Anda di halaman 1dari 1

SUKU BADUY

Baduy atau orang kanekes adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di Wilayah Kabupaten
Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan Sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada
kelompok masyarakat Tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang sepertinya
menyamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan Masyarakat yang berpindah-
pindah (nomaden). Populasi suku baduy kurang lebih 26.000 jiwa dan terbagi menjadi dua wilayah,
yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam.

Suku Baduy memang sangat ketat memegang adat istiadat, tetapi bukan wilayah terisolasi atau
terasingkan dari perkembangan dunia luar. Ada beberapa hal yang menjadi pantangan atau tabu
bagi mereka. Salah satunya adalah mengambil foto, terutama di wilayah Baduy Dalam. Pengunjung
hanya boleh menggambarkan suasana di dalamnya hanya dengan sketsa.

Baduy Dalam terdiri dari tiga desa, yaitu Cikeusik, Cikertawarna, dan Cibeo. Desa Cibeo lebih terbuka
terhadap pendatang. Namun, pengunjung tetap tidak boleh mengambil foto serta dilarang memakai
sabun, sampo, odol, dan bahan kimia lainnya saat mandi karena dikhawatirkan akan merusak alam.
Sedangkan Desa Cikeusik sangat indah dan asri, tetapi jarang dikunjungi.

Selain kearifan lokalnya, masih banyak keunikan suku Baduy Dalam, di antaranya:

• Gotong Royong

Di banyak tempat di Indonesia, sifat gotong royong sudah banyak ditinggalkan. Namun, sifat ini
masih dipertahankan oleh suku Baduy Dalam. Terutama saat harus pindah ke daerah yang lebih
subur karena mereka merupakan suku nomaden dan penganut sistem ladang terbuka.

• Batang Bambu Pengganti Gelas

Larangan lainnya adalah tidak memakai gelas dan piring sebagai alas makan dan minum. Dengan
kekayaan alamnya, mereka menggunakan bambu panjang sebagai pengganti gelas, yang
menghasilkan aroma khas ketika dituangi air panas.

• Pu’un

Pu’un adalah kepala suku yang menentukan masa tanam dan panen, menerapkan hukum adat, dan
mengobati orang sakit. Pu’un sangat dihormati, hanya orang yang berkepentingan khusus dan
mendesak yang dapat bertemu dengannya.

• Perjodohan

Perjodohan dilakukan saat seorang gadis mencapai usia empat belas tahun. Dalam tenggang waktu
tersebut, orang tua pemuda masih bebas memilih wanita yang disukainya. Jika belum ada yang
cocok, semua harus mau dijodohkan.

Anda mungkin juga menyukai