Kelompok 1 Pemecahan
Kelompok 1 Pemecahan
WALI NIKAH
OLEH:
FIRMANZA : 1911211002
AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga penulis dapat
menyusun makalah tentang "Wali Nikah" dengan sebaik-baiknya.
Saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya. Semoga dibalas oleh Allah
SWT dengan ganjaran yang berlimpah.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi'i bahwa wali adalah salah satu rukun perkawinan
dan tidak ada perkawinan tanpa wali (Mahmud Yunus, 1964: 53). jadi suatu perkawinan
dianggap tidak sah jika tidak terdapat seorang wali yang mengijabkan mempelai wanita kepada
mempelai pria.
Pada hakikatnya seorang perempuan harus dinikahkan oleh ayahnya yang bertindak sebagai
wali, namun tidak selamanya hubungan antar keduanya itu berjalan dengan baik, terkadang
hanya karena berbeda pendangan seorang ayah tidak mau bertindak menjadi seorang wali bagi
anaknya.
Berbeda pandangan mungkin hal yang wajar, tapi dampak dari hal itu dapat menggeserkan
hak wali dari ayahnya kepada orang lain. Hal tersebut terjadi jikalau ayahnya sampai merasa
enggan untuk menikahkan putrinya sehingga oleh hakim diputuskan sebagai wali adhal.
Perpindahan hak wali memang ada tingkatannya, tetapi kalau perpindahannya itu
disebabkan oleh keengganan wali untuk menikahkan (adhal) maka tingkatan itu menjadi tidak
berlaku, dan perpindahan hak untuk menikahkan langsung kepada wali hakim.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu Wali Nikah?
b. Siapa yang menjadi Wali Nikah bagi Wanita Mualaf?
c. Boleh tidak seorang Tunanetra menjadi Wali Nikah?
d. Bagaimana Pernikahan dalam perwalian (wali Ab'ad dan wali Aqrab)
BAB II
PEMBAHASAN
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menganggap bahwa wali bukan
merupakan syarat untuk sahnya nikah, yang diperlukan hanyalah izin orang tua itu pun bila calon
mempelai baik laki-laki maupun wanita belum dewasa (dibawah umur 21 tahun), bila telah
dewasa (21 tahun keatas) tidak lagi diperlukan izin orang tua.
A. Kesimpulan
Wali nikah adalah orang yang berhak menikahkan karena pertalian darah secara langsung
dengan pihak mempelai perempuan yang meliputi garis keturunan Bapak, mulai dari Bapak
sampai anak laki-laki pamanya dari pihak bapaknya. Wali nikah dalam perkawinan merupakan
rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkanya.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar Basyir Ahmad, 1990, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press
Imamah Niswatul, 2003, Pemikiran Ibnu Taimiyah Tentang Hak Ijbār Wali Nikah, Skripsi
Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Mu‟awaroh Anisatun, 2005, Hak ijbar Wali Nikah (Studi Perbandingan Antara Pendapat Ibnu
Taimiyah dan Ahmad Azhar Baasyr), Skripsi Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta .