Anda di halaman 1dari 131

LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN SOLIDA

JURUSAN FARMASI

JURNAL FORMULA TFSS

SUPPOSITORIA BENZOKAIN + ZnO

DISUSUN OLEH:

KELAS : C

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
I.RANCANGAN FORMULA
Nama Produk : BENZO SUPPOSITORIA
Nama Pabrik : PT. Aselolae Farma
No. Registrasi : DTL7225903553A5
Kandungan zat aktif : Benzokain dan Zinc Oxyde
Bobot tablet : 3000 mg
Jumlah tablet yang dibuat : 10 tablet
Formula
Setiap 3000 mg sediaan mengandung :

Jumlah

No. Nama bahan Fungsi


Dalam % Dalam gr Range
(HOPE)

1. Benzokain Zat aktif - 0,1 -

2. Zinc oxyde Zat aktif - 0,2 -

3. Tween 80 Surfaktan 2% 0,06 -

4. PEG 1000 Basis 96% 2,5344 -

5. PEG 6000 Basis 4% 0,1056 -

Bahan kemas :
Primer : Strips pack
Sekunder : Individual folding box
Label : Stiker
Leaflet : Kertas 70 GSM

Klaim etiket
1 box @ 10 strips, tiap 1 tablet mengandung 100 mg benzokain dan 200 mg zinc oxyde
II.RANCANGAN BATCH PRODUK
Nama Pabrik : PT. Aselolae Farma
No. Registrasi : DTL7225903553A5
Table master Batch

Jumlah
No. No. item Nama bahan Fungsi
Per pc Per batch

1. A-00001 Benzokain Zat aktif 0,1 1


2. B-00001 Zinc oxyde Zat aktif 0,2 2
3. B-00002 Tween 80 Surfaktan 0,06 0,6
4. B-00003 PEG 1000 Basis 2,5344 25,344
5. B-00004 PEG 6000 Basis 0,1056 1,056

III.DASAR FORMULASI
a. Dasar pemilihan zat aktif
1. Benzokain
- Benzocaine mengikat saluran natrium, sehingga menstabilkan membran saraf.
Ini membuat penurunan permeabilitas terhadap ion natrium; karenanya,
penghambatan depolarisasi membran saraf diamati bersama dengan
penyumbatan konduksi impuls saraf (Syeda,et al., 2020).

- Benzokain, yang telah digunakan dalam pengobatan selama lebih dari satu
abad. Benzokain adalah anestesi lokal yang bekerja dengan menghambat
saluran natrium yang bergantung pada tegangan (magdalena, et al., 2018).

- Benzokain adalah ester etil asam para amino benzoat yang digunakan sebagai
anastetik lokal. Obat ini diberikan sebagai larutan minyak, salep, atau
supositoria (Stephan. W, et al., 2015).

2. Zinc oxide
- Seng oksida, dengan sifat fisik dan kimianya yang unik, seperti stabilitas kimia
yang tinggi, koefisien kopling elektrokimia yang tinggi, rentang penyerapan
radiasi yang luas dan fotostabilitas yang tinggi, merupakan bahan multifungsi
(Agnieszka, et al., 2014).

- Seng adalah elemen jejak penting yang memiliki peran penting dalam
mempertahankan fungsi struktural dan katalitik dari> 200 enzim yang terlibat
dalam jalur metabolisme utama, termasuk metabolisme asam nukleat, sintesis
protein, dan pembelahan sel (Rita W, et al., 2013).

- Seng oksida memiliki bioavailabilitas, biokompatibilitas, dan kelarutan yang


tinggi. Oleh karena itu, mereka dapat meniru aktivitas biomolekul, dan dapat
melokalisasi di banyak sistem tubuh di mana biomolekul dapat mengatur siklus
seluler, dan mempertahankan homoeostasis seluler (Said. E, et al., 2018).

b. Dasar pembuatan zat aktif menjadi sediaan


- Supositoria bermanfaat untuk melancarkan buang air besar, memasukkan obat ke
dalam tubuh, dan mengobati penyakit anorektal (Allen, 2010).

- Suppositoria memiliki efek terapeutik disebabkan oleh interaksi zat obat dan basa,
yang memberikan sifat struktural dan mekanik yang diperlukan. Basis supositoria
memiliki sifat fisik dan kimia tertentu dan memiliki efek signifikan pada karakteristik
biofarmasi obat, akurasi dosis dan keseragaman distribusi API, dll (Melnyk, et al .,
2020).

- Suppositoria merupakan obat padat yang memiliki beberapa keuntungan seperti


beban obat yang lebih tinggi, penghindaran iritasi lambung yang terkait dengan obat-
obatan tertentu jika terjadi mual, muntah dan ketika pasien tidak sadar. Obat yang
diberikan dalam bentuk supositoria dapat menghasilkan tidak hanya efek lokal tetapi
juga tindakan terapeutik sistemik (Baviskar, et al., 2013).

c. Dasar pembuatan zat aktif menjadi sediaan


- Metode yang digunakan dalam pembuatan suppositoria adalah cetak tuang karena
metode paling umum digunakan untuk membuat supositoria cocok untuk semua
jenis basa dan dapat digunakan untuk skala kecil dan besar (Iwobi, 2020).

- Cetak tuang juga dikenal sebagai manufaktur aditif, adalah teknologi yang telah
dieksplorasi untuk fabrikasi obat-obatan yang dipersonalisasi di tempat perawatan
(Viano et al., 2022).

- Suppositoria dapat dibuat dengan metode cetak tuang yang higienis, nyaman, cepat
dan efisien (Chuschenko et al., 2020).

d. Dasar pemilihan zat tambahan


1. Tween 80
- Senyawa yang sukar larut, larutan berair di dalam kisaran pH fisiologis biasanya
tidak dapat memberikan kelarutan yang memadai, sehingga surfaktan sering
digunakan untuk menghasilkan kondisi sink. Surfaktan yang umum digunakan
termasuk tween 80, sodium lauryl sulfate, cremophor, triton X100, dan
cetyltrimethylammonium bromide (Zografi, et al., 2017).

- Tween 80 memiliki pelarutan yang lebih baik yang dapat disebabkan oleh
kapasitas penggabungan yang lebih baik dari miselnya (Fontan, et al., 1991).

- Tween sebagai surfaktan dapat meningkatkan dispersi obat menjadi eksipien


lemak keras, meningkatkan penyebaran supositoria yang meleleh pada mukosa
rektal dan mengarah ke permukaan kontak yang lebih besar, mengurangi
viskositas massa cair dan untuk mengurangi jalur partikel obat ke antarmuka, dll
(Musiol, et al., 2019)

2. PEG 1000
- PEG 4000 dan PEG 6000 adalah bahan pelapis yang baik, bahan pemoles
hidrofilik, bahan membran dan kapsul, plasticizer, pelumas, juga digunakan
sebagai pembawa dispersan padat untuk mencapai tujuan pendispersian tubuh
(Fengyuan, 2019).

- PEG digunakan sebagai basis supositoria. Ini toleran terhadap kation, obat tidak
larut dan relatif tidak terpengaruh oleh variasi pH. Mereka secara kimiawi inert
dan tidak menyebabkan efek samping fisiologis. Polimer larut air lainnya telah
dilaporkan menghambat pelepasan obat dari supositoria Jadi, kombinasi kedua
PEG ini dapat memodifikasi karakteristik pelepasan (Akhtar, et al., 2000).

- Sebagai polimer yang fleksibel dan larut dalam air, PEG dapat digunakan untuk
menciptakan tekanan osmotik yang sangat tinggi. Sifat-sifat ini menjadikan PEG
salah satu molekul yang paling cocok dalam suppositoria (Zou, et al., 2014).

3. PEG 6000
- PEG digunakan sebagai basis supositoria. Ini toleran terhadap kation, obat tidak
larut dan relatif tidak terpengaruh oleh variasi pH. Mereka secara kimiawi inert
dan tidak menyebabkan efek samping fisiologis. Polimer larut air lainnya telah
dilaporkan menghambat pelepasan obat dari supositoria Jadi, kombinasi kedua
PEG ini dapat memodifikasi karakteristik pelepasan (Akhtar, et al., 2000).

- Sebagai polimer yang fleksibel dan larut dalam air, PEG dapat digunakan untuk
menciptakan tekanan osmotik yang sangat tinggi. Sifat-sifat ini menjadikan PEG
salah satu molekul yang paling cocok dalam suppositoria (Zou, et al., 2014).
- PEG 4000 dan PEG 6000 adalah bahan pelapis yang baik, bahan pemoles
hidrofilik, bahan membran dan kapsul, plasticizer, pelumas, juga digunakan
sebagai pembawa dispersan padat untuk mencapai tujuan pendispersian tubuh
(Fengyuan, 2019).
IV. SKEMA DAN PERALATAN
IV.1 Skema Kerja
Alat dan bahan

- ditimbang
Semua bahan di neraca analitik

- dioleskan

Parafin liquid ke dalam cetakan

- dilelehkan

PEG 6000 & PEG 1000 di dalam cawan


penguapan

- ditambahkan

Benzokain sampai homogen

- diisi

Cetakan dengan hasil lelehan dengan bantuan


batang pengaduk

Campuran dibiarkan memadat pada suhu kamar

Setelah memadat, kelebihan massa dipotong

Suppositoria
IV.2 Peralatan
1. Lumpang dan Alu
2. Neraca analitik
3. Hot plate
4. Batang pengaduk
5. Cetakan suppo
6. Lemari pendingin
7. Sendok tanduk
8. Cawan petri
9. Alat pencetak tablet
V.PREFORMULASI DAN INFORMASI BAHAN
V.1 Farmakologi dan Farmasetika Zat Aktif
V.1.1 1. Farmakologi Benzokain (Medscape, 2022)
Indikasi : Anastesi permukaan mulut dan tenggorokan, sakit
tenggorokan
Kontraindikasi : Epiglotis (semprotan oral), methaemoglobinaemia.
Mekanisme : Benzokain, anestesi lokal ester, memblokir inisiasi dan
kerja konduksi impuls saraf dengan menurunkan permeabilitas
membran saraf terhadap ion Na, yang mengakibatkan
penghambatan depolarisasi dengan blokade konduksi
yang dihasilkan.

Farmakokinetik : Penyerapan: Diserap dengan baik dari selaput lendir dan


kulit yang mengalami trauma; kurang diserap dari kulit
utuh.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati (tingkat lebih
rendah) dan plasma melalui hidrolisis oleh kolinesterase.
Ekskresi : Melalui urin, sebagai metabolit.
Efek samping : Rasa terbakar atau eritema lokal, sensasi menyengat,
dermatitis kontak, ruam, urtikaria,
methaemoglobinaemia, edema, nyeri tekan.
Perhatian : Pasien dengan asma, bronkitis, emfisema, penyakit
jantung; perokok. anak. Kehamilan dan menyusui.
Dosis : Anestesi permukaan mulut dan tenggorokan :
Dewasa: Sebagai gel, pasta, semprotan atau larutan
hingga 20%: Oleskan ke area yang terkena hingga 4 kali
sehari.
Sakit tenggorokan :
Dewasa: Sebagai loz: Hingga 10 mg dilarutkan perlahan di
mulut dan diulangi setiap 2 jam, jika perlu. Sebagai
semprotan: 3 semprotan (3 mg) ke bagian belakang
tenggorokan, ulangi setiap 2-3 jam. Maks: 8 dosis setiap
hari. Anak: 6-12 thn Sebagai semprotan: 1 semprotan (1
mg) ke bagian belakang tenggorokan, ulangi setiap 2-3
jam. Maks: 8 dosis setiap hari.
Anestesi topikal, analgesia topikal :
Dewasa: Sebagai semprotan 5-20%, krim, salep, lotion,
gel atau sol: Oleskan 3-4 kali sehari.
Interaksi : Sodium nitrite/sodium thiosulfat (Cyanide Antidote Kit),
epinephrine/prilocaine (Citanest Forte),
lidocaine/prilocaine topical, prilocaine (Citanest HCl Plain)
sodium nitrit/sodium thiosulfat (Nithiodote).

2. Farmakologi Zinc oxyde (Medscape, 2022)


Indikasi : Pelindung kulit, ruam popok, tabir surya

Kontraindikasi : -
Mekanisme : Seng oksida adalah zat ringan dengan sifat antiseptik
kerja yang menenangkan, protektif, dan lemah. Ini
memberikan penghalang fisik untuk mencegah
iritasi kulit dan membantu menyembuhkan kulit
yang rusak. Ini juga mencerminkan radiasi UV dan
digunakan sebagai tabir surya fisik.

Farmakokinetik : -
Efek samping : Gangguan kulit dan jaringan subkutan: Iritasi lokal.
Perhatian : Anak-anak
Dosis : Pelindung kulit :
Dewasa: Sebagai krim 6%, 11,3%, 13%, 3,8%, 7,5%,
10%, 20%, 40% oint atau 9,1% bubuk: Oleskan
secara bebas ke area yang terkena sesering yang
diperlukan. Anak: Sama seperti dosis dewasa.
Ruam popok :
Dewasa: Sebagai 3,8%, 7,5%, 10%, 20% oint, 13%
krim atau 40% pasta: Oleskan secara bebas ke area
yang terkena sesering yang diperlukan pada setiap
penggantian popok. Anak: Sama seperti dosis
dewasa.
Tabir surya :
Dewasa: Sebagai krim 20%, 10% atau sebagai lotion
14%: Oleskan secara bebas ke area yang terkena
(misalnya wajah, leher) 15 menit sebelum paparan
sinar matahari, aplikasikan kembali setidaknya 2
jam. Anak: >6 bulan Sama seperti dosis dewasa.

Interaksi obat : Heparin sebagai obat antikoagulasi (pengencer


darah), sodium calcium edelate, pada keracunan
timah, ichthammol ointment, sebagai perawatan
antiseptik, phenoxymethilpenicilin, sebagai obat
antibiotik dalam pengobatan infeksi.
V.1.2 Farmasetika zat aktif
1. Benzokain
Nama resmi : BENZOCAINE
Nama lain : Benzokain
RM/BM : C9H11NO2/165,19
Rumus struktur :

(Pubchem,2022)
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih. Tidak berbau;
stabil di udara dan memberikan anestetik lokal di
lidah.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam
alkohol, dalam kloroform dan dalam eter; agak
sukar larut dalam minyak almon dan minyak zaitun;
larut dalam asam encer.
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup bai
Stabilitas : Stabil. Mudah terbakar. Kompatibel dengan
oksidator kuat

Inkompatibilitas : Kompatibel dengan oksidator kuat


2. Zinc oxide (Medscape, 2022)
Nama resmi : ZINCI OXYDUM
Nama lain : Seng oksida
RM/BM : ZnO/81,4
Rumus struktur :

(Pubchem,2022)
Pemerian : Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih, tidak
berbau, lambat laun menerap karbon dioksida dari
udara
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam
asam encer
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup dan terhindar dari paparan
suhu diatas 30°C pada penggunaan jangka panjang
Stabilitas : Jika dipanaskan dengan kuat, terjadi warna kuning
yang akan hilang pada pendinginan. Ketika kontak
dengan udara ZnO perlahan akan menyerap uap
lembab dan CO2

Inkompatibilitas : Zinci Oxide inkompatibel dengan benzil penisilin.


Zinci oxide bereaksi lambat dengan asam lemak
dalam minyak dan lemak untuk membuat ester
asam lemak
V.2 Farmasetik Zat Tambahan
1. Tween 80
Nama resmi : POLYOXYETHYLENE 20 SORBITAN MONOOLEATE
Nama lain : Polysorbate 80 (glycol)
RM/BM : C32H60O10/604,8
Rumus struktur :

(Pubchem,2022)
Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning
muda hingga cokelat muda; bau khas lemah; rasa
pahit dan hangat.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau
dan praktis tidak berwarna; larut dalam etanol,
dalam etil asetat; tidak larut dalam minyak mineral.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Stabilitas : Polisorbat stabil terhadap elektrolit serta asam dan
basa lemah; saponifikasi bertahap terjadi dengan
asam dan basa kuat. Ester asam oleat sensitif
terhadap oksidasi.

Inkompatibilitas : Perubahan warna dan/atau pengendapan terjadi


dengan berbagai zat, terutama fenol, tanin, tar,
dan bahan seperti tar. Aktivitas antimikroba
pengawet paraben berkurang dalam adanya
polisorbat
2. PEG 1000
Nama resmi : POLYAETHYLENGLYCOLUM-1000
Nama lain : Polyetilenglicol-1000
RM/BM : H(O-CH2-CH2)nOH / 7000-9000
Rumus struktur :

(Pubchem, 2022).
Pemerian : Massa seperti salep; putih atau hampir putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan
dalam kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Stabil di udara, dapat teroksidasi pada suhu 500C
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan aegn pewarna
3. PEG 6000
Nama resmi : POLYAETHYLENGLYCOLUM-6000
Nama lain : Polyetilenglikol-6000
RM/BM : C20H38O3 /326,5
Rumus struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk licin putih atau potongan putih kuning
gading; praktis tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan
dalam kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Stabilitas : Polietilen glikol secara kimiawi stabil di udara dan
dalam larutan, meskipun kadar dengan berat
molekul kurang dari 2000 bersifat higroskopis.
Polietilen glikol tidak mendukung pertumbuhan
mikroba, dan tidak menjadi tengik (Rowe, 2009).
Inkompatibilitas : Reaktivitas kimia polietilen glikol terutama
terbatas pada dua gugus hidroksil terminal, yang
dapat diesterifikasi atau dieterifikasi. Namun,
semua kadar dapat menunjukkan beberapa
aktivitas pengoksidasi karena adanya pengotor
peroksida dan produk sekunder yang dibentuk
oleh autoksidasi. Nilai polietilen glikol cair dan
padat mungkin tidak sesuai dengan beberapa zat
pewarna (Rowe, 2009).
VI.PERHITUNGAN
Berat Suppo yang diinginkan = 3 g
Benzokain = 0,1 mg
Zinc Oxyde = 0,2 mg
2
Tween 80 % = x 3000 mg=60 mg
100
Bobot zat aktif + Tween = 100 mg + 200 mg + 60 mg = 360 mg
Bobot Basis Suppositoria = 3000 mg – 360 mg
= 2640 mg
96
PEG 6000 96% = x 2640 mg=2534,4 mg
100
4
PEG 1000 4% = x 2640 mg=105,6 mg
100
Perbatch
Benzokain = 100 mg x 10 = 1000 mg
Zinc Oxyde = 200 mg x 10 = 2000 mg
Tween 80 = 60 mg x 10 = 600 mg
PEG 6000 = 2534,4 mg x 10 = 25.344 mg
PEG 1000 = 105,6 mg x 10 = 1.056 mg
VII. RANCANGAN DASAR PROSES MANUFAKTUR
- Kemasan Primer
1. Disiapkan kemasan yang telah didesain untuk digunakan
2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam proses

- Pencampuran
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan menggunakan neraca analitik
3. Digerus semua bahan menggunakan lumpang dan alu
4. Dicampurkan benzokain dan zinc oxyde hingga homogen

- Pembuatan suppositoria
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diolesi cetakan menggunakan tween 80
3. Dilelehkan PEG 6000 & PEG 1000 didalam cawan penguapan, ditambahkan campuran
benzokain dan zinc oxyde, aduk dengan batang pengaduk hingga homogen.
4. Setelah massa homogen dan mengental, Dituang kedalam cetakan dan setelah
memadat, massa yang berlebihan dipotong

- Lubering
1. Ditutup kemasan primer yang telah diisi tablet suppositoria
2. Ditempel label yang telah didesain pada kemasan primer

- Kemasan Sekunder
1. Dimasukan tablet kedalam box
2. Dimasukan leaflet kedalam box yang telah didesan
VIII. Kemasan
VIII.1 Kemasan primer
VIII.2 Kemasan sekunder

10 Strip @ 10 Tablet

Benzo Suppo
Benzokain 1,0% + ZnO 2%
PT. Asololae Farma
Palu – Indonesia

No. Reg : DKL2231310210A1

Benzo Suppo
Benzokain 1,0% + 2%

Indikasi :

Sebagai obat pereda sakit, nyeri, wasir luar dan dalam.

Keterangan lengkap lihat di brosur


No. Reg :
DKL2231310210A1
Aturan pakai :
Pada umumnya, 1 suppositoria disisipkan sekali sehari. Dalam keadaan
parah satu suppositoria 2 – 3 kali sehari pada awal pengobatan
Simpan pada suhu dingin dan jauhkan dari cahaya langsung
VIII.3 Leaflet

Benzo Suppo
Benzokain 1,0% + ZnO 2%
Suppositoria

Nomor Reg : DTL7225903553A5


Tanggal Produksi : 12/10/2022

Komposisi :
Benzokain ......................................................................... 100 mg
Zinc Oxyde ...................................................................... 200 mg
Zat Tambahan ................................................................... q.s

Indikasi
Sebagai obat pereda rasa nyeri pada wasir luar dan dalam, anal
fissures, proctitis. 
Kontra Indikasi
Jangan digunakan oleh penderita Hipersensitivitas karena akan
menyebabkan efek samping.
Efek Samping
Dermatitis Kontak
Dosis
Pada umumnya, satu suppositoria disisipkan sekali sehari. Dalam
keadaan parah satu suppositoria 2 – 3 kali sehari pada awal
pengobatan.
Peringatan
Suppositoria ini digunakan setelah buang air besar. Bila terjadi ruam,
urtikaria, edema atau berbagai bentuk alergi, hentikan pengobatan. 
Penyimpanan Simpan dibawah sejuk (15 – 25 C) dan kering.
Jauhkan dari jangkauan Anak - Anak
Exp. Date : 31 Desember 2024

Diproduksi oleh:
PT. Asololae Farma
Palu - Indonesia
Hasil Pengamatan
IX.1 Tabel Hasil Pengamatan
No. Uji yang dilakukan Hasil

1. Uji homogenitas Homogen

2. Uji organoleptik
- Aroma/bau Tidak berbau
- Warna Putih
- Tekstur Halus
- Bentuk
Torpedo
3. Uji keseragaman bobot 5,1 gram

4. Uji kekerasan 20 Newton

5. Uji titik lebur 13 menit 50 detik

6 Uji waktu hancur 14 menit 29 detik

IX.2 Analisis Data


1. Uji keseragaman bobot

Urutan tablet Berat tablet 5% 10%

1 5,1 g √ √

2 5,07 g √ √

3 5,13 g √ √

4 5,1 g √ √

5 5,1 g √ √

Rata-rata 5,1 gram

T1= batas bawah


T2= batas atas
B= bobot rata-rata
a= persen penyimpanan

T1= B - (B × a%)
T2= B + (B × a%)
5
5 %= ×5,1 gram=0,255 gram
100
T1 = 5,1 g - 0,255 g = 4,845 g
T2 = 5,1 g + 0,255 g = 5,355 g

10
10 %= ×5,1 gram=0,51 gram
100 mg
T1= 5,1 g - 0,51 g = 4,59 g
T2= 5,1 g + 0,51 g = 5,61 g

2. Uji kekerasan
Suppositoria hancur pada tekanan 20 Newton = 2 kg.

3. Uji titik lebur


Suppositoria meleleh pada waktu 13 menit 50 detik (stopwatch).

4. Uji waktu hancur


Suppositoria hancur pada waktu 14 menit 29 detik (stopwatch).
X.Pembahasan
Suppositoria adalah sediaan dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui
rektal, vagina, atau uretra untuk suppositoria rute pemberiannya dimasukkan di dalam
dubur atau lubang yang ada di dalam tubuh penggunaan suppositoria ditunjukkan untuk
pasien yang susah menelan, terjadi gangguan pada saluran cerna, dan pada pasien yang
tidak sadarkan diri (Rusain. 2020).

Tujuan pada percobaan ini yaitu untuk memahami dan mengetahui cara pembuatan tablet
suppositoria menggunakan metode cetak tuang dengan zat aktif zinc oksida dan ibuprofen.

Prinsip pada percobaan ini yaitu pembuatan Tablet suppositoria dengan metode cetak
tuang di mana dilakukan dengan melelehkan basis suppositoria terlebih dahulu lalu bahan
lain beserta zat aktif kemudian dituang ke dalam cairan dan didinginkan lalu dikeluarkan
dari cetakan dan diuji.

Cara kerja pada percobaan ini yaitu disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu kemudian
ditimbang semua bahan lalu dilelehkan terlebih dahulu basis larutan air (PEG 6000 & PEG
4000) pada cawan porselin di atas hot plate, kemudian dimasukkan bahan seperti surfaktan
(tween 80) lalu ditambahkan air sedikit kemudian dimasukkan juga zat aktif (zinc oxyde &
ibuprofen), lalu diaduk hingga homogen dan melebur kemudian dimasukkan ke dalam
cetakan suppositoria yang telah dioles parafin dibiarkan dingin dan dimasukkan dalam
kulkas, lalu dikeluarkan dari cetakan kemudian dimasukkan dalam kemasan lalu
didinginkan beberapa menit di dalam kulkas. Setelah itu dikeluarkan dari kulkas dan
selanjutnya dilakukan beberapa pengujian.

Alasan perlakuan pada percobaan ini yaitu untuk penimbangan agar mendapat bobot yang
sesuai. Alasan penggerusan yaitu untuk mendapatkan zat yang homogen dan tercampur
sempurna. Alasan basis dilelehkan terlebih dahulu agar basis dapat tercampur atau
homogen. Alasan dimasukkan ke dalam kulkas yaitu agar mendapatkan tablet suppositoria.

Berdasarkan hasil pengamatan pada evaluasi fisik yaitu untuk uji homogenitas didapati
tablet homogen. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa uji homogenitas
ditunjukkan oleh warna yang merata dan tidak adanya partikel-partikel kasar pada
suppositoria (Tee & Mudalipah. 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji organoletik menunjukkan tidak ada perubahan
dimana memiliki bentuk torpedo, tekstur yang halus, aroma hampir tidak berbau, serta
warna putih. Hal ini sesuai dengan literatur karena uji organoleptiknya meliputi bentuk,
tekstur, aroma, dan warna yang sesuai (Tee & Mudalipah. 2018).
Berdasarkan hasil pengamatan pada uji keseragaman bobot didapatkan berat rata-rata
yaitu di mana Dari hasil tersebut tidak terdapat tablet yang menyimpang. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa menurut kritis farmakopedia suppositoria
memenuhi syarat jika tidak lebih dari dua suppositoria yang masing-masing bobot rata-
ratanya lebih dari 5% dan tidak ada suppositoria yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih dari 10% (Nuryanti, et al. 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji kekerasan tablet didapatkan kekerasan


suppositoria yaitu 2000 gram. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
suppositoria memiliki kekerasan yaitu berkisar antara 2000 sampai 2500 gram (Nuryanyi, et
al. 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji titik lebur waktu lele didapatkan hasil yaitu meleleh
dengan waktu 13,5 menit. Hal ini sudah sesuai dengan literatur bahwa persyaratan
suppositoria dengan basis larutan air seperti PG yaitu meleleh tidak lebih dari dalam waktu
60 menit (Nuryanti, et al. 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji waktu hancur didapatkan hasil yaitu hancur dalam
waktu 14,39 menit. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa suppositoria
yang baik memenuhi waktu hancur kurang dari 30 menit (Swazi, et al. 2017).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan tablet suppositoria yaitu faktor fisiologi dan
faktor fisika kimia dari obat dan basis suppositoria. Bentuk faktor fisiologi yaitu bahan obat
yang diberikan dosisnya dapat lebih besar atau lebih kecil dibanding pemberian obat
tergantung keadaan tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat kemampuan obat melewati cairan
tubuh fisiologi untuk dapat diabsorbsi serta sifat pembawa suppositoria dan kemampuan
basis untuk melepaskan obat supaya siap diabsorbsi. Untuk faktor fisika kimia dan obat
suppositoria meliputi sifat kelarutan obat relatif dalam lemak dalam air dan ukuran partikel
obat terdispersi. Untuk faktor fisika kimia dan basis suppositoria meliputi kemampuan
meleleh, melarut, melunak pada suhu tubuh, kemampuan melepaskan bahan obat dan
karakteristik hidrofilik dan hidrofobik, kelarutan lemak air ukuran partikel dan sifat dari
basis juga mempengaruhi kestabilan tablet suppositoria (Morfari dan Bust. 2018).

Aplikasi dalam bidang Farmasi yaitu agar seorang farmasi dapat mengetahui formulasi
database suppositoria dan cara membuat tablet suppositoria menggunakan metode cetak
tuang serta beberapa pengujian agar mendapati basis suppositoria yang baik untuk
dipasarkan.
XI.Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada percobaan ini yaitu :
1. Suppositoria merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Metode cetak tuang merupakan
metode yang dilakukan dengan melelehkan basis dan merupakan metode yang
cocok untuk semua jenis basis baik skala kecil maupun besar.
2. Hasil pengamatan yang didapat yaitu untuk uji homogenitas adalah homogen, untuk
uji organoleptik memiliki aroma atau bau seperti basis,berwarna putih,tekstur yang
halus dan berbentuk seperti torpedo, untuk uji keseragaman bobot hasilnya
seragam, yaitu 1,1 untuk uji kekerasan adalah 20 Newton uji titik lebur 15,50
menit,dan untuk uji waktu hancur itu 14,39 menit.
3. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan suppositoria yaitu faktor fisiologis dan
faktor fisika kimia dari obat atau zat aktif dan basis yang digunakan

XII.Saran
Saran untuk percobaan ini agar praktikum dapat menentukan formulasi yang baik agar
mendapatkan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Agnieszka, et al. (2014). Zinc Oxide—From Synthesis to Application. Journal materials. Vol.7.

Akhtar, et al. (2000). Drug Release from PEG Suppository Bases and from their Combination
with Polymers. J Fac. Pharm Istanbul.

Allen. (2010). Compouding Rectal Dosage Forms-Part II. International Journal of


Pharmaceutial Compouding.

Baviskar, et al. (2013). Formulation and Evaluation of Lornoxicam Suppositories. The Pharma
Innovation Journal. Vol.2 (7).

Chuschenko, V.M. et al. (2020). Creation of Cocoa butter bases for preparation of
suppositories in pharmacy condition by the casting method. RJPT, 13 (7).

Fengyuan. (2019). Polyethyleneglikol. Fengyuan Chemical. China.

Fontan, et al. (1991). Enchancing Properties of Surfactants on the Release of Carbamazepine


from Suppositories. International Journal of Pharmaceutics. Science Direct.

HPE. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients (HPE).US : Pharmceutical Press.

Iwobi, Samuel. 2020. Suppository Solid Provision Technology. International Journal Papier
Advance and Scientific Review, Volume 1, Issue 1

Magdalena,et al. (2018). The Analysis of the Physicochemical Properties of Benzocaine


Polymorphs. MDPI. 23(1737).

Melnyk, et al. (2020). Analytical Review of the Modern Range of Suppository Bases. Sys Rev
Pharm. 11(4).

Morfini dan bust. 2018. Teknologi sediaan solid. Jakarta:Kemenkes.

Murtini dan Glisa.(2018). Teknologi sediaan solida.Jakarta:KEMENKES

Musiol, et al. (2019). Effect of Selected Surfactants on Kinetics of Meloxicam Release from
Rectal Suppositories. Indian Journal of Pharmaceutical Science.

Nuryanti, et al. 2018. Formulasi dan evaluasi suppositoria dengan bahan dasar gelatin
tulang ikan bandeng (chorus chowns). Jurnal kesehatan yamani. Makassar. Vol. 4, No.2
Nuryanti.(2016). Formulasi dan Evaluasi Suppositoria Ekstrak Terpurifikasi Daun Lidah Buaya
(Aloe Vera). Jurnal Acta Pharmaciae Indonesia 4(1)

Rita. W, et al. (2013). Zinc Absorption by Young Adults from Supplemental Zinc Citrate Is
Comparable with That from Zinc Gluconate and Higher than from Zinc Oxide. The
Journal of Nutrition. Vol.113.

Rusmin.(2020). Formulasi Dan Uji Mutu Fisik Suppositoria Dari Ekstrak Etanol Daun Wungu
( Graptophyllum Pictum L.). Jurnal Kesehatan Vol. 3 No. 1 (2019)

Said. E, et al. (2018). Zinc Oxide Nanoparticles: Therapeutic Benefits and Toxicological
Hazards. The Open Nanomedicine Journal. Vol.5.

Stephan. W, et al. (2015). Protomers of Benzocaine: Solvent and Permittivity Dependence.


JACS. Vol. 137

Sunarti.et al.(2017). Uji Disolusi Dan Penetapan Kadar Meloxicam Supositoria X Dan
Meloxicam Supositoria Y Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(Kckt). Jurnal Farmasi Indonesia Vol.10 No.01

Suwarji, et al. 2017. Uji solusi dan penetapan kadar meloxicam suppositoria X dan
meloxicam suppositoria Y menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT). Jurnal sains and pharmacy. Vol.18, No.01

Syeda, et al. (2020). Benzocaine: Review on a Drug with Unfold Potential. Medicinal
Chemistry. Vol.20.

Tee & mudalipah. 2018. Uji daya hambat suppositoria vagina ekstrak daun sirih hijau (piper
bettle L.) terhadap penyakit. Jurnal sains farmasi indonesia. 1(1)

Tee dan Musdalifah.(2018). Uji Daya Hambat Suppositoria Vagina Ekstrak Daun Sirih Hijau
(Piper Betle L.) Terhadap Candida albicans. Jurnal Insan Farmasi Indonesia Vol 1 No
1

Viano, I.S. et al. (2022). To infinity and beyond: Strategies for fabricating medicines in outer
space. International Journal of Pharmaceutics: X

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Penerjemah: Soendani Noerono
Soewandhi, Apt. UGM Press, Yogyakarta : 165-256.

Zografi, et al. (2017). Solid-State Properties of Pharmaceutical Materials.Inggris : Wiley.

Zou, et al. (2014). A Suppository-Base Matrix Tablet for Time-Dependent-Colon-Specific


Delivery System. Brazzilian Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol.5 (3).
LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN SOLIDA

JURUSAN FARMASI

JURNAL FORMULA TFSS

SUPPOSITORIA METRONIDAZOL

DISUSUN OLEH :

KELAS C

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2022
I.RANCANGAN FORMULA
Nama Produk : ZOLTORIA
Nama Pabrik : PT. Double Farm
No. Registrasi : DKL2231310253A1
Kandungan zat aktif : Metronidazol 500 mg
Bobot tablet : 3000 mg
Jumlah tablet yang dibuat : 10 tablet
Formula :
Setiap 3000 mg sediaan mengandung
Jumlah
No Nama Bahan Fungsi
Dalam % Dalam g/mL

1 Metronidazole Zat Aktif - 500 mg

2 PEG 1000 Basis 25% 610 mg

3 PEG 6000 Basis 75% 1830 mg

4 Gliserin Emolient 2% 60 mg

Bahan kemas
Primer : Aluminium foil
Sekunder : Individual folding box
Label : Stiker
Leaflet : Kertas 70 gsm

Klaim etiket
suppositoria mengandung 500mg metronidazol
II. Master formula

No No. item Nama Bahan Fungsi Jumlah

Per Pcs Per Batch

1. A-00001 Metronidazol Zat Aktif 500 mg 5000 mg

2. B-00002 PEG 1000 Basis 610 mg 6100 mg

3. B-00003 PEG 6000 Basis 1830 mg 18300 mg

4. B-00004 Gliserin Emolient 60 mg 600 mg

III.DASAR FORMULASI
1. Dasar pemilihan zat aktif
1. Metronidazole berinteraksi dengan DNA mikroba untuk memecahkan untai dan
struktur heliksnya yang menyebabkan penghambatan sintesis protein, degredasi
dan kematian sel (Mims, 2022).
2. Metronidazole adalah nitroimidazole yang dibuat atau diisolasi dariStreptomyces
sp.yang berguna dalam mengatasi berbagai peradangan akibat protozoa (Yuanita.
T, 2019).
3. Metronidazole digunakan untuk infeksi bakteri anaerob, amubiasis, giardiasis dan
trikhombiasis. Bersifat bakterisidal (Sovia, E., R, 2019).

2. Dasar pemilihan metode cetak tuang


1. Cetak tuang adalah metode pembuatan supositoria dari massa campuran dasar
supositoria parut dan obat-obatan yang dipaksakan ke dalam cetakan kompresi
khusus (shkar Baviskara, et.al. 2013)
2. Cetak tuang dibuat dengan metode pencetakan, melarutkan metil dan propil
paraben dalam air panas dan kemudian obat bersama dengan aditif lain. Massa
cair dituangkan ke dalam cetakan stainless steel 1gram yang telah dikalibrasi
sebelumnya dan dibiarkan mengeras dan disimpan dalam freezer untuk
didinginkan selama beberapa waktu dan dikeluarkan (Pushkar Baviskar, et.al.
2013)
3. Cetak tuang adalah mencampurkan zat aktif dan eksepien, basis dilebur
menggunakan penangas air dengan pengadukan terus menerus sampai dihasilkan
campuran homogen campuran yang dilelehkan kemudian dituangkan ke dalam
cetakan supositoria logam (Balkis A. Kamal, 2007)

3. Dasar pemilihan kekuatan sediaan


1. Supositoria MTZ, masing-masing mengandung 500 mg obat diformulasikan
menggunakan basa larut air, emulsi dan lemak (Abass, et al. 2012)
2. Pemberian metronidazole 2 gr atau 2 × 500 mg selama 7 hari (Sedyawan, E., dkk,
2018).
3. Sebagai suppositoria dosis dewasa 1 gr setiap 8 jam selama 3 hari, anak-anak 5-
10 tahun 500 mg (Mims, 2022).

4. Dasar pembuatan zat aktif menjadi sediaan


1. Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang umumnya dimaksudkan
untuk dimasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh (Elisa. Y, 2018).
2. Suppositoria merupakan bentuk padat yang mengandung satu atau lebih
medikamenta. Bagian ujung runcing, dengan volume dan konsistensi cocok
diberikan pada anal (Lazuardi. M, 2019).
3. Suppositoria adalah sediaan yang berbentuk torpedo dan digunakan dengan cara
memasukkannya ke dalam dubur atau alat kelamin perempuan (vagina).
(Sarasmita. M., A, 2020).

5. Dasar pemilihan zat tambahan


 PEG 1000
1. Penggunaan PEG 6000 dan PEG 1000, karena jenis PEG ini merupakan jenis
PEG yang umum dan sering digunakan dan dapat dicampur dengan berbagai
perbandingan untuk memperoleh basis suppositoria dengan konsistensi dan
karakteristik yang diinginkan (Ansel, 2008).
2. Polietilenglikol secara kimiawi stabil di udara dan dalam larutan serta tidak
mendukung pertumbuhan mikroba dan tidak menjadi tengik (FI IV, 1995).
3. Polietilenglikol adalah basis yang menghasilkan pelepasan obat yang leih
efisien dibandingkan yang lainnya (Murtini. G dan Elisa. Y, 2018).

 PEG 6000
1. Polietilenglikol merupakan basis yang larut dalam air atau bercampur
dengan air (Murtini. G dan Elisa. Y, 2018).
2. Penggunaan PEG 6000 dan PEG 1000, karena jenis PEG ini merupakan jenis
PEG yang umum dan sering digunakan dan dapat dicampur dengan berbagai
perbandingan untuk memperoleh basis suppositoria dengan konsistensi dan
karakteristik yang diinginkan (Ansel, 2008).
3. Polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena senyawa inert, tidak
terhidrolisis, tidak mudah ditumbuhi jamur, dan dapat disesuaikan jenisnya
berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis
suppositoria yang dikehendaki (Sujono, 2003).

 Gliserin
1. gliserin yaitu dapat digunakan sebagai emolien dalam formulasi untuk
menjaga iritasi serta digunakan sebagai agen terapeutik dalam berbagai
aplikasi klinis (HPE,2009)
2. Gliserin digunakan diberbagai jenis formulasi farmasetik termasuk sediaan
oral, mata, topikal dan parenteral. Gliserin digunakan sebagai humektan dan
emolien (Sinaga. S, 2016).
3. Gliserin bekerja seperti laktulose, menigkatkan air dalam tinja diusus besar.
Emolien adalah suatu pelunak tinja dan pelumas dipakai untuk mencegah
konstipasi (Kee. J., L dan Hayes. E., R, 1996).
IV. Skema Kerja dan peralatan
IV.1 Skema Kerja

Alat dan Bahan

Ditimbang

Basis PEG 1000


dipanaskan

Ditambahkan

Basis PEG 6000

Digerus

Metronidazole dan
gliserin

Ditambahkan
Diaduk

Basis

Dimasukkan

Cetakan

Didiamkan sampai suhu


kamar dan masukkan ke
dalam kulkas

Pengemasan

Penyimpanan
IV.2 Peralatan
1. Sendok tanduk
2. Batang pengaduk
3. Sudip
4. Alat pencetak suppositoria
5. Wadah
6. Timbangan analitik/digital
7. Cawan poselin
8. Kertas perkamen
V. Preformulasi dan informasi bahan
VI. Farmakologi dan Farmasetika Zat Aktif
V.1.1 Metronidazol (mims,2022)
Indikasi : Infeksi bakteri anaerobic
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap metronidazol dan
nitromidazol lainnya. Penggunaan bersamaan
dengan disulfiram dalam 14 hari terakhir.
Pemberian bersama dengan alkohol atau produk
yang mengandung propilen glikol selama atau 3
hari setelah penghentian terapi. Kehamilan
selama trimester pertama dalam pengobatan
trikomoniasis
Mekanisme kerja : Metronidazol berinteraksi dengan DNA mikroba
untuk memecahkan untai dan struktur heliksnya
yang menyebabkan penghambatan sintesis
protein, degradasi, dan kematian sel.
Farmakokinetik : Absorpsi :
Sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan.
Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma
puncak: 1-2 jam (oral); 20 menit (IV); 5-12 jam
(rektal); 8 jam (gel intravaginal). Ketersediaan
hayati: 60-80% (rektal); 20-25% (vag pessarium);
56% (gel intravaginal).
Distribusi:
Didistribusikan secara luas ke sebagian besar
jaringan dan cairan tubuh. Melintasi sawar
darah-otak. Mudah melewati plasenta dan
memasuki ASI dalam konsentrasi yang sama
dengan konsentrasi serum bersamaan. Ikatan
protein plasma: <20%
Metabolisme:
Terutama dimetabolisme di hati melalui
hidroksilasi, oksidasi samping, dan glukuronidasi
menjadi metabolit hidroksil aktif dan beberapa
metabolit.
Ekskresi:
Melalui urin (60-80% sebagai obat dan metabolit
yang tidak berubah; sekitar 20% dari total
sebagai obat yang tidak berubah); feses (6-15%).
Waktu paruh eliminasi: Kira-kira 8 jam.
Efek samping : Pusing, sakit kepala, mual, muntah, hilang napsu
makan, diare, sembelit, perubahan warna urine
menjadi lebih gelap
Perhatian : Pasien dengan atau riwayat gangguan kejang,
diskrasia darah (misalnya agranulositosis,
leukopenia, neutropenia); Sindrom Cockayne.
Gangguan hati dan gangguan ginjal berat atau
ESRD. Kehamilan dan menyusui.
Dosis : Dewasa dan anak-anak di atas 10 tahun: 1 g
setiap 8 jam, selama 3 hari, kemudian kurangi
pemakaian menjadi setiap 12 jam, selama lebih
dari 3 hari.
Anak usia di bawah 1 tahun: 125 mg.
Anak usia 1-5 tahun: 250 mg.
Anak usia 5-10 tahun: 500 mg.
V.1.2 Sifat Fisika & Kimia Bahan Aktif
1. Metronidazol (FI Edisi IV : 521)
Nama resmi : Metronidazole
Sinonim : Metronidatsoli, metronidazolas, metronidazolum
RM/BM : C6H9N3O3 / 171,2
Rumus struktur :

(Pubchem,2022)
Kegunaan : Zat aktif
Pemerian : Serbuk putih atau kekuningan, kristal bubuk
Kelarutan : Sedikit larut dalam air, etanol, aseton,dikolorometana, tidak
larut dalam eter
Penyimpanan : pada suhu ruangan (150-300C); terhindar daricahaya
Stabilitas : Stabil di bawah suhu normal dan tekanan; titik leleh 126 0-1290 C
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan alumiinium murni
V.2 Sifat Fisika & Kimia Bahan Tambahan
2. Gliserin (FI III,1979:271)
Nama resmi : GLYCEROLUM
Sinonim : Gliserol, Gliserin
RM/BM : C3H8O3 / 192,10
Rumus struktur :

(Pubchem,2022)
Kegunaan : Emolient
Pemerian : Cairan seperti sirop, tidak berwarna, tidak berbau, manis
diikuti rasa hangat, higroskopik
Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P,
praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan
dalam minyak lemak
Stabilitas : Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasiatmosfir di
bawah kondisi penyimpanan biasa. Dapat mengkristal jika
disimpan pada suhu rendah. Berubah warna menjadi
hitam jika terkena cahaya, seng oksida atau bismut nitrat.
Stabil dalam wadah kedap udara, tempat teduh, dan
kering
Inkompatibilitas : Dapat meledak jika dicampur dengan oksidator kuat,
bereaksi lambat dengan larutan encer.
3. PEG 1000 ( FI III,1979 : 611)
Nama resmi : POLYAETHYLENGLYCOLUM-1000
Sinonim : Polietilenglikol-1000, makrogol-1000, poliglikol-1000
RM/BM : H(O-CH2-CH2)nOH / 7000-9000
Rumus struktur :

Kegunaan : Basis
Pemerian : Massa seperti salep; putih atau hampir putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan
dalam kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Stabil di udara, dapat teroksidasi pada suhu 50 0C
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan agen pewarna
4. PEG 6000 (FI III,1979 : 603)
Nama resmi : POLYAETHYLENGLYCOLUM-6000
Sinonim : Polietilenglikol-6000, makrogol-6000, poliglikol-6000
RM/BM : H(O-CH2-CH2)nOH / 7000-9000
Rumus struktur :

(Pubchem,2022)
Kegunaan : Basis
Pemerian : Serbuk licin atau potongan putih kuning gading, praktis
tidak berbau dan tidak berasa
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam
kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Stabil di udara, dapat teroksidasi pada suhu 50 0C
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan agen pewarna
VII.Perhitungan
Perhitungan dosis dan bahan tambahan
DL Sehari = 1000 mg
DM Sehari = -
Dosis lazim tiap hari
n 6
Untuk umur 6 tahun = x DL = x 1000 mg = 333,33 mg
n+12 18
n 7
Untuk umur 7 tahun = x DL = x 1000 mg = 365,42 mg
n+12 19

n 8
Untuk umur 8 tahun = x DL = x 1000 mg = 400 mg
20 20
n 9
Untuk umur 9 tahun = x DL = x 1000 mg = 450 mg
20 20
n 10
Untuk umur 10 tahun = x DL = x 1000 mg = 500 mg
20 20
n 11
Untuk umur 11 tahun = x DL = x 1000 mg = 550 mg
20 20
n 12
Untuk umur 12 tahun = x DL = x 1000 mg= 600 mg
20 20
n 13
Untuk umur 13 tahun = x DL = x 1000 mg= 650 mg
20 20
n 14
Untuk umur 14 tahun = x DL = x 1000 mg = 700 mg
20 20
n 15
Untuk umur 15 tahun = x DL = x 1000 mg = 750 mg
20 20
n 16
Untuk umur 16 tahun = x DL = x 1000 mg = 800 mg
20 20
n 17
Untuk umur 17 tahun = x DL = x 1000 mg = 850 mg
20 20
n 18
Untuk umur 18 tahun = x DL = x 1000 mg = 900 mg
20 20
n 19
Untuk umur 19 tahun = x DL = x 1000 mg = 950 mg
20 20
n 20
Untuk umur 20 tahun = x DL = x 1000 mg = 1000 mg
20 20

Aturan pakai :

333,33 mg
Untuk umur 6 tahun = = 0,1626 supp
2050 mg

365,42mg
Untuk umur 7 tahun = = 0,1783 supp
2050mg

400 mg
Untuk umur 8 tahun = = 0,195 supp
2050 mg

450 mg
Untuk umur 9 tahun = = 0,22 supp
2050 mg

500 mg
Untuk umur 10 tahun = = 0,244 supp
2050 mg

550 mg
Untuk umur 11 tahun = = 0,268 supp
2050 mg

600 mg
Untuk umur 12 tahun = = 0,293 supp
2050 mg

650 mg
Untuk umur 13 tahun = = 0,317 supp
2050 mg

700 mg
Untuk umur 14 tahun = = 0,341 supp
2050 mg

750 mg
Untuk umur 15 tahun = = 0,366 supp
2050 mg

800 mg
Untuk umur 16 tahun = = 0,39 supp
2050 mg

850 mg
Untuk umur 17 tahun = = 0,415 supp
2050 mg

900 mg
Untuk umur 18 tahun = = 0,439 supp
2050 mg
950 mg
Untuk umur 19 tahun = = 0,463 supp
2050 mg

1000 mg
Untuk umur 20 tahun = = 0,488 supp
2050 mg

Perhitungan Bahan
Kandungan zat aktif = 500 mg
Bobot tablet = 3000 mg
Jumlah tablet = 10 tab
Perhitungan Per Pcs
Metronidazole = 500 mg
2
Gliserin 2% = × 3000 mg= 60 mg
100
Basis = 3000 mg – (500mg + 60 mg)
= 3000 mg – 560 mg =2440 mg
25
PEG 1000 25% = × 2440 = 610 mg
100
75
PEG 6000 75% = × 2440 = 1830 mg
100

Per Batch
Metronidazole = 500 mg× 10 = 5000 mg
Gliserin = 60 mg × 10 = 600 mg
PEG 1000 =610 mg ×10 = 6100
PEG 6000 =1830 mg ×10 = 18300

VIII. Rancangan dasar proses manufaktur


 Penyiapan Kemasan Primer
Penyiapan kemasan primer dilakukan dengan mendesain terlebih dahulu kemasannya,
adapun kemasan yang digunakan yaitu dalam bentuk strip
 Pencampuran Bahan
Dilakukan dengan menimbang masing-masing bahan yang telah dihitung yaitu basis, zat
aktif dan emolien, selanjutnya basis PEG 1000 dipanaskan sampai suhu 60ºC, kemudian
ditambahkan PEG 6000, setelah itu dimasukkan metronidazole dan gliserin yang telah
digerus kedalam basis, didinginkan pada suhu kamar lalu dimasukkan ke dalam kulkas.
 Pencetakan
Setelah dimasukkan ke dalam kulkas kemudian dimasukkan ke dalam cetakan
suppositoria
 Pengemasan
Suppositoria yang telah dibuat dimasukkan kedalam tube yang akan dikemas kemudian
VIII.2. Rancangan Label, Leaflet dan Kemasan Sekunder
VIII.2.1 Kemasan primer

Zoltoria
Tab 500 mg

Zoltoria
Tab 500 mg

Zoltoria
Tab 500 mg

Zoltoria
Tab 500 mg

Zoltoria
Tab 500 mg

Zoltoria
Tab 500 mg

PT.Double Farma
Palu - Indonesia
VIII.2.2 Kemasan sekunder
VIII.2.3 Leaflet

Zoltoria
10 Strip @ 10 Tablet
KK
Zoltoria
Tablet 500 mg

metronidazol
No. Reg : DTL2231310210A1
Komposisi :
PT. Double Farma
Tiap Palu
Tablet
500 mg
mengandung Metronidazol ………………………
– Indonesia

500 mg: DKL2231310210A1


No. Reg

Bahan Tambahan : Zoltoria


PEG 1000, PEG 6000, Gliserin
Indikasi : 500 mg
melawan sebagian besar lainnya dengan menggangu
pembentukan mikrotubulus cacing.

Dosis : :
Indikasi
Dewasa : 100 mg 2 x 1 selama 3 hari berturut-turut
Mabendazole
Anak : >2adalah
tahunobat
samacacing dengan
seperti dosisaktivitas
dewasamelawan sebagian
besar lainnya dengan menggangu pembentukan mikrotubulus cacing
Saran penyimpanan :
Keterangan lengkap lihat di brosur
Simpan pada suhu ruangan dan jauhkan dari cahaya
No. Reg :langsung
DKL2231310210A1
dan tempat
Aturan lembab
pakai :
Dewasa : 100 mg:2 x 1 selama 3 hari berturut-turut
Kontraindikasi
Anak : >2 tahun sama seperti dosis dewasa
Hipersensitivitas
Simpan pada suhu ruangan dan jauhkan dari cahaya langsung dan
Exp Date : Maret 2023
Diproduksi Oleh tempat lembab
:
PT. Double
Farma
Hasil pengamatan
Tabel hasil pengamatan
No. Uji yang dilakukan Hasil
1. Organoleptik
Aroma/bau Basis
Warna Kuning
Tekstur Halus
Bentuk Torpedo
2. Keseragaman bobot 1 menyimpang
3. Homogenitas Homogen
4. Kekerasan 12 N
5. Titik lebur 9 menit
6. Waktu hancur 14 menit

Analisis data
Uji keseragaman bobot
Urutan suppo Berat 5% 10%
1 4,91 g Memenuhi Memenuhi
2 5,30 g Tidak memenuhi Memenuhi
3 4,89 g Memenuhi Memenuhi
4 5,0 g Memenuhi Memenuhi
Rata-rata 5,045 g Memenuhi Memenuhi

T1 = Batas bawah
T2 = Batas atas
B = Bobot rata-rata
A = Persen menyimpang
T 1=B−(B × a)
T 1=B +( B ×a)
5
5 %= ×5,045=0,252 g
100
T 1=5,045−(0,252)
¿ 4,793 g
T 1=5,045+(0,252)
¿ 5,297 g

10
10 %= ×5,045=0,504 g
100
T 1=5,045−(0,504)
¿ 4,540 g
T 1=5,045+(0,504)
¿ 5,549 g

Pembahasan
Suppositoria adalah bentuk sediaan padat di mana satu atau lebih bahan aktif terdispersi
dalam basis yang sesuai dan memiliki bentuk yang sesuai untuk dimasukkan melalui rektal
sehingga memberikan efek lokal atau sistemik (Fairuz, 2017).

Tujuan dari percobaan ini yaitu dapat memahami dan mengetahui cara kerja dari proses
pembuatan tablet dan formulasi yang sudah ditentukan sehingga memproduksi tablet
menggunakan metode cetak tuang.

Tensi pada percobaan ini yaitu pembuatan tablet suppositoria dengan metode cetak tuang
dimana basis dilelehkan lalu campur zat aktif dan dicetak lalu didinginkan di lemari
pendingin.

Cara kerja pada percobaan ini yaitu disiapkan alat dan bahan lalu digerus zat aktif hingga
homogen, setelah itu dilelehkan basis PEG 1000 dan PEG 6000 di atas hot plate lalu
ditambahkan gliserin dan diaduk, kemudian masukkan zat aktif ke dalam basis yang telah
dilelehkan lalu diaduk hingga homogen setelah itu dituang di cetakan dan ditambahkan
gliserin dan diaduk, setelah semua basis dan bahan sudah tercampur kemudian dimasukkan
ke dalam lemari pendingin ditunggu selama 30 menit dan dikemas menggunakan aluminium
foil dan dilakukan pengujian lalu diamati hasilnya.

Alasan perlakuan pada percobaan ini, untuk penimbangan yaitu untuk mendapatkan bobot
yang sesuai, alasan dilelehkan untuk mencampurkan basis dan zat aktif, alasan didinginkan
yaitu agar mendapatkan tablet suppositoria.

Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik didapatkan aroma basis. Warna kekuningan,
tekstur halus dan bentuk torpedo. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
suppositoria memiliki warna, kondisi permukaan dan bentuk yang sama yaitu homogen
berwarna kekuningan dan bentuk seperti torpedo (Fairuz, 2017).

Berdasarkan hasil uji Pada pengamatan keseragaman bobot didapatkan 1 tablet yang
menyimpang dari bobot rata-rata. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
persyaratan tidak boleh lebih dari dua suppositoria yang masing-masing bobotnya
menyimpang lebih dari 5% dan 10% berdasarkan bobot rata-ratanya (Fairuz, 2017).
Berdasarkan hasil pengamatan pada uji kekerasan yaitu 12 N atau 1,2237 kg/cm². Hal ini
tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kekerasan yang dapat dikenakan
adalah 4 - 8 kg/cm² (syahrina, 2021).

Berdasarkan hasil pengamatan uji waktu hancur didapatkan yaitu larut. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa syarat uji waktu hancur yaitu kurang dari 15 menit (Hidayat, 2020).

Berdasarkan hasil pengamatan uji titik lebur didapatkan yaitu melebur pada waktu ke 9
menit. Hal ini sesuai literatur bahwa waktu lele suppositoria tidak lebih dari 15 menit
(Fairuz, 2017).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasi dapat mengetahui formulasi dan teknik
dalam pembuatan suppositoria Serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kegagalan sediaan agar nantinya dapat membuat sediaan suppositoria yang baik dan
berkualitas. Hal inilah yang melatarbelakangi percobaan ini dilakukan.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada percobaan ini yaitu
1. Suppositoria adalah bentuk sediaan padat dimana satu atau lebih bahan aktif dan
memiliki bahan yang sesuai untuk dimasukkan melalui rental sehingga
pembentukan efek lokal atau sistemik.
2. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan uji organoleptik sediaan memiliki aroma
basis, warna kekuningan, tekstur halus dan bentuk torpedo. Uji keseragaman bobot
yaitu satu tablet yang menyimpang, uji homogenitas yaitu homogen, uji kekerasan
yaitu 12 N, uji waktu hancur yaitu 14 menit serta uji titik lebur yaitu pada menit ke-
9 melebur.
3. Faktor yang mempengaruhi kekerasan yaitu tekanan kompresi dan sifat bahan yang
digunakan.

Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu sebaiknya praktikan lebih memahami dan mempelajari
prosedur pembuatan tablet suppositoria.
DAFTAR PUSTAKA

Abass, et al, 2012. METRONIDAZOLE BIOADHESIVE VAGINAL SUPPOSITORIES:


FORMULATION, IN VITRO AND IN VIVO EVALUATION. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol 4, Issue 1, 2012

Balkis A. Kamal, 2007. The Release of Diazepam from Different Conventional and Hollow
Type Suppository Bases. Iraqi J.Pharm.Sci., Vol.16 (2)

Fairuz, 2017. Formulasi dan evaluasi dispersi padat ibuprofen dengan laktosa sebagai
pembawa dari sediaan suppositoria. Jurnal farmasi Indonesia. Volume 1, nomor
satu.

Grayson, et al. 2010. Kucers' The Use of Antibiotics Sixth Edition SA Clinical Review of
Antibacterial, Antifungal and Antiviral Drugs Volume 1. CRC Press

Kubba et al. 2021 PREPARATION AND IN-VITRO EVALUATION OF KETOTIFEN FUMARATE AS


RECTAL SUPPOSITORIES .Bio.Innov 10(3)

Pushkar Baviskar, et.al. 2013. Formulation and Evaluation of Lornoxicam Suppositories. The
Pharma Innovation - Journal Res., 21(1), J.

Rowe, R. et Al. 2009. Handbook Pharmaceutical Excipients. Published. Pharmaceutical Press.

shkar Baviskara, et.al. 2013.Drug Delivery on Rectal Absorption: Suppositories. Int. J. Pharm.
Sci. Rev.

Turgut dan Mine, 2004. Bioavailability File : Metronidazole. FABAD J. Pharm. Sci., 29, 39-49,
2004

Zou Meijuan et al. 2014. A suppository-base-matrix tablet for time-dependent colon specific
delivery system.Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences.

Saleem et, al. 2008 .Formulation and Evaluation of Tramadol hydrochloride Rectal
Suppositories
LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN SOLIDA

JURUSAN FARMASI

JURNAL FORMULA TFSS

SUPPOSITORIA BISAKODIL

DISUSUN OLEH :

KELAS C

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2022
I. RANCANGAN FORMULA
Nama Produk : Biscosuppo
Nama Pabrik : PT. Jaya Farma
No. Registrasi : DK2256745610A1
Kandungan Zat Aktif : Bisakodil
Bobot Tablet : 2000 mg
Tabet yang dibuat : 10 tablet
Formula :
Setiap 5 mg sediaan mengandung

Jumlah
No Nama Bahan Fungsi
Dalam % Dalam g atau ml
1. Bisakodil Bahan Aktif 5 mg 0,005 g
2. Oleum cacao Basis 96% 1,915 g
3. Cera alba Stiffening agent 4% 0,007 g
4. Gliserin Lubricant q.s q.s

Bahan Kemas:
Primer : Strips pack
Sekunder : Individual folding box
Label : Stiker
Leaflet : Kertas 70 gsm

Klaim etiket
1 box @ 10 strip, tiap 1 tablet mengandung 5 mg Bisakodil
2. Master formula

No. Jumlah
No Nama Bahan Fungsi
Item Per Pc Per Batch
1. A-0001 Bisakodil Bahan Aktif 5 mg 50 mg
2. B-0002 Oleum cacao Basis 1915 mg 19150 mg
3. B-0003 Cera alba Stiffening agent 7 mg 70 mg
4. B-0004 Gliserin Lubricant 73 mg 730 mg
3. Dasar Formulasi
a. Dasar pemilihan zat aktif
1. Bisacodyl bekerja langsung pada usus besar untuk meningkatkan motilitas
usus besar. Dibandingkan dengan kontrol, pasien yang memakai bisacodyl
menunjukkan pengurangan 23% -31% dalam waktu transit kolon dan a
konsekuen peningkatan kadar air tinja . Di beberapa penelitian, bisacodyl
meningkatkan fungsi usus dan gejala sembelit, sehingga meningkatkan
kualitas pasien kehidupan. Secara umum, bisacodyl oral mampu mencapai
usus melalui perut dan usus kecil dan memiliki efek langsung pada usus besar
(Cho H, et al, 2016).
2. Bisacodyl Suppositories digunakan untuk pengobatan jangka pendek untuk
sembelit dan usus evakuasi sebelum prosedur investigasi atau operasi.
Bisacodyl termasuk dalam kelompok obat yang disebut pencahar. Pencahar
adalah obat yang digunakan untuk pengobatan sembelit (MIMS, 2008).
3. Bisacodyl (BIS) telah dikembangkan pada 1950-an, dan bahan kimianya
natrium picosulfate (SPS) pada akhir 1960-an. Kedua turunan difenil metana
ini merupakan prodrug yang diubah di usus menjadi metabolit aktif yang
sama, bis-(p-hidroksifenil)-piridil-2-metana (BHPM). BHPM memiliki tindakan
ganda, yaitu efek antiabsorptive-secretory dan juga efek prokinetik langsung
(Lissner S, et al, 2017).

b. Dasar pemilihan metode tuang


1. Metode tuang adalah metode yang paling umum digunakan untuk membuat
skala kecil dan skala besar supositoria. Proses pertama pencetakan alas
dilebur untuk menghindari pemadatan kemudian bahan aktif diemulsi atau
diserap di dalamnya dan dituangkan ke dalam cetakan logam yang dilapisi
dengan nikel (Iwobi, 2020).
2. Massa cair yang tersisa untuk mengatur dan dituangkan ke dalam cetakan
sampai overfill ke cetakan adalah kemudian didinginkan selama sekitar 30
menit untuk pemadatan) alas berlebih dikerok dari bagian atas cetakan
dengan pemanasan sudip. Cetakan dibongkar dan supositoria dikeluarkan,
dikemas, dan disimpan sampai digunakan lebih lanjut (Bartels, 2021).
3. Campuran dituangkan ke dalam empat rongga aluminium cetakan supositoria
dan dibiarkan memadat. Supositoria dikeluarkan dari cetakan, diberi nomor,
dan diukur untuk berat, tinggi, dan lebar (Persaud, 2020).

c. Dasar pemilihan kekuatan sediaan


1. Bisacodyl oral (5 mg/hari) diresepkan dan dia dianjurkan untuk meminumnya
setiap hari sebelum tidur. Pasien tidak dapat buang air besar bahkan setelah 6
hari bisakodil oral; namun, pada hari ketujuh setelah memulai pengobatan,
dia mulai mengalami diare cair lebih dari 5 kali sehari (Cho H, et al, 2016).
2. Pencahar sintetis baru bernama Bisacodyl adalah dilaporkan oleh Schmidt
(1953); komposisinya adalah (4,4' - diacetoxy - diphenyl) - (pyridil - 2) metana
dan dipasarkan oleh Pfizer Ltd. sebagai 5 mg. tablet atau 10 mg. supositoria.
Bisacodyl merangsang dengan cepat kontraksi lokal otot polos ketika
ditempatkan dalam kontak dengan selaput lendir dari usus besar (Evans I,
1964).
3. Para penulis menemukan bahwa bisacodyl 5 mg dipercepat pengosongan
usus asendens dibandingkan dengan plasebo, dengan waktu rata-rata 6,5 jam
dan 11,0 jam, masing-masing (Corsetti M, et al, 2021).

4. Dasar pembuatan zat aktif menjadi sediaan


1. Supositoria adalah bentuk sediaan padat yang digunakan dengan cara dimasukkan
melalui lubang atau celah ditubuh, di mana ia akan mengembang, melunak, atau
larut dan memberikan efek lokal dan sistemik (Iwobi S, 2020).
2. Supositoria adalah bentuk sediaan yang dirancang untuk memberikan obat melalui
rute administrasi dubur dan vagina. Mereka berkembang sebagai bentuk alternatif
pengiriman obat yang lebih nyaman dari formulasi enema cair. Sebenarnya, Istilah
suppositorium berasal dari kata Latin supponere, yang berarti ‘pengganti’ (Ham A,
et al, 2017).
3. Karakterisasi yang memadai dari laju pelepasan obat dari supositoria
membutuhkan penentuan yang sesuai melepaskan model kinetika. Kinetika
pelepasan obat dari supositoria dapat bervariasi dari orde nol hingga orde
pertama hingga terkontrol difusi (Oladimeji F, et al, 2006).

5. Dasar pemilhan bahan tambahan


1. Oleum cacao
 Oleum cacao sebagai basis suppositoria memiliki beberapa keunggulan yaitu
meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan oleh cairan tubuh. Suhu
yang cukup tinggi dapat mempengaruhi stabilitas fisik suppositoria dengan
basis oleum cacao, oleh karena itu diperlukan suatu bahan untuk
meningkatkan suhu leburnya (Nuryanti., dkk, 2016).
 Oleum cacao merupakan basis suppositoria golongan basis lemak yang sering
digunakan dan mempunyai banyak keuntungan, yaitu: karakteristik
pelelehannya baik, membebaskan dengan mudah zat aktif dalam rektum
sehingga banyak memberikan efektifitas pengobatan yang optimum dan
murah (Murrukmihadi, 1999).
 lemak coklat meleleh antara 30 - 36ºC merupakan basis suppositoria yang
ideal yang dapat melumer pada suhu tubuh dan tetap padat pada suhu kamar
(Amin F. dkk. 2009).
2. Cera alba
 Salah satu senyawa yang berfungsi sebagai pengeras atau stiffening agent
adalah cera alba yang dapat digunakan untuk menaikkan dan menurunkan
titik leleh oleum cacao. Dilaporkan kurang dari 3% cera alba dapat
menurunkan titik leleh oleum cacao, sedangkan pada penambahan lebih dari
5% dapat menaikkan titik leleh di atas suhu tubuh, dan disarankan
penggunaan sebesar 4% (Azhar, et al, 2016)
 Cera alba sebagai untuk menaikkan titik lebur dan menurunkan titik lebur
oleum cacao (Rusmin, 2019)
 Malam putih digunakan untuk suaikan titik peleburan suppositoria. Malam
putih juga digunakan dalam system pelepasan terkontrol (Amin, 2009)
3. Gliserin
 Gliserin digunakan dalam formulasi farmasi oftalmik sebagai modifikasi
tonisitas agen dengan fungsi antimikroba dan pengubah viskositas bila
digunakan pada konsentrasi >20% dan 0,5-3% masing-masing. Gliserol
bersifat higroskopis dan tidak rentan terhadap oksidasi oleh atmosfer dalam
kondisi penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan (Keele, 2012).
 Gliserin dilaporkan berfungsi dalam kosmetik sebagai denaturant, bahan
pewangi, agen pengkondisi rambut, humektan, oral agen perawatan, obat
perawatan kesehatan mulut, pelindung kulit, agen pengkondisi kulit —
humektan, dan agen penurun viskositas. Penggunaan ini termasuk 862 produk
untuk digunakan di dekat mata (Becker, 2019).
 Gliserin merupakan humektan yang dapat meningkatkan kelembutan gel.
Karbopol dapat memberikan kekentalan / kekerasan pada sediaan gel maka
perlu dikombinasi dengan gliserin yang dapat melunakkan sediaan gel, dan
meningkatkan daya sebar (Saryanti D, et al)
6. Skema kerja dan peralatan
6.1 Skema kerja

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang dan diukur

Oleum cacao, cera alba, gliserin dan bisacodyl

Disiapkan dan dioleskan gliserin

Cetakan Suppositoria

Dilelehkan

Cera alba dan oleum cacao lalu aduk hingga homogen

Dicampurkan

Basis dan bisacodyl lalu aduk hingga homogen

Dimasukkan

Dalam cetakan

Dibiarkan memadat di suhu ruang masukan ke kulkas

Dipotong kelebihan massa pada tablet (jika ada)

Dikeluarkan suppositoria dari dalam cetakan

Pengemasan Primer

Pengemasan sekunder
6.2 Peralatan

A. Alat
1. Lumpang dan alu
2. Gelas kimia
3. Gelas ukur
4. Alat cetak
5. Sendok tanduk
6. Batang pengaduk
7. Sudip
8. Lap kasar
9. Cawan porselein
10.Tissue
11.Neraca analitik

B. Bahan
1. Gliserin
2. Cera alba
3. Oleum cacao
4. Bisacodyl
5. Handscoon
6. Masker
7. Preformulasi dan informasi bahan
7.1 Farmakologi dan Farmasetika Zat Aktif
7.1.1 Farmakologi Bisakodil
1. Bisakodil (MIMS, 2022)
Indikasi : Sembelit
Efek samping : Gangguan pada saluran pencernaan
seperti rasa tidak nyaman dank ram
perut.
Kontraindikasi : Ileus, obstruksi usus, kondisi bedah akut
abdomen, apendisitis, penyakit radang
usus akut & nyeri perut parah yang
berhubungan dengan mual & muntah;
dehidrasi parah
Dosis dan kekuatan : Tab dewasa & anak > 10 tahun 1-2
sediaan tab/hari.
Anak 6-10 tahun 1 tab/hari. sub dewasa
Dewasa & anak >10 tahun 1 sub/hari.
paed anak supp anak 6-10 tahun 1
sub/hari
Rute pemberian : Oral
dan aturan pakai
Farmakokinetika : Bisacodyl tidak diserap oleh saluran
pencernaan
Interaksi : Pada dosis tinggi, risiko
ketidakseimbangan elektrolit meningkat
dengan penggunaan bersama diuretik &
adrenokortikoid. Glikosida jantung. Dapat
meningkatkan efek samping GI Dulcolax
dengan obat pencahar lainnya. Jangan
mengambil bersama dengan produk yang
mengurangi keasaman GIT atas misalnya,
susu, antasida, atau penghambat pompa
proton agar tidak melarutkan lapisan
enterik sebelum waktunya.
Mekanisme kerja : Bisacodyl bekerja dengan cara
meningkatkan pergerakan usus, sehingga
feses dapat terdorong dan lebih mudah
dikeluarkan oleh tubuh. Bisacodyl
tersedia dalam bentuk tablet,
suppositoria, dan enema.
7.1.2 Farmasetika Bisakodil
1. Bisakodil (FI VI, 2020 : 312)
Nama Resmi : BISAKODIL
Nama Lain : Bisacodyl
RM/BM : C22H19NO4/361,39
Rumus Struktur :

(Pubchem,2022)
Pemerian : Serbuk hablur putih sampai hampir putih;
terutama terdiri dari partikel dengan
diameter terpanjang lebih kecil dari 50 m.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam
kloroform dan dalam benzen; agak sukar
larut dalam etanol dan dalam metanol;
sukar larut dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas : -
Inkompatibilitas : -
7.2 Farmasetika Zat Tambahan
1. Oleum Cacao (FI III, 1979 Hal : 453)
Nama resmi : OLEUM CACAO
Nama lain : Lemak Coklat
RM/BM : -/-
Rumus struktur : -
Pemerian : lemak padat, lemak putih kekuningan , bau khas
aromatik, rasa khas lemak, agak rapuh.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan eter minyak
tanah P.
Khasiat : Zat Tambahan
Kegunaan : Sebagai Basis
Metode sterilisasi : -
Konsentrasi : -
Stabilitas : Basa supositoria lemak keras cukup stabil
terhadap oksidasi dan hidrolisis, dengan nilai
ypdium menjadi ukuran ketahanannya terhadap
oksidasi dan ketengikan. Kadar air biasanya
rendah dan kerusakan karena higroskopisitas
jarang terjadi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan basis suppsitoria
sekarang tidak banyak dilaporkan dalam literatur.
Terjadinya reaksi kimia antara basis supositoria
lemak keras dan obat relatif jarang terjadi, tetapi
potensi reaksi seperti itu dapat ditunjukkan oleh
besarnya nilai hidroksil basa.
2. Cera alba (FI VI, 2020, hal: 1771)
Nama resmi : VASELIN PUTIH
Sinonim : Vaselin Putih
RM/BM : -/-
Rumus struktur :

(Pubchem,2022)

Pemerian : Putih atau kekuningan pucat, massa berminyak


transparan dalamlapisan tipis setelah didinginkan
pada suhu 0º
Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam teanol
dingin atau panas dan dalam etanol mutlak
dingin, mudah larut dalam benzen, dalam karbon
disulfida, dalam kloroform, larut dalam heksana,
dan dalam sebagian besar minyaklemak dan
lemak atsiri
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Stabilitas : -
Inkompatibilitas : -
Persyaratan : -
kadar
3. Gliserin (FI Edisi VI 2020 : 680)
Nama Resmi : GLISERIN
Nama Lain : Glycerin
RM/BM : C3H8O3/92,09
Rumus Struktur :

(Pubchem, 2022)
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa
manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam
atau tidak enak). Higroskopik; larutan netral
terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol;
tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam
minyak lemak, dan dalam minyak menguap.
Khasiat : Zat Tambahan
Kegunaan : Sebagai Lubricant
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan
oksidator kuat seperti: kromium trioksida, kalium
klorat, atau kalium permanganat. Dalam larutan
encer, reaksi berlangsung lebih lambat dengan
beberapa produk oksidasi yang terbentuk.
Perubahan warna menjadi hitam gliserin terjadi
dengan adanya cahaya, atau pada kontak dengan
seng oksida atau bismut nitrat dasar.
8. Perhitungan
1. Perhitungan dosis dan bahan tambahan
DL :5-10 mg
DM : 15 mg
a. Dosis lazim
6
Untuk umur 6 tahun = x (5-10) mg = 1,66 – 3,33 mg
18
7
Untuk umur 7 tahun = x (5-10) mg = 1,84 – 3,68 mg
19
8
Untuk umur 8 tahun = x (5-10) mg = 2 - 4mg
20
9
Untuk umur 9 tahun = x (5-10) mg = 2,25 – 4,5 mg
20
10
Untuk umur 10 tahun = x (5-10) mg = 2,5 - 5 mg
20
11
Untuk umur 11 tahun = x (5-10) mg = 2,75 – 5,5 mg
20
12
Untuk umur 12 tahun = x (5-10) mg= 3 - 6 mg
20
13
Untuk umur 13 tahun = x (5-10) mg= 33,25 – 6,5 mg
20
14
Untuk umur 14 tahun = x (5-10) mg = 3,5 - 7 mg
20
15
Untuk umur 15 tahun = x (5-10) mg = 3,75 – 7,5 mg
20
16
Untuk umur 16 tahun = x (5-10) mg = 4 - 8 mg
20
17
Untuk umur 17 tahun = x (5-10) mg = 4,25 – 8,5 mg
20
18
Untuk umur 18 tahun = x (5-10) mg = 4,5 - 9 mg
20
19
Untuk umur 19 tahun = x (5-10) mg = 4,75 – 9,5 mg
20
20
Untuk umur 20 tahun = x (5-10) Mg = 5 - 10 mg
20
b. Dosis maksimum
6
Usia 6 tahun = ×15 mg = 5 mg
6+12
7
Usia 7 tahun = ×15 mg = 5,52 mg
7+12
8
Usia 8 tahun = ×15 mg = 6 mg
8+12
9
Usia 9 tahun = ×15 mg = 6,75 mg
20
10
Usia 10 tahun = ×15 mg = 7,5 mg
20
11
Usia 11 tahun = ×15 mg = 8,25 mg
20
12
Usia 12 tahun = ×15 mg = 9 mg
20
13
Usia 13 tahun = ×15 mg = 9,75 mg
20
14
Usia 14 tahun = × 15 mg = 10,5 mg
20
15
Usia 15 tahun = ×15 mg = 11,25 mg
20
16
Usia 16 tahun = ×15 mg = 12 mg
20
17
Usia 17 tahun = ×15 mg = 12,75 mg
20
18
Usia 18 tahun = ×15 mg = 13,5 mg
20
19
Usia 19 tahun = ×15 mg = 190 mg
20
20
Usia 20 tahun = ×15 mg = 15 mg
20
c. Aturan pakai DL
1,66 – 3,33 mg
Untuk umur 6 tahun = = 0,11 – 0,22 tab
15 mg
1,84 – 3,68 mg
Untuk umur 7 tahun = = 0,12 – 0,24 tab
15 mg
2−4 mg
Untuk umur 8 tahun = = 0,13 – 0,26 tab
15 mg
2,25 – 4,5 mg
Untuk umur 9 tahun = = 0,15 – 0,3 tab
15 mg
2,5−5 mg
Untuk umur 10 tahun = = 0,16 – 0,33 tab
15 mg
2,75 – 5,5 mg
Untuk umur 11 tahun = = 0,18 – 0,36 tab
15 mg
3−6 mg
Untuk umur 12 tahun = = 0,2 – 0,4 tab
15 mg
3,25 – 6,5 mg
Untuk umur 13 tahun = = 0,21 – 0,43 tab
15 mg
3,5−7 mg
Untuk umur 14 tahun = = 0,23 – 0,46 tab
15 mg
3,75 – 7,5 mg
Untuk umur 15 tahun = = 0,25 – 0,5 tab
15 mg
4−8 mg
Untuk umur 16 tahun = = 0,26 – 0,53 tab
15 mg
4,25 – 8,5 mg
Untuk umur 17 tahun = = 0,28 – 0,56 tab
15 mg
4,5−9 mg
Untuk umur 18 tahun = = 0,3 – 0,6 tab
15 mg
4,75 – 9,5 mg
Untuk umur 19 tahun = = 0,31 – 0,63 tab
15 mg
5−10 mg
Untuk umur 20 tahun = = 0,33 – 0,66 tab
15 mg
2. Perhitungan bahan
Bobot tablet : 2 g
Eksipien 2 g – 0,005 g = 1,995 g
 Per Pc
Bisakodil = 5 mg = 0,005 g
96
Oleum cacao 96% = ×1,995 g = 1,915 g
100
4
Cera alba 4% = ×2 g = 0,007 g
100
Gliserin = 1,995 – (1,915 + 0,007)
= 0,073 g
 Per Batch
Bisakodil = 0,005 g x 10 = 0,05 mg
Oleum cacao = 1,915 g x 10 = 19,15 g
Cera alba` = 0,007 g x x10 = 0,7 g
Gliserin = 0,073 g x 10 = 0.73 g
IX. Rancangan dasar dan proses manufaktur
Persiapan kemasan primer
 Disiapkan kemasan yang telah didesain untuk digunakan
 Disiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam pengemasan
1. Pencampuran
 Disiapkan alat dan bahan
 Ditimbang dan diukur semua bahan menggunakan neraca analitik dan gelas
ukur
 Dilelehkan dan dicampur semua didalam berupa basis dan campuran antara
basis dengan zat aktif (bisacodyl) dan bahan tambahan
2. Pengisian
 Disiapkan alat dan bahan
 Dimasukkan campuran bahan ke dalam cetakan
 Dilakukan pencetakan campuran obat
 Dimasukkan suppositoria kedalam kemasan primer
3. Labeling
 Ditutup kemasan primer yang telah diisi suppsositoria
 Ditempel label yang telah didesain pada kemasan primer
4. Kemasan sekunder
 Dimasukkan tablet
 Dimasukkan leaflet ke dalam box yang telah didesain.
X. Kemasan
X.I Kemasan primer

Biscosuppo
Suppositoria:2000 mg
PT. Jaya Farma
Palu-Indonesia
No. Reg : DKL2210310310A1

Biscosuppo
Soppositoria:200 mg
PT. Jaya Farma
Palu-Indonesia
No. Reg : DKL2210310310A1

Biscosuppo
Suppositoria:2000 mg
PT. Jaya Farma
Palu-Indonesia
No. Reg : DKL2210310310A1

Biscosuppo
Suppositoria:2000 mg
PT. Jaya Farma
Palu-Indonesia
No. Reg : DKL2210310310A1

Biscosuppo
Suppositoria:2000 mg
PT. Jaya Farma
Palu-Indonesia
No. Reg : DKL2210310310A1
X.II Kemasan Sekunder

Biscosuppo®

Suppositoria 5 mg

Bisakodil

1 box @10strip Pasien dengan


konstipasi dan untuk
1 box @10strip
pengosongan isi Komposisi:
kolon sebelum Bisakodil 5 mg
dilakukan tindakan ZatTambahan...q.s

® ®
Biscosuppo seperti kolonoskopi.
Pemberian bisacodyl Biscosuppo
bisa dilakukan
Simpan pada suhu
Suppositoria 5 mg secara peroral
maupun melalui
Suppositoria 5 mg ruang, jauhkan dari
cahaya langsung

Bisakodil
rektal. Bisacodyl
Bisakodil diindikasikan
dan tempat lembab

terutama pada
kondisi konstipasi. KETERANGAN
LIHAT PADA

PT. Jaya Farma PT. Jaya Farma


BROSUR

PALU-INDONESIA PALU-INDONESIA

K
X.III Leaflet

®
Biscosuppo
Suppositoria 2000 mg
Bisakodil
Komposisi :
Bisakodil . ..............................................5 mg
Oleum cacao ....................................1915 mg
Cera alba .................................................7 mg
Gliserin ........................................................73

Cara Kerja Obat :


Bisacodyl bekerja dengan cara meningkatkan
pergerakan usus, sehingga feses dapat terdorong
dan lebih mudah dikeluarkan oleh tubuh.

Indikasi :
Pasien dengan konstipasi dan untuk pengosongan isi
kolon sebelum dilakukan tindakan seperti
kolonoskopi.

Efek Samping :
Iritasi saluran pencernaan seperti diare, iritasi lokal
rektum, mual, nyeri abdomen, kram abdomen, dan
hematochezia.

Cara pemakaian:
Dewasa dan anak-anak usia >10 tahun: 5–
10 mg, 1 kali sehari, dikonsumsi sebelum
tidur. Dosis maksimal 20 mg per hari.
Anak-anak usia >4–10 tahun: 5 mg, 1 kali
sehari, dikonsumsi sebelum tidur.
Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan
1. Uji keseragaman bobot

No Keseragaman bobot
1 388 mg
2 388 mg
3 394 mg
4 395 mg
5 385 mg
Rata-
390 mg
rata

2. Uji organoleptik

Uji organoleptik Hasil


Warna Kuning muda
Aroma Oleum cacao
Tekstur Halus
Bentuk Torpedo

3. Uji homogenitas

Sampel Hasil
Suppositoria Homogen

4. Uji kekerasan

Sampel Kekerasan Waktu Hancur


Suppositoria 4,8 N Gagal

5. Uji titik lebur

Sampel Titik lebur


Suppositoria 28 menit
Analsis Data

a. Keseragaman Bobot
t 1 +t 2+ t 3 +t 4 +t 5
Rata-rata =
5
388+388+394+395+ 385
=
5
= 390 mg

10
x 390 mg = 39 mg
10

Batas atas = 390 + 39 = 429 mg

Batas bawah = 390 – 39 = 351 mg


Pembahasan

Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara
memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh dimana ia akan melebur melunak dan
melarut dan memberikan Efek lokal atau sistemik (Afikah, N, et al, 2017).

Prinsip pada percobaan ini yaitu dengan melelehkan basis dan dicampur kan dengan zat
aktif hingga homogen dicetak lalu didinginkan suppositoria.

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu untuk alat menggunakan lumpang
dan alu, cawan porselen, neraca, hot plate, gelas kimia, lap halus, cerakan suppositoria dan
pendingin. Untuk bahan menggunakan bisacodyl, PEG 1000, PEG 4000, dan paraffin cair.

Cara kerja dalam percobaan Ini pertama disiapkan alat dan bahan lalu ditimbun bahan yang
akan digunakan kemudian dilelehkan basis diatas HP hingga jernih lalu ditambahkan zat aktif
dan dihomogenkan lalu disiapkan alat cetak suppositoria yang sebelumnya telah dioles
parafin cair kemudian dimasukkan basis dan zat aktif yang telah tercampur ke dalam alat
lemari pendingin. Setelah sebuah sektor yang memadat, dikeluarkan dari cetakan dan
dilakukan pengujian.

Alasan perlakuan penimbangan yaitu agar mendapatkan bobot yang sesuai titik alasan
dilelehkan adalah untuk mencampurkan basis dan zat aktif dan agar homogen. alasan
cetakan dioleskan parafin adalah agar suppositoria tidak melekat pada cetakan saat akan
dikeluarkan. alasan dimasukkan ke dalam kulkas adalah agar sebuah ceria bisa memadat.

Berdasarkan hasil evaluasi suppositoria yaitu uji homogenitas didapatkan hasil yang
homogen di mana saat dipotong secara horizontal dan vertikal tidak terdapat partikel
partikel kasar dan tercampur rata. hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan uji
homogenitas ditunjukkan oleh warna merata dan tidak adanya partikel-partikel kertas pada
suppositoria (Tee dan Musdalifah, 2018).

Berdasarkan hasil uji organoleptik menunjukkan tidak terdapat perubahan di mana


suppositoria kan memiliki bentuk suppositoria memiliki bentuk torpedo tekstur yang halus,
aroma berbau basis serta warna putih sesuai dengan zat aktif dan basis nya. hal ini sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa uji organoleptik meliputi bentuk tekstur aroma
dan warna (Tee dan Musdalifah, 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji keseragaman bobot dapat didapatkan berat rata-
rata yaitu 4,74 gram. dimana dari hasil tersebut tidak terdapat tablet yang menyimpang. hal
ini telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa menurut British farmakope ia
suppositoria memenuhi syarat ke tidak lebih dari 2 suppositoria yang masing-masing bobot
rata-rata yang lebih dari 5% dan tidak suppositoria yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih dari 10% (Noryanti, et al., 2018).
Berdasarkan hasil pengamatan pada uji kekerasan dapat di kekerasan suppositoria yaitu 12
N. hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa suppositoria memiliki kekerasan
optimal berkisar antara 1500-2500 gram (Nuryanti, et al, 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji titik lebur atau waktu leleh didapatkan hasil yaitu
meleleh dalam 5,6 menit. hal ini telah sesuai dengan literatur bahwa persyaratan
suppositoria dengan basis larut air yaitu meleleh tidak lebih dalam waktu 6 menit (Nuryanti,
et al, 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji waktu hancur didapati hasil itu hancur dalam 5,40
menit. hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa suppositoria yang baik
memiliki waktu hancur kurang dari 30 menit (Sunarti, et al, 2017).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan tabligh suppositoria yaitu faktor fisiologis dan
faktor Kimia Fisika dari obat dan basis suppositoria. untuk faktor fisiologis yaitu bahan obat
yang diberikan dosis yang dapat lebih besar atau lebih kecil dibandingkan pemberian obat
tergantung keadaan pasien, sifat fisika kimia obat rumah kemampuan obat melewati
rintangan fisiologi untuk dapat diabsorpsi serta sifat pembawa suppositoria dan
kemampuan basis untuk melepaskan obat supaya siap diabsorpsi. untuk faktor fisika kimia
dari obat dan basis suppositoria meliputi sifat kelembaban obat relatif dalam lemak dalam
air dan warna partikel obat terdispersi untuk faktor fisika kimia dari basis suppositoria
meliputi Kemampuan kemampuan meleleh lunak atau melarut pada suhu tubuh
kemampuan melepaskan bahan obat dan karakteristik hidrofilik dan hidrofobik kelarutan
lemak air, ukuran partikel dan sifat dari basis juga mempengaruhi keberhasilan tablet
suppositoria (Martini dan Glia, 2018).

Aplikasi dalam bidang Farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui formulasi dari
tablet suppositoria dan cara membuat tablet suppositoria menggunakan metode cetak
tuang serta beberapa pengujian agar mendapatkan hasil karya yang baik untuk dipasarkan.
Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan pada percobaan ini yaitu:

1. Suppositoria merupakan sediaan padat yang pemakaian dan cara memasukkan


melalui lubang atau celah pada tubuh dimana ia akan melebur pemahaman lunak
atau melarut dan memberikan Efek lokal atau sistemik.
2. Hasil pengamatan yang mendapati yaitu untuk uji organoleptik memiliki aroma
berbasis, warna putih tekstur lembut dan bentuk torpedo. untuk uji homogenitas
adalah homogen untuk uji keseragaman untuk uji kekerasan adalah 12 N. untuk uji
titik lebur yaitu 5,6 menit dan untuk uji waktu hancur yaitu 5,40 menit.
3. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan suppositoria yaitu faktor fisiologis faktor
fisika kimia dari obat atau zat aktif dan basis yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin. (2009). Effect Of White Night Concentration (Cera Alba) On Brown Fat Base
Suppositories (Oleum Cacao) On The Dissolution Rate Of Paracetamol. PHARMACY,
Vol.06.

Amin., F. dkk. (2009). Pengaruh konsentrasi malam putih ( cera Alba ) pada suppositoria
basis lemak coklat ( oleum Cacao ) terhadap laju disolusi parasetamol. Pharmacy,
Vol.06 No. 01 April 2009

Azhar, et al. (2016). Formulation and Evaluation of Aloe vera's Leaf Purification Extract
Suppository. Acta Pharmaciae Indonesia

Bartels, et, al. (2021). Formulation of Suppositories of Alum Produced from Bauxite Waste in
Ghana for the Treatment of Hemorrhoid. Scientific World Journal.

Becker, et, al. 2019. Safety Assessment of Glycerin as Used in Cosmetics. International
Journal of Toxicology. Vol. 38.

Cho H, et al. (2016). Bisacodyl Induced Severe Rectal Ulcer with Proctitis. The Ewha Medical
Journal

Corsetti M, et al. (2021). Bisacodyl: A review of pharmacology and clinical evidence to guide
use in clinical practice in patients with constipation. Neurogastroenterology and
Motility

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III.


Departemen Kesehatan Repulbik Indonesia. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI.


Departemen Kesehatan Repulbik Indonesia. Jakarta

Evans I. (1964). The use of Bisacodyl suppositories in preparation for sigmoidoscopy.


Methods and techniques

Ham A, et al. (2017). Designing and developing suppository formulations for anti-HIV drug
delivery. Theraupetic Delivery

Handbook Pharmaceutical Excipients (HPE). (2009). US:Pharmaceutical Press

Iwobi S. (2020). Suppository Solid Provision Technology. International Journal Papier


Advance and Scientific Review

Iwovi,S. (2020). Suppository Solid Provision Technology. International Journal Papier


Advance and Scientific Review. Volume 1, Issue 1(Page 30-35).
Keele. 2012. Formulation and Stability Testing Of eye Drop Preparations Containing
Phenylephrine Hydrochloride.

Lissner S, et al. (2017). Bisacodyl and Sodium Picosulfate Improve Bowel Function and
Quality of Life in Patients with Chronic Constipation—Analysis of Pooled Data from
Two Randomized Controlled Trials. Open Journal of Gastroenterology

MIMS. (2008). Bisacodyl 10mg Suppositories B.P. Consumer Medicine Information

Nurhayati, dkk. (2016). Formulasi dan evaluasi suppositoria ekstrak terpeutifikasi daun lidah
buaya. Universitas Jendral Soedirman ISSN : 2337-8433 vol.4 No.1.

Nuryanti et al. (2017). Formulasi dan Evaluasi Suppositoria Ekstrak Terpurifikasi Daun Lidah
Buaya. Acta Pharmaciae Indonesia

Oladimeji F, et al. (2006). Preparation and in vitro evaluation of suppositories of halofantrine


hydrochloride. African Journal of Biotechnology

Persaud, et, al. (2020). Preparations of Rectal Suppositories Containing Artesunate.


Pharmaceutics. Volume. 12. Page : 222

Rusmin. (2019). Formulation And Physical Quality Test Of Suppositories From Ethanol
Extract Purple Leaves (Graptophyllum Pictum L.). Akademi Farmasi Yamasi Makassar

Rusmin. (2020). Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan Suppositoria Dengan Bahan Dasar
Gelatin Tulang Ikan Bandeng. Jurnal Kesehatan Yamasi Makassar

Saryanti D, et, al (2017). Optimization Carbopol And Glycerol As Basis Of Hand Gel
Antiseptics Extract Ethanol Ceremai Leaf (Phyllantus Acidus (L.) Skeels) With Simplex
Lattice Design. Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research
LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN SOLIDA

JURUSAN FARMASI

JURNAL FORMULA TFSS

SUPPOSITORIA KETOPROFEN

DISUSUN OLEH :

KELAS C

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2022
I. RANCANGAN FORMULA
Nama Produk : Cupapytoria
Nama Pabrik : PT. Cupapi
No. Registrasi : DBL2210110610A1
Kandungan Ketoprofen/tab: 100 mg
Bobot tablet : 3 gr
Jumlah tablet yang dibuat : 11 supp
Formula :
Setiap sediaan mengandung :

Jumlah

No. Nama bahan Fungsi Dalam gr


Dalam %
atau ml

1. Ketoprofen Zat aktif - 0,1 g

2. PEG 400 Basis supositoria 70% 2, 03 g

3. Parafin cair Pelumas q.s q.s

4. PEG 6000 Basis suppositoria 30% 0,87 g

II. RANCANGAN BATCH PRODUK


Nama Pabrik : PT. Cupapi
No. Registrasi : DBL2210110610A1
Table master Batch
Jumlah
No. No Item Nama Bahan Fungsi
Per pcs Per batch

1. A-00001 Ketoprofen Zat aktif 0,1 g 1,1 g

2. B-00001 PEG 400 Basis supositoria 2,03 g 22,33 g

3. B-00002 Parafin cair Pelumas q.s q.s

4. B-00003 PEG 6000 Basis suppositoria 0,87 g 9,57 g


III. DASAR FORMULASI
1. Dasar pemilihan zat aktif
 Ketoprofen adalah obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang
termasuk dalam turunan propionat yang berasal dari asam
arilkarboksilat dengan efek analgesik dan antipiretik.
 Ketaprofen merupakan golongan asam propionat dari NSAID
(Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs) Sangat bermanfaat untuk
manajemen nyeri pasca operasi karena memberikan efek analgesik,
antiinflamasi, dan antipiretik dengan memblokir aktivitas
siklooksigenase (COX) dan mengurangi prostaglandin dan tromboksan.
 Ketoprofen adalah obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang
termasuk dalam turunan propionat yang berasal dari asam
arilkarboksilat dengan efek analgesik dan antipiretik.

2. Dasar pemilihan kekuatan sediaan


 Dosis yang direkomendasikan WHO adalah 100-500 mg. Namun,
monografi ini berkaitan dengan bentuk sediaan oral padat IR
konvensional mengandung asetaminofen sebagai satu-satunya API.
Formulasi tersebut mengandung 500 mg per tablet (Kalantzi et. al,
2006).
 Parasetamol biasanya tersedia dalam dua dosis: formulasi 325mg dan
500mg, dengan dosis oral biasa untuk orang dewasa adalah 0,5g hingga
1g setiap empat hingga enam jam hingga maksimum 4g setiap hari
(Gaul C and Alan eschalier, 2018).
 Parasetamol tersedia dalam jumlah dari sekitar 1000 mg atau sekitar
500 mg per formulasi (misalnya tablet) dan zat pengatur pH ada dalam
jumlah dari 50 mg hingga 450 mg per 500 mg parasetamol (Roberts
M.C, et. al, 2012).

3. Dasar pembuatan zat aktif menjadi sediaan


 Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya
dengan
cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, diamana ia
akan melebur, melunak, atau melarut dan memberikan efek lokal atau
sistemik (Ansel, 2017).
 Suppositoria dalam sediaan berbentuk silindris atau kerucut, berbasis
dan berbentuk mantap, yang ditetapkan untuk memasukkan ke dalam
rektum. Sediaan ini melebur pada suhu tubuh atau larut dalam
lingkungan berair (Roberts, 2012).
 suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina, uretra. Umumnya dapat meleleh,
melarut dalam suhutubuh (Anonim,1995).

4. Dasar pemilihan zat tambahan


1. Parafin cair
 Parafin cair yang merupakan minyak mineral hidrokarbon
yang mengandung jumlah rantai C14-C18. Karakteristik
parafin cair adalah minyak kental tembus cahaya, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak larut dalam
air dan etanol, tetapi mudah larut dalam minyak
menguap dan sukar larut dalam etanol absolut (Sjarif,
et.al. 2018).
 Pelumas dasar ini merupakan hidrokarbon yang mengakami
serangkaian proses pemurnian dan dapat digolongkan
menjadi empat jenis, yaitu parafin, olefin, naftanik dan
aromatik (Siskayanti dan Kosim, 2017)
 Pada sediaan supositorian lubrikan yang banyak digunakan
dalam formulasi diantara lain zinc stearat, kalsium stearat, talk,
polietilen glikol, parafin cair, dan magnesium lauril sulfat
(Parfati, 2018).

5. PEG 400
 Polietilenglikol 400 merupakan salah satu jenis bahan pembawa
yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu
formulasi (Mery, 2009).
 Polietilenglikol (PEG) 400 banyak digunakan sebagai basis suppositoria
karena dapat meningkatkan titik lebur suppositoria sehingga
lebih tahan terhadap suhu ruangan yang hangat (Nuryanti, 2016).
 PEG 400 memiliki banyak keunggulan dibandingkan lemak, karena
basis lemak mudah tengik dan mudah meleleh pada udara
panas sedangkan PEG lebih tahan terhadap udara panas hangat
(Nuryanti, 2016).
6. PEG 6000
 PEG 6000 merupakan basis suppositoria polimer hidrofilik yang
paling banyak digunakan hangat (Nuryanti,2016).
 Campuran polietilen glikol (PEG) 400 dan polietilen glikol (PEG) 6000
banyak digunakan sebagai basis suppositoria hangat (Nuryanti, 2016).
 Suppositoria dengan basis PEG 400 dan PEG 6000 memenuhi
persyaratan karena tidak satupun suppositoria melebihi
batasan persyaratan hangat (Nuryanti, 2016).
IV. SKEMA DAN PERALATAN
1.
2.
3.
4.
IV.I Skema Kerja

Siapkan Alat dan Bahan

- Ditimbang

Bahan di Neraca analitik

-Dilelehkan
Lemak coklat pada hot
plate

- Ditambahkan

Ketoprofen sampai homogen

- Dioleskan

Parafin cair pada cetakan

- Dituang

Dalam Cetakan

- Disimpan
Kedalam lemari pendingin
pada suhu 4 derajat celcius
selama 15 menit

V. Peralatan
1.Lumpang dan Alu
2.Cawan porselen
3.Sendok tanduk
4.Neraca analitik
5.Oven
6.Batang pengaduk
7.Ayakan
8.Alat pencetak suppositoria
9.Gelas ukur
10. Gelas kimia
11. Wadah
VI. PREFORMULASI DAN INFORMASI BAHAN
VI.I Farmakologi dan Farmasetika Zat Aktif
1. Farmakologi Ketoprofen (Medscape, 2022)

Indikasi : Analgesik antipiretik

Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap komponen obat


ketoprofen. Ketoprofen juga dikontraindikasikan
pada pasien yang memiliki riwayat reaksi
hipersensitivitas terhadap aspirin atau NSAID
lainnya.
Mekanisme : Ketoprofen bekerja dengan menghalangi enzim
kerja cyclooxygenase (COX), yakni enzim yang bertugas
memproduksi prostaglandin. Dengan begitu, kadar
prostaglandin bisa turun dan keluhan bisa mereda

Farmakokinetik : Absorpsi :

Bioavailabilitas obat mencapai 90% dengan onset


kerja 30 menit dan durasi kerja 6 jam. Konsentrasi
puncak dalam plasma darah dicapai sekitar 0,5-2
jam. Pada sediaan lepas lambat, konsentrasi
puncak dalam plasma darah dapat terjadi sekitar
6─7 jam setelah mengonsumsi obat.

Distribusi :

Ikatan protein 99%. Ketoprofen memiliki volume


distribusi 0,1 L/kgBB. Ketoprofen melewati sawar
otak, dan dalam kadar sedikit dalam ASI.

Metabolisme :

Metabolisme ketoprofen terjadi di hepar dengan


metabolit utama berupa glukuronida hasil
konjugasi ketoprofen dan ketoprofen
terhidroksilasi.

Eliminasi :

Ekskresi ketoprofen terjadi di urine sebesar 50-90%


sebagai metabolit konjugat glukuronida. Hanya
sekitar 1% obat yang dieliminasi dalam bentuk
tidak berubah. Ekskresi di feses hanya sekitar 1-8%.

Efek samping : Maag, sembelit, diare, sakit kepala, dan pusing

Perhatian : eningkatan risiko kejadian kardiovaskular membuat ketoprofen dikontraindikasikan

sebelum dan sesudah CABG. Ketoprofen juga menyebabkan peningkatan risiko kejadian

gastrointestinal

Dosis : Bentuk tablet biasa 50 mg 4 kali sehari atau 75 mg


3 kali sehari. Dosis maksimal 300 mg per hari.

Bentuk tablet pelepasan lambat 100–200 mg 1 kali


sehari. Dosis maksimal 200 mg per hari.

Interaksi obat : Peningkatan risiko terjadinya perdarahan pada


saluran pencernaan jika digunakan dengan OAINS
lain, kortikosteroid, antidepresan jenis SSRI, atau
antikoagulan, seperti warfarin dan heparin.
Peningkatan risiko terjadinya gagal jantung jika
digunakan dengan obat glikosida jantung.
V.I.II Farmasetika ketoprofen
Nama resmi : KETOPROFEN

Nama lain : Ketoprofen

RM/BM : C16H14O/254,3

Rumus struktur :

Kegunaan : Zat aktif

Pemerian : Seribuk hablur, atau hampir putih, tidah berbau.

Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dlam


eter praktis tidak larut dalam air.

Penyimpanan : Daam wadah tertutup rapat

Stabilitas : Ketoprofen bersifat hidrofobik, titik leleh 93-96 oc.


Ketoprofen tidak stabil terhadap cahaya dan lembab
udara. Stabil pada suhu kamar.

Inkompatibilitas : -
V.I.III Farmasetika zat tambahan
1. Paraffin cair (FI edisi III, 1979 : 474)
Nama resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM

Sinonim : Parafin cair

Rm/Bm : -/-

Rumus struktur : -

Kegunaan : Sebagai stabilitator

Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi:


tidak berwarna: hampir tidak berbau: hampir tidak
mempunyai rasa

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol


(95%): larut dalam kloroform dan dalam eter

Metode sterilisasi : Autoklaf

Stabilitas : Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya. Parafin


seharusnya disimpan pada suhu tidak lebih pada
40oC dan disimpan pada wadah tertutup (Rowe,
2009).

Inkompatibilitas : Ketidakcampuran dengan zat pengoksida lain yang


kuat (Rowe, 2009).
VII. PERHITUNGAN
Perhitungan dosis
Dosis sekali : 25-50 mg
Dosis sehari : 200 mg

Perhitungan dosis

n
x Dm/DL
20
a. Untuk usia 8 thn
8
Untuk DL sekali = x 25-50 mg = 10 – 20 mg
20
8
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 80 mg
20
b. Untuk usia 9 tahun
9
Untuk DL sekali = x 25 -50 mg = 11,25-22,5 mg
20
9
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 90 mg
20

c. Untuk usia 10 tahun


10
Untuk DL sekali = x 25 -50 mg = 12,5-25 mg
20
10
Untuk Dm sehari = x 200 mg =100 mg
20

d. Untuk usia 11 tahun


11
Untuk DL sekali = x 25 -50 mg = 13,75-27,5 mg
20
11
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 110 mg
20

e. Untuk usia 12 tahun


12
Untuk DL sekali = x 25 -50 mg = 15-30 mg
20
12
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 120 mg
20

f. Untuk usia 13 tahun


13
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg = 16,25-32,5 mg
20
13
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 130 mg
20

g. Untuk usia 14 tahun


14
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg = 17,5-35 mg
20
14
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 140 mg
20

h. Untuk usia 15 tahun


15
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg = 18,75-37,5 mg
20
15
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 150 mg
20

i.Untuk usia 16 tahun


16
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg = 20-40 mg
20
16
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 160 mg
20

j. Untuk usia 17 tahun


17
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg =21,25-42,5 mg
20
17
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 170 mg
20

k. Untuk usia 18 tahun


18
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg = 22,5-45 mg
20
18
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 180 mg
20

l. Untuk usia 19 tahun


19
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg = 23,75-47,5 mg
20
19
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 190 mg
20
m. Untuk usia 20 tahun
20
Untuk DL sekali = x 25 – 50 mg =25-50 mg
20
20
Untuk Dm sehari = x 200 mg = 200 mg
20

Perhitungan bahan
Bobot suppo =3g
Bobot zat aktif = 100 mg
Jumlah suppo = 11 supp
Berat suppo = 11 x 3 = 33 g

Zat aktif ketoprofen = 100 mg x 11m= 1100 mg = 1,1 g


Basis = berat suppo – (zat aktif)
= 33 g – (1,1)
= 33 g – (1,1 g) = 31, 9 gram
70
PEG 400 70% ¿ x 31 , 9 g=22 , 33 g
100
30
PEG 6000 30% ¿ x 31 , 9 g=9 , 57 g
100

1. RANCANGAN DASAR PROSES MANUFAKTUR

 Persiapan kemasan primer


1. Disiapkan kemasan yang telah didesain untuk digunakan
2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengemasan

 Pencampuran
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang semua bahan menggunakan neraca analitik
3. Dilelehkan lemak coklat kedalam hotplate
4. Dimasukkan kedalam lumpang ketoprofenlalu tambahkan dekstrosa
5. Dioleskan parafin cair pada cetakan
6. Dituang bahan kedalam cetakan
7. Disimpan ke dalam lemari pendingin selama 15 menit

 Labeling
1. Ditutup kemasan primer yang telah berisi sediaan
2. Ditempel label yang telah didesain pada kemasan primer

 Kemasan sekunder
1. Dimasukkan strip suppositoria ke dalam box
2. Dimasukkan leaflet ke dalam box yang telah didesain.
2. KEMASAN
1. Kemasan primer
2. Kemasan sekunder
3 Leaflet

VIII. Hasil Pengamatan

VIII.1 Tabel Hasil Pengamatan

No Uji yang dilakukan Hasil

1. Uji organoleptic

 Aroma Harum sabun

 Warna Putih

 Tekstur Lunak

 Bentuk Peluru

2. Uji keseragaman bobot Tidak menyimpang

3. Uji homogenitas Homogen

4. Uji kekerasan 12 N

5. Uji titik lebur Menit ke 05.06 detik

6. Uji waktu hancur Menit ke 05.40 detik


VIII.2 Analisis Data

VIII.2.1 Keseragaman Bobot

Urutan Tablet Berat Tablet (gram) 5% 10%

1 4,81  

2 4,06  

3 4,62  

4 4,74  

5 4,77  

6 4,68  

Rata-Rata 4,74

T1 = Batas bawah
T 1=B−( B ×a % ) T2 = Batas Atas
B = Bobot Rata-Rata
a% = Persen Penyimpangan
T 2=B−(B × a %)

5
5 %= × 4,74 g=0,23 gram
100

T 1=4,74−( 0,23 )=4,51 gram

T 1=4,74 + ( 0,23 )=4,97 gram

10
10 %= × 4,74 g=0,47 gram
100

T 1=4,74−( 0,47 )=4,27 gram


T 1=4,74 + ( 0,47 ) =5,21 gram

Pembahasan

Suppositoria adalah bentuk sediaan padat dimana satu atau lebih bahan aktif terdispersi
dalam basis sesuai dan memiliki bentuk yang sesuai untuk dimasukkan melalui rektal
sehingga memberikan efek lokal atau sistemik (Fairuz, 2017).

Tujuan dari percobaan ini yaitu pembuatan tablet suppositoria dan formulasi yang sudah
ditentukan sehingga produksi tablet dengan menggunakan metode cetak tuang.

Prinsip dari percobaan yaitu pembuatan tablet suppositoria dengan menggunakan metode
cetak tuang dimana basis dilelehkan basis dilelehkan lalu dicampur dengan zat aktif dan
dicetak dengan cetakkan suppositoria lalu didinginkan di lemari pendingin.

Cara kerja pada percobaan ini yaitu disiapkan alat dan bahan digerus ketoprofen sebagai zat
aktif dilelehkan basis air PEG 400 dan PEG 6000 diatas hot plate lalu dicampurkan zat aktif
kedalam basis yang sudah dilelehkan lalu dituang ke dalam pencetakan yang sudah di olesi
paraffin cair setelah itu cetakan dihentakkan ke tanah dan didinginkan di kulkas selama 20
menit.

Alasan perlakuan pada percobaan ini yaitu alasan penimbangan untuk mendapat bobot
yang sesuai untuk pembuatan tablet suppositoria yang seragam. Alasan dilelehkan yaitu
untuk mencampurkan hasil danzat aktif agar homogen. Alasan didinginkan yaitu agar
mendapatkan tablet suppositoria.

Alasan ketoprofen dibuat sediaan suppositoria adalah karena suppositoria masuk ke dalam
kelompok obat biopharmacis classification biologis (BCS) kelas II. Obat BCS kelas II bersifat
sangat permeabel terhadap membran bilogis namun menunjukkan kelarutan yang rendah
dalam air sehingga mengakibatkan laju disolusinya rendah absorpsinya kurang sempurna
dan bioavailabilitasnya rendah. Untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang sukar larut
dalam air salah satunya melalui kompleks inklusi sehingga dapat memperbaiki kecepatan
disolusi dan absorbsi (Hidayat, 2019).
Alasan menggunakan PEG 400 dan 6000 adalah PEG merupakan basis suppositoria polimer
hidrofilik yang paling banyak digunakan campuran PEG 400 dan 6000 banyak digunakan
sebagai basis suppositoria karena dapat meningkatkan titik lebur suppositoria sehingga
lebih tahan terhadap suhu ruang yang hangat. Dengan semikian pelepasan obat tidak
tergantung dari titik lelehnya stabilitas fisik dalam sediaan lebih baik sediaan suppositoria
akan segera bercampur dengan cairan rektal (Nurianti, 2016).

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada uji organoleptis pada basis PEG 400 dan 6000
menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan adalah putih merata setelah dibelah memiliki
tekstur torpedo dan tekstur yang lunak. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa uji organoleptik basis PEG 400 dan 6000 memiliki warna yang merata setelah dibelah
vertikal maupun horisontal suppositoria yang dihasilkan berbentuk torpedo (Nuryanti,
2016).

Berdasarkan hasil uji keseragaman bobot untuk 5% T1 adalah 4,51 gr dan T2 adalah 4,97 gr
dan pada 10% T1 adalah 4,27 gr dan T2 5,21 gr dengan rata-rata 6 sediaan suppositoria
adalah 4,74 gr dapat dilihat bahwa analisis data pada 5% dan 10% tidak ada yang
menyimpang. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa persyaratan uji
keseragaman bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom A5% dan kolom
B10% (Nuryanti, 2016).

Pada uji homogenitas didapatkan hasil yang homogen. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa suppositoria homogen dilihat dari warna pada sediaan setelah dibelah
secara vertikal maupun horizontal (Nuryanti, 2016).

Berdasarkan uji titik lebur didapatkan hasil 5 menit 6 detik. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan suppositoria dengan basis PEG tidak lebih dari 60 menit (Nuryanti, 2016).

Hasil uji pada kekerasan adalah 12 N. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
suppositoria yang memiliki kekerasan yang optimum berkisar antara 1500 – 2500 gr
(Nuryanti, 2016).
Aplikasi dalam bidang farmasis diharapkan bahwa seorang farmasi dapat menerapkan dan
memahami alasan dibuat dalam bentuk suppositoria dan menerapkan dalam industri
farmasi.

IX. PENUTUP

IX.1.1 Kesimpulan

Berdasaran praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Supositoria adalah bentuk sediaan padat dimana satu atau lebih bahan
aktif terdispersi dalam basis yang sesuai untuk dimasukkan melalui rektal
sehingga memberikan efek lokal atau sistemik

2. Hasil uji organoleptic didapatkan bahwa aroma seperti sabun, warna putih,
tekstur halus dan lunas, dan bentuk peluru. Dari hasill homogenitas
didapatkab bahwa sediaan homogen. Pada uji keseragaman bobot pada
kolom 5% dan 10% memenuhi syarat. Pada uji kekerasan diperoleh hasil 12
N memenuhi syarat. Pada uji titik lebur diperoleh pada menit ke 05.06 detik
memenuhi syarat dan uji waktu hancur pada menit ke 05.40 detik juga
memenuhi syarat.

IX.1.2 Saran

Saran pada praktikum ini sebaiknya praktikan lebih berhati-hati saat lab serta
memformulasikan sediaan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dikjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia: Jakarta.


HPE (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients (HPE).US : Pharmceutical Press
Fairuz. (2017). Formulasi dan evaluasi dispersi padat ibuprofen dengan dekstrosa sebagai
pembawa dalam sediaan suppositoria. Universitas Brawijaya. Malang
Gaul C and Alan eschalier. (2018). Dose can help to achieve effective pain relief for acute
mild to moderate pain with over-the-counter paracetamol. The open pain journal.

Hidayat. (2019). Karakteristik kompleks inklusi ketoprofen B. Siklodikstrin dengan analisis


FTIR dan DSC. NCM. Yogyakarta

Kalantzi, Reppas, Dressman, G.L Amidon, H.E Junginger, K.K Midha, Shah, S.A Stavchansky,
Dirk. (2006). Biowaiver monographs for immediate release solid oral dosage forms:
Acetaminophen (Paracetamol). Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 95

Medscape. com. Dikases pada tanggal 16 September 2022, pukul 19.32 WITA Palu.

Nuryanti. (2016). Formulasi dan evaluasi suppositoria ekstrak tempurifikasi daun lidah
buaya(Aloe vera). Universitas Jendral Soedirman

Roberts M.C, Ruoying jiang, Kelvan, Greg Andrew, George, Geraldine. (2012). Oral
Paracetamol Formulations. United states patent.
LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN SOLIDA

JURUSAN FARMASI

JURNAL FORMULA TFSS

SUPPOSITORIA– IBUPROFEN

DISUSUN OLEH :

KELAS C

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2022
I. RANCANGAN FORMULA
Nama produk :Profensor
Nama pabrik :PT. Fively Farm
No. registrasi :DKL2222222253A1
Kandungan zat aktif :125 mg
Bobot tablet :500 mg
Jumlah tablet yang dibuat :10 tablet
Formula :
Setiap sediaan mengandung 125 mg ibuprofen

Jumlah
No. Nama bahan Fungsi Dalam g
Dalam %
atau ml

1. Ibuprofen Zat aktif 25 % 0,125 g

2. Oleum cacao Basis q.s 34,95 g

3. Dekstrosa Polimer hidrofilik 7% 0,035 g

4. Paraffin cair Plumas q.s q.s

Bahan kemas :
Primer : Strips pack
Sekunder : Individual folding box
Label : Stiker
Leaflet : Kertas 70 gsm
Klaim etiket
1 box @ 10 strips, tiap 1 tablet mengandung 125 mg ibuprofen
II. RANCANGAN BATCH PRODUK
No. No.item Nama bahan Fungsi Jumlah

Per pc Per batch

1. A-00001 Ibuprofen Zat aktif 125 mg 1500 mg

2. B-00001 Oleum cacao Basis 291,25 mg 3495 mg

3. B-00002 Polimer
Dekstrosa 35 mg 420 mg
hidrofilik

4. B-00003 Paraffin cair Pelumas q.s q.s


III. DASAR FORMULASI
2. Dasar pemilihan zat aktif
 Ibuprofen digunakan sebagai analgesik, agen anti-inflamasi dan agen
antipiretik. Ibuprofen terutama digunakan dalam pengobatan nyeri
ringan sampai sedang yang berhubungan dengan dismenorea, sakit
kepala, migran, pasca operasi dan pengelolaan spondilitis, Osteo-
arthritis, rheumatoid arthritis, dan gangguan jaringan lunak (Bushra R,
et al, 2008).

 Ibuprofen adalah turunan asam propionat kiral yang termasuk dalam


kelas obat anti inflamasi non steroid (NSAID). Karena analgesiknya,
tindakan antipiretik dan anti inflamasi itu digunakan dalam pengobatan
kondisi inflamasi seperti rheumatoid arthritis, osteoarthritis, nyeri
ringan dan sedang, dan demam (Rajyalakshmi, K.S, et al, 2016).

 Ibuprofen diformulasikan sebagai tablet, kaplet atau kapsul. Ini adalah


obat antiinflamasi nonsteroid dengan waktu paruh 1,8-2 jam. Ini adalah
salah satu obat teraman yang digunakan untuk pengobatan
peradangan, nyeri dan demam (Eraga, S.O, et al, 2015).

III.2 Dasar pemilihan metode granulasi kering


 Metode tuang adalah metode yang paling umum digunakan untuk
membuat supositoria skala kecil dan skala besar. Proses pencetakan
pertama bahan dasar dilebur untuk menghindari pemadatan kemudian
bahan aktif diemulsikan atau diserap di dalamnya dan dituangkan ke
dalam cetakan logam yang dilapisi nikel (Iwobi, S 2020).

 Suppositoria dibuat dengan metode ini karena merupakan metode yang


paling umum digunakan pada skala kecil dan juga dapat digunakan
untuk skala besar serta tidak membutuhkan alat yang mahal
(Jeanita,2016).

 Pembuatan suppositoria dilakukan dengan metode cetak tuang dengan


cara menyiapkan alat dan bahan, menimbang bahan yang sudah di
hitung, melebur PEG 4000 sambil diaduk sampai meleleh sempurna
(Heru,2017).
III.3 Dasar pemilihan kekuatan sediaan
 Bukti saat ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan substansialdalam
keamanan dan efektivitas acetaminophen dan ibuprofen
dalamperawatan demam anak. Sejumlah besar obat rektal, dengan
berbagai dosis (125 mg,150 mg, 250 mg, 300 mg, 500 mg, 1000 mg),
tersedia dipasar (Bellieni, et all, 2017).
 Sediaan ibuprofen yang tersedia secara komersial (Proris®) digunakan.
Dosis oral adalah 7,5mg/kg dalam bentuk bubuk dan dosis supositoria
adalah 125mg (Handayani, et all, 2005).

 Meskipun persiapan dubur mungkin memiliki beberapaketerlambatan


dalam mencapai konsentrasi plasma puncak,supositoria ibuprofen
diserap secara efisien. Itukonsentrasi plasma puncak (Cmax) adalah
sekitar 5-20 mg/L (oral, dosis tunggal 200 mg) atau sekitar 12,4-30,1
mg/L(supositoria, dosis 20 mg/kg BB). Ketersediaan hayatiformulasi
supositoria adalah sekitar 73% (Wiria & Suyatna, 2007).

III.4 Dasar pembuatan zat aktif menjadi sediaan


 Selain itu, dibandingkan dengan pemberian oral atau injeksi, distribusi
obat setelah pemberian supositoria lebih terkonsentrasi, konsentrasi
obat di tempat lesi tinggi, efikasi ditingkatkan, obat kurang
didistribusikan di tempat lain, dan efek samping sangat berkurang (Mang
& Liu, 2022).

 Bentuk sediaan untuk rute rektal seperti supositoria cocok untuk pasien
anak yang mungkin mengalami kesulitan menelan tablet dan kapsul.
Selain itu, obat ini tidak memerlukan penyembunyian rasa dan dapat
diberikan pada pasien yang tidak sadar atau muntah (Gerrad, et. Al,
2019).

 Supositoria digunakan untuk menghasilkan efek lokal dan sistemik.


Supositoria digunakan untuk air gangguan proktologis sejak zaman kuno.
(Pugunes & Ugandar, 2013).

III.5 Dasar pemilihan zat tambahan


1. Dekstrosa
 Mengingat kelarutan ibuprofen yang rendah dan stabilitas
parasetamol. Kehilangan parasetamol dikurangi dengan
mempertahankan suhu proses yang rendah dan dengan
penambahan dekstrosa sebagai penekan kelarutan (Pawar A, et all,
2004).

 Dekstrosa mengubah kecenderungan pengompleksan asam tanat


dengan menurunkan kelarutan asam tanat dalam PEG 6000 dan
meningkatkan kelarutannya dalam PVP. (Kabadi N, 1966)

 Kedua surfaktan turunan glukosa mengurangi ketersediaan obat dari


supositoria lipofilik dan formulasi hidrofilik, sesuai dengan waktu
hancur yang lebih lama dan miselisasi obat (Dal Zotto, et all, 2012).

2. Oleum cacao
 Lemak cokelat merupakan basis yang ideal karena memiliki titik leleh
pada rentang 30- 36⁰ C sehingga dapat leleh pada suhu tubuh manusia
(Fairuz et.al, 2017).
 Lemak kakao dalam bidang farmasi digunakan sebagai bahan dasar
sediaan suppositoria (Ruqayyah, et.al, 2019).

 Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam
suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut pada suhu
tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya,
segera setelah pemakaian. Basis suppositoria yang umum digunakan
adalah lemak coklat (Rusmin, 2020).

3. Paraffin cair
 Parafin juga digunakan sebagai bahan pelapis dan pelumas untuk
kapsul dan tablet, dan digunakan dalam beberapa aplikasi makanan.
Lapisan parafin juga dapat digunakan untuk mempengaruhi pelepasan
obat dari manik-manik resin penukar ion ( HPE, 2009).

 Paraffin sebagai pelarut, dan sebagai pelumas dalam formulasi kapsul


dan tablet, dan sampai batas tertentu sebagai zat pelepas cetakan
untuk supositoria mentega kakao (Fallon & Neill, 1997).

 Supositoria yang dibuat dengan menggunakan parafin cair dan mentega


kakao menunjukkan bahwa salah satu dari dua campuran tersebut
adalah pelumas dan pelumas yang baik untuk supositoria (Aremu, O, et
al. 2019).
IV. SKEMA KERJA DAN PERALATAN

IV.I Skema kerja

Alat4.dan bahan
- Disiapkan
Oleum cacao

- Dilelehkan pada suhu 35


derajat

Hot plate

- Ditambahkan

Ibuprofen

- Diaduk hingga homogen


Paraffin cair

- Dioleskan pada cetakan

- Dituang
Dalam cetakan

- Didiamkan selama 15 menit pada suhu


ruang
- Disimpan kedalam lemari pendingin
Tablet suppositoria
IV.II Peralatan

a. Alat
1. Neraca analitik
2. hot plate
3. batang pengaduk
4. cetakan suppo
5. lemari pendingin
6. sendok tanduk
7. cawan porselin

b. Bahan
1.Ibuprofen
2.dekstrosa
3.parafin cair
4.Oleum cacao
5.handscoon
6.masker
V. PREFORMULASI DAN INFORMASI BAHAN
VI.I Farmakologi dan Farmasetika zat aktif
1. Ibuprofen
Indikasi : Demam, nyeri, dimenorea, arthritis rheumatoid,
juvenile, osteoarthritis
Mekanismekerja : Ibu profen, NSAID memiliki sifat analgesic,
antiinflamasi, dan antipiretik. Ini menghambat
sikloagenase 1 dan 2 dengan demikian menghambat
sintetis prostaglandin.

Farmakokinetika : Penyerapan : berserap dari saluran pencernaan


sebagian kedalam kulit dan hampir separuhnya.
Distribusu : memasuki ASI
Metabolisme : dimetabolisme di hati melalui
oksidasi
Pengeluaran : terutama melalui urine

Efek samping : Mual, muntah, diare, perut kembung, sakit perut.


Dosis : Dewasa : 200-400 mg setiap 4-6 jam. Maks
Interaksi : Peningkatan resiko urinerasi gastrotestinal,
pendarahan dengan NSAID lain.
VI.2 Farmasetika zat aktif
1. Ibuprofen (FI edisi VI, 1920 ; 727)
NamaResmi : IBUPROFEN
NamaLain : Ibuprofen
RM/BM : C13H18O2/206, 28
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk serbuk hablur, putih hingga
hampir putih, berbau khas lemah
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam etanol,
methanol, aseton dan kloroform, sukar
larut dalam etil asetat praktis tidak larut
dalam air
Penyimpanan : Dalamwadahtertutuprapat,terlindungdari
cahaya.
Stabilitas : -
VI.3 Farmasetika zat tambahan

1. Oleum cacao

Nama Resmi : OLEUM CACAO


Sinonim : Lemak coklat
RM/BM : -/-
Rumus Struktur : -
Kegunaan : Basis suppositoria
Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan; bau khas
aromatik; rasa khas lemak; agak rapuh.

Kelarutan : Lemak padat, putih kekuningan; bau khas


aromatik; rasa khas lemak; agak rapuh.
Metode Sterilisasi : -
Stabilitas : Basa supositoria lemak keras cukup stabil
terhadap oksidasi dan hidrolisis, dengan
nilai ypdium menjadi ukuran ketahanannya
terhadap oksidasi dan ketengikan. Kadar air
biasanya rendah dan kerusakan karena
higroskopisitas jarang terjadi (Rowe, 2009).
Inkomptabilitas : Inkompatibilitas dengan basis suppsitoria
sekarang tidak banyak dilaporkan dalam
literatur. Terjadinya reaksi kimia antara
basis supositoria lemak keras dan obat
relatif jarang terjadi, tetapi potensi reaksi
seperti itu dapat ditunjukkan oleh besarnya
nilai hidroksil basa (Rowe, 2009).
2. Dekstrosa (FI Edisi III, Hal 268 – 269)

Nama Resmi : GLUCOSUM

Sinonim : Glukosa

RM/BM : C6H12O6.H2O/198,17

Rumus Struktur :

(PubChem, 2022)

Kegunaan : Polimer hidrofilik

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau


butiran putih; tidak berbau; rasa manis.

Kelarutan : Mudah larut dalam air; sangat mudah larut


dalam air mendidih; agak sukar larutdalam
etanol (95%) P mendidih; sukar larut dalam
etanol (95%) P.

Metode Sterilisasi : -

Stabilitas : Glukosa cair harus disimpan dalam wadah


tertutup baik di tempat yang sejuk dan kering.
Temperatur yang tinggi akan menyebabkan
perubahan warna (Rowee, 2009).

Inkomptabilitas : Inkompatibel dengan oksidator kuat


3. Paraffin cair
Nama Resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM
Sinonim : Paraffin cair
RM/BM : -/-
Rumus Struktur : -
Kegunaan : Sebagai pengisi
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak
berfluorosensi; tidak berwarna; hampir
tidak berbau; hampir tidak mempunyai
rasa

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam


etanol (95%) P; larut dalam kloroform P
dan dalam eter P
Metode Sterilisasi : -
Stabilitas : Parafin stabil, meskipun pencairan dan
pembekuan berulang dapat mengubah
sifat fisiknya. Parafin harus disimpan pada
suhu tidak melebihi 40oC dalam wadah
tertutup baik (Rowe, 2009)
Inkomptabilitas : -
VI. PERHITUNGAN
 Perhitungan dosis
Dosis sekali : 200 - 400 mg
Dosis sehari : 3200 mg

Untuk usia 6 tahun


6
Untuk DL sekali = x 200 - 400mg = 66,7 – 133,3mg
6+12
6
Untuk DM sekali = x 3200 mg = 1.066,7 mg
6+12
Untuk usia 7 tahun
7
Untuk DL sekali = x 200 – 400 mg = 73,7- 147,3mg
7+12
7
Untuk DM sekali = x 3200 mg = 1.178,9 mg
7+12
Untuk usia 8 tahun
8
Untuk DL sekali = x 200 - 400 mg = 80 - 160mg
8+12
8
Untuk DM sekali = x 3200 mg = 1280 mg
8+12
Untuk usia 9 tahun
9
Untuk DL sekali = x 200– 400 mg = 85,7 – 171,4 mg
9+12
9
Untuk DM sekali = x 3200 mg = 1371,42 mg
9+12
Untuk usia 10 tahun
10
Untuk DL sekali = x 200 - 400 mg = 90,9 – 181,8 mg
10+12
10
Untuk DM sekali = x 3200 mg = 1454,54 mg
10+12
 Aturan pakai DL/DM
Untuk usia 6 tahun
66,7 – 133,3 mg
Untuk DL = = 0,1 – 0,2tab
500 mg
1.066,7 mg
Untuk DM = = 2,1 tab
500 mg
Untuk usia 7 tahun
73,7−147,3 mg
Untuk DL sekali = = 0,14 – 0,3 tab
500 mg
1.178,9mg
Untuk DM sekali = = 2,3 tab
500mg
Untuk usia 8 tahun
80−160 mg
Untuk DL sekali = =0,16 – 0,32 tab
500 mg
1280 mg
Untuk DM sekali = =2,56 mg
500 mg
Untuk usia 9 tahun
85,7 – 171,4 mg
Untuk DL sekali = = 0,17 – 0,34tab
500 mg
1371,42mg
Untuk DM sekali = = 2,74 tab
500 mg
Untuk usia 10 tahun
90,9 – 181,8 mg
Untuk DL sekali = x =0,18 – 0,36 tab
500 mg
1454,54 mg
Untuk DM sekali = = 2,9 tab
500 mg

Perhitungan bahan
Pada pembuatan dilebihkan 2
Bobot 1 supp = 3 g
10 supp = 12 x 3 = 36 g
Ibuprofen 125 mg = 0,125 g X 12 = 1,5 g
1,5 g ibuprofen = 1,5 g X 0,7 = 1,05 g ol.cacao
Jadi ol.cacao = 36 – 1,05 = 34,95 g oleum cacao
7
Dekstrosa 7 %= x 500 mg = 35 mg X 12 = 420 mg
100

VII. RANCANGAN DASAR DAN MANUFAKTUR


 Persiapan kemasan primer
1. Disiapkan kemasan yang telah didesain untuk digunakan
2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengemasan

 Pencampuran
1.Disiapkan alat dan bahan
2.Ditimbang semua bahan menggunakan neraca analitik
3.Dilelehkan lemak coklat pada suhu 35 derajat celcius kedalam hotplate
4.Dimasukkan kedalam lumpang bisacodyl lalu tambahkan dekstrosa
5.Dioleskan parafin cair pada cetakan
6.Dituang bahan kedalam cetakan
7.Dibiarkan pada suhu ruangan selama 15 menit
8.Disimpan ke dalam lemari pendingin 4 derajat celcius selama 15 menit

 Labeling
1.Ditutup kemasan primer yang telah berisi sediaan
2.Ditempel label yang telah didesain pada kemasan primer

 Kemasan sekunder
1.Dimasukkan strip suppositoria ke dalam box
2.Dimasukkan leaflet ke dalam box yang telah didesain.

VIII. KEMASAN

IX.I Kemasan primer


IX.2 Kemasan Sekunder
IX.3 Leaflet

Hasil pengamatan
Tabel hasil pengamatan

No Uji yang dilakukan Hasil

1 Uji Organoleptik

 Aroma Oleum cacao


 Warna
Kuning
 Tekstur
 Bentuk Halus

Torpedo

2 Uji keseragaman bobot Tidak ada tablet yang


menyimpang

3 Uji homogenitas Homogen

4 Uji kekerasan 17 Newton

5 Uji titik lebur 3 menit

6 Uji waktu hancur 3 menit


Analisis data
Uji keseragaman bobot

Urutan tablet Berat tablet 5% 10%

1 4020 mg  

2 3970 mg  

3 4070 mg  

4 3950 mg  

5 4020 mg  

Rata-rata 4006 mg

T1= Batas bawah


T2 = Batas atas
B = Bobot rata-rata
a = Persen penyimpanan

T1 = B – (B x a %)
T2 = B + (B x a %)
5
5% = x 4006 = 200,3
100
T1 = 4006 – 200,3
= 3805,7
T2 = 4006 + 200,3
= 4206,3
10
10% = x 4006 = 400,6
100
T1 = 4006 – 400,6
= 3605,4
T2 = 4006 + 400,6
= 4406,6
Pembahasan
Suppositoria adalah bentuk sediaan padat di mana satu atau lebih bahan aktif terdispersi
dalam basis yang sesuai dan memiliki bentuk yang sesuai untuk dimasukkan melalui rektal
sehingga memberikan efek lokal atau sistemik (Fairuz, 2017).

Tujuan dari percobaan ini yaitu dapat memilih dan mengetahui cara kerja dan proses
pembuatan tablet suppositoria dan formulasi yang sudah ditentukan sehingga produksi
tablet dengan menggunakan metode cetak tuang.

Prinsip pada percobaan ini yaitu pembuatan tablet suppositoria dengan metode cetak tuang
di mana basis dilelehkan lalu dicampur dengan zat aktif dan dicetak dengan cetakan
suppositoria lalu didinginkan di lemari pendingin.

Cara kerja pada percobaan ini yaitu disiapkan alat dan bahan lalu zat aktif ibuprofen dan
dextrosa digerus di lumpang dan alu. Dilelehkan basis oleum cacao di atas hot plate 1
bunsen, lalu dimasukkan zat aktif ke dalam basis yang telah dilelehkan lalu diaduk hingga
homogen setelah itu dituang di cetakan, dimasukkan ke dalam lemari pendingin ditunggu
hingga 30 menit lalu dilepaskan dari cetakan.

Alasan perlakuan pada percobaan ini yaitu alasan penimbangan untuk mendapat bobot
yang sesuai untuk pembuatan tablet suppositoria yang seragam. Alasan dilelehkan yaitu
untuk mencampurkan basis dan zat aktif agar homogen. Alasan didinginkan yaitu agar
mendapatkan tablet suppositoria. Alasan ibuprofen dibuat tablet suppositoria yaitu
ibuprofen tergolong dalam BCS kelas II karena kelarutannya yang rendah dan permeabilitas
yang tinggi. Proses disolusi menjadi tahap penentu absorpsi obat dengan demikian perlu
suatu usaha untuk meningkatkan disolusi dengan meningkatkan kelarutan yang bertujuan
mempercepat proses absorpsi dan mempercepat onset kerja obat (Fairuz, 2017).

Alasan menggunakan basis lemak coklat yaitu basis suppositoria dapat mempengaruhi
kecepatan pelepasan obat dari suppositoria. Lemak coklat merupakan basis yang ideal
karena memiliki titik leleh pada rentang 30 - 36°C sehingga dapat leleh pada suhu tubuh
manusia (Fairuz, 2017).
Alasan menggunakan dekstrosa yaitu menggunakan polimer hidrofilik dekstrosa untuk
meningkatkan kelarutan ibuprofen dalam sediaan suppositoria berbasis lemak coklat
ibuprofen. Penggunaan dextrosa pada dispersi padat menunjukkan laju disolusi yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan polimer hidrofilik lain (Fairuz, 2017).

Berdasarkan hasil yang didapat pada uji organoleptik didapatkan hasil yaitu memiliki aroma
oleum cacao, warna kekuningan tekstur halus dan bentuk torpedo. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa memiliki homogenitas warna kondisi permukaan dan
bentuk yang sama yaitu homogen berwarna kekuningan bentuk runcing seperti torpedo
(Fairuz, 2017).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji keseragaman bobot yaitu didapatkan tidak ada
tablet suppositoria yang menyimpang dari bobot rata-rata. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa spesifikasi persyaratan yaitu peran defekasi masing-masing
suppositoria tidak lebih dari 5% (Fairuz, 2017).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji homogenitas yaitu didapatkan tablet suppositoria
yang homogen. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa tablet suppositoria
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan yaitu homogen (Fairuz, 2017).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji titik lebur atau waktu leleh yaitu didapatkan hasil 3
menit. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan yaitu waktu leleh suppositoria
dengan basis lemak tidak lebih dari 30 menit (Fairuz, 2017).

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji kekerasan didapatkan hasil yaitu 17 Newton. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa suppositoria memiliki kekerasan yang
optimum berkisar antara 1500-2500 gram (Noviyanti, 2018).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui formulasi dan cara
pembuatan sediaan suppositoria dengan menggunakan metode cetak tuang serta dapat
mengetahui syarat suppositoria yang memenuhi kriteria yang baik.
Kesimpulan

1. Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya


berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
2. Hasil pada pengujian suppositoria pada uji organoleptik aroma bau oleum cacao,
berwarna kekuningan, teksturnya halus, berbentuk torpedo. Pada uji keseragaman
bobot tidak ada yang menyimpang dan persyaratan pada uji homogenitas
didapatkan suppositoria yang homogen. Uji kekerasan yaitu 17 Newton. Uji titik
lebur yaitu 3 menit dan uji waktu hancur yaitu 3 menit.

Saran

Adapun saran pada perlakuan ini agar praktikum lebih memahami dan mengetahui
menentukan formulasi yang baik dan mengetahui cara pembuatan suppositoria agar tidak
terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe R. C., Sheskey,
P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Assosiation

Aremu, O, et al. 2019. Formulation and Evaluation of Acetylsalicylic Acid Suppositories using
Capra hircus (Goat) Fat and Its Binary Blends. Acta Pharm

Bellieni.C.V.Et all. 2017. Accuracy in the Division of Acetaminophen Suppositories.


Exploratory Research and Hypothesis in Medicine 2017 vol. 2

Bushra R, shoaib M.H, Aslam N, Hashmat D dan Rehman M. (2008). Formulation


development and Optimization Of Ibuprofen Tablets Direct Compression Method.
Journal Pharm Vol. 21, No. 2

Eraga S.O, Artheweb M.I dan Chibuogwa R.N. (2015). A Comparative UV-HPLC Analysis of
Ten Brands of Ibuprofen Tablets. Asian Pasific. Journal of Tropical Biomedicine. Vol.
5, No. 10

Fairuz, et.al, 2017. Formulasi dan Evaluasi Dispersi Padat Ibuprofen dengan Dekstrosa
sebagai Pembawa dalam Sediaan Supositoria. PHARMACEUTICAL JOURNAL OF
INDONESIA 2017. 2(2): 51–56

Fallon & Neill, 1997. ABC Of Palliative Care Constipation and Diarrhoea. Clinical Review.

Gerrad, et.al. 2019. Innovations in Pediatric Drug Formulations an Administration


Technologies for Low Resource Settings. Pharmaceutics 11, 518

Handayani.S.Et all. 2005. The efficacy of suppository versus oral ibuprofen for reducing fever
in children. Paediatrica Indonesiana, Vol. 45, No. 9-10

Heru, et al. 2017. EFFECT OF PEG 400 AND PEG 4000 CONCENTRATIONS ON THE
FORMULATING AND PHYSICAL PROPERTIES OF SUPPOSITORIA EXTRACT OF DUCK
SLIM (Kalanchoe pinnata [L.] pers). Journal of Thinkers Volume 6 Number 2
Iwobi. 2020. Suppository Solid Provision Technology. International Journal Papier Volume 1,
Issue 1(Page 30-35)

Jeanita, et al. 2016. Formulation and Evaluation of Aloe vera's Leaf Purification Extract
Suppository. Acta Pharmaciae 4(1). 37-44

Kabadi N, et all. 1966. Interaction of nonionic hydrophilic polymers with phenols I.


Interaction of phenol and hydroxyphenols with certain macromolecules. Journal of
Pharmaceutical Sciences vol 55 issue 10

Noviyanti. 2018. Formulasi dan evaluasi suppositoria ekstrak purifikasi daun lidah buaya
(Aloe vera). Universitas Jendral Sudirman

Mang & Liu, 2022. Development and Application of Suppositories in Modern Pharmaceutics.
Academic Journal of Science and Technology ISSN: 2771-3032 | Vol. 1, No. 3

Pawar A, et all. 2004. Crystallo-co-agglomeration: A novel technique to obtain ibuprofen-


paracetamol agglomerates. AAPS PharmacyTech. Vol 5, pages 57–64

Pugunes & Ugandar. 2013. FORMULATION AND EVALUATION OF NATURAL PALM OIL BASED
DICLOFENAC SODIUM SUPPOSITORIES. IJPSR, 2013; Vol. 4(2): 617-621

Rajyalakshmi K, Reddy K, Kumar K.R dan Babu K. 2016. Formulation and Evaluation
ofSustained Release Tablets of Ibuprofen. International Journal of
PharmaceuticalLetters and Reviews Vol. 2, No. 3

Rusmin. 2020. FORMULASI DAN UJI STABILITAS SEDIAAN SUPPOSITORIA DENGAN BAHAN
DASAR GELATIN TULANG IKAN BANDENG (Chanos chanos). Jurnal Kesehatan Yamasi
Makassar Vol 4, No.2, Juli 2020, pp 1-9

Ruqayyah, et.al, 2019. Pengaruh Penambahan Beeswax terhadap Kestabilan Fisik Lip Balm
Berbasis Bioaktif Kakao. MFF 2019; 23(2):61-63

Wiria.M.S.S & Suyatna.F.D.2007. A comparative bioavailability study of two ibuprofen


formulations after single-dose administration in healthy volunteer. Bioavailability study
of two ibuprofen formulations Vol 16, No 3
Zotto D, et all. 2012. Effect of the surfactant on the availability of piroxicam as a poorly
hydrosoluble drug from suppositories. Die Pharmazie-An International Journal of
Pharmaceutical Sciences 67 (1), 37-45

Anda mungkin juga menyukai