan diri bersikap
bersih, sehat serta dapat memanfaatkan fasilitas sanitasi Rumah
Sakit dengan benar.
c. Ketentuan / Tata Cara Pelaksanaannya
- Penyuluhan kesehatan lingkungan di Rumah Sakit dapat
dilaksanakan dengan teknik/cara : tanya jawab dan bimbingan,
ceramah dan diskusi, pameran, demonstrasi, pemasangan poster /
gambar, penyebaran liflet, dll.
- Kegiatan penyuluhan kesehatan lingkungan Rumah Sakit supaya
dilakukan oleh seluruh karyawan Rumah Sakit dibawah koordinasi
tenaga/unit organisasi yang menangani kesehatan lingkungan
Rumah Sakit.
- Pesan penyuluhan hendaknya dibedakan berdasarkan sasarannya.
- Pesan penyuluhan untuk karyawan berisi (hubungan fasilitas
sanitasi dengan kesehatan, syarat-syarat fasilitas sanitasi,
pentingya pengadaan/ pemeliharaan/ pembersihan fasilitas
sanitasi, pentingnya memberi contoh terhadap pasien dan
pengunjung tentang manfaat fasilitas sanitasi.
- Pesan penyuluhan untuk pasien, pengunjung dan masyarakat di
sekitar berisi tentang cara-cara dan pentingnya membiasakan diri

22
hidup bersih dan sehat, memanfaatkan fasilitas sanitasi dan
fasilitas kesehatan lainnya dengan benar.

4.8. Pemeliharaan Dan Perbaikan Gedung


Yang termasuk dalam pemeliharaan gedung adalah :
a. Pemeliharaan Lantai.
b. Pemeliharaan Dinding.
c. Pemeliharaan Pintu dan Jendela.
d. Pemeliharaan Plafon.
e. Pemeliharaan Atap.
Pemeliharaan gedung dari lantai, dinding, pintu dan jendela serta plafon
menjadi tanggungjawab Cleaning Service, dan apabila ada kerusakan yang
memerlukan perbaikan dan penggantian maka ruangan atau instalasi dimana
kerusakan terjadi wajib segera melaporkan ke bagian Pemeliharaan Sarana
Rumah Sakit. Instalasi Pemeliharaan Sarana bekerjasama dengan komite PPI
membuat ICRA untuk tiap kegiatan pembangunan baru atau rehab gedung.

4.9. Kelengkapan fasilitas gedung.


a. Air Conditioning (AC)
Pemeliharaan peralatan Air Conditioner (AC), dilakukan dengan baik
sehingga AC yang ada di rumah sakit dapat dipergunakan dengan
maksimal.
- Pemeliharaan AC dilakukan tiap satu bulan untuk ruangan yang
menggunakan AC 24 jam non stop dengan situasi ruangan banyak
penghuni/ keluar masuk ruangan.
- Pemeliharaan AC dilakukan tiap dua bulan untuk ruangan yang
menggunakan AC 24 jam non stop dengan sedikit penghuni dengan
situasi ruangan steril.
- Pemeliharaan AC dilakukan tiap tiga bulan untuk ruangan yang
menggunakan AC tiap hari kerja tapi tidak 24 jam non stop
- Pemeliharaan AC dilakukan tiap empat sampai enam bulan sekali
untuk ruangan yang menggunakan AC tidak tiap hari.
- Perbaikan :
Perbaikan alat elektronik adalah kegiatan pemeliharaan yang
bersifat perbaikan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan
dengan atau tanpa penggantian suku cadang. Perbaikan ini
dimaksudkan untuk mengembalikan kondisi peralatan yang rusak
ke kondisi siap pakai dan dapat berfungsi dengan baik.

23
Untuk penggantian refrigerant dilakukan sesuai petunjuk mesin
tersebut
b. Lift.
Yang dimaksud lingkup lift adalah ruang mesin, sangkar, lampu
indicator, motor penggerak dan panel.
Pemeliharaan lift dilakukan secara rutin tiap bulan.
c. Pompa.
Yang termasuk dalam lingkup pompa adalah pompa air bersih,
hydran. Pemeriksaan pompa air bersih dilakukan tiap 1 bulan dan
hydran dilaksankan tiap 3 bulan sekali
d. Komunikasi dalam gedung.
Yang termasuk lingkup komunikasi dalam gedung adalah tata suara,
PABX dan telepon.
e. Pemeliharaan listrik
Komponen yang termasuk dalam lingkup pemeliharaan listrik meliputi
armatur lampu, saklar, stop kontak, dan panel listrik.
Pemeliharaan sarana listrik dilakukan tiap empat bulan sekali.
f. Pemeliharaan Genset
Pemeliharaan genset rutin dilakukan meliputi cek oli, timing belt dan
runing tanpa beban tiap minggu

4.9. Pelayanan Pemeliharaan Alat Kesehatan (Alkes).


Standar pelayanan alat kesehatan mengatur penggunaan peralatan
kesehatan mulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, pelaporan
serta evaluasi utilisasi peralatan elektromedik selama digunakan dalam
umur ekonomisnya. Selain itu juga mengatur sumber daya manusia yang
mempunyai persyaratan kompetensi yang diperlukan, pengorganisasian,
serta kebijakan dan prosedur pengelolaan pemeliharaan peralatan
elektromedik.
Tata laksana pelayanan pengelolaan peralatan medis dalam hal ini
adalah penjabaran dari ruang lingkup pelayanan unit pemeliharaan alat
kesehatan rumah sakit, yaitu;
A. Pengadaan Alat Medis
Dalam pengadaan alat medis, unit elektromedis diikut sertakan dalam
proses perencanaan sarana prasarana penunjang instalasinya, serta
diikutkan dalam pemilihan kualifikasi dan pengujian fungsi dari alat
medis tersebut.

B. Pemeliharaan
24
Pemeliharaan alat medis meliputi tiga kriteria yaitu;
1) Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang
dilaksanakan terhadap alat sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan/disusun. Jadwal pemeliharaan disusun dengan
memperhatikan jenis peralatan, jumlah, kualifikasi petugas sesuai
dengan bidangnya dan pembiayaan yang tersedia. Pemeliharaan
terencana meliputi pemeliharaan preventif/pencegahan dan
pemeliharaan korektif/perbaikan.
a. Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif atau pencegahan adalah kegiatan
pemeliharaan berupa perawatan dengan membersihkan alat
yang dilaksanakan setiap hari oleh operator dan kegiatan
penyetelan, pelumasan serta penggantian bahan pemeliharaan
yang dilaksanakan oleh teknisi secara berkala.

Pemeliharaan preventif bertujuan guna memperkecil


kemungkinan terjadinya kerusakan. Untuk jenis alat tertentu
pemeliharaan preventif dapat dilaksanakan pada saat alat
sedang jalan/operasional/running maintenance, melalui
pemeriksaan dengan melihat, merasakan, mendengarkan
bekerjanya alat, baik tanpa maupun menggunakan alat ukur.
Pada waktu running maintenance dilakukan juga pelumasan,
penyetelan bagian-bagian alat tertentu yang memerlukan.

Pemeliharaan preventif dengan running maintenance biasanya


tidak dilakukan untuk peralatan kesehatan.Pemeliharaan
preventif untuk peralatan kesehatan pada umumnya dilakukan
pada waktu alat tidak operasional/shut down maintenance, yaitu
alat dalam keadaan dimatikan lalu dipelihara.Dalam hal ini
kegiatan pemeliharaan dapat berupa pembersihan, pelumasan,
pengecekan, fungsi komponen, penyetelan, penggantian bahan
pemeliharaan, pengukuran keluaran dan keselamatan.

b. Pemeliharaan Korektif
Pemeliharaan Korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang
bersifat perbaikan terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan dengan atau tanpa penggantian suku cadang.
Pemeliharaan korektif dimaksudkan untuk mengembalikan

25
kondisi peralatan yang rusak ke kondisi siap operasional dan
laik pakai serta dapat difungsikan dengan baik.

Tahap akhir dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis


yaitu pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran aspek
keselamatan.Sedangkan kalibrasi yang bersifat teknis dan
legalitas penggunaan alat harus dilakukan oleh institusi penguji
yang berwenang. Perbaikan korektif dilakukan terhadap
peralatan yang mengalami kerusakan dan dilakukan secara
terencana.

Overhaul adalah bagian dari pemeliharaan korektif, yaitu


kegiatan perbaikan terhadap peralatan dengan mengganti
bagian-bagian utama alat, bertujuan untuk mengembalikan
fungsi dan kemampuan alat yang sudah menurun karena usia
dan penggunaan. 

2) Pemeliharaan Tidak Terencana


Pemeliharaan tidak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang
bersifat darurat berupa perbaikan terhadap kerusakan alat yang
mendadak, tidak terduga dan harus segera dilaksanakan mengingat
alat sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Untuk dapat
melaksanakan pemeliharaan tidak terencana, perlu adanya tenaga
yang selalu siap (stand by) dan fasilitas pendukungnya. Frekuensi
pemeliharaan tidak terencana dapat ditekan serendah mungkin
dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana
3) Pemeliharaan Alat kesehatan
Berdasarkan berbagai aspek yang meliputi volume pekerjaan,
kemampuan teknisi, tingkat teknologi peralatan, fasilitas kerja dan
prosedur pembiayaan, maka pelaksanaan pemeliharaan peralatan
kesehatan di Rumah Sakit dilakukan oleh teknisi Rumah Sakit ,
teknisi rujukan atau pun Pihak III.
a. Dilaksanakan oleh Teknisi Rumah Sakit
Pada dasarnya pemeliharaan peralatan kesehatan di rumah sakit
harus dapat dilaksanakan oleh teknisi rumah sakit sejauh
memungkinkan, ditinjau dari segala aspek, terutama aspek
pemeliharaan.
b. Dilaksanakan oleh Teknisi Rujukan
Apabila teknisi rumah sakit tidak mampu melaksanakan
pemeliharaan suatu alat disebabkan oleh karena beberapa hal,

26
misalnya kuantitas teknisi kurang (dibanding jumlah alat yang
banyak) atau peralatan kerja tidak lengkap, maka pemeliharaan
dilaksanakan oleh teknisi rujukan dari rumah sakit yang lebih
mampu.
c. Dilaksanakan oleh Pihak ke III
Apabila pemeliharaan suatu alat tertentu memerlukan suku
cadang atau keahlian khusus dan biaya yang besar, maka
pelaksanaannya diserahkan kepada pihak ke III, pada umumnya
dilaksanakan oleh perusahaan yang mengageni alat tersebut,
melalui proses sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
C. Kalibrasi/Verifikasi
Teknisi alat medis melakukan upaya agar alat medis dapat dilakukan
kalibrasi setiap tahun, sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 363/Menkes/Per/IV/1998 tanggal 8 April 1998 tentang Pengujian
dan Kalibrasi Alat Kesehatan. Sehingga dapat diketahui tingkat akurasi
output dari masing-masing alat medis, dan alat medis dinyatakan
aman dalam pelayanan.
Khusus untuk alat kesehatan radiodiagnostik dilakukan uji kesesuaian
dan uji operasional oleh Bapeten

27
BAB V
LOGISTIK.
Untuk pengajuan kebutuhan logistik alat tulis kantor serta keperluan
gudang teknik selama satu tahun dibuatkan dalam satu anggaran pada satu
tahun berjalan. Setiap anggaran yang dibuat diharapkan dapat digunakan
secara optimal dalam tahun berjalan. Sistem Logistik yang digunakan
mengacu pada sistem yang baku.

28
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Undang Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada


pasal 13 ayat (3) menyatakan ”Setiap tenaga kesehatan yang bekerja dirumah
sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah
sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati
hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien”. Pasal 16 ayat (1)
menyatakan “Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat
(1) meliputi peralatan medis dan non medis harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai”
selanjutnya ayat (2) menyatakan “peralatan medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau Institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang” dan pada ayat (5) menyatakan ”Pengoperasian dan pemeliharaan
peralatan rumah sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai
kompetensi di bidangnya”.
Rumah Sakit yang merupakan sarana pelayanan kesehatan untuk
masyarakat umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang yang
sehat, memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan
kesehatan dan dapat menjadi tempat penularan penyakit, untuk menghindari
hal tersebut maka lingkungan maupun prasarana Rumah Sakit perlu di
lakukan upaya penyehatan lingkungan dengan baik untuk mencegah
terjadinya infeksi silang terhadap pasien, pengunjung dan karyawan.

29
BAB VII
KESELAMATAN KERJA.

Undang – Undang No 36 tahun 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan


bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup
sehat dan terbebas dari gangguan. Kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah Sakit adalah tempat kerja yang termasuk
kategori tersebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja ini bertujuan guna
melindungi karyawan dan kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam atau
di luar rumah sakit.
Dalam Undang – Undang dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa
“ Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pekerjaan adalah
pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja ada dalam
kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral
dari perlindungan terhadap pekerja. Pegawai adalah bagian integral dari
rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan meningkatkan
produktifitas pegawai dan meningkatkan produktifitas rumah sakit. Undang –
Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk
menjamin :
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada
dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor – faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efesien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar dan tanpa hambatan.
Faktor –faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat
digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja.
b. Kesadaran dan kualitas pekerja.
c. Peranan dan kualitas manajemen.
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dapat terjadi bila :
a Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus.
b Alat –alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses
produksi. 30
c Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi ukuran kurang memadai, ruangan
terlalu panas atau terlalu dingin.
d Tidak tersedia alat –alat pengaman.
f. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran
dan lain –lain.
Program Keselamatan kerja di bagian Pemeliharaan Sarana :
– Peraturan keselamatan harus jelas dan dimengerti oleh setiap karyawan.
– Harus dicegah jangan sampai terjadi pegawai terjatuh.
– Ruang gerak bebas.
– Ruangan mempunyai ventilasi udara yang cukup.
– Penerangan lampu yang baik, menghindarkan kelelahan penglihatan
pegawai.
– Harus tersedia locker untuk penyimpanan alat – alat tugas.
– Perlu diperhatikan pengaturan suhu ruangan, kelembaban, pencegahan,
debu dan pencegahan kebakaran.
– Ketika melakukan tugas harus selalu mengutamakan keselamatan kerja
(memakai kacamata pada waktu mengelas, memakai sabuk pengaman bila
naik tembok yang tinggi dll).
 

31
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Sistem pengendalian intern yang berlaku di rumah sakit merupakan


faktor yang menentukan dapat diukur dari tingkat keberhasilan petugas
dalam menyelesaikan suatu kasus, baik itu prasarana, alat medis dan gedung.
Selain pengendalian di sisi perbaikan , tidak kalah pentingnya adalah
pemeliharaan suatu alat hal ini yang menjadi ukuran adalah optimalnya
fungsi suatu alat hingga kepresisian suatu alat.
Tujuan dari pengendalian intern adalah:
1. Memaksimalkan sumber daya yang ada untuk melakukan
pemeliharaan dan perbaikan sehingga suatu alat berfungsi dengan
baik dan maksimal.
2. Meningkatkan kualitas pekerjaan tanpa mengesampingkan efisiensi
biaya kerja yang dikeluarkan.
3. Meningkatkan umur pakai suatu alat.
4. Menjaga Keselamatan kerja petugas.
5. Tertib administrasi

32
BAB IX
PENUTUP

Dengan dibuatnya pedoman pelayanan IPSRS, diharapkan setiap


personel dapat memahami dan melaksanakan sesuai panduan sehingga hasil
akhir dari setiap pekerjaan dapat dipertanggungjawabkan.

Direktur RSUD Tegarh Tegar

33

Anda mungkin juga menyukai