Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret – Agustus di Poskesdes Tanjung

Gedang. Dari hasil lembar Kuesioner penelitian mengenai Faktor - faktor yang

mempengaruhi gagalnya pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif di Poskesdes

Tanjung Gedang Tahun 2011 terhadap 60 orang responden. Didapat sebagai

berikut :

4.1.1 Analisis Univariat.

a. Gambaran Perubahan Sosial Budaya.

Tabel 4.1

Distribusi Perubahan Sosial Budaya Terhadap Gagalnya Pemberian ASI


Eksklusif Di Poskesdes Tanjung Gedang Tahun 2011

Kategori Distribusi
Perubahan sosial F %
budaya
Positif 18 30
Negatif 42 70
jumlah 60 100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas memperlihatkan bahwa perubahan sosial

budaya terhadap gagalnya pemberian ASI eksklusif ditemukan persentase

perubahan sosial budaya paling banyak pada kategori negatif sebanyak

42 (70 %) responden, kategori positif sebanyak 18 (30 %) responden.

b. Gambaran Pengetahuan

31
43

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Terhadap Gagalnya Pemberian ASI


Eksklusif Di Poskesdes Tanjung Gedang tahun 2011.

Kategori Distribusi
pengetahuan F %
Baik 18 30
Cukup 14 23,33
Kurang 28 46,67
Jumlah 60 100

Berdasarkan tabel 4.2 diatas memperlihatkan bahwa pengetahuan ibu

terhadap gagalnya pemberian ASI eksklusif ditemukan presentase

pengetahuan responden paling banyak pada kategori kurang 28 (46,67 %)

responden, sedangkan pengetahuan responden yang paling sedikit adalah

kategori cukup sebanyak 14 (23,33 %), dan respponden yang berpengetahuan

baik sebanyak 18 (30 %) responden.

c. Gambaran Pendidikan

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Pendidikan Terhadap Gagalnya Pemberian ASI


Eksklusif Di Poskesdes Tanjung Gedang Tahun 2011.

Kategori pendidikan Distribusi


F %
Rendah 26 43,44
Menengah 16 26,67
Tinggi 18 30
Jumlah 60 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas memperlihatkan bahwa pendidikan ibu

terhadap gagalnya pemberian ASI Eksklusif ditemukan presentase

pendidikan responden paling tinggi pada kategori pendidikan rendah

sebanyak 26 ( 43,33 %) responden, sedangkan pendidikan ressponden yang

paling sedikit adalah pada kategori pendidikan menengah sebanyak


43

16 (26,67%) responden, dan 18 (30 %) responden pada kategori pendidikan

tinggi.

4.1.2 Analisis Bivariat.

a. Hubungan antara Perubahan Sosial Budaya Terhadap Gagalnya

Pemberian ASI Eksklusif.

Tabel 4.4

Hubungan Perubahan Sosial Budaya Terhadap Gagalnya


Pemberian ASI Eksklusif di Poskesdes Tanjung Gedang
Tahun 2011

Perubahan Pemberian ASI total P


sosial value
budaya Tidak eksklusif eksklusif
n % N % n %
Positif 0 0 18 100 18 100 0.00
Negatif 42 100 0 0 42 100
total 42 70 18 30 60 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas di ketahui dari 60 orang responden,

yaitu dari 42 responden yang memiliki perubahan sosial budaya yang

negatif terdapat 42 (70 %) orang responden melakukan pemberian ASI

tidak eksklusif sedangkan dari 18 ( 30 % ) orang responden melakukan

pemberian ASI secara eksklusif.

Kemudian berdasarkan uji statistik chi-square didapatkan P value

yaitu sebesar 0.00 < nilai alpha (0.05), jadi dengan demikian Ha di

terima, dengan kata lain ada hubungan antara perubahan sosial budaya

dengan kegagalan Pemberian ASI eksklusif di Puskesdes Tanjung

Gedang Tahun 2011.

b. Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif .


43

Tabel 4.5
Hubungan Antara Pengetahuan Terhadap Gagalnya
Pemberian ASI Eksklusif di Poskesdes
Tanjung Gedang Tahun 2011

Pemberian ASI Total P


pengetahuan Tidak eksklusif eksklusif value
n % N % n %
Kurang 28 100 0 0 28 100
Cukup 14 100 0 0 14 100 0.00
Baik 0 0 18 100 18 100
Total 42 70 18 30 60 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas di ketahui dari 60 orang responden,

yaitu dari 28 (100%) responden yang berpengetahuan kurang dalam

pemberian ASI tidak eksklusif, terdapat 14 (100%) orang responden

yang berpengetahuan cukup melakukan pemberian ASI tidak eksklusif,

sedangkan 18 (100%) orang responden yang berpengetahuan baik dan

memberikan ASI secara eksklusif.

Kemudian berdasarkan uji statistik chi-square didapatkan P value

yaitu sebesar 0.00 < nilai alpha (0.05), jadi dengan demikian Ha di

terima, dengan kata lain ada hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan kegagalan pemberian ASI eksklusif di Puskesdes Tanjung

Gedang Tahun 2011

c. Hubungan antara pendidikan terhadap pemberian ASI eksklusif


Tabel 4.6
43

Hubungan antara pendidikan terhadap Gagalnya


pemberian ASI Eksklusif di poskesdes
Tanjung Gedang tahun 2011.

Pemberian ASI Total P


Pendidikan Tidak eksklusif Eksklusif value
n % N % n %
Rendah 26 100 0 0 26 100
Menengah 16 100 0 0 16 100 0.00
Tinggi 0 0 18 100 18 100
Total 42 70 18 30 60 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas di ketahui dari 60 orang responden,

yaitu dari 26 responden yang memiliki pendidikan yang rendah dan

terdapat 26 (100%) orang responden melakukan pemberian ASI eksklusif

yang tidak eksklusif sedang dari 16 orang responden yang memiliki

pendidikan menengah dan terdapat 16 (100%) orang responden

melakukan pemberian ASI eksklusif secara tidak eksklusif, serta

18 orang responden memiliki pendidikan yang tinggi dan terdapat

18 (100%) melakukan pemberian ASI eksklusif secara eksklusif.

Kemudian berdasarkan uji statistik chi-square didapatkan P value

yaitu sebesar 0.00 < nilai alpha (0.05), jadi dengan demikian Ha di

terima, dengan kata lain ada hubungan antara pendidikan dengan

kegagalan pemberian ASI eksklusif di Poskesdes Tanjung Gedang Tahun

2011.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Univariat dan Bivariat.


43

a. Gambaran Responden Berdasarkan Perubahan Sosial Budaya

Terhadap Gagalnya Pemberian ASI Eksklusif.

Pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa 42 (70%) responden memiliki

perubahan sosial budaya yang negatif terhadap pemberian ASI

eksklusif, sedangkan yang memiliki perubahan sosial budaya yang

positif hanyalah 18 (30%) responden.

Hal ini memperlihatkan fakta bahwa perubahan sosial budaya

mampu mempengaruhi gagalnya pemberian ASI Eksklusif. Antara lain

ibu – ibu bekerja atau kesibukan sosial lainya, meniru teman atau

tetangga atau orang yang terkemuka yang memberikan susu botol dan

merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya. Perubahan sosial

budaya tersebut dipengaruhi oleh sikap ibu itu sendiri (Soetjiningsih,

2007, 17).

Selain itu faktor lain yang bisa mempengaruhi gagalnya pemberian

ASI Eksklusif adalah karena adanya iklan di media masa yang makin

marak dengan kata-kata yang menjanjikan. Misalnya dengan

menampilkan kandungan-kandungan gizi yang terdapat dalam ASI

formula, disertai dengan keuntungan yang lebih menjanjikan

dibandinngkan dengan pemberia ASI biasa.


43

b. Gambaran Pengetahuan Ibu Terhadap Gagalnnya Pemberian ASI

Eksklusif.

Berdasarkan tabel 4.2 memperlihatkan bahwa pengetahuan ibu

terhadap gagalnya pemberian ASI eksklusif ditemukan presentase

pengetahuan responden paling banyak dalam kategori kurang 28

( 46,67 % ) responden, sedangkan pengetahuan responden yang paling

sedikit adalah kategori cukup sebanyak 14 ( 23,33 % ), dan responden

yang berpengetahuan baik sebanyak 18 ( 30 % ) responden.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya sikap seseorang. Dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan ataau lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dengan adanya

hal tesebut bisa mempengaruhi seorang ibu memberi atau tidak

memberikan ASI Eksklusif Notoatmodjo ( 2003 ) dalam Dewi

( 2010, 12 ).

Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif juga bisa

mempengaruhi gagalnnya pemberian ASI Eksklusif terhadap bayi.

Banyak ibu yang beranggapan jika dia hanya memberikan ASI saja

selama 6 bulan maka bayinya tidak bisa tumbuh secara sempurna.

Selain itu dengan adanya anggapan bahwa dengan pemberian ASI

formula bisa mebuat bayi lebih sehat, gemuk, juga bisa membuat bayi

lebih cerdas juga menjadi faktor gagalnya pemberian ASI eksklusif

terhadap bayinya
43

c. Gambaran Pendidikan Ibu Terhadap Gagalnya Pemberian ASI

Ekskluif.

Berdasarkan tabel 4.3 diatas memperlihatkan bahwa pendidikan ibu

terhadap gagalnya pemberian ASI Eksklusif ditemukan presentase

pendidikan responden paling tinggi dalam kategori rendah sebanyak 26

( 43,33 %) responden, sedangkan pendidikan ressponden yang paling

sedikit adalah dalam kategori menengah sebanyak 16 ( 26,67 %)

responden, dan 18 ( 30 % ) responden dalam kategori tinggi.

Dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa makin tinggi tingkat

pendidikan seorang ibu maka makin tinnggi pula tingkat kesadaran ibu

untk memberikan ASI secara Eksklusif, begitu pun seballiknya makin

rendah tingkat pendidikan seorang ibu maka makin rendah pula tingkat

kesadarannya untuk membeikan ASI eksklusifnya.

Berdasarkan (Hidayat, 2007, 101), semakin tinggi pendidikan

seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak

pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang

akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai – nilai

yang di perkenalkan. Dengan adanya tingkat pendidikan ibu yang

kurang atau rendah ini, akan mempengaruhi pada saat penyampaian

materi/ KIE ( Komunikasi Informasi dan Edukasi ).


43

d. Hubungan antara Perubahan Sosial Budaya dengan Pemberian ASI

Eksklusif.

Berdasarkan uji statistik Chi-Square didapatkan P value yaitu

sebesar 0.00 < nilai alpha (0.05), jadi dengan demikian Ha di terima,

dengan kata lain ada hubungan antara perubahan sosial budaya dengan

kegagalan Pemberian ASI eksklusif di Poskesdes Tanjung Gedang

Tahun 2011.

Berdasarkan tabel 4.4 diatas di ketahui dari 60 orang responden,

yaitu dari 42 responden yang memiliki perubahan sosial budaya yang

negatif terdapat 42 (70%) orang responden melakukan pemberian ASI

tidak eksklusif sedangkan dari 18 (30%) orang responden melakukan

pemberian ASI secara eksklusif.

Hal ini di asumsikan peneliti banyaknya perubahan sosial budaya

yang negatif terjadi diakibatkan para ibu-ibu menganggap ASI eksklusif

tidak terlalu penting di berikan sehingga mereka banyak memberikan

bayinya makanan tambahan ASI sebelum waktunya. Sedangkan

kebudayaan membuang kolostrum sering terjadi karena mereka

menganggap bahwa susu pertama adalah susu yang tidak bersih

sehingga mereka sering membuangnya.

Menurut Menurut Cox (2006), dalam 48 jam kehidupannya, bayi

tidak membutuhkan air susu terlalu banyak, hanya setengah sendok teh

kolostrum saat pertama menyusu dan 1-2 sendok teh di hari kedua.

Cairan kental yang sangat sedikit seperti seulas cat itu akan melapisi
43

saluran pencernaan bayi dan menghentikan masuknya bakteri ke dalam

darah yang menimbulkan infeksi pada bayi. Pemberian kolostrum dapat

dilakukan dengan baik jika early initiation dilakukan oleh bidan atau

perawat. Ibu yang berhasil menyusui pada jam pertama dan minggu

pertama setelah persalinan maka ia akan berhasil memberikan ASI

Eksklusif pada bayinya ( Afifah dan Diana, 2007).

e. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Pemberian ASI

Eksklusif.

Berdasarkan uji statistik Chi-Square didapatkan P value yaitu

sebesar 0.00 < nilai alpha (0.05), jadi dengan demikian Ha di terima,

dengan kata lain ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

kegagalan pemberian ASI eksklusif di Puskesdes Tanjung Gedang

Tahun 2011.

Berdasarkan tabel 4.2 di ketahui dari 60 orang responden, yaitu

dari 44 responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang negatif

terdapat 44 (100%) orang responden melakukan pemberian ASI

eksklusif yang tidak baik sedangkan dari 16 orang responden yang

memiliki tingkat pengetahuan yang positif terdapat 16 (100%) orang

responden melakukan pemberian ASI eksklusif yang baik.

Hal ini di asumsikan peneliti bahwa banyak nya responden yang

tidak mengetahui tetang pemberian ASI secara eksklusif terjadi karena

kurang mendapatkan informasi yang akurat tentang ASI ekskllusif

sehingga pemberian ASi eksklusif banyak tidak terlaksana dengan baik.


43

Menurut Ahli filsafat, Keraf dan Dua (2001) mengatakan bahwa

pengetahuan dibagi menjadi 3 macam, yaitu tahu bahwa, tahu

bagaimana, dan tahu akan. ”Pengetahuan bahwa” adalah pengetahuan

tentang informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini

atau itu memang demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang

benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis,

pengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu

mendalam. Sedangkan ”tahu bagaimana” adalah menyangkut

bagaimana seseorang melakukan sesuatu (Nur afifah, Diana,. 2007).

Pengetahuan ini berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat

keahlian dan kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu. ”Tahu akan”

adalah jenis pengetahuan yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan

akan sesuatu atau seseorang melalui pengalaman atau pengenalan

pribadi. Pengetahuan yang dimiliki subjek tentang ASI Eksklusif

sebatas pada tingkat ”tahu bahwa” sehingga tidak begitu mendalam dan

tidak memiliki keterampilan untuk mempraktekkannya. Jika

pengetahuan subjek lebih luas dan mempunyai pengalaman tentang ASI

Eksklusif baik yang dialami sendiri maupun dilihat dari teman, tetangga

atau keluarga, maka subjek akan lebih terinspirasi untuk

mempraktekkannya. Pengalaman dan pendidikan wanita semenjak kecil

akan mempengaruhi sikap dan penampilan mereka dalam kaitannya

dengan menyusui di kemudian hari. Seorang wanita yang dalam

keluarga atau lingkungan sosialnya secara teratur mempunyai kebiasaan


43

menyusui atau sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara

teratur, akan mempunyai pandangan yang positif tentang pemberian

ASI ( Afifah dan Diana,. 2007).

Di daerah yang mempunyai ”budaya susu formula / botol”, gadis

dan wanita muda di daerah tersebut tidak mempunyai sikap positif

terhadap menyusui, sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Tidak

mengherankan bila wanita dewasa dalam lingkungan ini hanya memiliki

sedikit bahkan tidak memiliki sama sekali informasi, pengalaman cara

menyusui, dan keyakinan akan kemampuannya menyusui

( Afifah dan Diana, 2007 ).

f. Hubungan antara pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif

Berdasarkan uji statistik chi-square didapatkan P value yaitu

sebesar 0.00 < nilai alpha (0.05), jadi dengan demikian Ha di terima,

dengan kata lain ada hubungan antara pendidikan dengan kegagalan

pemberian ASI eksklusif di Poskesdes Tanjung Gedang Tahun 2011.

Berdasarkan tabel 4.3 diatas di ketahui dari 60 orang responden,

yaitu dari 26 responden yang memiliki pendidikan yang rendah dan

terdapat 26 (100%) orang responden melakukan pemberian ASI

eksklusif yang tidak eksklusif sedang dari 16 orang responden yang

memiliki pendidikan menengah dan terdapat 16 (100%) orang

responden melakukan pemberian ASI eksklusif secara tidak eksklusif,

serta 18 orang responden memiliki pendidikan yang tinggi dan terdapat

18 (100%) melakukan pemberian ASI eksklusif secara eksklusif.


43

Hal ini diasumsikan oleh peneliti bahwa semakin rendah tingkat

pendidikan seorang ibu maka makin rendah pula tingkat kesadaran

seorang ibu untuk memberikan ASI nya secara eksklusif , begitupun

sebaliknya.

Kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI

dan menyusui menyebabkan ibu-ibu mudah terpengaruh dan beralih

kepada susu botol. Kesehatan/ status gizi bayi/anak serta kelangsungan

hidupnya akan lebih baik pada ibu-ibu yanng berpendidikan tinggi. Hal

ini karena seorang ibu yanng berpendidikan tinggi akan memiliki

pegetahuan yang luas serta kemempuan untuk menerima informasi

yanng lebih tinggi. Pada penelitian di Pakistan dimana tingkat kematian

anak pada ibu yang lama pendidikannya lima tahun adalan 50 % lebih

rendah daripada ibu yang buta huruf. Demikian juga di Indonesia bahwa

pemberian makanan padat yang telalu dini sebagian besar di lakukan

oleh ibu-ibu yang berpendidikan rendah, sepertinya faktor ketidak

ketahuan dan pendidikanlah yang meneyebabkan gagalnya pemberian

ASI eksklusif ( Siregar, 2004 ).

Anda mungkin juga menyukai