Jawab :
1. Atribusi
Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang.
2. Delegasi
pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah
dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
3. Mandat
Mandat adalah pelimpahan kewenangan dari badan atau pejabat pemerintahan yang lebih
tinggi kepada badan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab
dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Mengapa di Indonesia PNS dilarang terlibat dalam politik praktis dan apa
konsekuensinya jika PNS terlibat dalam kegiatan politik praktis?
Jawab :
Menurut analisis saya makna jabatan dan juga jabatan politik dalam konteks Hukum Tata
Pemerintahan adalah Jabatan merupakan kedudukan yang menunjukan tugas, fungsi,
tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai ASN dalam suatu satuan organisasi.
Berdasarkan UU No. 43 tahun 1999, Jabatan Negara atau Jabatan Politik adalah jabatan
dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretarisan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan
kepaniteraan pengadilan.
Dalam surat tersebut sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa ASN
dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak
berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan
siapapun. ASN tidak boleh menjadi anggota partai politik. Ini semata demi menjaga netralitas
dan profesionalisme ASN. Kalau masuk parpol ASN menjadi tidak netral lagi. Jadi dikunci
dalam UU No. 5 Tahun 2014: ASN tidak boleh menjadi pengurus parpol.
Beragam sanksi mengancam ASN termasuk PNS jika tidak menjaga netralitas dalam
penyelenggaraan Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Adapun dalam hal PNS yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik adalah Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, pembentukan Majelis Kode
Etik dan Tim Pemeriksa dilakukan oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah. Sedangkan
dalam hal PNS yang diduga melakukan pelanggaran kode etik adalah Sekretaris Daerah
Provinsi, pembentukan Majelis Kode Etik dan Tim Pemeriksa dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri.
Menteri PANRB juga mengingatkan adanya ancaman Hukuman Disiplin Tingkat Sedang
berupa: i) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; ii) penundaan kenaikan
pangkat selama 1 (satu) tahun; dan iii) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun:
a. Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dengan cara memberikan dukungan dan memberikan surat dukungan disertai fotocopy Kartu
Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Kartu Tanda Penduduk;
b. Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Adapun Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa: i) penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 3 (tiga) tahun; ii) pemindahan dalam rangka penurunan pangkat setingkat lebih
rendah; iii) pembebasan dari jabatan; dan iv) atau pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai PNS:
a. Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah atau calon Wakil
Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye;
b. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara dan keputusan-
keputusan seperti apa yang tidak masuk sebagai keputusan tata usahanegara ?
Berikan analisis dan contoh keputusan tata usaha negara yang memiliki cacat dari
perspektif kewenangan!.
Jawab :
Pasal 1 butir 7 berbunyi Keputusan administrasi pemerintahan yang juga disebut Keputusan
Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan
adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam berperkara di peradilan tata usaha negara, banyak gugatan yang ditolak oleh
pengadilan tata usaha negara. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat atas
syarat-syarat untuk berperkara di peradilan tata usaha negara. Mulai dari para pihak yang
bersengketa, kewenangan pengadilan tata usaha negara dalam mengadili perkara, objek
sengketa dari pengadilan tata usaha negara, cara-cara pengajuan gugatan hingga hal-hal
administrasi seperti batas waktu pengajuan gugatan. Namun dalam artikel ini, penulis akan
memfokuskan pada objek sengketa di peradilan tata usaha negara.
Keputusan Tata Usaha Negara (yang selanjutnya disebut KTUN) adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata. Berdasarkan pengertian KTUN yang dapat menimbulkan akibat
hukum tentu mempunyai kemungkinan untuk terjadinya konflik kepentingan antara badan
atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan KTUN dengan seseorang atau badan
hukum perdata.
Pengertian penetapan tertulis harus diperhatikan baik-baik. Karena penetapan tertulis bukan
berarti harus dinyatakan atau dibuat secara formal seperti halnya surat keputusan atau surat
izin mendirikan bangunan. Namun, penetapan tertulis cukup hanya dengan tertulis di atas
kertas. Hal ini dikarenakan penetapan tertulis hanya dimaksud untuk pembuktian nantinya.
Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 bahwa badan atau pejabat
yang mengeluarkan KTUN tersebut harus bersifat eksekutif yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk tindakan hukum perlu diketahui bahwa tindakan hukum tidak hanya terbatas pada
penerbitan atau dikeluarkannya suatu KTUN. Namun tindakan hukum di sini harus diartikan
bahwa tindakan tersebut juga termasuk tindakan faktual. Tindakan yang dimaksud faktual
adalah hal-hal yang merupakan pelaksanaan dari KTUN yang tujuan untuk melaksanakan
fungsi dari pemerintahan khususnya administrasi seperti persiapan dari pelaksanaan suatu
KTUN misalnya persiapan perbaikan jalan. Tindakan Administrasi Pemerintahan adalah
perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan
dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Tentunya dalam dikeluarkannya atau ditetapkan suatu KTUN perlu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Mulai dari kewenangan yang diberikan dari peraturan
yang berlaku kepada pejabat tersebut. Selain itu, isi dari penetapan tersebut tidak boleh
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Konkret;
Konkret berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 bahwa artinya tidak
abstrak, namun masih berwujud tertentu atau dapat ditentukan.
6. Individual;
Untuk individu artinya bersifat khusus untuk hal tertentu saja. Misalnya jika KTUN ditujukan
kepada orang-orang tertentu, maka KTUN tersebut harus menyebutkan nama-nama tersebut.
Konkret bertujuan untuk menuangkan hal-hal yang bersifat umum dan abstrak ke dalam
peristiwa yang jelas dengan mengeluarkan KTUN agar hal tersebut dapat dilaksanakan
seperti pemberhentian si A sebagai pegawai negeri atau izin usaha bagi B; dan
KTUN harus bersifat definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum yang artinya
KTUN harus final. Untuk KTUN yang belum mendapatkan persetujuan dari instansi atasan
membuat KTUN itu belum final dan karenannya belum dapat menimbulkan hak dan
kewajiban.
Untuk unsur terakhir adalah KTUN harus menimbulkan akibat hukum. KTUN disini tidak
hanya sebagai keputusan yang telah menimbulkan akibat hukum saja, namun keputusan harus
dilihat memiliki kemungkinan / potensi untuk menimbulkan kerugian. Misalnya suatu KTUN
yang bersifat mencabut izin suatu badan hukum tanpa alasan yang jelas. Akibat hukum harus
berupa (a) terjadi perubahan hak, kewajiban atau kewenangan, (b) terjadi perubahan
kedudukan hukum pada badan hukum perdata atau seseorang, (c) terdapat hak, kewajiban,
kewenangan atau status yang ditetapkan.
Sebagai kesimpulan, KTUN yang menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang menimbulkan suatu akibat hukum karena
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan memberikan kerugian atau potensi kerugian
terhadap pihak masyarakat. Perlu diketahui, dalam berperkara di PTUN juga harus
memperhatikan syarat-syarat lainnya agar terhindar dari ditolaknya gugatan. Maka dari itu,
masyarakat perlu teliti dan mempelajari terlebih dahulu terkait syarat-syarat tersebut yang
meliputi objek yang disengketakan yaitu KTUN.
Secara teoritis dalam Hukum Administrasi Negara, dikenal ada beberapa macam dan sifat
keputusan, yaitu:
Keputusan deklaratoir adalah keputusan yang tidak mengubah hak dan kewajiban yang telah
ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan kewajiban tersebut.
Keputusan bersifat menguntungkan artinya keputusan itu memberi hak-hak atau memberikan
kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa adanya keputusan itu tidak akan ada
atau bilamana keputusan itu memberikan keringanan beban yang ada.
Keputusan yang memberi beban merupakan keputusan yang meletakkan kewajiban yang
sebelumnya tidak ada atau keputusan mengenai penolakan terhadap permohonan untuk
memperoleh keringanan.
Keputusan eenmalig adalah keputusan yang hanya berlaku sekali, yang dalam istilah lain itu
disebut sebagai keputusan yang bersifat kilat, seperti izin untuk melaksanakan rapat umum.
Sedangkan, keputusan permanen adalah keputusan yang memiliki masa berlaku yang relatif
lama.
Keputusan yang bersifat bebas merupakan keputusan yang didasarkan pada kewenangan
bebas atau kebebasan bertindak yang dimiliki oleh pejabat Tata Usaha Negara, baik dalam
bentuk kebebasan kebijaksanaan maupun kebebasan interpretasi.
Sedangkan keputusan yang terikat adalah keputusan yang didasarkan pada kewenangan
pemerintahan yang bersifat terikat, artinya keputusan itu hanya melaksanakan ketentuan yang
sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang bersangkutan.
Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai
keputusan.
Sedangkan keputusan negatif adalah keputusan yang tidak menimbulkan perubahan keadaan
hukum yang telah ada.
Keputusan perorangan adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang
tertentu atau keputusan yang berkaitan dengan orang, misalnya keputusan tentang
pengangkatan seorang sebagai pegawai negeri.
Sedangkan keputusan kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan atas dasar kualitas
kebendaan atau keputusan yang berkaitan dengan benda, misalnya sertifikat tanah.
Jadi, keputusan-keputusan yang tidak masuk sebagai keputusan tata usahanegara adalah
keputusan-keputusan yang tidak termasuk dalam 6 macam yang sudah dijelaskan di atas.
Menurut analisis saya contoh keputusan tata usaha negara yang memiliki cacat dari perspektif
kewenangan adalah Dalam praktik selama ini di Peradilan Tata Usaha Negara apabila suatu
Keputusan dan/atau Tindakan mengandung cacat wewenang maka akan dinyatakan tidak sah.
Sedangkan apabila suatu Keputusan dan/atau Tindakan mengandung cacat prosedur atau
substansi maka akan dinyatakan batal. Cacat yuridis terjadi akerana adanya tindakan (cacat
kehendak) seperti salah kira, paksaan dan tipuan. Adanya salah kira terjadi karena ketetapan
yang dilahirkan akibat adanya organ yang salah-sungguh, yang lain dari yang seharusnya
(ketetapan yang batal karena salah kira sungguh-sungguh).
4. Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
posisi Indonesia sebagai negara hukum yang demokrastis. Apa sesungguhnya tujuan
dan fungsi dari peradilan tata usaha negara dan upaya apa saja yang dapat ditempuh
untuk melakukan menyelesaikan sengketa keputusan tata usaha negara dengan
memberikan contoh keputusan yang dapat dilakukan gugatan ke pengadilan tata usaha
negara.
Jawab :
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) merupakan lingkungan peradilan yang terakhir
dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada
tanggal 29 Desember 1986, adapun tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera,
aman, tenteram serta tertib yang dapat menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum
dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di
bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan terbentuknya Peradilan Tata
Usaha Negara (PERATUN) menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang
menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 pada tanggal 14 Januari 1991,
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) resmi beroperasi, salah satunya
adalah PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA yang berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dengan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
Maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi Subjek di Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN) adalah Seseorang atau Badan Hukum Perdata sebagai Penggugat, dan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Tergugat. Sedangkan yang menjadi Objek di
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah Surat Keputusan Tata Usaha
Negara (beschikking).
Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KTUN atau disebut juga keputusan administrasi pemerintahan adalah keputusan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan negara.
Untuk mengidentifikasi suatu ketetapan termasuk KTUN dan bisa menjadi objek sengketa
tata usaha negara, maka harus memenuhi ketentuan:
3. berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
Untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara, maka Anda dapat menempuh dua
mekanisme, yaitu upaya administratif dan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(“PTUN”).
Lantas, apakah upaya penyelesaian sengketa keputusan tata usaha negara bisa langsung
melalui upaya peradilan tanpa melalui upaya administratif? Jawabannya tidak. PTUN baru
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara jika seluruh
upaya administratif telah digunakan.
Upaya Administratif
Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh orang atau badan
hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu KTUN.
Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua
bentuk:
a. Keberatan (Bezwaarschrift)
Berbeda dengan prosedur di PTUN, prosedur banding administratif dan prosedur keberatan
dilakukan dengan penilaian yang lengkap, baik dari segi penerapan hukum maupun dari segi
kebijaksanaan instansi yang memutus.
Adapun alur pengajuan gugatan sengketa tata usaha negara ke PTUN adalah sebagai berikut:
1. Gugatan
Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha
negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Adapun yang
menjadi tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan KTUN
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
Alasan yang bisa digunakan dalam gugatan adalah KTUN bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik.
Perlu diketahui bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung
sejak saat diterimanya atau diumumkannya KTUN.
2. Prosedur Dismissal
Setelah diajukan gugatan, maka akan dilakukan prosedur dismissal atau rapat
permusyawaratan. Prosedur dismissal adalah penelitian yang meliputi segi administratif dan
segi elementer.
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh KTUN yang
digugat;
Jika perlawanan dibenarkan oleh pengadilan, maka penetapan gugur demi hukum dan tidak
dapat digunakan upaya hukum, sehingga pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan
diselesaikan menurut acara biasa.
3. Pemeriksaan Persiapan
b. dapat meminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka
hakim akan memutus bahwa gugatan tidak dapat diterima. Maka apabila hal demikian terjadi,
penggugat tidak dapat menggunakan upaya hukum, tetapi dapat mengajukan gugatan baru.
4. Pemeriksaan Perkara
Setelah dilakukan pemeriksaan persiapan maka akan dilakukan pemeriksaan perkara untuk
mendapatkan putusan. Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa dengan 3 orang hakim,
dengan pemeriksaan acara biasa. Setelah pemeriksaan sengketa selesai, kedua belah pihak
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat terakhir berupa kesimpulan.
5. Putusan
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat berupa gugatan ditolak, dikabulkan, tidak
diterima, atau gugur. Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan
pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara. Bahkan jika penggugat tidak juga puas dengan putusan tersebut, dapat dilakukan
upaya hukum kasasi hingga upaya hukum luar biasa peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung.