LANDASAN TEORI
A. Wali Nikah
yang seibu sebapak denganya, anak laki-laki dari saudara laki-laki yang
sebapak saja denganya, saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak
wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam
yakni muslim, aqil, baligh.3Di buku Fiqih Munakahat yang ditulis oleh
Budak, orang gila, dan anak kecil tidak boleh menjadi wali, karena orang
1
Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 98
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 1007.
3
Dedy Supriadi, Fiqih Munakahat Perbandingan (Bandung: PUSTAKA SETIA, 2011), 53.
12
13
tersebut tidak berhak mewakili dirinya. wali juga harus beragama Islam,
karena orang yang bukan Islam tidak boleh menjadi walinya orang Islam.4
Imam Malik dan Imam Syafi’i berbeda dengan pandangan Imam Abu
Hanifah. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada
berikut:
4
Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqih Munakahat (Bandung: Pustaka Setia, 1999) 83.
5
Ibid.,84
14
nikah, yang diperlukan hanyalah izin orang tua itu pun bila calon
umur 21 tahun), bila telah dewasa (21 tahun keatas) tidak lagi
a. Wali Nasab
Wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan nasab
urutan wali nasab ada beberapa perbedaan pendapat dari para ulama
lelaki seayah saja, kemudian anak lelaki dari saudara laki-laki seayah
س
Artinya: “Wanita tidak boleh menikah, kecuali dengan izin
walinya, atau orang cerdik dari kalangan keluarganya, atau
penguasa.”8
b. Wali Hakim
Wali hakim adalah wali nikah yang diambil dari hakim (pejabat
pengadilan atau aparat KUA atau PPN) atau penguasa atau dari
1) Kepala Pemerintah
7
Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 109.
8
Ibid.,
9
Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Islam.,110.
17
berwali hakim.
c) Wali aqrab gaib atau pergi dalam perjalanan sejauh kurang lebih
c. Wali Tahkim
10
Wali mujbir adalah wali bagi orang kehilangan kemampuanya, seperti orang gila, belum
mencapai umur mumayyiz termasuk di dalamnya perempuan yang masih gadis. Berlakunya wali
mujbir, yaitu seorang wali menikahkan perempuan yang diwalikan di antara golongan tersebut
tanpa menanyakan pendapat mereka lebih dahulu, dan berlaku juga bagi orang yang diwalikan
tanpa melihat rida atau tidaknya.
18
Wali tahkim yaitu wali yang diangkat oleh calon suami atau
senang”.11 Setelah itu calon istri juga mengucapkan hal yang sama.
3) Tidak ada qadi atau pegawai pencatat nikah, talak, dan rujuk.
d. Wali Maula
Wali maula, ialah wali yang menikahkan budaknya, artinya
11
Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Islam., 112.
19
e. Wali Adhol
...جهن
َ ن حنIَع ض هن أIَ تIَفَال....
َينك أ وا وIُل
ز
Artinya: “...maka janganlah kamu (para wali) menghalangi
mereka kawin lagi dengan bakal suaminya...”14
12
Mustofa Hasan., 112.
13
Ibid.,114
14
QS.Al-Baqarah (2) : 232
20
Nabi SAW yang bernama Ma’qil Ibnu Yasar, dari peristiwa inilah
15
M. Syafi’i, Skripsi Tinjauan Hukum Islam terhadap Wali Adlal di PA Nganjuk 2012 (Kediri:
Stain Kediri, 2015), 21
16
(Al-Baqarah ayat 232)
22
mithilnya.17
sejodoh dengan dia, maka yang menjadi wali adalah hakim, bukan
wali yang jauh. Menurut Hanafi yang menjadi wali adalah yang jauh,
keluarganya. Tetapi bila wali yang jauh enggan pula, maka hakimlah
yang menjadi wali. Oleh sebab itu sebaiknya hakim meminta izin
17
Ibnu Rusdi, Bidayatul Mujthid (Semarang: Asyafi’iyah, 1990), cet 1.
18
“Pengertian dan Pandangan Islam terhadap Wali Adlal”, Hukumzone,
http://www.hukumzone.blogspot.co.id, Jum’at 2 maret 2012, diakses tanggal 9 April 2018.
19
Mahar mitsl ialah mahar yang menjadi ukuran keluarga mempelai wanita yang dijadikan standar
dalam akad nikah tak dikemukakan maharnya, atau dalam kasus lainnya.
23
dari mahar mithil atau ada peminang lain yang lebih sesuai
(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali
nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak
diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau adhol atau enggan.
(2) Dalam hal wali adhol atau enggan maka wali hakim baru dapat
bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan
Agama tentang wali tersebut.22
5) Alasan Permohonan Wali Adhol
jauh
22
Departemen Agama RI, Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991: Kompilasi Hukum Islam Di
Indonesia, Bab IV, Pasal 23, 22.
25
Adhol
1. Pertimbangan Hakim
putusan perdata dibagi dua, yaitu pertimbangan tentang duduk perkara atau
terdapat pembagian tugas yang tetap antara pihak dan hakim, para pihak
hakim. Apa yang dianut dalam bagian pertimbangan dari putusan tidak
jelas dari tuntutan dan jawaban, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta
hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara, serta hadir tidaknya
putusan, maka gugatan dan jawaban harus dimuat dalam putusan . Pasal
184 HIR (Ps. 195 Rbg) menentukan bahwa tuntutan atau gugatan dan
mempunyai nilai obyektif. Maka oleh karena itu pasal 178 ayat 1 HIR (ps.
melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak.
dibatalkan.
baru hadits, baru Qaul Fuqaha’, yang diterjemahkan juga menurut bahasa
hukum mengutip Al-Qur’an harus menyebut nomor surat, nama surat, dan
matanya, siapa pentakhrijnya dan disebutkan pula dikutip dari kitab apa.
kota tempat diterbitkan, tahun terbit, jilid dan halamanya. Mengutip Qaul
apalagi bukan tidak ada kitab yang sama judulnya tapi beda
pengarangnya.23
23
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo, 1998), 207.
27
suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi
negara.25
digunakan hakim untuk putusan adalah nash-nash dan hukum yang pasti
ulama, atau hukum-hukum yang telah dikenal dalam agama secara pasti
Hakim.
24
Sarwono, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 211.
25
Bambang sugeng dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumentasi
Litigasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 85
26
Basiq Djalil, Peradilan Islam (Jakarta: AMZAH, 2012), 79.
28
Pengadilan Agama.
didengar keterangannya.
h. Apabila pihak wali sebagai saksi utama telah dipanggil secara resmi
dan patut namun tetap tidak hadir sehingga tidak dapat didengar
kepentingan pemohon.
29
saksi-saksi.
hakim.
wali.
wanita.
C. Sosiologi Hukum
gejalah sosial, misal gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejalah moral.
pengetahuan yang antara lain meneliti, mengapa manusia patuh pada hukum,
dan mengapa dia gagal untuk mentaati hukum tersebut serta factor-faktor
sesuatu, ٍ ء شئ َباتIِْاث, sedang menurut istilah, ialah khitab (titah)
شي
عَلى Allah
atau sabda Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan segala amal
27
Mukti Arto, Prakter Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogayakarta: Pustaka Pelajar,
2005), 244-245.
28
Soerjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1989), 11.
31
Jadi, dari pemaparan sosiologi hukum dan hukum Islam di atas, maka
yang dimaksud dengan sosiologi hukum Islam adalah ilmu sosial yang
D. Masyarakat Jawa
sehari-hari dan yang bertempat tingal di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
a. Jawa kejawen yang sering disebut abangan yaitu mereka yang dalam
orientasinya yang kuat terhadap agama Islam dan berusaha untuk hidup
pertama kali ada. Pusat yang dimaksud adalah yang dapat memberikan
biasa disebut kawulo lan gusti bahwa kewajiban moral adalah mencapai
pencipta.34
halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup
32
Franz Magniz Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 55.
33
Ibid, 57.
34
Franz Magniz Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, 57.
33
dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang
konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah
budaya Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-
Jawa merupakan nama dari salah satu wilayah Indonesia. Jawa bisa
dari kebudayaan Jawa yang juga disebut tradisi atau adat jawa. Contohnya
kejawen adalah bagian dari adat jawa secara keseluruhan, dan adat jawa
adalah bagian dari adat jawa secara keseluruhan, dan adat jawa adalah
dengan manusia.36
kalender masehi. Kalender Jawa memiliki arti dan fungsi tidak hanya
sebagai petunjuk hari tanggal dan hari libur atau hari keagamaan, tetapi
35
Ibid, 65.
36
Tjaraka HP Teguh Pranata, Spiritualitas Kejawen (Yogyakarta: Kuntul Press, 2007), 32.
34
menjadi dasar dan ada hubunganya dengan apa yang disebut petungan
jawi, yaitu perhitungan baik buruk yang dilakukan dalam lambang dan
watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, Pranata Mangsa, wuku, dan lain
sebagainya. Semua itu warisan asli leluhur Jawa yang dilestarikan dalam
1. Hari
pakaryan.
37
Purwadi dan Anis Niken, Upacara Pengantin Jawa (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), 153
38
Ibid., 154
35
a. Senin = 4
b. Selasa = 3
c. Rabu = 7
d. Kamis = 8
e. Jum’at = 6
f. Sabtu = 9
g. Minggu = 5
3. Pasaran
kelihatan.
keadaan.
a. Legi = 5
b. Pahing = 9
c. Pon = 7
d. Wage = 4
e. Kliwon = 8
Contoh: Si laki-laki Kamis pahing= 8+9 maka 17. Dan dibagi 9=8.
Dan si perempuan Jumat legi 6+5 maka 11. Dan dibagi 9=2. Maka
39
Achmad Fajar Nahari, “Tradisi Weton dan Pemilihan Waktu Pernikahan dalam Masyarakat
Muslim di Desa Doko Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri” (Skripsi, STAIN Kediri, Kediri,
2011), 32-33
37
salah satu
3 dan 6 Mendapat 2 dan 4 Banyak godaannya
8 8
kemuliaan
9 3 dan 9 Banyak rejeki 9 2 dan 5 Banyak bahayanya
4 dan 6 Banyak rejeki 2 dan 7 Anaknya banyak
10 10
yang mati
5 dan 5 Mendapat 3 dan 3 Miskin
11 11
keberuntungan
5 dan 6 Cepat mendapar 3 dan 4 Banyak bahayanya
12 12
rejeki
5 dan 7 Mudah sandang 3 dan 5 Cepat cerai
13 13
pangannya
5 dan 9 Mudah sandang 3 dan 7 Banyak bahayanya
14 14
pangannya
6 dan 7 Rukun 3 dan 8 Akan cepat mati
15 15
salah satu
16 7 dan 7 Setia 16 4 dan 4 Sering sakit
17 7 dan 9 Baik 17 4 dan 7 Miskin
8 dan 8 Mendapat perhatian 4 dan 8 Banyak
18 18
orang kendalanya
9 dan 9 Mudah rejeki 4 dan 9 Kalah salah satu
19 19
pasangannya
5 dan 8 Banyak
20
malapetaka
21 6 dan 6 Besar bahayanya
22 6 dan 8 Banyak bertengkar
6 dan 9 Nasibnya banyak
23
yang buruk
7 dan 8 Menemukan
24
bahaya diri sendiri
38
E. ‘Urf
‘Urf ialah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan
sebagian ulama’ ushul fiqh, ‘Urf disebut adat, sekalipun dalam pengertian
istilah hampir tidak ada perbedaan anatara ‘Urf dengan adat, karena adat
seakan-akan ada persamaan antara Ijma>’ dan ‘Urf, karena keduanya sama-
Perbedaan ialah pada Ijma>’ ada suatu peristiwa atau kejadian yang
‘Urf bahwa telah terjadi suatu peristiwa atau kejadian, kemudian seseorang
dipandang baik pula oleh anggota masayarakat yang lain, lalu mengerjakan
hukum tidak tertulis yang telah berlaku diantara mereka. Pada Ijma>’, hukum
tidak tertulis yang telah berlaku diantara mereka. Pada Ijma>’, masyarakat
‘Urf dapat dibagi beberapa bagian. Ditinjau dari segi sifatnya ‘Urf terbagi
kepada:
1. ‘Urf Lafdz}i
2. ‘Urf ‘Amaliy
1. ‘Urf S}ah}i>h}
2. ‘Urf Fa>sid
1. ‘Urf ‘A>mm
2. ‘Urf Kha>s}s}
untuk adik dari ayah, dan tidak digunakan untuk kakak dari ayah,
sedangkan orang jawa menggunakan kata “paman” itu untuk adik dan
Pada ushuliyyun sepakat bahwa semua macam ‘Urf diatas kecuali Al-
hukum syara’, seorang faqih (pakar ilmu fiqh) dari golongan Maliki
F. Keh}ujjahan ‘Urf
menetapkan sebuah hukum, terutama Maliki dan Hanafi. Demikian ini sesuai
bersamaan dengan datangnya sara’ secara mutlak, dan tidak ada batasanya,
baik dalam sara’ ataupun dalam segi bahasa, maka hal tersebut dikembalikan
sebagai salah satu metode istimbath dalam hukum islam adalah sebuah hadits
yang berbunyi, “apa yang diyakini kaum Muslimin sebagai suatu kebaikan,
Muslimin pada satu persoalan, bisa dijadikan pijakan dasar bahwa hal itu juga
bernilai posistif disisi Allah swt. Dengan demikian, ia tidak perlu ditentang
atau dihapus, akan tetapi justru bisa dibuat pijakan untuk mendesain produk
40
Nasryn Haroen, Ushul Fiqh 1 cet. 2 (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), 142.
41
Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Telaah Kaidah Fiqh Konseptual (Surabaya: Khalista, 2006),
272.
42
Khairul Umam, dkk. Ushul Fiqh I (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), 168.
42
Iُمحكمة
a
اَ ْل َّادة
tempat”
c
Iًشر شرطا ْو عر كا ا لم
ْو ط فا ْلم ف
عر
“Yang baik itu menjadi ‘Urf, sebagaimana yang diyaratkan itu menjadi
syarat”
d
ِ بالَّن ف Iت ا ا ِبIَالث
’ص ّا ِبIَلثIَر كاIْل ُع
ت
“Yang ditetapkan melalui ‘Urf sama dengan yang ditetapkan melalui
‘a>dah di atas, maka dapatlah kita simpulkan bahwa ‘urf atau ‘a>dah
oleh akal sehat. Syarat ini telah merupakan kelaziman bagi ‘a>dah atau
hanya sekali-kali terjadi dan tidak berlaku secara umum. Kaidah ini
adalah termasuk dalam kategori syarat dari pada adat, yaitu terus-
43
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh jilid II (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001),364.
44
Asyumi a Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh (Qowaidul Fiqhiyah). Cet ke-3, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1998), 89.
45
transaksi
kaidah diatas adalah sama dengan apa yang ada dalam kaidah pokok (Al-
a>dah muh}akkamah) kata ‘urf yang ada pada surat Al-A’raf ayat 199
3. ‘Urf atau ‘a>dah yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu
telah ada (berlaku) pada saat itu, bukan ‘Urf yang muncul kemudian.
Hal ini berarti ‘Urf itu harus telah ada sebelum penetapan hukum.
4. ‘Urf atau ‘a>dah yang tidak bertentangan dengan dalil syara yang ada
prinsip syara’ yang pasti, maka ia termasuk adat yang fasid yang telah
atas ‘a>dah itu bukanlah semata-mata ia bernama ‘a>dah atau ‘urf. ‘Urf
atau’a>dah itu bukanlah dalil yang berdiri sendiri. ‘A>dah atau’urf itu
menjadi dalil karena ada yang mendukung atau ada tempat sandaranya,
lama secara baik oleh umat. Bila semua sudah mengamalkanya, berarti
secara tidak langsung telah terjadi ijma>’ walaupun dalam bentuk sukuti.
Adat itu berlaku dan diterima oleh orang banyak karena mengandung
mendukungnya.45
45
Amir Syarifudin, Ushul fiqh II jilid II, Hal 402