php/SENASBASA
(Seminar Nasional Bahasa dan Sastra) Volume 3 Nomor 2 Tahun 2019
Halaman 659-668 E-ISSN 2599-0519
1. PENDAHULUAN
Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling terintegrasi sehingga
peserta didik diharapkan dapat menguasai keterampilan berbahasa. Oleh karena itu, guru perlu
memberikan porsi yang sama dalam mengajarkan setiap keterampilan berbahasa kepada peserta
didik. Menurut Saifudin (2015:456), pada aspek keterampilan berbahasa, kemampuan menyimak
perlu mendapat porsi yang lebih, dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena banyak hal yang
harus disimak para peserta didik, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Keterampilan menyimak menuntut peserta didik dapat menyerap informasi yang
disampaikan secara lisan. Dalam hal ini, mata pelajaran bahasa Indonesia berperan penting dalam
pencapaian keterampilan tersebut. Menyimak adalah proses psikomotorik dalam mendengarkan
lambing-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpensi untuk
memperoleh informasi serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara
melalui bahasa lisan (Taringan, 1997:28 Cameron, 2001:40; Brown, 2001:249; Sevik, 2012:11).
Pembelajaran menyimak di kelas yang bukan sekedar guru berbicara kemudian peserta didik
menyimak penjelasan guru. Terdapat tiga tahap dalam pembelajaran menyimak yaitu pramenyimak,
menyimak, dan pascamenyimak (Lindsay dan Knight, 2010:49; Gilakni dan Ahmadi, 2011:982).
Pertama, tahap pramenyimak bertujuan untuk memfokuskan perhatian peserta didik pada topik
yang akan mereka dengar dan mengaktifkan pengetahuan mereka. Kedua, tahap menyimak diisi
dengan tugas dan menjawab pertanyaan, membuat catatan, menentukan rute perjalanan, mengisi
titik-titik kosong, atau melakukan respon terhadap informasi yang didengar serta memberikan
659 | Halaman
penilaian dan umpan balik pada peserta didik. Ketiga tahap pembelajaran ini menjadi kriteria
pembelajaran menyimak yang ideal dalam penelitian ini.
Indonesia di era saat ini sedang gencar-gencarnya menuju revolusi society 5.0 sebenarnya
sudah bergulir cukup lama. Konsep muncul dalam “Basic Policy Economic and Fiscal
Management and Reform 2016” yang merupakan bagian inti dari rencana strategis yang diadopsi
Kabinet Jepang, Januari 2016.
Dalam pendidikan memiliki peran penting untuk mempersiapkan masyarakat dalam
menghadapi Society 5.0. Dalam forum ekonomi dunia, telah dirumuskan bahwa terdapat sepuluh
kemampuan dengan tiga diantaranya adalah kemampuan utama yang harus dimiliki manusia dalam
mengahadapi smart society. Tiga kemampuan tersebut diantaranya yaitu kemampuan dalam
memecahkan masalah yang kompleks, kemampuan untuk bisa berpikir secara kritis, dan
kemampuan untuk berkreativitas. Salah satu kemampuan yang dirasa mulai menghilang dari tahun
ke tahun yaitu kemampuan dalam mendengar secara aktif menjadi salah satu kemampuan dari
sepuluh kemampuan utama.
Pendidikan memiliki tanggung jawab dalam memenuhi kemampuan utama yang dibutuhkan
dalam menghadapi masa depan. Anak-anak tidak hanya dibekali oleh ilmu pengetahuan namun juga
harus dibekali dengan cara berpikir. Cara berpikir harus mulai dikenalkan dan dibiasakan mulai dari
anak-anak agar nantinya terbiasa untuk bisa berpikir secara kritis,analitis, dan kreatif. Cara berpikir
ini dikenal dengan Hight Other Thingking Skills atau cara berpikir tingkat tinggi. Dengan memiliki
kemampuan HOTS, peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep pengetahuan yang tepat
dengan berbasiskan kegiatan. Dengan begitu, peserta didik didorong untuk bisa berpikir secara
kritis dan kreatif. Beberapa model pembelajaran bisa dipilih dan di terapkan oleh guru kepada
peserta didik untuk mengembangkan nalar kritis peserta didik misalnya sebagai berikut.
a. Inquiry Learning
b. Discovery Learning
c. Project Learning
d. Problem Based Learning
Dalam membiasakan kemampuan HOTS kepada peserta didik, pengajar juga perlu
mengenalkan dan membirikan perasaan secara langsung di dunia nyata. Dengan begitu, peserta
didik bisa memahami permasalahan yang ada di sekitar lingkungannya. Selain itu, dengan adanya
dan diterapkannya konsep-konsep pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat memahami
bagaimana menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Pengajar memiliki peran yang
penting pada peserta didik yaitu bagaimana pengajar dapat memberikan arahan pada peserta didik
dalam menemukan titik permasalahan dengan solusinya. Solusi yang diarahkan oleh pengajar,
diharapkan pula tidak hanya solusi yang sudah ada lalu dipakai namun dengan kebaruan seperti
masalah yang baru sehingga peserta didik bisa berinovasi dan berkretifitas.
Pengenalan permasalahan kepada peserta didik pun tidak hanya permasalahan yang ada
pada lingkungan sekitar namun juga pengenalan masalah secara universal. Oleh karena itu, akan
meningkatkan wawasan dari peserta didik itu sendiri. Pemanfaatan berbagai macam teknologi
seperti telpon genggam, laptop dan sebagian juga bisa digunakan dalam pembelajaran. Dengan
adanya koneksi internet yang mendukung keberadaan teknologi memungkinkan pengajar dan
peserta didik mencari bahan ajar, diskusi ataupun pembelajaran melalui video dengan mengakses
berbagai situs yang tersedia secara gratis. Dalam penggunaanya teknologi, siapa saja bisa
menggunakannya namun harus bisa memberikan makna yang positif bagi pengguna tekhusus
peserta didika dalam proses pembelajaran.
660 | Halaman
2. PEMBAHASAN
2.1 Problematika Keterampilan Menyimak Peserta Didik Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Meyimak lebih banyak digunakan dibandingkan keterampilan lain. Menyimak digunakan
dua kali lebih banyak dari menulis. Adler (Hermawan (2012: 30) mencatat bahwa 53% aktivitas
komukasi dinominasi oleh menyimak, sedangkan menulis 14%, berbicara 16% dan membaca 17%.
Nunan (Nation & Newton (2009:37) memaparkan bahwa “It has been claimed yhat over 50
percent of the time that students spend functioning in a foreign languange will be devoted to
listening”. Artinya, 50% waktu pembelajaran bahasa didominasi oleh menimak. Hal itu didukung
oleh penelitian Chaney dan Burk (Cox 1999: 151) yang mengungkapkan bahwa kegiatan
komunikasi di sekolah didominasi oleh menyimak dengan presentase sebesar 45%, berbicara 30%,
16% membaca, dan 9% menulis.
Iskandarwassid dan Sunendar (2011: 229) mengatakan bahwa dalam pengajaran bahasa
Indonesia, tampaknya strategi belajar menyimak masih berkutat dengan pola lama, yaitu peserta
didik mendengar berupaya menjawab apa yang dijelaskan oleh pengajar. Ada kecenderungan bahwa
keterampilan menyimak dalam bahasa Indonesia kurang mendapat perhatian dalam keseluruhan
proses belajar bahasa Indonesia di semua jenjang pendidikan.
Hermawan (2012: 34-35) memaparkan bahwa banyak sekolah yang kurang memperhatikan
pelajaran menyimak dibandingkan dengan keahlian-keahlian komunikasi lainnya. Sejak dari taman
kanak-kanak hingan SMU umumnya peserta didik menerima pelajaran dan pelatihan dalam
membaca dan menulis. Setiap tahun terpaan terhadap keahlian membaca dan menulis terus berjalan.
Begitu juga terhadap keahlian dalam keahlian percakapan mendapat perhatian yang cukup besar.
Apabila dibandingkan dengan pelatihan dalam bidang membaca, menulis, dan berbicara, maka
pelatihan dalam bidang menyimak sangat kurang. Tentu saja keadaan seperti ini sangat ironis
mengingat 50% komunikasi manusia adalah menyimak.
Kegiatan menyimak dari tahun 1972 sampai 2012 memeroleh tempat paling besar dalam
proses komunikasi, tetapi sekaligus merupakan keterampilan berbahasa yang kurang diperhatikan.
Kurangnya perhatian terhadap menyimak dapat dapat dijumpai pada pembagian porsi pembelajaran
di sekolah yang tidak adil terutama dalam pembelajaran menyimak sehingga mengakibatkan peserta
didik tidak terbiasa dalam menyimak. Hal tersebut menyebabkan beberapa permasalahan di dalam
dunia pendidikan dan juga dalam proses komukasi. Berikut ini beberapa probematika keterampilan
menyimak beserta solusi yang ditawarkan sebagai berikut.
Permasalahan Tes Kompetensi Nurgiantoro (2013: 353) memparkan bahwa dalam pelaksaan
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, pembelajaran dan tes menyimak tampak kurang
mendapat perhatian sebagaimana halnya kompetensi berbahasa yang lain b elum tentu semua guru
bahasa secara khusus mempelajarkan dan sekaligus menguji kompetensi menyimak peserta dalam
satu periode tertentu walaupun sebenarnya kemampuan itu sangat diperlukan untuk mengikuti
pelajaran berbagai mata pelajaran. Hal itu disebaban guru beranggapan bahwa dengan sendirinya
peserta didik telah baik kemampuannya memahami bahasa lisan, atau karena menyusun dan
mempersiapkan tes kompetensi menyimak memang tidak semudah dan sederhana seperti halnya
tes-tes kompetensi yang lain. Tegasnya, tes kompetensi menyimak memelurkan persiapan dan
sarana yang khusus. Nurgiantoro (203:354) menyampaikan bahwa yang di tes kompetensi
menyimak adalah bahan yang digunakan untuk tes dan diujikan disampaikan secara lisan serta
diterima peserta didik melalui sarana pendengaran. Masalah yang ditimbulkan adalah sarana apa
yang harus dipergunkan, perlukah seorang guru menggunkan media rekaman, siaran langsung
(televisi, radio) atau langsung disampaikan (dibacakan) secara lisan oleh guru sewaktu tes
berlangsung.
Permasalahan dalam tes kompetensi menyimak yang sudah di jelaskan di atas, saja
memerlukan solusi untuk menanggulanginya. Solusi pertama, hendaknya pihak sekolah bekerja
sama dengan pemerintah untuk menyediakan perangkat pembelajaran dalam tes menyimak seperti
pengeras suara, komputer/laptop, viewer, dan laboraturium bahasa sampai ke pelosok Indonesia.
661 | Halaman
Solusi kedua, hendaknya mahapeserta didik yang mengerti tentang permasalahan dalam
pembelajaran dan tes menyimak mencoba membuat sebuah progam sederhana yang di dalamnya
berisi rekaman butir-butir tes menyimak yang dapat digunukan pihak sekolah dalam melatih
keterampilan menyimak peserta didik.
Permasalahan Gagap Teknologi dan Ketersediaan Media yang Dialami Guru
Penulis melakukan wawancara dengan mengajukan beberapa pernyataan kepada salah satu guru
sekolah dan di Kecamatan Kemlagi, Mojokerto. Pertanyataan pertama yang diajukan adalah "Dari
manakah bahan ajar apa yang biasa anda gunakan saat pembelajaran menyimak?”, media yang
sering digunakan dalam pembelajaran menyimak adalah papan tulis dan teks bacaan dan belum
pernah memanfaatkan media audio dan audiovisual karena ketidakmampuan beliau dalam media
melalui internet. Permasalahan dalam kompetisi meyimak yang sudah di jelaskan di atas, tentu saja
memerlukan solusi untuk menanggulanginya. Solusi pertama, hendaknya pemerintah, pihak
universitas, maupun pihak sekolah bekerjasama mengadakan pelatihan dasar mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan komputer dan internet untuk menanggulangi gagap teknologi sehingga guru dapat
mengakses berbagai informasi dari internet seperti mengakses video berita yang dapat dijadikan
materi ajar dalam pembelajaran menyimak. Melalui pelatihan ini, guru-guru sekolah memeroleh
tambahan pengetahuan berkaitan dengan komputer dan permanfaatan internet. Solusi kedua, guru
diharapkan dapat membuat media sendiri seperti rekaman video saat peserta didik melaksakan
kegiatan pembacaan puisi.
Permasalahan proses pembelajaran yang Konvensional dengan menggunakan Penerapan
Pendekatan Komunikatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Peserta didik memaparkan bahwa
kenyataan di lapangan menunjukan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia selama ini masih
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan konvensional, yang dapat menghambat peserta
didik untuk belajar secara aktif dan kreatif karena guru mendominasi sebagian besar aktivitas proses
belajar-mengajar dan penelitian serta peserta didik cenderung pasif. Peserta didik lebih berposisi
sebagai objek daripada sebagai subjek sehingga pembelajaran menggantungkan sepenuhnya pada
inisiatif guru yang dianggap sebagai sumber belajar. Pendekatan dan metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru didominasi oleh metode ceramah dan pemberian tugas. Pembelajran demikian
cenderung bersifat indokrinasi dengan metode latihan (drill dan practice). Akibatnya aktivitas
belajar peserta didik seakan terprogram mengikuti prosedur dan alogaritma yang dibuat oleh guru.
Permasalahan pendekatan dan metode dalam pembelajaran keterampilan menyimak dapat
ditanggulangi dengan cara memilih pendekatan dan metode yang cocok untuk pembelajaran
menyimak dan disenangi peserta didik. Rabawati (2013) membuktikan bahwa penerapan
pendekatan Komunikatif dapat membantu guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia
termasuk untuk pembelajaran keterampilan menyimak.
Permasalahan penugasan Otentik Iskandarwassid dan Sunendar (2011: 229) mengatakan
bahwa dalam pengajaran bahasa Indonesia, tampaknya strategi belajar menyimak masih berkutat
dengan pola lama, yaitu peserta didik mendengar dan berupaya menjawab apa yang dijelaskan oleh
pengajar. Pengukuran kompetensi menyimak lazimnya berupa tagihan pemahaman dan tanggapan
terhadap terhadap pesan yang disampaikan dengan cara merespon jawaban. Kedua macam tagihan
tersebut dapat disiasati untuk dijadikan tugas-tugas yang berkadar otentik, caranya adalah
mengubah tagihan dari yang sekedar meminta peserta didik merespon jawaban tersebut tersebut
menjadi tagihan kinerja berbahasa aktif produktif, baik yang disampaikan secara lisan maupun
tertulis. Cara demikian justru mengintegrasikan berbagai kemampuan berbahasa ke dalam satu
kegiatan, dan itu lebih dianjurkan karena mencerminkan kegiatan berbahasa dalam kenyataan
sehari-hari (Nurgiyantoro, 2011: 57). Pemaparan diatas menggambarkan bahwa dalam
pembelajaran keterampilan menyimak, kadang kala kegiatan menyimak hanya terbatas pada
penjelasan yang diberikan oleh guru dan kemudian ditanggapi peserta didik secara bersama-sama
atau secara invidu, tetapi hanya berhenti sampai di situ. Solusi yang dapat digunakan supaya
meningkatkan daya peserta didik adalah dengan mengintegrasikan keterampilan menyimak dengan
keterampilan lainnya. Caranya, materi yang dipaparkan secara lisan hendaknya dipahami peserta
662 | Halaman
didik dan diungkap dalam sebuah tulisan yang kemudian dapat disampaikan secara lisan di depan
kelas. Hal itu sejalan dengan pemaran Iskandarwassid dan Sunendar (2011:231) yang mengatakan
bahwa peserta didik mendemonstrasikan pemahamannya, atau menggunakan bahan pelajaran yang
telah dipahaminya setelah mengalami kegiatan mendengarkan secara tuntas atau, mereka dilibatkan
dalam aktivitas yang meminta pengingatan kembali tentan materi pelajaran yang telah dipelajari
sebelumnya.
663 | Halaman
Bahan Pembelajaran yang Kurang Relawan
Dalam pembelajaran menyimak bahan pembelajarannya adalah baha simakan. Kurang
efektifnya pembelajaran di sekolah sering disebabkan bahan simakan yang digunakan guru, terlalu
sukar dan tidak menarik bagi peserta didik. Penggunaan bahan seperti itu menyebabkan peserta
didik merasa tidak mampu dan kurang termotivasi untuk mengikuti aktivitas pembelajaran.
664 | Halaman
2.4 Adanya Pendekatan Kontekstual Peserta Didik Dalam Pembelajaran Menyimak
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran menyimak adalah pendekan kontekstual atau
Contectual Teacing and Lerning (CTL). Pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa secara
natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui
pencarian hubungan masuk akal dan bermanfaat. Melalui pemanduan materi yang di pelajari
dengan pengalaman keseharian peserta didik akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang
mendalam. Peserta didik akan mampu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah baru yang belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman dan
pengetahuan. Dalam pendekatan ini konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarakannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari (Depdiknas, 2005:5) mengenai peran guru dan peran peserta didik dalam pembelajaran.
Berdasarkan pembelajaran kontekstual, peserta didik bisa meyakini bahwa yang mereka pelajari itu
berguna sebagai bekal hidup mereka. Oleh karena itu di sisi lain, guru harus menjadi fasilitator yang
membimbing peserta didik supaya dapat menemukan sendiri hal-hal yang seharusnya mereka
temukan. Dalam pembelajaran kontekstual, peserta didik harus dapat memposisikan diri sebagai diri
sendiri yang sedang mencari bekal untuk hidupnya nanti. Dalam upaya itu, guru berperan sebagai
pengarah dan pembimbing. Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu peserta
didik mencapai tujuannya. Oleh karena itu, tugas guru lebih berkaitan dengan perancangan strategi
pembelajaran, bukan sekedar pemberi informasi mengenai materi pembelajaran. Guru secara
profesional bertugas membimbing peserta didik untuk belajar sendiri, menemukan, dan
memperoleh kompetensi-kompetensi baru yang berguna bagi kehidupan mereka.
Pendekatan Contectual Teacing and Lerning (CTL) mempunyai tujuh komponen utama, yaitu
konstruktivisme (Contructivism), menemukan (inquiry) bertanya (questioning), masyarakat-belajar
(Learning Community), permodelan (modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang
sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan Contectual
Teacing and Lerning (CTL) jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya
sebagai berikut.
a. Kontruktivisme (Contructivism)
Lahir dari gagasan Jean Piaget dan Vigotsky. Hakikat dari teori konstruktivisme adalah ide
bahwa peserta didik harus menjadikan hal-hal yang dilejarai itu menjadi miliknya sendiri. Dalam
hal ini, tugas guru tidak semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi
membimbing mereka untuk belajar sendiri bahkan dengan menggunakan strategi mereka sendiri.
Guru harus membimbing peserta didik membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri
sehingga apa yang dipelejari nya itu menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi kehidupan
mereka.
Terdapat beberapa prinsip konstruktivisme yang penting dicatat sebagai berikut.
Pengetahuan dan keterampilan dibangun oleh peserta didik secara aktif. Pusat aktivitas
pembelajaran terletak pada peserta didik, partisipasi peserta didik dalam pembelajaran
dinomorsatukan. Tugas guru adalah membantu peserta didik belajar, guru adalah fasilitator.
Sesuai dengan teori konstruktivisme yang menjadi landasan CTL, guru harus meyakinkan
peserta didik bahwa mereka akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Dengan demikian,
prosedur inquiry relevan untuk digunakan dalam pembelajaran kontekstual.
b. Menemukan (Inquiry)
Proses menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil proses mengingat materi
yang disajikan guru, melainkan hasil dari menemukan sendiri fakta-fakta yang dipelajari. Guru
harus selalu merancang kegiatan Inquiry ini dalam setiap pembelajaran yang dikelolanya. Kegiatan
665 | Halaman
inquiry yang harus dirancang guru meliputi: observasi (ovservation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclussion).
Kata kunci strategi inquiry adalah ‘peserta didik menemukan sendiri’. Untuk menumbuhkan
semangat peserta didik untuk melakukan kegiatan menemukan sendiri tersebut, maka guru harus
senantiasa mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan dan keterampilan yang berkesan pada diri peserta didik adalah pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh dengan dorongan perasaan ingin tahu. Perasaan ingin tahu ini
yang mendorong peserta didik untuk bertanya. Guru harus selalu menciptakan strategi yang data
membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik dan mendorong peserta didik untuk bertanya dan
bertanya tentang apa yang dia inginkan untuk diketahui. Kegiatan bertanya dapat muncul dalam
kelompok belajar yang partisipatif. Oleh karena itu, guru sebaiknya menciptakan masyarakatbelajar
(learning community) di dalam kelas yang dikelolanya.
e. Pemodelan (Modeling)
Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya atau strategi yang
dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dalam penerapannya
itu gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang
dikenhadaki dapat tercapai. Model pembelajaran tidak terlepas dari kata strategi atau model
pembelajaran identic dengan istilah strategi, model pembelajaran dan strategi merupakan satu yang
tidak dapat dipisahkan, keduanya harus beriringan, sejalan, dan saling mempengaruhi. Istilah
stretegi itu sendiri dapat diuraikan sebagai taktik atau sesuatu kegiatan pembelajran yang harus
dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan
efisien.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk melihat kembali apakah
pembelajaran yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang kita rencanakan. Pada dasarnya refleksi
merupakan kegiatan analisis-sintesis, interpretasi, dan eksplanasi terhadap semua informasi yang
diperoleh dari pelaksanaan pembelajaran. Data atau informasi yang terkumpul perlu dianalisis,
dicari kaitan antara yang satu dengan yang lainnya, dibandingkan dengan pengalaman sebelumnya
atau dengan standar tertentu, untuk mengevaluasi keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Jika
pembelajaran belum berhasil sebagaimana yang diharapkan, maka kita perlu menindaklanjuti
dengan melakukan analisis untuk mencari penyebab ketidakberhasilan pembelajaran. Setelah
menemukan akar permasalahan yang menjadi penyebab belum berhasilnya pembelajaran, maka
langkah selanjutnya membuat rencana perbaikan pembelajaran untuk menghilangkan akar
permasalahan tersebut pada pertemuan berikutnya. Saat itulah, guru peserta dapat merencanakan
untuk melakukan penelitian tindakan kelas.Tentu harus didukung dengan data-data yang lengkap.
Tahap refleksi bukan merupakan tahap yang mudah bagi guru, khususnya guru peserta yang belum
terbiasa melakukan refleksi. Pada tahap ini diperlukan kemampuan untuk berpikir analitik secara
666 | Halaman
kritis, terhadap semua data, fakta dan fenomena yang terjadi, kemudian menghubungkannya dengan
rumusan, tujuan, serta rencana tindakan sebagai alternatif solusinya. Artinya, diperlukan upaya
merenung dan berpikir secara serius dan mendalam, dengan mengingat tentang berbagai konsep,
prinsip, pengalaman praktis yang terkait dengan pembelajaran yang telah dipertimbangkan dalam
menyusun rencana tindakan.
3. PENUTUP
Menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat bermanfaat dalam kegiatan
sehari-hari. Salah satu kegiatan yang memanfaatkan aspek menyimak adalah kegiatan
pembelajaran. Menyimak sangat bermanfaat bagi peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran, guru
dapat menerapkan berbagai teknik menyimak. Teknik-teknik menyimak tersebut dapat digunakan
secara bergantian supaya peserta didik tidak mudah bosan. Kegiatan menyimak dapat membuat
peserta didik menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan peserta didik
harus mendengarkan secara seksama apa yang diucapkan oleh guru. Menyimak turut
mengembangkan komptensi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
4. DAFTAR PUSTAKA
Rosdawita.2013. Pembelajaran Menyimak Berbasis Pendekatan Konstekstual. Jurnal Pena.Vol. 3
No 2.Diakses melalui: file:///C:/Users/MUIS/Downloads/2232-Article%20Text-4406-1-10-
20150318.pdf
Hermawan, Herry. 2012. Menyimak Keterampilan Berkomsumsi yang Terabaikan. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Nation & Newton. 2009. Teaching ESL/ EFL Listening and Speaking. New York: Madison Ave.
Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik Dalam Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah
Mada Universitas Press.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar.2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Jakarta :
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Umar Mansyur. Fakultas Sastra. Universitas Muslim Indonesia. Inovasi Pembelajaran Bahasa
Indonesia Melalui Pendekatan Proses
667 | Halaman
Yumarti, A. 1988. Beberapa Teknik Pengajaran Menyimak. Dalam majalah Pembinaan Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT.Bharatara Karya Aksara.
668 | Halaman