Lia Akmalia
Program Studi Tadris Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat, 45132,
Imdonesia
Corresponding author: Jl.H.Mansyur , Kec. Duren Sawit, Kel. Pondok Kelapa, Jakarta Timur, DKI Jakarta , 13450, Indonesia .
E-mail addresses: akmalialia82@gmail.com
ABSTRAK
Bunga matahari (Helianthus, sp.) adalah salah satu contoh dari tumbuhan yang tergolong dalam
magnoliophyta, famili Asteraceae. Bunga ini berperawakan perdu, herba semusim, berbatang tegak, tinggi
1-3 m, dan daun tunggal melebar. Batangnya biasanya ditumbuhi rambut yang kasar, tegak, jarang dan
bercabang. Jorge Crisci, seorang ahli botani di Museum La Plata di La Plata, Argentina menyatakan bahwa
usia keluarga bunga Helianthus, sp. ini tidaklah semuda yang kita lihat sekarang, namun ternyata bisa lebih
tua lagi. Melalui fakta ini maka bisa menjadi ujung tombak dalam menyibak tabir evolusi
bunga Helianthus, sp. yang tergolong dalam famili Asteraceae. Evolusi Helianthus, sp. dan
hubungannya dengan evolusi awal angiospermae dapat ditelusuri dengan menggunakan teknik-
teknik molekuler misalnya mapping gen dan sekuensing material genetik (DNA) tumbuhan
tersebut. Sehingga bisa direkonstruksi garis keturunan berdasarkan filogenetiknya secara jelas.
PENDAHULUAN
Angiospermae berawal setidaknya 140 juta tahun lalu, dan selama Mesozoikum akhir,
percabangan utama klad tersebut berdivergensi dari nenek moyangnya. Pada pertengahan periode
Cretaceous (100 juta tahun lalu), angiospermae mulai mendominasi banyak ekosistem terestrial.
Bentang alam berubah drastis seiring digantikannya konifer, dan gimnospermae lain oleh
tumbuhan berbunga di berbagai bagian dunia.
Bunga dan buah angiospermae menjadi pembeda anatara kelompok ini dengan
gimnospermae yang masih ada saat ini. Tak heran asal-usul angiospermae kerap kali
membingungkan manusia terutama para ilmuan yang mendalam terlibat untuk menyibak tabir asal-
usulnya. Untuk memahami mekanisme bangun tubuh angiospermae muncul, para ilmuan
mempeajari fosil, memperbaiki filogeni angiospermae, dan menjabarkan pola-pola perkembangan
yang melandasi bunga dan inovasi angiospermae lainnya. Hal ini sama halnya dengan upaya yang
telah banyak dilakukan untuk memecahkan misteri Darwin. Namun kita masih belum sepenuhnya
memahami asal mula angiospermae itu muncul dari beberapa ratus juta tahun yang lalu.
Pada Era Mesozoikum, angiospermae telah berdiversifikasi menjadi lebih dari 250.000
spesies yang masih hidup. Hingga akhir 1990an, kebanyakan para ilmuan membagi tumbuhan
berbunga ke dalam dua kelompok yaitu monokotil dan dikotil. Pembagian yang didasarkan pada
jumlah kotiledon atau daun lembaga pada embrio. Spesies dengan satu kotiledon disebut
monokotil dan yang memiliki dua kotiledon disebut dikotil. Ciri-ciri yang lain seperti bunga dan
struktur daun, juga digunakan untuk mendefinisikan kedua kelompok tersebut. Misalnya,
monokotil biasanya memiliki vena daun sejajar, sementara vena kebanyakan dikotil memiliki pola
seperti jaring. Beberapa contoh monokotil adalah anggrek, palem dan tanaman pada padian seperti
jagung, gandum, dan padi. Beberapa contoh dikotil adalah mawar, ercis, bunga matahari dan
mapel.
Bunga matahari (Helianthus, sp.) adalah salah satu contoh dari tumbuhan yang tergolong
dalam magnoliophyta, famili Asteraceae. Bunga ini berperawakan perdu, herba semusim,
berbatang tegak, tinggi 1-3 m, dan daun tunggal melebar. Batangnya biasanya ditumbuhi rambut
yang kasar, tegak, jarang dan bercabang. Bunga tersusun majemuk, yang memiliki dua tipe bunga
yaitu bunga tepi (bunga lidah) yang membawa satu kelopak besar berwarna kuning cerah dan steril,
dan bunga tabung yang fertil dan menghasilkan biji. Bunga tabung ini jumlahnya bisa mencapai
2.000 kuntum dalam satu tandan (Hadipoentyanti dkk, 2014). Telah disebutkan sebelumnya
bahwa, bunga Helianthus, sp. memiliki perilaku yang khas, yaitu bunganya selalu menghadap ke
arah matahari yang gejalanya disebut sebagai heliotropisme. Kapasitasnya dalam menyerap sinar
matahari meningkat hingga 10% dengan pergerakkannya tersebut.
Karakter khas lain dari Helianthus, sp adalah memiliki kepala bunga yang besar
(inflorenscens) dengan diameter bunga dapat mencapai 30 cm, dengan mahkotanya yang
berbentuk pita di sepanjang tepi cawan dengan ukuran melintang rata-rata 10-15 cm berwarna
kuning dan di tengahnya terdapat bunga-bunga kecil berwarna kecoklatan berbentuk tabung. Bila
terjadi fertilisasi, maka bunga ini akan menjadi biji berwarna kehitaman dengan garis-garis putih
berkumpul dalam cawan. Apabila sudah matang, biji-bijij ini dapat lepas dari cawannya. Lebih
kurang sekitar 120 hari waktu yang dibutuhkan bunga Helianthus, sp. ini untuk menyempurnakan
siklus hidupnya (Hadipoentyanti dkk, 2014). Berikut disajikan gambar 1 secara lebih detail yang
menunjukkan struktur bunga Helianthus, sp.
KESIMPULAN
Berdasarkaan pemaparan tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan terkait dengan
evolusi Helianthus, sp. yaitu :
1. Sejarah asal-usul Helianthus, sp. telah dapat dilihat dari beberapa bukti temuan fosil oleh
Dr. Viviana Barreda dan koleganya di Argentina bahwa fosil lengkap bunga berkerabat
dekat dengan Helianthus, sp. diduga berusia 47,5 juta tahun yang lalu.
2. Evolusi Helianthus, sp. dan hubungannya dengan evolusi awal angiospermae dapat
ditelusuri dengan menggunakan teknik-teknik molekuler misalnya mapping gen dan
sekuensing material genetik (DNA) tumbuhan tersebut. Sehingga bisa direkonstruksi garis
keturunan berdasarkan filogenetiknya secara jelas. Variasi corak dan motif yang sangat
menawan pada bunga Helianthus, sp. disebabkan faktor barrier ekologi yang memisahkan
populasi tumbuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Belhassen, E., Auge, G., Ji, J., Billot, C., Fernandez, J., Ruso, J. , dan Varez, D. 1994. Dynamic
management of of genetic resources: first generation analysis of sunflower artificial
populations. Genet Sel Evol. 26, Suppl 1: 241-253.
Blackman, B.K. 2012. Interacting duplications, fluctuating selection, and convergence: the
complex dynamics of flowering time evolution during sunflower domestication. Journal of
Experimental Botany doi:10.1093/jxb/ers359.
Gun, H.S. 2014. Fosil Keluarga Bunga Matahari Ditemukan di Amerika Selatan. Akses
di http://www.faktailmiah.com/2010/09/29/fosil-keluarga-bunga-matahari-ditemukan-di-
amerika-selatan.html, 15/11/2014.
Hadipoentyanti, E. Wahyuno, D. Manohara, D. Pribadi, E.R., Trisilawati, O., Trisawa, I.M., dan
Hernani. 2014. Optimalisasi Pembentukan Biji Bunga Matahari(Helianthus annuus) Melalui
Aplikasi Zat Induksi Perkecambahan Serbuk Sari dan Polinator. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Perkebunan (Balitbang Pertanian). Vol. 20 Nomor 2: 11-13 akses
di http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/?p=10774#more-10774
Keim, B. 2010. Ancient Fossil Flower Is Father of Sunflower Family. Akses
di http://www.wired.com/2010/09/sunflower-family-father/, 15/11/2014.
Mandel, J.R, Rebecca, B. Dikow, Vicki A. Funk, Rishi R. Masalia, S. Evan Staton, Alex Kozik,
Richard W. Michelmore, Loren H. Rieseberg, and John M. Burke. 2014. A target enrichment
method for gathering phylogenetic information from hundreds of loci: An example from the
Compositae. Applications in Plant Sciences 2(2): 1300085.
Rieseberg, L.H dan Seiler, G.J. 1990. Molecular Evidence and the Origin and Development of the
Domesticated Sunflower (Helianthus annum, Asteraceae). Springer Link. Page 31-45. Akses
di http://link.springer.com/article/10.1007, 15/11/2014
Thomassie, G., Shadow, A., and Brakie, M. 2012. Plant Guide for ashy sunflower (Helianthus
mollis Lam.). USDA-Natural Resources Conservation Service, Golden Meadow Plant
Materials Center. Galliano, LA 70354.