0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan9 halaman
Teks tersebut membahas hubungan antara kebudayaan dan kepribadian. Secara singkat, kebudayaan memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian seseorang maupun kelompok. Teori-teori seperti teori pembawaan manusia dan kepribadian khas kolektif menjelaskan pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian.
Teks tersebut membahas hubungan antara kebudayaan dan kepribadian. Secara singkat, kebudayaan memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian seseorang maupun kelompok. Teori-teori seperti teori pembawaan manusia dan kepribadian khas kolektif menjelaskan pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian.
Teks tersebut membahas hubungan antara kebudayaan dan kepribadian. Secara singkat, kebudayaan memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian seseorang maupun kelompok. Teori-teori seperti teori pembawaan manusia dan kepribadian khas kolektif menjelaskan pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian.
“Every man is certain respects like all other men, like some other men, like no other man“. (Clyde Kluckhohn & Henry A. Murray, dalam Bastaman, 1997: 100). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa setiap orang menampilkan beberapa keunikan pribadi yang menjadi cirri khasnya, juga memiliki kepribadian yang sama dengan sekelompok orang, serta memiliki kepribadian dasar yang berlaku untuk seluruh umat manusia. Pak Cokro sebagai individu akan memiliki cirri kepribadian yang khas (unique) yang berbeda dengan yang lain. tetapi sebagai orang jawa, Pak Cokro memiliki sifat – sifat / kebiasaan yang sama seperti orang jawa lainya dan sebagai manusia pada umumnya Pak Cokro sama dengan manusia pada umumnya. Kajian–kajian budaya dan kepribadian terutama berpusat pada penempatan–penempatan di mana seseorang menyerupai orang lain, terutama sesame anggota kelompoknya, dilawankan dengan anggota kelompok lain. penempatan seseorang menyerupai semua orang lain secara universal. Penempatan seseorang bukan seperti orang lain. Masalah kepribadian telah menjadi obyek kajian yang luas dan mendalam, yang menghasilkan berbagai konsep dan teori tentang kepribadian. Di antar konsep kepribadian di kemukakan oleh Allport (dalam Sumadi Suryabarata 1983: 248), yang mengartikan kepribadian adalah “Organisasi yang dinamis dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan“. Fromm (1984: 50) merumuskan kepribadian sebagai berikut: “Personality is the totality of inherited and acquired psychic qualities which are characteristic of one individual and which make the individual unique “. Definisi seperti di atas lebih meninjau kepribadian secara individual, seperti menekankan pada istilah kekhasan individu (individual unique). Definisi–definisi yang di kemukakan pada psikolog memang menekankan aspek individual, yaitu kepribadian secara individual dan kurang memperhatikan kepribadian kelompok, sebagaimana di kemukakan oleh Kluckhn, bahwa individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dengan kelompok orang atau semua orang. Kepribadian sekelompok orang (collective) lebih menjadi perhatian para anthropologist, dimana mereka biasanya melakukan kajian sifat, kepribadian pada suatu kelompok masyarakat atau dalam satu budaya. Para anthropologist lebih menekankan peran kebudayaan dalam mempengaruhi kepribadian masyarakat. Manusia tidak dapat di lepaskan dari kebudayaannya. Manusia adalah miniature kebudayaanya. Oleh karena itu tingkah laku manusia perlu dijelaskan bukan hanya dari sudut pandang itu sendiri (secara psikologis), melainkan juga dari sudut pandang budayanya. Manusia adalah produk dan sekaligus pencipta aktif suatu kelompok sosial budayanya. Sebagainya sebagai pencipta, creator, manipulator yang aktif manusia juga memberikan kontribusinya kepada perkembangan budayanya. Hubungan kebudayaan dan kepribadian secara sistematis lebih banyak dipelajari oleh ahli antropologi dari pada ahli–ahli psikologis. Para ahli antropologis cenderung menggunakan pendekatan relativisme ketika mengklasifikasikan dan menginterpretasi tingkahlaku– tingkahlaku unik dalam suatu kelompok masyarakat. Di pihak lain, para ahli psikologis, tetapi kurang memperhatikan perbedaan–perbedaan nilai–nilai yang ada. Kebudayaan di sebarkan melalui proses belajar dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan bukan saja bersifat instingtif atau genetis. Individu mempelajari kebudayaan yang terjadi sejak awal kanak–kanak. Kebudayaan yang di wariskan bersifat komulatif, artinya semua generasi memiliki kemungkinan untuk mengembangkan apa yang telah di dapatkan dari generasi sebelumnya, sehingga kebudayaan yang diwariskan kepada generasi berikutnya telah mengalami modifikasi. Berry, dkk (1999: 356) mengemukakan pandangan teori konfigurasi tentang kebudayaan dan kepribadian dan menyatakan “budaya adalah kepribadian suatu masyarakat, budaya adalah psikologi individual yang dibiasakan, di beri proporsi raksasa dan suatu masa yang begitu lama“. Dalam hal ini Kroeber dan Kluckhohn (dalam Tilaar, 1999) mengemukakan hubungan kepribadian dan kepribadian sebagai hubungan “sebab akibat struktur“ yang berarti antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Bahwa di dalam pengembangan kepribadian memerlukan kebudayan dan di dalam mengembangkan kebudayaan memerlukan kepribadian. Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian juga di kemukakan oleh para anthropologist, seperti di nyatakan Cohen ( 1917: 19 ) bahwa “that culture is a particular way of shaping the mind. More than being a series of habits and patches of exotic customs, of ways of earning a livelihood, or of being clothes and adorned, anthropologist learned that the essence of culture is to be sought in the material and intellectual symbols meeting their basic necessities“. Wax dan Wax (1979: 16) menyatakan bahwa “children will be experiencing and learning. If they are part of the general middle – class of the United States, They will be learning its culture “. Aliran psikoanalisis dan behaviorisme dalam psikologi menekankan bahwa perilaku manusia (kepribadian) di bentuk, di tentukan oleh lingkungan (termasuk kebudayaan). Dalam hal ini John Gilin (dalam Tilaar, 1999) mengemukakan perkembangan kepribadian, yaitu: 1. Kebudayaan memberikan kondisi yang di sadari dan yang tidak di sadari untuk belajar. 2. Kebudayaan mendorong secara sadar atau tidak sadar akan reaksi–reaksi kelakuakn tertentu 3. Kebudayaan mempunyai system “reward and punishment“ terhadap kelakuan–kelakuan tertentu 4. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk–bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar Selanjutnya Tilaar ( 1999 ) mengemukakan beberapa hal mengenai hubungan antara kebudayaan dengan kepribadian, yaitu: 1. Kepribadian adalah suatu proses kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antar pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. 2. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarah perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong, tetapi di dalam masyarakat yang berbudaya. 3. Dalam perkembangan kepribadian, salah satu factor penting ialah imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat diproleh secara langsung dari lingkungan kebudayaan. 4. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat (termasuk nilai– niali budaya) agar ia hidup berkembang 5. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat di bedakan antar tujuan dalam waktu yang dekat dan tujuan jangka panjang. Tujuan–tujuan tersebut sangat di warnai nilai–nilai yang hidup dalam masyarakat. 6. Berkaitan dengan keberadan tujuan dalam pengembangan kepribadian, dapatlah di simpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang di tunjukan untuk mencapai tujuan. 7. Dalam psikoanalisis di kemukakan peranan super ego dalam perkembangan kepribadian. Super ego tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal, yang merupakan kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai–nilai budaya yang hidup dalam masyarakat. 8. Kepribadian juga di tentukan oelh bahwah sadar manusia (ID), bersama super ego. Energy tersebut perlu di cairkan keseimbangan dengan kondisi yang ada serta dorongan super ego yang di arahkan oleh niali budaya. Berdasarkan uraian dan kutipan di atas menunjukan bahwa kebudayaan akan membentuk pola berfikir, seprangakat kebiasaan, prilaku–prilaku tertentu dan sebagainya. kepribadian seseorang atau seklompok orang sangat di pengaruhi oeleh budaya dimana orang itu berada.
B. Beberapa Teori Tentang Hubungan Antar Kebudayaan dan Kepribadian
Berbagai konsep dan terori tentang kepribadian telah di ungkapkan dalam berbagai buku, khususnya dalam buku psikologi kepribadian. Uraian berikut ini akan meninjau kepribadian dari segi budaya atau antropologi psikologi. Antropologi psikologi merupakan nama baru dari ilmu yang sebelumnya di kenal dengan nama culture and personality. James Dananjaja (1994), Barry dkk (1999), kuntjaraningrat (1990) mengemukakan beberapa konsep tentang teori hunbungan antar kebudayaan dan kepribadian. James Dananjaja (1994) mengemukakan konsep antropologi psikologi yang dapat di golongkan dalam teori pembawaan manusia (human nature), kepribadian khas kolektif tertentu (typical personality). Uraian berikut hanya mengemukakan teoripembawaan dan kepribadian khas kolektif, sedang kepribadian individual sudah banyak di bahas dalam psikologi kepribadia. 1. Teori Pembawaan Manusia Dalam teori ini akan di bicarakan secara singkat tentang teori seksualitas kanak–kanak dan teori gejala akil balik. a. Teori seksualitas kanak–kanak Sigmud Freud Freud merupakan dua hipotesis dasar teori psikoanalisa. Kedua teori tersebut adalah teori seksual kanak–kanak dan kompleks Oedipus. Menurutnya manusia memiliki dua dorongan pokok, yaitu eros dan tanatos. Pada eros terdapat dua macam kekuatan vital, yaitu dorongan mempertahankan diri dan dorongan mengembangakan diri (diistilahkan dengan libido atau tenaga sex). Dorongan untuk mengembangkan diri ini banyak menghadapi permasalahan, karena sering terhambat oleh kekuasaan sosial budaya masyarakat. Libido memiliki makna yang luas, baik dorongan birahi, kasih sayang dan sebagainya (yang menyenangkan). Dorong birahi dapt terwujud heteroseks, homoseks, narcism, fetishism, bestiality, dan sebagainya. Demikian pula perkelaminan bukan hanya berarti hubungan seksual antar alat kelamin, tetapi bisa dengan mulut, anal, tangan. Menurut Freud, libido berpusat pada tiga daerah erotic, yaitu oral, anal, genital. rtahap libido di tentukan oleh biologis, namun perkembanganya di pengaruhi oleh reaksi tokoh–tokoh penting (cara pengasuhan, toilet habit, dan larangan lain), yang dapat mempengaruhi. Jika libido terlambat akan menimbulkan gejala fiksasi, regsesi atau yang lain. pada puncanknya ganguan terdapat pada masa genital, dimana terjadi kompleks Oedipus dan kompleks electra. Menurut Freud, gejala Oedipus dan electra complex tersebut sebagai gejala psikologis yang universal. Teori Freud tersebut, khususnya komplek Oedipus, mendapat tanggapan adari berbagai antropolog, seperti Malinowski yang mengujinya penelitian di pulau Trobrian, Mead dalam penelitianya di Samoa. Hasil studi tersebut menyatakan bahwa kompleks Oedipus hanya mungkin ada pada masyarakat di mana tokoh ayah bersifat otoriter dan keras, mewajibkan disiplin yang keras trutama pada anak laki–laki. Keadaan seperti itu tidak berlaku di kebudayaan yang berasakan matrilineal, seperti Trobrian. Sebab ayah bukan tokoh kerabat yang memiliki kewajiban mengasuh anak, sebaliknya sadudara laki–laki ibu yang menjadi tokoh pengasuh, sehingga tidak ada alasan untuk munculnya gejala Oedipus complex. b. Teori Gejala Akil Balik dari Margaret Mead Dalam psikologi banyak di sebutkan bahwa pada masa akil balik (remaja) anak mengalami banyak problema, masa badai dan topan, tegangan, ingin lepas dari otoritas orang tua, mengalami konflik dengan ornag tua dan sebagainya. gejala–gejala tersebut oleh para psikolog di anggap sebagai gejala universal. Menangapi asumsi–asumsi seperti di atas Margaret Mead mengadakan penelitian di kepulauan Samoa, yang terletak di polenisea. Penelitian tersebut khusunya di tujukan pada remaja putrid akil balik. Dari hasil penelitianya Mead berkesimpulan bahwa para gadis Samoa tidak mengalami gejolak pada masa akil balik. Sebab keluarga di Samoa bukan bersifat keluarga inti (nuclear family) melainkan bersifat keluarga luas (extended family). Akibatnya remaja di Samoa tidak bergaul dengan orang tuanya saja, tetapi dengan kerabat yang lain. selain itu, pergaulan seksual antar remaja dari lain jenis lebih bebas di banding remaja amerika dan eropa tahun 1930an. Karena tidak ada perkembangan seks, gejolak akil balik pada remaja Samoa. Selain itu Mead juga menyelidiki apakah perbedaan psikologis antara pria dan wanita itu bersifat universal, karena telah di programkan oleh alam di dalam system genetiknya. Untuk itu mengadakan penelitian di papua, yaitu suku arapesh, Mundunggumor dan Teambuli. Hasil penelitian trersebut adalah perbedaan sifat–sifat kepribadian antara laki–laki dan perempuan tidak universal. Dalam kebudayaan arapesh tidak di jumpai perbedaan kepribadian antara laki– laki dan perempuan (keduanya bersifat lebih halus, pasif seperti dimiliki kaum wanita pada umumnya). Pada suku Mudugumor kedua jenis kelamin tersebut memiliki kepribadian yang sama, yaitu kasar, keras, aktif, agresif, seperti dimiliki oleh kaum laki–laki di amerika dan eropa. Lain lagi yang ada pada suku Teaambuli, sifat dan laki–laki dan perempuan bertolak belakang. Kaum wanita umunya kasar, keras, aktif dan melaksanakan pekerjaan berat di sector produksi, mereka tidak biasa bersolek dan kepalanya umunya botak. Sebaliknya kaum laki–laki umunya bekerja di lapangan pertukangan dan kesenian, sehingga kaum laki–laki lebih lembut dan suka berhias. Dalam hal adat pergaulan antar seks, yang berperan aktif adalah wanita. Penelitian Mead tersebut sejalan dengan teori gender dewasa ini, sebagaimana di kemukakan oleh Mansur Fakih (1996) yaitu pandangan akan sifat yang melekat pada kaum laki–laki atau perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun cultural, sehingga menimbulkan status, citra, kedudukan, stareotipe tertentu. Jadi perbedaan sifat antara laki–laki dan perempuan tersebut lebih di sebabkan oleh factor sosial budaya. Wanita jawa pada kalangan atas misalnya, apabila di muka umum, akan menunjukan kepribadian yang lemah lembut, halus, namun jika jika berada di rumahnya sendiri, sifat seperti itu tidak selalu di munculkan, melainkan tergantung dari kepribadian perseorangan, situasi dan kondisi. 2. Teori–teori Kepribadian Khas Kolektif Tertentu Terdapat teori mengenai kepribadian yang khas kolektif tertentu, di antaranya : a. Teori pola Kebudayaan Rut Benedict Teori pola kebudayaan (Pattern of Culture) dapat di sebut juga teori Konfigurasi Kebudayaan, Teori Mozaik kebudayaan. Teori ini dapat diringakas sebagai berikut: di dalam setiap kebudayaan ada aneka raga tipe tempramen, yang di tentukan oleh factor keturunan dan factor kebutuhan, yang timbul berulang–ulang secara universal. Namun setiap kebudayaan hanya memperoleh sejuat terbatas dari tipe tempramen tersebut berkembang. Dan tipe–tipe tempramen tersebut hanya cocok dengan konfigurasi dominan. Mayoritas dari orang–orang dalam segala masyarakat akan berbuat sesuai dengan tpe dominan dari masyarakatanya. Hal ini di sebabkan karena tempranmen mereka cukup plastis untuk di bentuk tenaga pencetak dari masyarakat. Ini adalah yang di sebut tipe kepribadian nyang normal. Nmun di samping itu sejumlah penduduk yang merupakan minoritas dalam setap masyarakat, yang tidak dapat di masukan ke dalam tipe dominan ini, baik di sebabkan karena tipe temperament tersbut terlalu menyimpang dari tipe dominan, maupun karena merek tidak cukup berbakat untuk menyesuaikan diri dengan tipe dominan atau para penyimpang, abnormal. Penggolongan tipe kepribadian “normal“ dan “abnormal“ berhubungan erat dengan pengerumusan konfigurasin atau pola kebudayaan dari satu suku idbangsa. Berdasarkan teori di atas, maka Benedict berpendapat bahwa tidak ada kriteria yang salinng mengenai tipe kepribadian yang normal atau tidak normal. Satu kepribadian tidak di anggap normal apabila sesui dengan tipe kepribadian dominan, sedang kepribadian di anggap tidak normal jika tidak sesuai dengan kepribadian dominan. Berdasarkan teori tersebut, Benedict mengadakan penelitian terhadap suku Zuni di New Mexico, orang Kwakiutke di pantai barat laut amerika utara dan orang Dobu di Papua New Guinea. Orang Zuni yang bermatapencaharian pertanian, memiliki konfigurasi kebudayaan yang bertiperkan Appolonian (Dewa Appolo), karena di tandai dengan sifat–sifat introversi, rapi, dapat menahan diri, mencari keharmonisan. Sebagai akibatnya kebudayaan mereka tidak menunjukan ketengangan–ketengangan. Selain itu jiwa tolong–menolong kuat sekali. Tiap penduduk patuh terhadap peraturan masyrakat dan meningktkan upacar–upacara keagamaan yang tenang tanpa histeris. Orang Kwakiutle yang nelayan itu memiliki konfigurasi kebudayaan yang bersifat Dionysian, yang di tandai sifat–sifat ekstrovert, pemborost, suku suku bertindak ekstrem, suku pamer, suku obat keras, pola kebudayaan orang Kwakiutle selain di golongkan Dionysian juga di golongkan pada tipe megalomanic paranoid, yaitu penyakit jiwa yang mengangap dirinya orang hebat dan selalu curiga dirinya akan di celakai orang lain. Orang Dobu memiliki konfigurasi kebudayaan yang bertipekan Schcophrenia dari jenis paranoid. Para pendukung kebudayaan ini bersifat peghianat, pada suku sihir dan selalu curiga dalm pihak lain, mereka selalu hidup dalam ketakuatn kalau kena kekuatan gaib. Dewasa ini teori mengenai asumsi tentang kebudayaan sebagai pencetak tabiat manusia yang plastis telah di gantikan oleh teori mengenai sangat pentingnya peran praktek pengasuhan anak (child rearing practices), dalam membentuk kepribadian seorang anak setelah dewasa kelak. Asumsi sangat terkenal dan berdasarkan teori–teori menegenai belajar, tumbuh kembang dan psikoanalisis.
b. Teori Gaya Hidup Petani Desa Robert Redfield
Untuk menerangakan teorinya ini, Redfield (1982) membedakan masyarakat dunia ini menjadi tiga macam, yaitu masyarakat folk (folk society), masyarakat petani desa (peasant society) dan masyarakat perkotaan (urban society). Masyarakat folk adalah masyarakat primitive, terpencil, masyarakat ini sedikit sekali tersentuh peradaban besar (Cina, Hindu, Islam, Yunani dsb). Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat yang berkembang di daerah perkotanaan, yang maju karena di pengaruhi oleh peradaban modern. Masyarakat petani desa merupakan bentuk masyarakat folk, yang telah mendapat sentuhan dengan masyarakat kota, mereka telah di pengaruhi kebudayaan modern, meski hanya bersifat superficial saja. Masyarakat petani pedesaan pada masyarakat perkotaan, akibatnya kebudayaan tidak bersifat otonomi. Hubungan masyarakat desa dengan masyarakat kota adalah simbiosis yakni saling menghidupi. Refield mengentengahkan beberapa ciri nilai dan sikap gaya hidup petani, yaitu: 1. Sikap yang praktis dan mencari yang berfaedah terhadap alam 2. Mereka lebih menonjolkan segi perasaan dari pada rasio 3. Mereka sangat mengutamakan kesejahteraan hidup dan kepastian hidup 4. Sangat menghargai progkreasi, yakni untuk memiliki keturunan yang banyak 5. Hidup bergotong royong berdasarkan solidoritas tradisional 6. Mereka menambahkan kekayaan 7. Bersikap konserfatif 8. Gambar memamerkan kekayaan 9. Strategi yang mereka gunakan untuk menolak pelaksanaan dari luar adalah dengan penolakan yang bersifat pasif
c. Teori Kepribadian Status Rapl Linton
Kenyataanya untuk hidup secara efektif di masyarakat kita tidak cukup hanya memiliki satu jenis tipe kepribadian saja, akan tetapi memerlukan sepragkat tipikal kepribadian yang ada hubungan dengan peran yang harus di bawakan ke dalam kehidupan sehari–hari. Seorang mahasiswa IKIP , yang telah menikah, menjadi guru disalah satu SLTP, di luar juga melakuakan hubungan bisnis, di masyarkat menjadi tokoh organisai sosial, sudah barang tentu memiliki lima tipe kepribadian tipikal, yakni: 1. Kepribadian tipikal sebagai mahasiswa, mereka akan menunjukan karakteristik sebagai mahasiswa, meski sudut, tua jadi pejabat dan sebagainya. 2. Kepribadian tipikal sebagai kepala keluarga/ibu rumah tangga, mereka akan menunjukan karakter sebagai bapak atau sebagai ibu. 3. Kepribadian tipikal sebagai guru, mereka akan berkarakter seperti guru 4. Kepribadian sebagai pedangang, mereka akan berkarakter seperti pedanagang 5. Kepribadian tipikal sebagai tokoh masyarakat Beberapa tipikal kepribadian itu harus di praktekan sehari–hari, sesuai dengan setatus yang dimainkan. Namun seringkali peran setatus tersebut bertentangan, sehingga menimbulkan kesan yang bersangkutan, memiliki pribadi yang labil. Jadi kepribadian setatus adalah seprangkat kepribadian tipikal, yang sesuai dengan setatus seseorang dalam masyarakatnya. Seorang pribadi yang menduduki dalam setatus sosial, harus mengembangkan sikap emosi dan yang lain sesuai dengan sikap kepribadian setatus tertentu yang harus di perankan tetapi tidak jarang pula berlawanan. Pribadi–pribadi yang dapat membawakan kepribadian setatusnya dengan baik adalah orang yang penyesuaian dirinya baik. Dengan memerankan beberapa setatus kepribadian yang mungkin berbeda, ada orang yang menyebut sebagai gejala kerpibadian terbelah (split personality).
d. Teori Struktur Kepribadian Dasar Kardiner, Linton dan Dubois
Struktur kepribadian dasar adalah “intisari dari kepribadian, yang dimiliki kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka pada masa kanak–kanak yang sama“. Struktur kepribadian dasar ini sebennarnya adalah alat penyesuaian diri individu yang umum bagi semua individu di dalam suatu masyarakat yang termasuk dalam struktur kepribadian dasar adalah: 1. Teknik berfikir (apakah ilmiah atau animistis) 2. Sikap terhadap benda hidup atau mati 3. System keamanan dan kesejahteraan, yang dapat dinilai dari kecerdasan dan kekecewaan karena ketidakberdayaan sewaktu masih kanak– kanak. Struktur kepribadian dasar sangat di tentukan oleh penata (institusi) yang merupakan bentuk pikiran dan ketatakelakuan yang sudah tetap dari seklompok individu (masyarakat) yang dapat di komunikasikan dan yang sitermia sebagai miliki bersama. Pranata dapat di bagi menjadi dua, yaitu pranata (primary institution) dan pranata kedua (secondary institution). Yang termasuk pranata pertama adalah organisai kekerabatan, system pembentukan perasaan ekslusifisme, system tata terdib dasar, cara pemberian makanan anak–anak/bayi, penyapihan, adat merawat anak, latihan buang air besar, larangan–larangan seksual, cara pemusuhan kebutuhan primer dan sebagainya. yang termasuk peranata kedua adalah system larangan, kepecayaan, upacara, cerita rakyat, cara yang di pergunakan untuk menghadapi mereka dan sebagainya. Menurut kardinet dkk, pranata pertama member pengaruh yang besar terhadap struktur kepribadian dasar. Biasanya individu dalam suatu kelompok memiliki pengaruh pranta pertama yang sama, sehingga struktur kepribadianya cendrung sama. Demikian pula pranta kedua dalam suatu kelompok masyarakat cendrung sama.
e. Kepribadian Orang–orang Modern dari Alex Inkelas
Teori kepribadian di rumuskan oleh Alex Inkelas dari Universitas Harvard. Menurutnya tujuan utama pembanguan ekonomi adalah memungkinkan setiap orang untuk mencapai suatu taraf hidup yang layak. Kemajuan serbagai hasil pembangunan tersebut sering kali di ukur dengan tingkat pendapatan nasional maupun pendapatan perkapita. Di samping itu pembangunan mencakup ide pendewaan politik, yang tampak dalam suatu proses pemerintahan yang setabil, teratur berdasarkan keinginan rakyat. Penyelenggaraan pendidikan, kesenian, budaya komunikasi dan sebagainya termasuk di dalamnya. Pada ahirnya ide pembangunan mangharuskan adanya perubahan watak manusia, sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan lebih lanjut, disamping juga merupakan tujuan proses pembangunan itu sendiri. Perubahan watak tersebut adalah perubahan watak dari tradisional menjadi modern. Apa sebenarnya yang di maksud dengan manusia modern tersebut? jawaban terhadap pertanyaan tersebut karena perubahan manusia dari yang tradisional ke arah modern sering kali melepaskan cara berfikir dan berperasaan, yang telah berpuluh bahkan berabad usianya dan meninggalkan cara ini seolah–olah meninggalkan prinsip. Selanjutnya sifat yang membuat orang menjadi modern itu tidak sering tampak menjadi suatu ciri dari orang eropa dan amerika atau pada orang barat pada umunya, yang hendak di paksakan terhadap pihak lain yang di anggap tradisional. Ciri khas orang modern ada dua macam, yaitu cirri luar yang menyangkut lingkungan alam, dan cirri dalam mengenai sikap, nilai dan perasaan. Perubahan ciri luar yang dialami oleh manusia modern banyak di lihat dalam kemajuan manusia, seperti tampak dalam pola komunikasi, kepemilikan harta, urbanisasi, pendidikan, komunikasi, industrialisai dan sebagainya. perubahan cirri dalam menurut Inkelas adalah: 1. Mempunyai kesedian untuk menerima pengalaman baru dan keterbukaan dan pembaharuan dan perubahan 2. Berpandangan luas, tidak terpukau pada maslah sekitar hidupnya saja, melainkan maslah negara atau dunia 3. Tidak mementingkan masa lampau, melainkan masa kini dan masa depan, menghargai waktu. 4. Suka bekerja dengan perencanaan dan organisasi yang ketat 5. Yakin akan kemampuan manusia untuk menguasai alam tidak lagi menyerhakan hidupnya kepada kemauan alam 6. Yakin bahwa hidupnya dapat di perhitungkan dan bukan di tetapkan oleh nasib 7. Bersedia untuk menghargai martabat orang lain, terutama wankita dan anak–anak 8. Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi 9. Menganut prinsip bahwa ganjaran seharusnya di berikan sesuai dengan tindakan/prestasi dan bukan karena kedudukan atau berdasarkan kelahiran seseorang.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita