Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KONSEP HATI NURANI, KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB, TANGGUNG


GUGAT, SERTA HAK DAN KEWAJIBAN

Oleh:
Miftahul Ila Syadiah
201910300511016

Dosen Pengampu:
Edi Purwanto, S.Kep., Ns., MNg

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
DAFTAR ISI
BAB 1................................................................................................................................2

A. LATAR BELAKANG..........................................................................................2

B. TUJUAN................................................................................................................4

BAB 2................................................................................................................................4

A. KONSEP HATI NURANI...................................................................................4

B. KONSEP KEBEBASAN......................................................................................5

C. KONSEP TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT......................6

D. KONSEP HAK DAN KEWAJIBAN...............................................................6

BAB 3................................................................................................................................7

A. KESIMPULAN.....................................................................................................7

B. SARAN..................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................8
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Era society 5.0, kehidupan manusia semakin lebih kompleks dengan
diiringi perkembangan teknologi yang juga saling bertolak belakang atau
bersifat ambigu di kehidupan manusia. Teknologi, dapat menjadi sebuah jalan
tol yang dapat digunakan oleh manusia untuk berselancar di internet, tapi juga
memiliki dampak negatif pula di kehidupan manusia. Bak pisau bermata dua
didepan mata kita, perlu ada suatu bounderies atau sebuah batasan didalam rasio
untuk dapat mendikotomi dan memanajemen perasaan manusia. Didalam
konteks etika keprofesian, proses manajerial perasaan sangat diperlukan di era
yang sudah serba digital ini. Bahkan, dunia maya pun juga dapat berkontribusi
dalam memberikan implikasi negatif dalam perasaan atau beban pikiran di setiap
insan tergantung faktor yang apa yang menjadi primordial dalam permasalahan
yang manusia dapatkan di internet. Walau mendapatkan gempuran masalah dari
segi manapun juncto problematika dunia maya seseorang dipaksa untuk tetap
berperilaku professional demi tetap menjunjung tinggi marwah profesinya.
Menurut para ahli etika memiliki pengertian yaitu sebuah standarisasi perilaku
yang bertumbuh kembang lewat sosialisasi maupun internalisasi yang berfungsi
sebagai sarana yang bergerak dari fungsi ketaatannya yang bersifat volunteer
tetapi dipenuhi oleh komitmen (Wahyu, 2016).

Didalam cabang ilmu pengetahuan paling dasar dalam filsafat terdapat


ilmu yang bernama etika. Etika berkaitan dengan tingkah laku manusia, cabang
filsafat ini berbeda dengan cabang filsafat yang lain. Karena, etika tidak pernah
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan etika hadir untuk manusia tahu
bagaimana cara bertindak (Hamersma, 2008). Etika pun bermacam-macam,
setiap negara, pandangan para ahli, hingga tiap-tiap daerah memiliki etika nya
tersendiri. Dalam dunia profesionalitas pun memiliki etikanya tersendiri. Etika
ini terbentuk hingga melahirkan etika profesi keperawatan. Selain itu, etika ini
juga melahirkan beberapa bidang norma dalam bentuk penyempurnaannya.
Bidang norma tersebut tidak jauh dari norma moral, hukum dan juga norma
sopan santun yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.

Dalam prosesnya untuk mengatur jalannya kehidupan yang lebih baik


etika tidak hanya dilakukan oleh beberapa orang saja, seyogyanya dilakoni oleh
seluruh orang. Karena, implikasi ketika seseorang menerapkan etika dengan
nilai moral yang utuh akan memberikan contoh nyata keteladanan dan akan
disorot oleh orang-orang yang kurang memahami dan tidak tau bagaimana cara
mengimplemetasikannya dengan baik dan bijak. Dalam bentuk proses eksistensi
etika profesi hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang berprofesi di bidang
tersebut. Bahkan, hanya dapat dinilai oleh mereka tentang standarisasi etika
tersebut, orang-orang awam hanya dapat menilai baik dan buruknya kinerja dari
profesi tersebut terkecuali mereka mempelajari secara mendetail akan substansi-
substansi yang ada dalam kode etika terhadap suatu profesi (Burhanudin, 2018).

Hadirnya etika bukan kekosongan semata, adapun tujuan dari etika itu
termanifestasikan adalah terjewantahkannya kewajaran moral yang mau dan
mampu untuk bertanggung jawab secara keseleruhan dan menjunjung tinggi
nilai profesionalitas, selalu menghormati orang lain dengan memperlihatkan
perhatian dan sikap empatis demi kesejahteraan orang lain dan lain sebagainya.
Etika yang sudah dimodel sedemikian rupa karena perkembangan zaman sudah
memberikan implikasi banyak dalam sebuah evolusi norma, tetapi tetap ada
beberapa faktor yang tidak akan hilang dari diri manusia dan badan profesi itu
sendiri. Yaitu beberapa konsep teori yang hadir mempengaruhi pelaksanaan
etika tersebut, beberapanya ialah hati nurani yang tidak akan lepas dari manusia,
kebebasan, bentuk tanggung jawab dan tanggung gugat, serta hak dan kewajiban
yang melekat pada seluruh perilaku yang manusia lakukan. Karena beberapa
konsep teori inilah yang mendasari penulis ingin mengelaborasi lebih lanjut
yang akan dituangkan dalam makalah sederhana yang jauh dari kata sempurna.

B. TUJUAN
 Mendeskripsikan konsep hati nurani dengan jelas dan lugas untuk
memberikan sudut pandang yang baru demi mendapati arti hati nurani
yang terstruktur dan dapat dimaknai.
 Mengetahui definisi kebebasan dari segi teoretis maupun praktis, demi
menghindari dinamika kebebasan yang ambigu.
 Mengetahui tanggung jawab yang bersifat rigid dan kontekstual dalam
memaknai arti tanggung gugat.
 Menelisik hak dan kewajiban etika seorang perawat dalam melayani
seluruh kliennya demi mencapai customers satisfaction and loyality
terakibatkan hak dan kewajiban yang sudah dipenuhi dan merenugi
untuk proses realisasi tanggung jawab yang bijaksana.

BAB 2
KONSEP TEORI

A. KONSEP HATI NURANI


Dalam memahami problematika yang dihadapi perlu disikapi dengan sisi
hati nurani sebagai bentuk humanisme. Hati tiap insan juga menjadi primordial
dalam caranya memandang dunia dan menyikapi segala persoalan dalam segala
segmen di hidupnya. Hati nurani adalah locus atau tempat bersarangnya amal
dan dosa jika diteropong dengan perspektif religiositas. Cahaya ilahi yang
memberikan sisi terang disetiap persepsi manusia bersarang pada hati nurani,
karena segala sesuatu yang berasal dari hati nurani selalu memberikan efek
positif dan nilai kebaikan terkandung didalamnya (Al-hanif, 2012). Walau dalam
pemahamannya terkesan kabur dan ambigu dikarenakan kompleksitas hati
nurani yang cukup rumit untuk diuraikan, tetapi selalu ada cara untuk
mendengar dan merasakan kehadiran hati nurani dalam proses implementasinya.

Hati nurani dan moralitas tidak dapat dilepaskan begitu saja, kedua
komponen ini juga berjalan beriringan. Jika didapat tesa yang mengatakan
bahwa sebuah tindakan yang lahir akibat percikan hati nurani digeneralisir
sebuah kebaikan yang tidak dapat beban moral, anti tesanya adalah kegiatan atau
tingkah laku hati nurani sebagai primordialnya pasti bertolak belakang dengan
moral. Berakhir dengan sintesa dari ungkapan Thomas Aquinas bahwa tidak
selalu tindakan yang didasari oleh hati nurani dapat sesuai dengan moral dan
belum tentu bertolak belakang dengan nilai moral. Sebagai contoh, ketika
seseorang berbohong sudah dapat dipastikan bahwa tindakannya itu salah dan
tidak mencerminkan nilai moral tetapi, hal itu dapat berubah ketika seseorang
berbohong demi kebaikan temannya. Thomas menganggap ini tetap perilaku
yang salah, tetapi beban moralnya tidak berat karena dapat dimaafkan (Khong
Wing, 2021).

Hati nurani tidak dapat tergambarkan sistematis karena sifatnya sendiri


yang abstrak tetapi mayoritas bermakna sebuah kebaikan, tetapi terlalu
mendahulukan hati nurani diatas segalanya juga dapat menjadi jurang kematian.
Ketika seseorang terlalu mendahulukan hati nurani tanpa diimbangi oleh logika
dalam pengambilan keputusan juga menghasilkan kecacatan logika atau Logical
fallacy yaitu argumentum ad misericordiam Jika mengacu pada buku yang
berjudul “Apa Yang Aku Yakini”, didalam kehidupan tidak hanya terfokus pada
kebajikan dan suara hati nurani saja, tetapi juga kecerdasan. Karena, hati nurani
tersusun dari ingatan yang tidak jelas menjadikannya perangkat yang sudah
usang dan jalan yang keliru (Betrand Russel, 2019). Dalam dinamika
keperawatan, dilemma moral akan mempengaruhi dan akan dihadapi.
Contohnya, ketika rasa kasihan, empati, simpatik yang tergagas dari hati nurani
hadir bersamaan dengan rasa keadilan.

B. KONSEP KEBEBASAN
Benar dan salah secara esensial akan tidak berarti jika tidak adanya
kebebasan dalam berfikir dan bertindak, akibatnya segala diskursus dalam
menelisik konsep kebebasan selalu menantang. Tetapi, menurut penulis ada
salah satu batasan yang membatasi sebuah kebebasan dan ketika tidak ada yang
membatasi kebebasan tersebut maka kebebasan yang sebebas-bebasnya hanya
menghasilkan sebuah anarki. Terkadang, pertanyaan-pertanyaan radikalis juga
bersumber dari kebebasan itu sendiri, akankah kebebasan hanya sebuah ilusi?
Penulis tertantang untuk mengelaborasi konsep kebebasan ini dan korelasinya
dengan dinamika profesionalitas.

Kebebasan yang mempengaruhi segala dalam hidup inilah yang


terkadang juga menjadi tantangan bagi manusia dalam mempertahankan
motivasinya. Kebebasan berfikir yang terkadang menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan radikalis tentu berimplikasi pada cara manusia bersikap, terlebih lagi
hal ini dianggap sebuah tindakan yang kritis. Berfikir yang bebas sebebas-
bebasnya terkadang menjadi sebuah problematika karena menghambat, sebagai
contoh disaat mempertanyakan perihal teologisme, mempertanyaankan esensi
bertindak dan bersikap saat bekerja, dan akan menjadi pekerjaan rumah yang
berpengaruh pada stigma ketika kebebasan berfikir ini terealisasi menjadi
kebebasan kehendak yang terkadang menjadikan manusia tidak mau diatur,
egoistis, dan liberal. Tentu, hal ini akan memberikan dampak negatif, menurut
David R. Griffin, kebebasan kehendak tidak melulu berkorelasi antara manusia
dengan tuhan, tetapi juga manusia dengan lingkungan yang saling keterkaitan
(Tutupary, 2016).

Evolusi kebebasan sungguh tidak dapat terelakkan dari zaman ke zaman,


terlebih pada zaman kontemporer. Kebebasan berfikir juga memberikan
implikasi besar dan positif pada dunia pendidikan dan juga filsafat. Seperti,
aliran eksistensialisme yang disempurnakan oleh Sartre. Sumbangsih pemikiran
Sartre sangat memberikan dampak pada penulis, karena menurutnya eksistensi
dari manusia itu sendiri harus mendahului esensi. Manusia yang lahir tanpa
bersandang apa apa, menjadikan nilai kebebasan dalam dirinyalah adalah api
yang tidak boleh padam. Kebebasan menurut beliau, adalah sesuatu yang sangat
terkait erat dengan tanggung jawab yang tidak akan bisa bertolak belakang
antara kedua unsur itu (Sartre, 2021). Dari hal ini dapat diartikulasikan bahwa
manusia yang lahir dengan membawa nilai kebebasan dapat bebas untuk
menentukan jalan hidupnya, menentukan jalan alternatif dari setiap problematika
dalam hidupnya, dan bebas untuk berekspresi menjadikan hal ini berkorelasi
dengan pemilihan tujuan hidup seorang insan yang memilih untuk menjadi
perawat atau tidak.

C. KONSEP TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT


Tanggung jawab adalah sebuah sikap yang harus dilakukan oleh setiap
insan tanpa memandang gender. Karena tanggung jawab adalah sebuah sikap
yang menentukan kualitas dan taraf diri seseorang dalam berperilaku dan
memanajemen perasaannya. Konsep tanggung jawab dan kebebasan sangat
berkaitan erat jika kita mengacu pada konsep Sartre, yang dimana korelasi antara
kebebasan melekat erat dengan bentuk tanggung jawab dan tidak akan pernah
terlepaskan. Disaat seorang manusia menentukan sesuatu berakar dari kebebasan
berfikirnya, maka dimensi kausalitas hadir dan akibat dari tindakan kebebasan
berfikirnya tersebut perlu hadir bentuk tanggung jawab (Tambunan, 2016).

Tanggung gugat atau akuntabilitas juga dapat diartikulasikan sebagai


bentuk turun tangan seorang perawat dalam mengambil sebuah keputusan dan
mempelajari konsekuensi yang berkausalitas dengan keputusan yang telah dia
ambil. Tanggung gugat seorang perawat dikhususkan kepada klien, ikatan
profesi dan sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang bertanggung jawab penuh
kepada direktur. Adapun tiga jenis yang dihadapi oleh seorang perawat yaitu
tanggung jawab yang paling utama adalah tanggung jawab kepada Tuhannya
atau kepercayaannya, tanggung jawab kepada sosial dan kliennya, dan terakhir
adalah tanggung jawab terhadap rekan seperjuangan dan atasannya.

D. KONSEP HAK DAN KEWAJIBAN


Seorang perawat juga seorang warga negara yang berkedudukan sama dimata
hukum, yaitu memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Didalam haknya,
terdapat kriteria yang harus tetap dijunjung tinggi layaknya harga diri seorang perawat.
Yaitu seorang perawat berkewajiban untuk tetap mandiri, berbuat baik kepada
sesamanya, menjunjung keadilan diatas apapun, hadir untuk tidak merugikan,
senantiasa bersikap jujur, harus tetap menepati janji, menjaga kerahasiaan yang
berhubungan dengan informasi dan privasi klien, dan terakhir adalah akuntabilitas yaitu
sebuah standarasasi diamana tindakan seorang professional dapat dinilai dari berbagai
situasi dan kondisi tanpa adanya pengecualian (Setiani, 2018).

Sesuai dengan yang termaktub dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 38 Tahun


2014 tentang Keperawatan dapat dipahami bahwa perawat memiliki hak untuk
memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
standarisasi pelayanan keperawatan, berhak untuk mendapatkan informasi yang benar,
lengkap dan jujur. Seorang perawat juga berhak untuk mendapatkan imbalan jasa dari
pelayanan yang telah diberikan oleh pasien dan memperoleh fasilitas kerja sesuai
dengan standar, perawat juga berhak untuk terus mengembangkan dirinya (Maryam,
2016).
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Profesi keperawatan adalah sebuah profesi yang mulia karena profesi ini juga
ujung tombak dari tenaga kesehatan yang merawat manusia yang membutuhkan
tenaganya dan berhadapan langsung dengan seseorang yang sudah menghadapi maut
didepan matanya. Walau, profesi ini sungguh mulia dan sangat berjasa tetapi jika tidak
diimbangi dengan etika serta nilai moral yang memadai dan diimplementasikan maka
hanya akan terjadi konflik yang menurunkan harkat dan martabat profesi keperawatan.
Terlebih konflik atau problematika tersebut terjadi karena seorang perawat yang tidak
dapat memahami batasan dari sebuah kebebasan kehendak atau kebebasan berfikirnya
yang berakibat tercorengnya nilai moral dan etika sosial. Etika berkaitan dengan
tingkah laku manusia, cabang filsafat ini berbeda dengan cabang filsafat yang
lain. Karena, etika tidak pernah mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
etika hadir untuk manusia tahu bagaimana cara bertindak.

Hati tiap insan juga menjadi primordial dalam caranya memandang dunia
dan menyikapi segala persoalan dalam segala segmen di hidupnya. Hati nurani
adalah locus atau tempat bersarangnya amal dan dosa jika diteropong dengan
perspektif religiositas. Cahaya ilahi yang memberikan sisi terang disetiap
persepsi manusia bersarang pada hati nurani, karena segala sesuatu yang berasal
dari hati nurani selalu memberikan efek positif dan nilai kebaikan terkandung
didalamnya. tetapi terlalu mendahulukan hati nurani diatas segalanya juga dapat
menjadi jurang kematian. Ketika seseorang terlalu mendahulukan hati nurani
tanpa diimbangi oleh logika dalam pengambilan keputusan juga menghasilkan
kecacatan logika atau Logical fallacy yaitu argumentum ad misericordiam.
Evolusi kebebasan sungguh tidak dapat terelakkan dari zaman ke zaman,
terlebih pada zaman kontemporer. menurut David R. Griffin, kebebasan
kehendak tidak melulu berkorelasi antara manusia dengan tuhan, tetapi juga
manusia dengan lingkungan yang saling keterkaitan sama halnya dengan Sartre.
Beliau berpendapat bahwa sesuatu yang sangat terkait erat dengan tanggung
jawab yang tidak akan bisa bertolak belakang antara kedua unsur itu. Konsep
tanggung jawab dan kebebasan sangat berkaitan erat. Disaat seorang manusia
menentukan sesuatu berakar dari kebebasan berfikirnya, maka dimensi
kausalitas hadir dan akibat dari tindakan kebebasan berfikirnya tersebut perlu
hadir bentuk tanggung jawab. Adapun tiga jenis tanggung jawab yang dihadapi
oleh seorang perawat yaitu tanggung jawab yang paling utama adalah tanggung
jawab kepada Tuhannya atau kepercayaannya, tanggung jawab kepada sosial
dan kliennya, dan terakhir adalah tanggung jawab terhadap rekan seperjuangan
dan atasannya

Tanggung gugat atau akuntabilitas juga dapat diartikulasikan sebagai


bentuk turun tangan seorang perawat dalam mengambil sebuah keputusan dan
mempelajari konsekuensi yang berkausalitas dengan keputusan yang telah dia
ambil. Sesuai dengan yang termaktub dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 38 Tahun
2014 tentang Keperawatan Keperawatan dapat dipahami bahwa perawat memiliki hak
untuk memperoleh perlindungan hukum, berhak untuk mendapatkan informasi yang
benar, Seorang perawat juga berhak untuk mendapatkan imbalan jasa dan memperoleh
fasilitas kerja sesuai dengan standar, perawat juga berhak untuk terus mengembangkan
dirinya.

B. SARAN
Teori dalam sebuah praktik sangat perlu untuk direalisasikan untuk tetap
menjaga harkat dan martabat keperawatan, dengan hadirnya kode etik
keperawatan yang mengatur secara tertulis dan memberikan doktrin akan norma-
norma sosial tentu diharapkan untuk seorang perawat mematuhi dan menjunjung
norma selayaknya dia menjaga harga dirinya. Kebebasan yang sebebas-bebasnya
hanyalah sebuah perilaku anarkis yang berkausal dengan penurunan derajat
kualitas seseorang saja. Maka, sebagai seorang manusia yang mematri kata
human never stop learning dikehidupannya sungguh disarankan untuk tetap
belajar dan terus belajar karena layaknya sebuah pepatah “ketika aku
mengetahui sesuatu maka disitulah aku tahu, kalau aku tidak tahu apa-apa” dan
“dimana aku berfikir, disitulah aku ada” cogito ergo sum istilah dari filsuf
terkenal Rene Descartes. Maka dalam mempelajari seluruh misteri didunia
jangan setengah-setengah, pelajarilah keburukan sebagai bentuk tindakan
preventif untuk menghindari keburukan itu sendiri. Sehingga, manusia tahu dan
paham mana yang baik dan buruk dalam kehidupannya, dan manusia dapat
mengenai batasan-batasan dalam hidupnya agar kebebasan berfikir dan
berkehendak yang anarkis serta bersifat negatif dapat dihindari. Sebagai
konklusi atas semuanya, sebagai bentuk penyeimbang dan penyelaras dalam
kehidupan seorang perawat. Kepercayaan itu sangat diperlukan, karena rasa
spiritualitas dengan tuhan dapat menjauhkan para perawat berperilaku dosa dan
dapat memantabkan hati nurani dengan mengendalikannya. Tuhan juga salah
satu tanggung jawab seorang perawat, maka lestarikanlah agamamu untuk
melekatkan tuhan didalam hatimu.

DAFTAR PUSTAKA
Al-hanif, B. (2012). Percikan Hati Nurani: Sebuah Renungan. Gema Insani Press.

Betrand Russel. (2019). Apa Yang Aku Yakini (A. Afif, Ed.). CIRCA.

Burhanudin, A. A. (2018). Peran Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum
Yang Baik. Jurnal El-Faqih, 4(2).

Hamersma, H. (2008). Pintu Masuk ke Dunia Filsafat (2nd ed.). PT Kanisius.

Khong Wing, B. P. (2021). Hati Nurani. Studia Philosophica et Theologica, 21(2), 195–217.
https://doi.org/10.35312/spet.v21i2.387

Maryam. (2016). Tanggung Jawab Hukum Perawat Terhadap Kerugian Pasien Dikaitkan
Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. E
Journal Katalogis, 4(10), 191–201.

Sartre, J.-P. (2021). Eksistensialisme Adalah Humanisme (N. Deghaska, Ed.). Jalan Baru
Publisher.

Setiani, B. (2018). Pertanggung Jawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan Kewajiban
Dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia, 497–507.

Tambunan, S. F. (2016). Kebebasan Individu Manusia Abad Dua Puluh: Filsafat


Eksistensialisme Sartre. Jurnal Masyarakat Dan Budaya, 18(2).
Tutupary, V. D. (2016). KEBEBASAN KEHENDAK (FREE WILL) DAVID RAY
GRIFFIN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT AGAMA. Jurnal Filsafat, 26(1), 136.
https://doi.org/10.22146/jf.12648

Wahyu, T. (2016). Aksiologi: Antara Etika, Moral, dan Estetika. KANAL (Jurnal Ilmu
Komunikasi), 187–204.

Anda mungkin juga menyukai