Anda di halaman 1dari 13

Nama : Sri susanti taruk

Kelas : E Teologi

Nirm : 2020208027

Pengalaman beragama atau pengalaman spiritual merupakan kesadaran beragama yang


melibatkan perasaan atau keadaan jiwa seseorang yang membawa kepada keyakinan yang
dihasilkan oleh tindakan. Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda-beda.

Pengalaman beragama memiliki empat bentuk seperti yang dikemukaka oleh William James.
Keempat bentuk pengalaman tersebut yaitu:
a. Penglihatan (Vision)
Pengalaman religius yang dialami seseorang masuk dalam kategori bentuk pengalaman
inderawi. Selain penglihatan, pengalaman inderawi dipengaruhi oleh lima panca indera yang
dimiliki manusia.
b. Ke-Ilahian (The Nominous)
Pengalaman ini digambarkan sebagai perasaan adanya kehadiran sesuatu yang lebih besar.
Manusia membutuhkan sosok Tuhan untuk menjawab segala kegelisahan yang ada di dalam
dirinya. Bentuk pengalaman Ke-Ilahian ini hampir sama dengan pengalaman wahyu (revelatory
experience). Wahyu disini bukan seperti wahyu yang Allah berikan kepada para rasul. Bentuk
pengalaman wahyu disini bersifat seketika, tiba-tiba, tidak dapat dijelaskan dan digambarkan.

c. Konversi
Konversi berarti mengadopsi keyakinan agama baru yang berbeda dari agama sebelumnya.
Agama disini dapat dikatakan sebagai berpindah agama atau masih dalam satu agama, hanya
pemahaman pada ajaran agamanya yang berbeda.

Pemahaman pada keyakinan baru dapat mengubah hidup seseorang baik sementara maupun
bersifat permanen. Bentuk pengalaman ini menjadi pengalaman pembaharuan dimana
menjadikan keimanan seseorang semakin bertambah sempurna.
d. Pengalaman Mistik
Pengalaman mistisme tidak selalu berkaitan dengan makhluk halus. Pengalaman mistik berarti
pengalaman yang melibatkan pengakuan spiritual terhadap kebenaran yang melampaui
pemikiran manusia.
Peradaban bangsa Arab pra-Islam, yang disebut periode Jahiliyah, adalah bukti dari adanya
sebuah kebudayaan Arab yang mendahului datangnya kebudayaan Islam. Periode tersebut
menyaksikan puncak sebuah peradaban tersendiri di kawasan antara kedua imperium
Byzantium dari Asia Kecil dan imperium Sasan dari Persia. Sebagai kawasan yang terjepit antara
dan harus melayani kepentingan keduanya, peradaban Arab telah melahirkan bangunan
kebudayaannya sendiri. Kebudayaan tersebut telah mengambil unsur-unsur kebudayaan kedua
imperium itu maupun dari kebudayaan-kebudayaan lain yang telah berkembang di kalangan
“bangsa-bangsa lama” yang menduduki daerah sekitarnya, seperti kebudayaan Yahudi,
kebudayaan wilayah Mesopotamia (bekas-bekas peninggalan bangsa Sumeria maupun Akkadia
dari era Babylonia hingga Assyiria), kebudayaan Mesir maupun kebudayaan Cristo-Graeco yang
berkembang dengan nama kebudayaan Syriac (Assiryaniyah) di wilayah yang kemudian dikenal
dengan nama Arab al-Sham (the Fertile Crescent). Di ujung selatan jazirah Arabia sendiri
berkembang peradaban Yaman Selatan, baik yang dibawakan oleh bangsa-bangsa Arab Saba
maupun Himyar, maupun yang dibawakan oleh penjajahan Ethiopioa atas wilayah itu
menjelang datangnya agama Islam. Demikian pula, di sepanjang pantai timur jazirah tersebut,
beberapa kerajaan kecil telah jatuh bangun secara bergiliran selama beberapa ratus tahun,
kesemuanya itu dengan membawa manifestasi dari kemajuan kebudayaan wilayah itu.

Kebudayaan Palmyra (Tadmur) di Syria, hingga sekarang masih dapat disaksikan bekas
peninggalannya. Demikian pula kerajaan-kota (city-state) Petra atau al-Anbat di Yordania,
dengan peninggalan bangunan-bangunan raksasanya yang ditatah keseluruhannya dari sebuah
dinding batu granit pada sisi terjal sebuah gunung. Walaupun kesemuanya pada akhirnya harus
tunduk atau dihancurkan oleh balatentara Romawi, Persia, atau Ethiopia, kesemua pusat
peradaban Arab itu secara kolektif telah memberikan peninggalan kebudayaan bertaraf tinggi
kepada bangsa Arab beberapa abad menjelang lahirnya Islam. Bahkan secara umum kelahiran
Islam sendiri adalah merupakan reaksi atas kemelut kebudayaan yang menjadi ciri utama
peninggalan aneka ragam kebudayaan itu; katakanlah sebagai proses identifikasi diri dari
kebudayaan Arab yang sedang mengalami krisis identitas.

Manifestasi dari ketinggian peradaban Arab menjelang masa lahirnya Islam dapat dilihat dari
munculnya kebudayaan yang memiliki persamaan-persamaan umum dalam sifat ke-Arab-an di
beberapa negara vazal, terutama negara vazal Ghassaniyah yang mengabdi imperium
Byzantium di wilayah al-Syam dan negara negara vazal Hirah yang tunduk kepada imperium
Sasan di Iraq. Kedua negara vazal ini, dibalik pertentangan politik sebagai pengabdi kepentingan
dua raksasa yang berkelahi, memiliki persamaan kebudayaan hampir di segala bidang dan
lapangan, yaitu dalam sifatnya yang utama sebagai kebudayaan Arab. Di kerajaan Ghassan
berkembang kesenian (terutama seni rupa) yang tinggi nilainya, sedangkan di kerajaan Hirah
berlangsung sebuah kebangunan sastra Arab yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gema
dari kedua kebudayaan lokal yang berwatak Arab ini dengan cepat berkumandang di seluruh
jazirah Arabia, terutama di kalangan suku-suku yang berdiam di sebelah utara dan di pantai
barat (wilayah Hijaz dan Tihamah).

Wilayah Hijaz di pantai barat ini memegang kedudukan kunci di jazirah Arabia waktu itu,
sebagai pusat perdagangan transito antara India dan Afrika Timur dengan imperium Byzantium,
disamping sebagai pusat kehidupan beragama dari bangsa Arab. Di Hijaz-lah, yaitu di kota
Makkah, terletak batu pemujaan (sanctuary) al-Ka’bah yang harus dikunjungi dalam upacara
haji. Dengan berkumandangnya gema kebangunan kebudayaan dari kedua negara vazal
Ghassan dan Hirah, bangun pula dari kesibukan komersilnya, untuk turut menerjunkan diri
dalam proses kebangunan kebudayaan tersebut. Dengan segera pasar-pasar dagang (trade
fairs) di ‘Ukaz dan beberapa tempat lain di wilayah itu menjadi arena tahunan bagi festival-
festival musik, sastra dan seni rupa. Para seniman dan sastrawan dengan penuh ketekunan
mempersiapkan diri untuk mengemukakan karya-karya mereka dalam arena tersebut, guna
memperoleh pengakuan yang mereka inginkan. Salah satu diantara pengakuan itu adalah
kehormatan yang diberikan kepada karya puisi terbaik untuk dituliskan dengan tinta emas pada
lembaran kain halus, untuk kemudian digantungkan pada al-Ka’bah sebagai publikasi yang akan
dibaca oleh para peziarah yang datang dari seluruh penjuru peziarah. Tercatat dalam kronik
bangsa Arab, bahwa ada sepuluh sajak yang pernah memperoleh penghargaan digantungkan di
(al-mu’allaqat) itu.

Aspek utama daripada kesusateraan periode Jahiliyah ini adalah belum meluasnya produk
prosa, karena material bagi perekamannya masih diluar jangkauan kekuatan bangsa Arab waktu
itu untuk memperolehnya masih dalam kwantitas besar. Sastra yang terlalu bertitik berat pada
puisi ini terutama berkisar pada sajak-sajak percintaan, kepahlawanan dan hal-hal yang sejenis,
walaupun sedikit banyak telah pula disinggung berbagai pemikiran keagamaan dan filosofis.
Para penyair yang terkenal seperti Umru al-Qais, Nabiqhah al-Zubyany, Zuhair ibn abid Sulma,
‘Antarah dan Tarafah ibn ‘Abd, menghasilkan karya-karya yang secara kwalitatif tidak kalah
dengan karya-karya besar du dunia, seperti Mahabharata, Illyad dan Odyssei; walaupun karena
sifat masing-masing yang terlalu individual dan tidak ada seorangpun penyair Arab yang mampu
menciptakan ode dan elegi yang berkepanjangan (sedangkan Mahabharata itu sendiripun
adalah karya kolektif dari masa berabad-abad).

Datangnya agama Islam membawa orientasi baru kepada kebudayaan Arab yang telah
berkembang waktu itu. Beberapa cabang kesenian menjadi terlarang karena sebab-sebab
keagamaan, seperti tari-tarian dan musik. Seni rupa yang diperkenankan tinggal lagi kaligrafi
(tulisan indah) dan hiasan-hiasan pada tekstil (sulaman ataupun tenunan), itupun harus dengan
motif yang tidak menggambarkan kehidupan manusia dan hewan. Dalam produk puisi mereka,
bangsa Arab harus pula menerima perubahan mendasar. Tema percintaan yang semula
bercerita tentang hedonisme yang diceritakan secara vulgar, harus memuaskan diri dengan
hanya mengemukakan lambing-lambang abstrak belaka tentang cinta platonik. Dua macam
kegemaran utama di masa Jahiliyah, yang semula merupakan tema-tema utama dalam puisi,
yaitu minum arak dan menyerang perkampungan atau kafilah orang lain sama sekali tidak
mendapat tempat di dalam kesusasteraan periode Islam. Sastra yang semula merupakan
ekspresi spontan yang seringkali bercorak proffan, berhasil dijinakakkan oleh Islam.

Masa seratus tahun pertama dari kesusasteraan Arab dalam periode Islam menyaksikan
tumbuhnya tema-tema baru, yang semula tidak terdapat dalam kesusasteraan periode
sebelumnya, seperti sajak-sajak politis (satire, rethorica dan ideologues), sajak-sajak theologis
dan sebagainya. Ascetisme yang melandasi kehidupan dimasa itu membuat kebudayaan
mengalami proses puritanisasi menyeluruh, sehingga keanekaragaman manifestasi kebudayaan
menjadi sangat berkurang. Sehingga suatu keadaan yang dianggap wajar bila kemudian timbul
sebuah kelompok inti yang secara diam-diam memelihara “warisan” kebudayaan dari periode
Jahiliyah, walaupun dalam baju Islam. Kelompok inti ini, yang umumnya berada di pusat-pusat
ketenteraan yang jauh dari ibukota, seperti di Basrah dan Kufah pada penghujung abad
pertama Hijri (ke-8 Masehi), menyatakan diri dalam serangkaian “klub-klub sastra (al-andiyah
al-adabiyah)” seperti Nadi Marbad di Basrah.

Arabia pra-Islam merujuk pada keadaan jazirah Arabia sebelum tersebarnya Islam pada
tahun 630-an. Jazirah ini dihuni oleh bangsa Arab, salah satu dari rumpun bangsaSemit.
Sebagian bangsa Arab masa itu telah hidup menetap, sementara sebagian lagi hidup sebagai
badui yang nomaden.[1] Informasi perihal peradaban mereka tidak terlalu banyak, terbatas
pada bukti-bukti arkeologis, berbagai catatan bangsa lain tentang Arabia, kisah dalam kitab-
kitab suci agama Samawi, serta syair-syair Arab klasik yang dicatat oleh para sejarawan Muslim
pada masa sesudahnya

Jazirah Arab secara umum beriklim amat panas, kering, sedikit hujan, dan sungai yang hanya
terdapat di bagian selatan. Ikatan kesukuan sangat kuat dalam kehidupan bangsa Arab pada
masa pra-Islam, dan sering terjadi konflik antar kabilah, yang mengakibatkan permusuhan dan
peperangan yang berlangsung lama. Untuk penghidupan mereka, umumnya adalah berdagang,
beternak, atau bercocok tanam. Perdagangan dilakukan oleh kafilah-kafilah dagang hingga ke
wilayah Syam, Yaman, Irak, dan Persia.

Tidak dapat dimungkiri, bahwa baik Yahudi, Kristen, maupun Islam, mengklaim sebagai
pewaris khas (eksklusif) ajaran Ibrahim. Kaum Muslim yakin, bahwa millah Ibrahim adalah
agama Tauhid, dan hanya Islamlah yang konsisten melanjutkan ajaran Tauhid Nabi Ibrahim.
Alquran menjelaskan: Ibrahim bukanlah Yahudi atau Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang
hanif dan Muslim, dan dia bukanlah orang musyrik.” (QS 3:67).
Dalam konsep Islam, Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir yang menegaskan kembali
ajaran tauhid yang dibawa para nabi sebelumnya. Karena itulah, dalam perspektif Islam, millah
Ibrahim atau the religion of Ibrahim adalah agama tauhid yang ditegaskan kembali oleh nabi
terakhir, Muhammad SAW. Dalam perspektif Islam, menggunakan istilah Abrahamic faiths
(agama-agama Ibrahim), dalam bentuk jamak yang memasukkan agama Yahudi dan Kristen
sebagai millah Ibrahim adalah kekeliruan.

Dalam konferensi 1979 di New York tersebut, melalui makalahnya yang berjudul Islam and
Christianity in the Perspective of Judaism, Michel Wyschogrod, profesor filsafat di Baruch
College, City University, New York, memaparkan persoalan mendasar dalam pemahaman
keagamaan antara Yahudi, Kristen, dan Islam.

Yahudi dan Kristen bersekutu dalam Bibel (Perjanjian Lama). Tetapi berbeda secara mendasar
dalam konsep trinitas dan penafsirannya. Dengan Islam, Yahudi tidak bermasalah dalam soal
pengakuan Tuhan yang satu (monotheism). Tetapi, Muslim memandang bahwa telah terjadi
penyimpangan yang serius pada Kitab Yahudi (juga Kristen).

Gambaran Prof Michel Wyschogrod tentang Islam tersebut tidak sepenuhnya benar.
Monoteisme memang mengakui Tuhan yang satu. Tetapi, monoteisme tidak sama dengan
tauhid. Dalam konsep Islam, tauhid adalah pengakuan Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan
ada unsur ikhlas, rela diatur Allah SWT. Maka, syahadat Islam adalah 'tidak ada tuhan selain
Allah', bukan 'tidak ada tuhan selain Tuhan', juga bukan 'tidak ada tuhan selain Yahweh'.

Karena itu, jika orang menyembah Tuhan yang satu, tetapi yang ‘yang satu’ itu adalah Fir’aun,
maka dia tidak bisa disebut 'bertauhid'. Iblis pun tidak bertauhid dan kafir, karena menolak
tunduk kepada Allah, meskipun dia mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan.

Dalam perspektif Islam inilah, memasukkan agama Yahudi (Judaism), sebagai millah Ibrahim
juga patut dipertanyakan. Kaum Yahudi memang menyembah Tuhan yang satu. Tetapi, hingga
kini, mereka masih berselisih paham tentang siapa Tuhan yang satu itu? Sebagian menyebut-
Nya sebagai Yahweh. Tetapi, dalam tradisi Yahudi, nama Tuhan tidak boleh diucapkan. Hingga
kini, belum jelas, siapa nama Tuhan Yahudi.

Karena menolak beriman kepada kenabian Muhammad SAW, maka kaum Yahudi kehilangan
jejak kenabian dan tauhid. Mereka kehilangan data-data valid dalam kitab mereka. Th C
Vriezen, dalam buku Agama Israel Kuno (Jakarta: BPK, 2001), menulis, "Ada beberapa kesulitan
yang harus kita hadapi jika hendak membahas bahan sejarah Perjanjian Lama secara
bertanggung jawab. Sebab yang utama ialah bahwa proses sejarah ada banyak sumber kuno
yang diterbitkan ulang atau diredaksi (diolah kembali oleh penyadur) Namun, ada kerugiannya
yaitu adanya banyak penambahan dan perubahan yang secara bertahap dimasukkan dalam
naskah, sehingga sekarang sulit sekali untuk menentukan bagian mana dalam naskah historis
itu yang orisinal (asli) dan bagian mana yang merupakan sisipan.”

Melalui hadits sebelumnya juga dapat menarik pengertian iman, Islam, dan ihsan. Iman adalah
percaya dengan cara membenarkan sesuatu dalam hati, kemudian diucapkan oleh lisan, dan
dikerjakan dengan amal perbuatan.

Iman tersebut meliputi enam perkara yang disebut dengan rukun iman. Di antarany ada
percaya kepada Allah, malaikat, hari akhir, kitab-kitab, nabi atau rasul. dan takdir yang baik
maupun buruk.

Adapun pengertian Islam berarti ketundukan (taslim), kepasrahan, menerima, tidak menolak,
tidak membantah, dan tidak membangkang. Artinya, penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah
SWT.

Lima poin penting yang membentuk kerangka Islam atau biasa disebut dengan rukun Islam
adalah bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan rasulNya, mendirikan sholat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji bila mampu.

Sedangkan pengertian ihsan adalah berbakti dan mengabdikan diri kepada Allah SWT dengan
dilandasi dengan kesadaran dan keikhlasan. Berbakti kepada Allah tersebut dapat berupa
berbuat sesuatu yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun sesama manusia.

Menurut Aqidah Akhlaq oleh Taofik Yusmansyah, ihsan disebut sebagai hasil akhir dari sebuah
proses keimanan dan keislaman seseorang. Sebab itu, hubungan antara iman, Islam, dan ihsan
diibaratkan sebagai segitiga sama sisi. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk bila ketiga sisinya
tidak saling terkait.

Pengertian iman, Islam, dan ihsan juga dapat disebut sebagai suatu bangunan bagi umat
muslim. Iman menjadi pondasi diri, Islam yang menjadi tiang-tiangnya, dan ihsan sebagai
atapnya. Pondasi (iman) yang kuat akan membantu bangunan (Islam dan ihsan) berdiri tegak
dan kokoh.

Aspek keyakinan yang disebut aqidah, yaitu aspek credial atau keimanan terhadap Allah ta’ala
dan semua yang difirmankan-Nya untuk diyakini. Aqidah arti bahasanya ikatan atau
sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup
atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang
keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang
muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam,
yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada
Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar
Aspek norma atau hukum yang disebut syariah, yaitu aturan-aturan Allah ta’ala yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah ta’ala, sesama manusia, dan dengan alam semesta. Syari’ah
arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan
manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang
lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya
yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-
Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.

Aspek perilaku yang disebut akhlak, yaitu sikap-sikap atau perilaku yang nampak dari
pelaksanaan aqidah dan syariah. Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq”
yang artinya perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian
ajaran islam yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan
akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan fikiran”. Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan,
kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada tetangga, kepada
sesama muslim, kepada non muslim. Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika.
Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat (Amin, 19753) Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang
melakukannya dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan
perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk. Etika harus dibiasakan
sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan bagaimana etika makan atau
etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa.
Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan berpakaian
berciri khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki memakai kopya dan sebagainya.
Islam sangat memperhatikan etika berpakai sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Ahsab
di atas.

Rukun iman dan rukun Islam adalah landasan beragama bagi seorang muslim. Rukun iman
mengandung pokok-pokok kepercayaan dalam agama Islam. Sedangkan rukun Islam,
mengandung perintah utama dalam menjalankan kepercayaan sebagai penganut agama Islam.

Rukun iman dan rukun Islam harus dijalankan secara sungguh-sungguh dalam
kehidupan seorang muslim yang balig dan berakal sehat, bagaimanapun situasinya.

Berdasarkan buku tentang rukun iman terbitan Balai Pustaka, mengutip hadits Rasulullah SAW,
rukun iman terdiri atas enam, yang secara ringkas adalah:

1. Iman kepada Allah


Mengimani Allah subhanahu wa ta'ala sebagai satu-satunya pencipta alam semesta dan
seisinya. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Arbain menejelaskan
makna poin pertama ini.

2.Iman kepada malaikat-malaikat Allah

Adanya iman atau rasa percaya yang kuat dalam hati seorang muslim mendorong ia untuk taat
dan menjalankan perintah Allah subhanahu wa ta'ala. Termasuk ke dalam rukun iman yaitu,
percaya dengan adanya malaikat-malaikat Allah. Iman kepada malaikat termasuk rukun iman
yang ke dua.

Seperti tertuang dalam firman Allah di surat Al Baqarah ayat 285:

“Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian juga
orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.”

Malaikat adalah salah satu ciptaan Allah yang waib diimani keberadaannya. Jumlah malaikat
sangat banyak. Asal penciptaannya dari cahaya. Para ulama telah sepakat dan merumuskan ciri-
ciri malaikat berdasarkan petunjuk Alquran dan hadis.

Hikmah beriman kepada malaikat yaitu mengetahui keagungan Allah subhanahu wa ta'ala
dengan ciptaannya yang mulia.

3. Iman kepada kitab-kitab Allah

Kepada para Nabi dan Rasul, Allah berikan pedoman, yaitu kitab-kitabnya. Di antara kitab Allah
yang wajib dipercaya adalah kitab-kitab yang telah diturunkan kepada Nabi dan Rasul
terdahulu.

Alquran, adalah kitab Allah yang diturunkan secara bertahap kepada rasul terakhir Muhammad
'alaihissalam dengan perantara malaikat Jibril. Iman kepada Alquran, menjadikannya pedoman
dan dasar melaksanakan kehidupan sebagai seorang muslim.

4. Iman kepada rasul-rasul Allah

Rasul adalah penyampai ajaran Islam kepada manusia. Keberadaan Rasul dari zaman ke zaman
untuk mengingatkan manusia agar tetap beriman dan bertauhid kepada Allah.

Ajaran islam sampai kepada manusia, perintah dan larangan Allah diajarkan oleh para Nabi dan
Rasul melalui perantara malaikat. Oleh karena itu wajib beriman kepada Rasul Allah.
5. Iman kepada hari akhir

Seorang muslim hendaknya mempercayai adanya hari akhir atau disebut hari kiamat. Pada hari
itu seluruh manusia dibangkitkan kembali untuk dihisab.

Semua perbuatan selama ia hidup di dunia akan ditimbang baik buruknya dan dimintai
pertanggungjawabannya. Balasan surga untuk perbuatan baik, dan balasan neraka untuk yang
banyak berbuat buruk.

6. Iman kepada qada' dan qadar

Bahwa segala sesuatunya terjadi atas kehendak Allah subhanahu wa ta'ala. Takdir telah
dituliskan sejak zaman azali, jauh sebelum manusia itu ada. Allah berfirman dalam Alquran,

“Tiadalah sesuatu bencana yang menimpa bumi dan pada dirimu sekalian, melainkan sudah
tersurat dalam kitab (Lauh Mahfudh) dahulu sebelum kejadiannya,” (Al-Hadid: 22). Dengan
mempercayai takdir, manusia tidak sombong atas kebahagiaan yang ia miliki. Juga tidak pula
bersedih hati bila musibah menghampiri, karena di balik semua itu ada hikmah yang belum
diketahui. Dan semuanya terjadi atas kehendak Allah.

Berikut rukun islam:

1. . Syahadat

Bersyahadat adalah tanda keimanan seseoramg. Kalimat syahadat berarti mengakui keesaan
Allah, dan menerima ajaran rasulullah Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Begini bunyi
kalimat syahadat:

"Asy-hadu allaa ilaaha illallaahu wa asy-hadu anna muhammadar rosuulullah.."

Artinya: "Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku
bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah."

2. Shalat

Menunaikan shalat lima kali sehari merupakan kewajiban setiap muslim yang balig dan berakal
sehat. Bagaimana pun kondisi dan keadaannya tidak ada keringan meninggalkannya.

Imam Muslim melaporkan dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwasannya Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,

“Perbedaan antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
Akan tetapi, jika seseorang berada pada kondisi tertentu seperti sakit maka boleh shalat sambil
duduk, berbaring, sesuai ketentuan syariat yang berlaku. Ada juga keringanan shalat bagi orang
yang sedang dalam perjalanan.

3. Puasa

Melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah. Tidak
makan dan minum sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

Puasa melatih kesabaran dan menggerakkan hati untuk membantu orang-orang yang kurang
mampu.

4. Zakat

Ada beberapa jenis zakat yaitu zakat fitrah yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan, serta ada
juga zakat mal alias zakat harta, yaitu zakat yang dikeluarkan berdasarkan hasil niaga atau
penghasilan.

Seorang muslim wajib berzakat apabila ia mampu dan memenuhi syarat-syarat jumlah harta
untuk dikeluarkan zakatnya.

5. Ibadah Haji

Beberapa ulama mengatakan ibadah haji adalah wajib, dan lainnya mengatakan hukumnya
sunnah. Apabila mampu dan cukup harta untuk berhaji, maka hendaknya melaksanakan ibadah
haji ke Mekkah. Jika tak mampu berhaji, maka segerakan ibadah umrah.

9. Jelaskan mengapa agama Islam disebut agama da hukum dan jelaskan 5 sifat setiap
perbuatan orang Islam (5 sifat hukum Islam).

Jawab:

5 Hukum dalam Islam dan contohnya :

1. Wajib

Merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan, di mana orang yang meninggalkannya akan
mendapat dosa. Hukum wajib terbagi menjadi empat jenis berdasarkan bentuk kewajibannya,
yakni kewajiban waktu pelaksanaannya, kewajiban bagi orang melaksanakannya, kewajiban
bagi ukuran atau kadar pelaksanaannya, dan kandungan kewajiban perintahnya.

Waktu pelaksanaannya
1. Wajib muthlaq, wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti, meng-qadha
puasa Ramadan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.

2. Wajib muaqqad, wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu dan tidak sah
dilakukan di luar waktu yang ditentukan.

Orang yang melaksanakannya

1. Wajib aini, kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau diwakilkan orang lain.
Misalnya, puasa dan salat.

2. Wajib kafa'i atau kifayah, kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang pun
melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya maka gugur
kewajibannya. Contohnya, sholat jenazah.

Ukuran atau kadar pelaksanaannya

3. Wajib muhaddad, kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai ketentuan,
contohnya zakat.

4. ghairu muhaddad, kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya, misalnya menafkahi kerabat.

Kewajiban perintahnya

1. Wajib mu'ayyan, kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain. Contohnya,
membayar zakat dan salat lima waktu.

2. Wajib mukhayyar, kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Seperti,
kafarat pelanggaran sumpah.

2. Sunah

Orang yang melaksanakan berhak mendapat ganjaran (pahala), namun tidak akan dosa bila
ditinggalkan. Pembagian hukum sunnah berdasarkan tuntutan untuk melakukannya di
antaranya,

1. Sunah muakkad adalah perbuatan yang selalu dilakukan oleh nabi, di samping ada
keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu. Contohnya,
sholat witir.

2. Sunah ghairu mu'akad adalah sunnah yang dilakukan oleh nabi, tetapi tidak tidak dilazimkan
untuk berbuat demikian. Contohnya, sunah 4 rakat sebelum dzuhur dan sebelum ashar.

3. Makruh
Makruh secara bahasa artinya mubghadh (yang dibenci). Jumhur ulama mendefinisikan makruh
sebagai larangan terhadap suatu perbuatan. Namun, larangan tidak bersifat pasti, lantaran
tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut.

Artinya, orang yang meninggalkan larangan tersebut akan mendapat ganjaran berupa pahala.
Sebaliknya, orang tersebut tidak akan mendapat apa-apa bila tidak meninggalkannya.

Para ulama membagi makruh ke dalam dua bagian, yakni:

1. Makruh tahrim adalah sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti. Contohnya larangan
memakai perhiasan emas bagi laki-laki.

2.:Makruh tanzih adalah sesuatu yang diajurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, tetapi
larangan tidak bersifat pasti. Contohnya memakan daging kuda saat sangat butuh waktu
perang.

4. Mubah

Hukum mubah memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengerjakan atau meninggalkannya.
Bila dikerjakan, orang tersebut tidak dijanjikan ganjaran pahala. Tetapi, tidak pula dilarang
dalam mengerjakannya.

Artinya jika sesuatu bersifat mubah, maka tidak ada pahala atau dosa jika dilakukan. Ulama
ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:

- Tidak mengandung mudharat (bahaya) apabila dilakukan atau tidak. Contohnya, makan,
minum, dan berpakaian

- Tidak ada mudharat bila dilakukan, sementara perbuatan itu pada dasarnya diharamkan.
Misalnya, makan daging babi saat keadaan darurat.

- Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudharat, tetapi Allah SWT memaafkan pelakunya.
Contoh, mengerjakan pekerjaan haram sebelum Islam.

5. Haram

Secara terminologi, haram adalah sesuatu yang dilarang Allah SWT dan rasulNya. Orang yang
melanggar mendapat dosa, sementara orang yang meninggalkannya dijanjikan pahala.

Menurut madzhab hanafi, hukum haram harus didasarkan dalil qathi yang tidak mengandung
keraguan sedikitpun. Sehingga kita tidak mempermudah dalam menetapkan hukum haram.
Ada beberapa jenis haram yang dikelompokkan oleh jumhur ulama, yaitu:

1. Al Muharram li dzatihi, sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya mengandung
kemadharatan bagi kehidupan manusia. Contoh makan bangkai, minum khamr, berzina.

2. Al Muharram li ghairihi, sesuatu yang dilarang bukan karena kandungannya, tetapi karena
faktor eksternal. Misalnya, jual beli barang secara riba.

Anda mungkin juga menyukai